Anda di halaman 1dari 34

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Osteoartritis adalah penyakit degeneratif sendi yang ditandai dengan

kerusakan rawan sendi dan tulang subkondral yang menyebabkan nyeri pada

sendi. Osteoartritis merupakan bentuk artritis yang paling sering ditemukan,

bersifat kronis dan berdampak besar terhadap kualitas hidup penderitanya.

Osteoartritis dapat disebabkan oleh berbagai etiologi yang berbeda-beda, namun

mengakibatkan kelainan bilologis, morfologis dan luaran klinis yang sama.1

Osteoartritis merupakan suatu penyakit degeneratif dan progresif yang

mengenai dua per tiga orang yang berumur lebih dari 65 tahun, dengan prevalensi

60,5% pada pria dan 70,5% pada wanita.2 Insiden OA di Amerika pada usia 55-64

tahun, sekitar 28% laki-laki dan perempuan terkena OA lutut dan 23% OA

panggul. Pada usia antara 65-74, 39% laki-laki dan perempuan menderita OA

lutut dan 23% menderita OA panggul. Pada usia diatas 75 tahun, sekitar 100%

laki-laki dan perempuan mempunyai gejala-gejala OA.3

Sedangkan di Indonesia prevalensi OA lutut yang tampak secara

radiologis mencapai 15,5% pada pria dan 12,7% pada wanita yang berumur antara

40-60 tahun. Penelitian di Bandung pada pasien yang berobat ke klinik

reumatologi RSHS pada tahun 2007 didapatkan OA merupakan 74,48% dari

keseluruhan kasus (1297) reumatik, dimana 69% diantaranya adalah wanita dan

kebanyakan merupakan OA lutut (87%). Sedangkan pada tahun 2010 dari 2760

kasus reumatik yang terdata, 73% diantaranya adalah penderita OA.1

1
Penderita OA biasa datang dengan keluhan utama nyeri sendi yang

meningkat dengan gerakan dan sedikit berkurang dengan istirahat. Nyeri sendi ini

memiliki penyebab yang bersifat multifaktorial diantaranya akibat regangan

serabut saraf periosteum, hipertensi intra-osseous, regangan kapsul sendi,

hipertensi intra-artikular, regangan ligament, mikrofraktur tulang subkondral,

entesopati, bursitis dan spasme otot sehingga mempengaruhi pilihan terapi. 4,1

Seiring dengan meningktanya kejadian OA setiap tahunnya, sampai saat

ini belum terdapat terapi yang dapat menyembuhkan OA. Penatalaksanaan

terutama ditujukan pada pengendalian/menghilangkan nyeri, memperbaiki gerak

dan fungsi sendi serta meningkatkan kualitas hidup penderita. Penatalaksanaan

OA meliputi penatalaksanaan secara non farmakologi dan farmakologi. Operasi

pengganti sendi hanya dilakukan untuk penderita dengan OA yang berat dan/atau

tidak respons dengan terapi farmakologis.1

2
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Hip Joint

Sendi panggul (hip joint) adalah sambungan tulang yang terletak di antara

tulang panggul dan pangkal atas tulang paha. Hip Joint pada manusia terdiri dari

tiga bagian utama :

1. Femur (tulang paha)

2. Femoral Head (bolt)

3. Rounded socket (tulang acetabulum/cup)

Gambar 2.1 Hip joint 5

Di dalam hip joint yang normal terdapat suatu jaringan lembut dan tipis

disebut dengan selaput sinovial. Selaput ini memproduksi cairan yang melumasi

dan hampir menghilangkan efek gesekan di dalam hip joint. Permukaan tulang

juga mempunyai suatu lapisan tulang rawan (artikular kartilago) yang merupakan

bantalan lembut dan memungkinkan tulang untuk bergerak bebas dengan mudah.

3
Lapisan ini mengeluarkan cairan yang melumasi dan mengurangi gesekan di

dalam hip joint.5

Pada hip joint normal, femoral head memiliki artikular kartilago yang

baik, dimana masih mampu mengeluarkan cairan yang melumasi dan mengurangi

efek gesekan pada sambungan sendi. Ligamen (kapsul hip) menghubungkan

femoral head ke acetabulum dan memberikan stabilitas pada sendi.5

2.2 Pengertian Osteoartritis

Osteoartritis adalah penyakit sendi degeneratif ditandai dengan kerusakan

rawan sendi dan tulang subkondral yang menyebabkan nyeri sendi dan gangguan

pergerakan yang terkait dengan derajat kerusakan pada kartilago.1 Osteoartritis

adalah gangguan degeneratif kronis dengan etiologi multifaktorial yang ditandai

dengan hilangnya kartilago artikular, hipertrofi tulang pada margin, sklerosis

subkondral dan berbagai perubahan biokimia dan morfologi membran sinovial

dan kapsul sendi.6

Osteoartitis merupakan penyakit sendi degeneratif dengan perubahan

keseluruhan struktur sendi yang bersifat patologis. Osteoartritis ditandai dengan

