Anda di halaman 1dari 5

“POLA PEMOLISIAN PADA KERUMUNAN ORANG (MASSA)

STUDI KASUS TERHADAP


“POLA PEMOLISIAN PADA SUPORTER SEPAK BOLA JACK MANIA JAKARTA DAN THE VIKING
BANDUNG”
OLEH AKBP ANDRY WIBOWO, SIK, MH, MSI

Dalam proposal yang sedang diujikan, saya memiliki kehendak untuk melakukan
penelitian yang berhubungan dengan pola pemolisian yang dilakukan oleh Polri berkaitan
dengan pola-pola penanganan kepolisian dalam menghadapi kerumunan orang (crowds)
dalam suatu event olah raga khususnya pemolisian terhadap supporter sepak bola dalam
suatu kompetisi sepak bola nasional.
Penelitian ini menjadi penting dan diperlukan menurut saya karena selain
permasalahan yang ada dalam hubunngan polisi dan supporter sepak bola yang memiliki
relevansi dengan konsep keamanan, keselamatan dan ketertiban, secara keilmuaan
penelitian secara khusus tentang pemolisian dalam event olah raga dan kerumunan orang
belum begitu berkembang di Indonesia.Hal ini sangat berbeda dengan negara Inggris dan
beberapa negara di Eropa, penelitian dan pengembangan system keamanan dalam
menghadapi kerumunan orang sudah sangat maju, bahkan konon bahwa pola pemolisian
terhadap kerumunan orang (crowd) merupakan salah satu model pemolisian modern tertua
di Inggris selain polisi diberikan tugas untuk menangani berbagai bentuk kejahatan di
masyarakat.
Dalam konteks filsafat maka penelitian saya ini dapat dijelaskan sebagai berikut :
A. Ontologis
Dari aspek ini secara empiric dapat dijelaskan sebagai berikut. Bahwa sepakbola di
Indonesia merupakan olah raga popular selain dari bulu tangkis. Olah raga yang begitu
popular ini saat ini telah masuk dalam era industrialisasi olah raga. Dimana dalam
industrialisasi olah raga aspek prestasi, aspek ekonomi dan aspek keamanan merupakan
variable variable yang menentukan kesuksesan dari suatu indusrialisasi di bidang olah raga.
Demikian popularnya olah raga ini pastilah menyedot perhatian yang cukup besar dari
masyarakat untuk mendukung perkembangan industrialisasi olah raga ini. Bentuk dukungan
tersebut diwujudkan dengan kehadiran masyarakat dalam jumlah besar ke stadion stadion
dimana klub dari kesebelasan kesayangannya bertanding dalam suatu kompetisi nasional
baik yang diselenggarakan oleh PSSI maupun pemerintah.
Dalam kompetisi saat ini “piala presiden ‘ tampak kita lihat penonton selalu
memenuhi stadion tempat pertandingan. Tidak kurang dari 20.000 orang hadir dalam setiap
pertandingan yang dilangsungkan. Penonton berduyun-duyun dan berdesak desakan untuk
datang dan menonton kesebelasan kesayangannya di stadion stadion.
Tentunya penonton dalam jumlah besar seperti ini merupakan kerumunan orang
(crowd) yang memerlukan perlindungan dari kepolisian dari berbagai bentuk kejahatan dan
keselamatan atas jiwa dan harta bendanya. Di sisi yang lain kerumunan orang dalam jumlah
besar seperti ini memiliki kerawan tersendiri yang memerlukan perhatian dan penanganan
kepolisian bersama pemangku kepentingan lainnya. Beberapa contoh kasus yang
diakibatkan oleh ulah supporter sepak bola adalah kerusuahan, perkelahian antar supporter,
pembunuhan, pencurian, penjarahan, keributan dengan penyelenggara pertandingan,
keributan dengan petugas kepolisian serta melakukan berbagai bentuk pelanggaran dan
kecelakan lalu lintas serta ketidak tertiban lainnya di area public.
Di sisi yang lain kepolisian sebagai institusi yang memiliki tanggung jawab di bidang
keamanan tampaknya belum memiliki satu standar profesionalisme dalam menangani
kerumunan orang. Polisi masih terkesan bekerja denga paradigm lama yang menekankan
pada pola pola kegiatan atau operasi kepolisian yang berorientasi pada pola reactive
policing , focus pada crowd control dan mengesampingkan crowd management, melakukan
pemolisian dengan pendekatan sterotype bahwa supporter sepak bola adalah pengganggu
keamanan ( susah diatur, sering membuat keonaran, musuh polisi, dsb), pemolisian dengan
cara mengerahkan anggota sebanyak banyaknya, pemolisian yang berbasis pada ketidak
pastian yang tinggi karena polisi tidak memahami type-model-karakter supporter yang
dihadapi, tidak ekonomis bahkan pembiayaan bagi petugas kepolisian maupun tentara yang
dilibatkan dalam suatu pertandingan dianggap melebihi nilai ekonomis dari resiko yang
dihadapi.
Realita-realita persoalan itulah yang kemudian menjadikan pertimbangan ontologis
bagi peneliti untuk meneliti permasalahan polisi dalam menangani kerumunan orang
dengan model supporter sepak bola khususnya supporter sepakbola persija Jakarta dan
persib bandung sebagai contoh dikarenakan supporter sepak bola persija Jakarta dan persib
bandung adalah supporter sepakbola yang memilki keanggotaan lebih dari 100 ribu orang
dengan sejarah klub yang memang sangat melegenda dalam sejarah persepakbolaan
nasional.
B. Aksiologi