kerusakan tulang rawan (kartilago) hyalin sendi, meningkatnya ketebalan serta

sklerosis dari lempeng tulang, pertumbuhan osteofit pada tepian sendi,

meregangnya kapsula sendi, timbulnya peradangan, dan melemahnya otot–otot

yang menghubungkan sendi.7

2.3 Epidemiologi Osteoartritis

Osteoartritis mengenai dua per tiga orang yang berumur lebih dari 65

tahun, dengan prevalensi 60,5% pada pria dan 70,5% pada wanita.2 Osteoartritis

merupakan penyakit sendi pada orang dewasa yang paling umum di dunia. Felson

4
(2008) melaporkan bahwa satu dari tiga orang dewasa memiliki tanda-tanda

radiologis terhadap OA. OA pada lutut merupakan tipe OA yang paling umum

dijumpai pada orang dewasa diikuti oleh OA pada panggul.7

Prevalensi OA lebih banyak pada wanita dibandingkan pada pria. Secara

keseluruhan usia di bawah 45 tahun frekuensi OA kurang lebih sama pada laki-

laki dan wanita. Tetapi diatas 50 tahun (setelah menopause) frekuensi OA lebih

banyak pada wanita daripada pria.8 Insidensi osteoartritis di Amerika pada usia

18-24 tahun, 7% laki-laki dan 2% perempuan menggambarkan osteoartritis pada

tangan. Pada usia 55-64 tahun, 28% laki-laki dan perempuan terkena osteoartritis

lutut dan 23% osteoartritis panggul. Pada usia antara 65-74, 39% laki-laki dan

perempuan menggambarkan osteoartritis pada lutut dan 23% menggambarkan

osteoartritis pada panggul. Pada usia diatas 75 tahun, sekitar 100% laki-laki dan

perempuan mempunyai gejala-gejala osteoartritis.3

Osteoartritis kini tidak lagi dianggap sebagai penyakit degeneratif, akan

tetapi usia tetap merupakan salah satu faktor risikonya. Sekitar 50% dari usia

diatas 65 tahun memberikan gambaran radiologis sesuai osteoartritis, meskipun

hanya 10% pria dan 18% wanita diantaranya yang memperlihatkan gejala klinis

OA. Sekitar 10% pasien mengalami disabilitas karena OA nya sehingga dapat

dipahami bahwa semakin bertambah usia maka semakin tinggi kemungkinan

untuk terkena OA.1

Seiring dengan meningkatnya usia harapan hidup, menurut WHO pada

tahun 2025 populasi usia lanjut di Indonesia akan meningkat 414% dibanding

tahun 1990. Di Indonesia prevalensi OA lutut yang tampak secara radiologis

mencapai 15,5% pada pria dan 12,7% pada wanita yang berumur antara 40-60

5
tahun. Penelitian di Bandung pada pasien yang berobat ke klinik reumatologi

RSHS pada tahun 2007 didapatkan OA merupakan 74,48% dari keseluruhan

kasus (1297) reumatik, dimana 69% diantaranya adalah wanita dan kebanyakan

merupakan OA lutut (87%). Sedangkan pada tahun 2010 dari 2760 kasus reumatik

yang terdata, 73% diantaranya adalah penderita OA. Dengan demikian OA akan

semakin banyak ditemukan dalam praktek dokter sehari-hari.1

2.4 Etiologi dan Faktor Risiko

Osteoartritis merupakan keadaan klinis terakhir yang sering muncul dari

berbagai macam proses penyakit. Dalam pandangan masa lalu, hal ini dianggap

primer jika tidak ada penyebab pemicu yang dapat diketahui atau sekunder jika

ada sumber yang mendahuluinya (contoh trauma mayor) telah diketahui. Pada

kasus lainnya, OA dianggap sebagai keadaan yang diperantarai sebagian besar

melalui tekanan mekanis yang berlebihan pada persendian.9

Faktor risiko untuk OA biasanya dipisah menjadi yang berhubungan

dengan perkembangan penyakit (kejadian OA) atau progresi penyakit. Faktor

risiko utama yang dihubungkan dengan kejadian OA adalah penuaan, trauma

sebelumnya, kecenderungan genetik dan obesitas. Untuk progresi penyakit,

kebanyakan penelitian memberi perhatian pada kedua lutut dan panggul; faktor

utama termasuk mekanis, kekuatan otot kuadriseps dan intraartikular dan

gambaran sumsum tulang belakang.9

Penelitian telah menunjukkan bahwa OA melibatkan seluruh struktur sendi

dan hal ini bukan hanya penyakit degeneratif sendi, tapi juga biomekanik

memiliki peranan penting pada onset penyakit dan progresifitasnya.9 Temuan ini

(contohnya pada orang dengan gejala OA medial yang kelebihan beban pada

6
kompartemen medial, progresi OA lutut dihubungkan dengan beban biomekanis,

dan beban lutut yang berubah berhubungan dengan beratnya nyeri) telah

membantu memperbaiki pemahaman progresi penyakit dan strategi yang

digunakan untuk mengubah perjalanan penyakit.10,11

2.5 Klasifikasi Osteoartritis

Klasifikasi osteoarthritis berdasarkan patogenesisnya dibagi menjadi

osteoarthritis primer dan osteoartritis sekunder. Osteoartritis primer yang disebut

juga osteoarthritis idiopatik adalah osteoarthritis yang penyebabnya tidak

diketahui dan tidak ada hubungannya dengan penyakit sistemik maupun proses

perubahan lokal pada sendi. OA sekunder merupakan OA yang disebabkan oleh

inflamasi, kelainan sistem endokrin, trauma sendi (osteonekrosis), metabolik,

pertumbuhan, faktor keturunan (herediter), dan immobilisasi yang terlalu lama.

Kasus OA primer lebih sering dijumpai pada praktik sehari-hari dibandingkan

dengan OA sekunder.4

Berdasarkan gambaran radiografi tersebut, Kellgren dan Lawrence

membagi OA menjadi empat grade.

1) Grade 0 : normal

2) Grade 1 : sendi normal, terdapat sedikit osteofit

3) Grade 2 : osteofit pada dua tempat dengan sklerosis subkondral, celah sendi

normal, terdapat kista subkondral

4) Grade 3 : osteofit moderat, terdapat deformitas pada garis tulang, terdapat

penyempitan celah sendi

5) Grade 4 : terdapat banyak osteofit, tidak ada celah sendi, terdapat kista

subkondral dan sklerosis

7
2.6 Patogenesis Osteoartritis

Pada persendian yang sehat, terdapat keseimbangan antara faktor anabolik

dan katabolik. Selama perkembangan OA keseimbangan ini terganggu dan proses

katabolik menjadi lebih dominan daripada proses anabolik. OA dapat dimulai di

berbagai bagian sendi sinovial, misalnya pada membran sinovial. Keadaan ini

disebut sinovitis dan terjadilah pelepasan sitokin pro-inflamasi seperti IL-1β dan

TNF-α. Peningkatan kadar IL-1β dan TNF-α menciptakan reaksi kaskade yang

mengarah kepada peningkatan enzim degradasi matriks seperti matriks

metalloproteinase (MMP), aggrekanase dan prostaglandin.12

IL-1β adalah sitokin pro-inflamasi yang penting dalam perkembangan

awal OA. Peningkatan kadar IL-1β ditemukan dalam cairan sinovial sendi dimana

terjadinya perkembangan OA. IL-1β berikatan dengan reseptor IL-1 pada

membran sel dan mengaktifkan matriks metalloproteinase, aggrekanase dan

prostaglandin E2. Selain itu juga terdapat peningkatan jumlah reseptor IL-1 pada

kartilago osteoartritis sehingga menyebabkan peningkatan sensitivitas IL-1β.12

TNF-α juga merupakan sitokin pro-inflamasi yang bekerja secara

sinergis dengan IL- 1β. TNF-α merangsang ekspresi enzim degradasi matriks dan

mengurangi sintesis matriks ekstraseluler. Seperti IL- 1β, TNF-α juga

menghambat kondrosit untuk menyintesis proteoglikan dan kolagen. Peningkatan

kadar IL- 1β dan TNF- α menyebabkan peningkatan ekspresi aggrekanase

sehingga menyebabkan hilangnya aggrekan (proteoglikan) di kartilago.12

MMPs adalah enzim zinc-dependent, disintesis oleh kondrosit yang

terlibat dalam degradasi matriks ekstraseluler. Selama perkembangan OA, ketika

terjadi peningkatan IL-1β dan TNF-α, molekul-molekul ini berikatan dengan

8
reseptor sel masing-masing di kondrosit dan jalur pensinyalan yang menghasilkan

peningkatan regulasi MMP. MMP-13 telah terbukti sangat penting karena

keduanya dapat merusak kolagen tipe II dan proteoglikan pada kartilago artikular.

Telah diketahui bahwa tingkat MMP-13 meningkat ketika kondrosit terpapar

dengan stres mekanik.13

Prostaglandin E2 (PGE2) adalah mediator inflamasi yang penting dan

produksinya membutuhkan dua enzim, prostaglandin E sintase dan

cyclooxygenase 2 (COX-2). Enzim ini keduanya diinduksi oleh IL-1β sehingga

peningkatan kadar PGE2 merupakan akibat dari konsentrasi IL-1β yang lebih

tinggi.12 PGE2 menghambat sintesis proteoglikan dan meningkatkan kadar

ADAMTS-5 dan MMP-13 yang menyebabkan degradasi aggrekan dan kolagen

tipe dua.14

Nitric oxide (NO) diproduksi oleh chondrocytes osteoarthritic dan

mendorong proses katabolik di sendi dan terlibat dalam perkembangan OA dalam

banyak cara. IL-1β menstimulasi secara berebihan dari inducible nitric oxide

synthase (iNOS) yang mengarah ke tingkat NO yang tinggi. NO memiliki sifat

untuk menghambat sintesis proteoglikan dan kolagen dalam kondrosit dan juga

menginduksi apoptosis kondrosit.12

Segala faktor tersebut pada akhirnya akan mengurangi sintesis kolagen

tipe dua dan proteoglikan yang merupakan dua jenis makromolekul utama pada

kartilago. Proses tersebut akan berlangsung terus-menerus sehingga pada tahap

awal tidak mungkin untuk mendiagnosis suatu OA. Perubahan awal pada

kartilago artikular ditandai dengan hilangnya proteoglikan dan perubahan dalam

kolagen di zona superfisial.7,15 Ketika proses katabolik (degradasi kartilago) ini

9
berlanjut maka akan berakhir dengan kehancuran dan kehilangan kartilago

artikular, kemudian terbentuk osteofit dan mempengaruhi tulang subkondral

sehingga terjadi osteoartritis.16

Sebagai kompensasinya kondrosit yang terstimulasi akan melepaskan

proteoglikan dan kolagen tipe dua yang tidak adekuat ke kartilago dan cairan

sendi. Proteoglikan pada kartilago akan sering habis serta jalinan-jalinan kolagen

akan mudah mengendur. Proses katabolik yang berlebihan dan proses anabolik

yang tidak adekuat akan menyebabkan kegagalan pertahanan sendi sehingga akan

menyebabkan timbulnya osteoartritis.7

2.7 Diagnosis Osteoartirits

Kriteria diagnosis OA panggul berdasarkan American College of

Rheumatology adalah:17

Gambar 2.2 Kriteria Diagnosis OA panggul17

10
2.7.1 Tanda dan Gejala Klinis

Pada umumnya, pasien OA mengatakan bahwa keluhan-keluhan yang

dirasakannya telah berlangsung lama, tetapi berkembang secara perlahan.