Adapun kemanfaatan dari penelitian ini adalah peneliti mampu menjawab
pertanyaan penelitian yaitu
pertama bagaimana kerumunan orang yaitu supporter sepak bola di Indonesia saat
ini ditinjau dari teori-teori yang relevan dengan teori “crowd”.
Kedua bagaimana pemolisian yang dilakukan oleh Polri saat ini dalam menangani
crowd di Indonesia
Ketiga bagaimana nanti “hypotetic model” tentang crowd dan pola pemolisian di
Indonesia dapat menjadi disertasi dari peneliti tentang model pemolisian pada kerumuanan
orang yang kelak memiliki manfaat akademis untuk memahami “kerumunan orang di
indonesia dan Pola Pemolisiannya” serta manfaat praktis bagi kepolisian untuk menangani
berbagai masalah yang timbul dari kerumunan orang dengan model yang ditemukan pada
pemolisian terhadap supporter sepak bola.
C. Epistimologi
Jenis penelitian ini menggunakan pendekatan post positivist yang bertujuan untuk
memahami fenomena pemolisian dalam menghadapi “crowds” khususnya pada
pertandingan sepak bola di Jakarta. Penelitian ini berupaya untuk mengungkap fenomena
nyata dan alamiah dari fenomena “crowds” mulai dari massa berkumpul sampai
kerumunan mass berakhir.
Studi kualitatif ini berkaitan dengan proses penelitian alamiah yang merupakan
salah satu pendekatan fenomenologi yang berlaku dalam ilmu pengetahuan sosial. Suatu
proses inquiry yang dilakukan secara mendasar menggantungkan pengamatan kepada
manusia, baik dalam aspek wawasan, budaya maupun peristilahannya (Creswell, 2003).
Beberapa prinsip dasar penelitian kualitatif yang di pegang dalam
rangkaian upaya memahami pokok permasalahan yang diteliti mencakup beberapa hal yang
meliputi: (1) mengkonstruksikan realitas makna “crowds” dan pemolisiannya, (2)
memusatkan pada interaksi peristiwa dan proses, (3) seting organisasi dan lingkungnnya di
pahami secara kompleks karena saling terkait dan sulit di untuk ukur,(4) otentitas atau
originalitas sebagai nilai kunci yang harus ada dan bersifat eksplisit, (5) bersifat kontekstual,
(6) mengutamakan perspektif emic, (8) analisis dilakukan melalui coding dan tematik, (9)
pengumpulan data membutuhkan indepth interview, participation observation atau focus
group discussion (Bogdan,1992; Creswell, 2003;Sugiyono, 2007).
Penelitian kualitatif mempunyai karakteristik yang berbeda dengan pendekatan
kuantitatif. Penelitian kualitatif yang merupakan pandangan postpositivism mempunyai
karakteristik sebagai berikut: (1) Data di ambil dari seting alamiah, (2) peneliti adalah
instrumen pokok penelitian,(3) penentuan sampel dilakukan secara purposive, (4) analisis
data untuk jenis penelitian ini dilakukan lebih dominan secara induktif, dan (5) hasil
penelitian ini lebih mengutamakan makna (meaning) dibalik data dan informasi yang
diperoleh (Bogdan, 1982; Cresswell,2003; Sugiyono, 2007).
Penelitian ini dilakukan untuk mengungkap fenomena “crowds” dalam kasus
pertandingan sepak bola di Jakarta dan strategi pemolisiannya dalam menghadapi dampak
“crowds” dan fakator yang menyebabkan terjadinya kerusuhan dan tindak kejahatan.
Karakteristik wilayah dan orang-rang yang terlibat “crowds” yang merupakan setting
terjadinya fenomena, berbagai faktor yang berkontribusi terhadap proses “crowds” dan
pemolisian yang telah dilakukan kepolisian menghadapi “crowds”.
Karakteristik kelompok orang-orang yang teribat dalam fenomena “crowds” yang
menjadi perhatian penelitian ini adalah untuk melihat bagaimana latar belakang sosial
ekonomi sekelompok orang yang terlibat dalam “crowds” dan secara teoritis diasumsikan
menjadi pendorong orang untuk melakukan kerusuhan dan tindak kejahatan. Struktur
kehidupan sekelompok orang-orang, militansi dan fanatisme kelompok orang terhadap
pertandingan sepak bola dan yang juga menjadi potensi munculnya kerusuhan massa
(mob) dan tindak kejahatan.
Aktivitas kepolisian didalam menghadapi “crowds” mulai dari sebelum terjadinya
“crowds”, proses berlangsungnya sampai kerumunan massa bubar menjadi fenomena
penting untuk di eksplorasi dalam penelitian ini. Begitu juga berbagai perpsepsi masyarakat
terhadap makna “crowds” dan pemolisian yang dilakukan kepolisian juga merupakan
fenomena penting untuk di eksplorasi dalam penelitian yang dilakukan ini.
Fenomena organisasi kepolisian dalam menghadapi kerumunan massa dalam
pelaksanaan pertandingan sepak bola di wilayah nya seperti factor kepemimpinan yang
dilakukan oleh para unsur pemimpin (Kapolda dan kapolres) yang mencakup kemampuan
dalam mengarahkan, mempengaruhi, menggerakkan memotifasi para bawahannya dalam
melaksanakan pemolisan, gaya pengambilan keputusan, bentuk-bentuk perintah dan
keputusan, orientasi pemenuhan kebutuhan para anggota bawahannya, hubungan-
hubungan yang dibangun dan berlangsung antara para pejabat dan para pejabat dengan
anggota bawahannya.

Anda mungkin juga menyukai