Beberapa keluhan yang dapat dijumpai pada pasien OA diantaranya:

a. Nyeri sendi

Keluhan ini merupakan keluhan utama pasien. Nyeri biasanya bertambah

dengan gerakan dan sedikit berkurang dengan istirahat. Beberapa gerakan tertentu

terkadang dapat menimbulkan rasa nyeri yang melebihi gerakan lain. Perubahan

ini dapat ditemukan meski OA masih tergolong dini. Umumnya nyeri bertambah

berat dengan semakin beratnya penyakit sampai sendi hanya bisa digoyangkan

dan menjadi kontraktur. Hambatan gerak dapat terjadi konsentris (seluruh arah

gerakan) maupun eksentris (salah satu arah gerakan saja).4

Kartilago tidak mengandung serabut saraf dan kehilangan kartilago pada

sendi tidak diikuti dengan timbulnya nyeri. Sehingga dapat diasumsikan bahwa

nyeri yang timbul pada OA berasal dari luar kartilago. Pada penelitian dengan

menggunakan MRI, didapat bahwa sumber dari nyeri yang timbul diduga berasal

dari peradangan sendi ( sinovitis ), efusi sendi, dan edema sumsum tulang.7

Selain itu osteofit juga merupakan salah satu penyebab timbulnya nyeri.

Ketika osteofit tumbuh, inervasi neurovaskular menembusi bagian dasar tulang

hingga ke kartilago dan menuju ke osteofit yang sedang berkembang Hal ini

menimbulkan nyeri. Nyeri dapat timbul dari bagian di luar sendi, termasuk bursae

di dekat sendi. Sumber nyeri yang umum di lutut adalah akibat dari anserine

bursitis dan sindrom iliotibial band.7

b. Hambatan gerakan sendi

11
Gangguan ini biasanya semakin bertambah berat secara perlahan sejalan

dengan pertambahan rasa nyeri.4

c. Kaku pagi hari

Rasa kaku pada sendi dapat timbul setelah pasien berdiam diri atau tidak

melakukan banyak gerakan, seperti duduk di kursi atau mobil dalam waktu yang

cukup lama, bahkan setelah bangun tidur di pagi hari. Kaku biasanya kurang dari

30 menit.4

d. Krepitasi

Krepitasi atau rasa gemeratak yang timbul pada sendi yang sakit. Gejala

ini umum dijumpai pada pasien OA lutut. Pada awalnya hanya berupa perasaan

akan adanya sesuatu yang patah atau remuk oleh pasien atau dokter yang

memeriksa. Seiring dengan perkembangan penyakit, krepitasi dapat terdengar

hingga jarak tertentu.4

e. Pembengkakan sendi yang asimetris

Pembengkakan sendi dapat timbul dikarenakan terjadi efusi pada sendi

yang biasanya tidak banyak ( < 100 cc ) atau karena adanya osteofit, sehingga

bentuk permukaan sendi berubah. Gejala ini sering dijumpai pada OA lutut.4

f. Tanda – tanda peradangan

Tanda – tanda adanya peradangan pada sendi ( nyeri tekan, gangguan

gerak, rasa hangat yang merata, dan warna kemerahan ) dapat dijumpai pada OA

karena adanya synovitis. Biasanya tanda – tanda ini tidak menonjol dan timbul

pada perkembangan penyakit yang lebih jauh. Gejala ini sering dijumpai pada OA

lutut.4

h. Perubahan gaya berjalan

12
Gejala ini merupakan gejala yang menyusahkan pasien dan merupakan

ancaman yang besar untuk kemandirian pasien OA, terlebih pada pasien lanjut

usia. Keadaan ini selalu berhubungan dengan nyeri karena menjadi tumpuan berat

badan.4

2.7.2 Pemeriksaan Diagnostik

Pada penderita OA, pemeriksaan radiografi pada sendi yang terkena sudah

cukup untuk memberikan suatu gambaran diagnostik.4 Gambaran radiografi sendi

yang menyokong diagnosis OA adalah :

a. Penyempitan celah sendi yang seringkali asimetris

b. Peningkatan densitas tulang subkondral ( sklerosis ).

c. Kista pada tulang

d. Osteofit pada pinggir sendi

e. Perubahan struktur anatomi sendi.

Gambar 2.3 Foto polos Hip joint normal dan OA

Berdasarkan temuan-temuan radiografis diatas, maka dapat ditentukan

derajat OA. Kriteria OA berdasarkan temuan radiografis dikenal sebagai kriteria

13
Kellgren dan Lawrence yang membagi OA dimulai dari tingkat ringan hingga

tingkat berat. Perlu diingat bahwa pada awal penyakit, gambaran radiografis sendi

masih terlihat normal.7

2.7.3 Pemeriksaan Laboratorium

Hasil pemeriksaan laboratorium pada OA biasanya tidak banyak berguna.

Pemeriksaan darah tepi masih dalam batas-batas normal. Pemeriksaan imunologi

masih dalam batas-batas normal. Pada OA yang disertai peradangan sendi dapat

dijumpai peningkatan ringan sel peradangan ( < 8000 / m ) dan peningkatan nilai

protein.4

Gambar 2.4 Diagram alur pendekatan diagnosis OA

14
2.8 Penatalaksanaan Osteoartritis

Penatalaksanaan osteoartritis berdasarkan guideline ACR yang telah

dimodifikasi seperlunya yaitu:17

2.8.1 Terapi Non farmakologi

a. Edukasi pasien.

b. Program penatalaksanaan mandiri (self-management programs): modifikasi

gaya hidup.

c. Bila berat badan berlebih (BMI > 25), program penurunan berat badan, minimal

penurunan 5% dari berat badan, dengan target BMI 18,5-25.

d. Program latihan aerobik (low impact aerobic fitness exercises).

e. Terapi fisik meliputi latihan perbaikan lingkup gerak sendi, penguatan otot- otot

(quadrisep/pangkal paha) dan alat bantu gerak sendi (assistive devices for

ambulation): pakai tongkat pada sisi yang sehat.

f. Terapi okupasi meliputi proteksi sendi dan konservasi energi, menggunakan

splint dan alat bantu gerak sendi untuk aktivitas fisik sehari-hari.

2.8.2 Terapi Farmakologi

Terapi farmakologi akan lebih efektif bila dikombinasi dengan terapi

nonfarmakologi.

1. Pendekatan terapi awal

a. Untuk OA dengan gejala nyeri ringan hingga sedang, dapat diberikan salah satu

obat berikut ini, bila tidak terdapat kontraindikasi pemberian obat tersebut:

 Acetaminophen (kurang dari 4 gram per hari).

 Obat anti inflamasi non-steroid (OAINS).

15
b. Untuk OA dengan gejala nyeri ringan hingga sedang, yang memiliki risiko pada

sistim pencernaan (usia >60 tahun, disertai penyakit komorbid dengan

polifarmaka, riwayat ulkus peptikum, riwayat perdarahan saluran cerna,

mengkonsumsi obat kortikosteroid dan atau antikoagulan), dapat diberikan salah

satu obat berikut ini:

 Acetaminophen ( kurang dari 4 gram per hari).

 Obat anti inflamasi non-steroid (OAINS) topikal

 Obat anti inflamasi non-steroid (OAINS) non selektif, dengan pemberian

obat pelindung gaster (gastro- protective agent).

Obat anti inflamasi nonsteroid (OAINS) harus dimulai dengan dosis

analgesik rendah dan dapat dinaikkan hingga dosis maksimal hanya bila dengan

dosis rendah respon kurang efektif. Pemberian OAINS lepas bertahap (misalnya

Na-Diklofenak SR75 atau SR100) agar dipertimbangkan untuk meningkatkan

kenyamanan dan kepatuhan pasien. Penggunaan misoprostol atau proton pump

inhibitor dianjurkan pada penderita yang memiliki faktor risiko kejadian

perdarahan sistem gastrointestinal bagian atas atau dengan adanya ulkus saluran

pencernaan.

 Cyclooxygenase-2 inhibitor.

c. Untuk nyeri sedang hingga berat, dan disertai pembengkakan sendi, aspirasi dan

tindakan injeksi glukokortikoid intraartikular (misalnya triamsinolone hexatonide

40 mg) untuk penanganan nyeri jangka pendek (satu sampai tiga minggu) dapat

diberikan, selain pemberian obat anti-inflamasi nonsteroid per oral (OAINS).

2. Pendekatan terapi alternatif

Bila dengan terapi awal tidak memberikan respon yang adekuat:

16
a. Untuk penderita dengan keluhan nyeri sedang hingga berat, dan memiliki

kontraindikasi pemberian COX-2 inhibitor spesifik dan OAINS, dapat

diberikan Tramadol (200-300 mg dalam dosis terbagi). Manfaatnya dalam

pengendalian nyeri OA dengan gejala klinis sedang hingga berat dibatasi

adanya efek samping yang harus diwaspadai, seperti: mual (30%),

konstipasi (23%), pusing/dizziness (20%), somnolen (18%), dan muntah

(13%).

b. Terapi intraartikular seperti pemberian hyaluronan atau kortikosteroid

jangka pendek (satu hingga tiga minggu) pada OA lutut.

Injeksi intra artikular ataupun periartikular bukan merupakan

pilihan utama dalam penanganan osteoartritis. Diperlukan kehati-hatian

dan selektifitas dalam penggunaan modalitas terapi ini, mengingat efek

merugikan baik yang bersifat lokal maupun sistemik. Pada dasarnya ada 2

indikasi suntikan intra artikular yakni penanganan simtomatik dengan

steroid, dan viskosuplementasi dengan hyaluronan untuk memodifikasi

perjalanan penyakit. Dengan pertimbangan ini yang sebaiknya melakukan

tindakan adalah dokter ahli reumatologi atau dokter ahli penyakit dalam

dan dokter ahli lain, yang telah mendapatkan pelatihan.

1. Kortikosteroid (triamsinolone hexacetonide dan methyl prednisolone)

Dapat diberikan pada OA lutut, jika mengenai satu atau dua sendi

dengan keluhan nyeri sedang hingga berat yang kurang responsif terhadap

pemberian OAINS, atau tidak dapat mentolerir OAINS atau terdapat

penyakit komorbid yang merupakan kontra indikasi terhadap pemberian

OAINS. Diberikan juga pada OA lutut dengan efusi sendi atau secara

17
pemeriksaan fisik terdapat tanda-tanda inflamasi lainnya. Teknik

penyuntikan harus aseptik, tepat dan benar untuk menghindari penyulit

yang timbul. Sebagian besar literatur tidak menganjurkan dilakukan

penyuntikan lebih dari sekali dalam kurun 3 bulan atau setahun 3 kali

terutama untuk sendi besar penyangga tubuh.

Dosis untuk sendi besar seperti lutut 40-50 mg/injeksi, sedangkan

untuk sendi-sendi kecil biasanya digunakan dosis 10 mg. Injeksi

kortikosteroid intra-artikular harus dipertimbangkan sebagai terapi

tambahan terhadap terapi utama untuk mengendalikan nyeri sedang-berat

pada penderita OA

2. Viskosuplemen: Hyaluronan

Terdapat dua jenis hyaluronan di Indonesia: high molecular weight dan

low molecular weight atau tipe campuran. Penyuntikan intra artikular

viskosuplemen ini dapat diberikan untuk sendi lutut. Karakteristik dari

penyuntikan hyaluronan ini adalah onsetnya lambat, namun berefek jangka

panjang, dan dapat mengendalikan gejala klinis lebih lama bila

dibandingkan dengan pemberian injeksi kortikosteroid intraartikular.

Cara pemberian: diberikan berturut-turut 5 sampai 6 kali dengan

interval satu minggu masing-masing 2 - 2,5 ml. Hyaluronan untuk jenis

low molecular weight, 1 kali untuk jenis high molecular weight, dan 2 kali

pemberian dengan interval 1 minggu untuk jenis tipe campuran. Teknik

penyuntikan harus aseptik, tepat dan benar. Kalau tidak dapat timbul

berbagai penyulit seperti artritis septik, nekrosis jaringan dan abses steril.

18
Perlu diperhatikan faktor alergi terhadap unsur/bahan dasar hyaluronan

misalnya harus dicari riwayat alergi terhadap telur.

c. Kombinasi : Metaanalisis membuktikan: Manfaat kombinasi paracetamol-

kodein meningkatkan efektifitas analgesik hingga 5% dibandingkan

paracetamol saja, namun efek sampingnya lebih sering terjadi: lebih

berdasarkan pengalaman klinis. Bukti-bukti penelitian klinis menunjukkan

kombinasi ini efektif untuk non-cancer related pain.

2.8.3 Pembedahan

Indikasi untuk tindakan lebih lanjut:

1. Adanya kecurigaan atau terdapat bukti adanya artritis inflamasi: bursitis, efusi

sendi: memerlukan pungsi atau aspirasi diagnostik dan teurapeutik (rujuk ke

dokter ahli reumatologi/bedah ortopedi.

2. Adanya kecurigaan atau terdapat bukti artritis infeksi (merupakan kasus gawat

darurat, resiko sepsis tinggi: pasien harus dirawat di Rumah Sakit)

Segera rujuk ke dokter bedah ortopedi pada:

 Pasien dengan gejala klinis OA yang berat, gejala nyeri menetap atau

bertambah berat setelah mendapat pengobatan yang standar sesuai dengan

rekomendasi baik secara non-farmakologik dan farmakologik (gagal terapi

konvensional).

 Pasien yang mengalami keluhan progresif dan mengganggu aktivitas fisik

sehari-hari.

 Keluhan nyeri mengganggu kualitas hidup pasien: menyebabkan gangguan

tidur (sleeplessness), kehilangan kemampuan hidup mandiri, timbul

gejala/gangguan psikiatri karena penyakit yang dideritanya.

19
 Deformitas varus atau valgus (>15 hingga 20 derajat) pada OA lutut

 Subluksasi lateral ligament atau dislokasi: rekonstruksi retinakular medial,

distal patella realignment, lateral release.

 Gejala mekanik yang berat (gangguan berjalan/giving way, lutut

terkunci/locking, tidak dapat jongkok/inability to squat): tanda adanya

kelainan struktur sendi seperti robekan meniskus: indikasi dilakukannya

tindakan artroskopi atau tindakan unicompartmental knee replacement or

osteotomy/realignment osteotomies.

Operasi total hip replacement diindikasikan pada :5

 Nyeri pinggul yang membatasi aktivitas sehari-hari, seperti berjalan atau

membungkuk

 Nyeri pinggul yang berlanjut saat beristirahat, baik siang atau malam hari

 Kekakuan di pinggul yang membatasi kemampuan untuk memindahkan

atau mengangkat kaki

 Pereda nyeri yang tidak memadai dari obat anti-inflamasi, terapi fisik, atau

dukungan berjalan

Gambar 2.5 Komponen implan total hip replacement.5

20
Tidak ada batasan usia atau berat badan mutlak untuk total hip

replacement (THR). Rekomendasi untuk operasi didasarkan pada rasa nyeri dan

disabilitas pasien, bukan usia. Kebanyakan pasien yang menjalani total hip

replacement adalah usia 50 hingga 80, tetapi ahli bedah ortopedi mengevaluasi

pasien secara individual.5 Sebelum dilaksanakan operasi total hip replacement,

terdapat hal-hal yang perlu dipersiapkan diantaranya pre-operasi, selama operasi

dan recovery pasca operasi. Pre-operasi perlu dilakukan medical evaluation,

pemeriksaan laboratorium, memastikan persedian darah, social dan home

planning. Selama operasi perlu dipersiapkan prosedur anastesi, komponen implan

hip yang digunakan dan prosedur operasi. Sedangkan pasca operasi perlu

disiapkan perawatan luka, diet dan aktivitas.5

Pada THR dilakukan penggantian sendi panggul dengan sendi panggul

tiruan (artificial hip prosthesis). Sendi panggul yang terindikasi arthritis dilakukan

pemotongan pada tulang femur terutama di bagian sekitar femoral head. Setelah

pemotongan, kemudian bagian acetabulum akan dihaluskan untuk menempatkan

cup pada acetabulum. Hip joint prosthesis akan dipasang dengan cara menanam

femoral stem pada tulang femur.5

Gambar 2.6 Foto polos sebelum dan sesudah total hip replacement pada OA5

21
Tingkat komplikasi setelah operasi total hip replacement rendah.

Komplikasi serius, seperti infeksi sendi, terjadi pada kurang dari 2% pasien.

Komplikasi medis utama, seperti serangan jantung atau stroke, terjadi lebih

jarang. Namun, penyakit kronis dapat meningkatkan potensi komplikasi.

Meskipun jarang terjadi, ketika komplikasi ini terjadi maka dapat memperpanjang

atau membatasi pemulihan. Beberapa komplikasi yang mungkin terjadi

diantaranya infeksi, blood clots, panjang kaki yang tidak sama, dislokasi

pengenduran implan akibat pemakaian, dan komplikasi lainnya dengan persentase

kejadian yang lebih kecil seperti cedera saraf dan pembuluh darah, perdarahan,

fraktur, dan kekakuan sendi. Pada sejumlah kecil pasien, nyeri dapat berlanjut

atau nyeri baru dapat terjadi setelah operasi.5

2.7 Dislokasi hip joint prosthesis 5

22
Gambar 2.8 Algoritma penatalaksaan osteoartritis 1

23
BAB III

LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS PASIEN

Nama : Tn. ER

Umur : 27 tahun

Kelamin : Laki-laki

Pekerjaan : Wiraswasta

Alamat : Lunang silaut, Pesisir Selatan

Nomor RM : 00.99.10.62

Tanggal pemeriksaan : 18/05/2018

II. ANAMNESIS

Keluhan Utama :

Nyeri pada panggul kiri dan kanan yang semakin meningkat sejak 1

minggu sebelum masuk rumah sakit.

Riwayat Penyakit Sekarang

 Nyeri pada panggul kiri dan kanan yang semakin meningkat sejak 1

minggu sebelum masuk rumah sakit. Nyeri sudah dirasakan sejak 1 tahun

ini. Nyeri dirasakan terus menerus, nyeri tidak menjalar.

 Nyeri meningkat terutama saat beraktivitas seperti berjalan, berlari,

mengangkat beban berat dan sedikit berkurang dengan istirahat.

 Gerakan sendi panggul terbatas, baik ke depan, ke belakang maupun ke

samping pada kedua tungkai. Terkadang terdengar bunyi gemeretak saat

digerakkan. Keluhan lebih berat pada tungkai kanan dibandingkan kiri.

24
 Riwayat kaku sendi panggul pada pagi hari setiap kali bangun tidur (+),

selama ± 5 menit.

 Pasien merasakan kedua tungkainya tidak sama panjang, kanan lebih

pendek dari kiri sehingga pasien merasa kesulitan saat berjalan.

 Riwayat kecelakaan lalu lintas 3 tahun yang lalu. Pasien mengeluh nyeri di

tangan dan panggul kanan akibat mengalami benturan. Pasien tidak

berobat ke rumah sakit, hanya diurut dan minum obat penghilang nyeri

selama ± 1 tahun, obat Mexon (Deksametason 0,5 mg dan

Deksklorfeniramin Maleat 2,0 mg) 2-3 kali sehari tanpa resep dokter.

 Buang air kecil tidak ada keluhan.

Riwayat Penyakit Dahulu

 Riwayat trauma pada panggul tidak diketahui, trauma ditempat lain (-).

 Riwayat keganasan sebelumnya tidak ada.

 Riwayat alergi ikan tongkol (+), konsumsi obat “Mexon” setiap kali gatal-

gatal.

Riwayat Pengobatan

 Tidak terdapat riwayat pengobatan sebelumnya.

Riwayat Penyakit Keluarga

 Tidak ada keluarga yang mengalami penyakit yang sama.

 Riwayat tumor/kanker dalam keluarga tidak ada.

Riwayat Pekerjaan, Sosial, Ekonomi, Kejiwaan dan Kebiasaan

 Pasien adalah seorang wiraswasta.

25
III. PEMERIKSAAN FISIK

Pemeriksaan Fisik Umum

Keadaan Umum : Tampak sakit sedang

Kesadaran : CMC

TekananDarah : 120/90 mmHg

Nadi : 80 kali/menit

Nafas : 20 kali/menit

Suhu : 36,7o C

Status Generalis

Rambut : Hitam, tidak mudah dicabut

Kulit dan kuku : Turgor kulit baik, tidak ada sianosis

Kepala : Normochepal

Mata : Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik

Telinga : Tidak ditemukan kelainan

Hidung : Tidak ditemukan kelainan

Tenggorokan : Tidak ditemukan kelainan

Gigi dan mulut : Karies (+)

Leher : Tidak ada pembesaran kelenjar getah bening

Dinding dada : Normochest, tidak ada sikatrik

Paru

 Inspeksi : Simetris, kiri sama dengan kanan

 Palpasi : Fremitus kiri sama dengan kanan

 Perkusi : Sonor

 Auskultasi : SN vesikular +/+ , rhonki -/- wheezing -/-

26
Jantung

 Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat

 Palpasi : Iktus kordis teraba 1 jari medial linea mid

clavicula sinistra RIC V

 Perkusi : Batas jantung dalam batas normal

 Auskultasi : Bunyi jantung 1 dan 2 normal, murmur (-)

Abdomen :

 Inspeksi : Distensi (-)

 Palpasi : Supel, nyeri tekan (-), nyeri lepas (-), hepar dan

lien tidak teraba, ballotemen (-)

 Perkusi : Timpani

 Auskultasi : Bising usus (+) Normal

Anus : Tidak diperiksa

Ekstremitas : Akral hangat, CRT < 2 detik, edema tidak ada

Status lokalis sendi panggul :

Bengkak (-), Kemerahan (-), Krepitasi (+)

ROM menurun, Fleksi  kanan : 45o, kiri : 75o

Abduksi  kanan : 15o, kiri : 30o

27
Status Lokalis ekstremitas bawah:

Diskrepansi (+), True length  kanan : 81 cm, kiri : 83 cm

Apparent length  kanan : 84,5 cm, kiri : 86,5 cm

IV. DIAGNOSIS KERJA

Osteoartritis Hip Joint Bilateral

V. DIAGNOSIS BANDING

Kontraktur Hip Joint bilateral et causa Avaskular Nekrosis Caput Femur

VI. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Laboratorium

Darah Rutin

 Hb : 16,4 gr/dl

 Leukosit : 11.070/mm3

 Trombosit : 278.000 /mm3

 Hematokrit : 45%

28
Pemeriksaan Foto Polos

Hasil : tampak penyempitan celah sendi, osteofit dan sklerosis subkondral pada

sendi panggul kiri dan kanan.

Kesan : Osteoartritis

VII. DIAGNOSIS:

Osteoartritis Hip Joint Bilateral

VIII. TATALAKSANA

 Pro Total Hip Replacement (THR) Dekstra

IX. PROGNOSIS

 Quo ad vitam : bonam

 Quo ad functionam : dubia at bonam

 Quo ad sanationam : bonam

29
FOLLOW UP

 Senin, 21/5/2018

S/ - Nyeri (+)
O/ - KU/sdg Kes/CMC TD/120/80,
Nd/80 x/’ Nf/20 x/’ T/af
- Status lokalis ekstremitas bawah :
Diskrepansi (+), True length  kanan : 81 cm, kiri : 83 cm
Apparent length  kanan : 84,5 cm, kiri : 86,5 cm
A/ OA hip joint bilateral
P/ - Pro THR (D)

 Selasa, 22/5/2018

S/ - Nyeri (+)
O/ - KU/sdg Kes/CMC TD/120/70,
Nd/84 x/’ Nf/18 x/’ T/af
- Status lokalis ekstremitas bawah :
Diskrepansi (+), True length  kanan : 81 cm, kiri : 83 cm
Apparent length  kanan : 84,5 cm, kiri : 86,5 cm
A/ OA hip joint bilateral
P/ - Pro THR (D)

 Rabu, 22/5/2018

S/ - Nyeri (+)
O/ - KU/sdg Kes/CMC TD/120/80,
Nd/78 x/’ Nf/18 x/’ T/af
- Status lokalis ekstremitas bawah :
Diskrepansi (+), True length  kanan : 81 cm, kiri : 83 cm
Apparent length  kanan : 84,5 cm, kiri : 86,5 cm
A/ OA hip joint bilateral
P/ - Pro THR (D)

30
BAB IV

DISKUSI

Pasien seorang laki-laki usia 27 tahun didiagnosis dengan osteoartritis hip

joint bilateral berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan

penunjang. Osteoartritis dikenal sebagai penyakit degeneratif progresif karena

dipengaruhi usia (penuaan) sehingga biasanya jarang mengenai usia muda.

Osteoartritis yang terjadi pada pasien berusia 27 tahun ini adalah osteoartritis

sekunder. Tidak seperti osteoartritis primer, osteoartritis sekunder dapat terjadi

pada usia muda dengan berbagai penyebab, salah satunya trauma pada sendi.

Trauma pada sendi dapat menyebabkan kerusakan pembuluh darah sendi tersebut

sehingga dapat terjadi osteonekrosis.

Adanya riwayat kecelakaan lalu lintas (KLL) dengan keluhan nyeri

panggul dan nyeri saat berjalan mengarahkan telah terjadi suatu trauma yang

diikuti proses inflamasi pada struktur sendi panggul. Dugaan ini belum bisa

disangkal karena secara klinis mendukung adanya suatu lesi pada sendi panggul

dan secara radiologis tidak dilakukan pemeriksaan setelah KLL tersebut.

Proses osteoartritis yang diinisiasi trauma pada struktur sendi panggul

pada pasien ini diperberat oleh pemakaian steroid dalam jangka waktu yang lama

dan tanpa resep dokter. Struktur jaringan yang terdapat banyak end artery seperti

caput femur akan sangat rentan mengalami avaskular nekrosis. Penggunaan

steroid jangka lama akan mengganggu suplai darah karena menyebabkan dilatasi

kapiler sehingga dapat berujung pada terjadinya avaskular nekrosis.

Penatalaksanaan pada pasien ini direncanakan Total Hip Replacement

(THR) dekstra. Pada algoritma penatalaksanaan osteoartritis yang

31
direkomendasikan perhimpunan reumatologi indonesia tahun 2014, terapi

pembedahan dipertimbangkan pada OA berat dan tidak berespon/gagal dengan

terapi farmakologis dan non farmakologis. Dari riwayat pengobatan, pada pasien

belum pernah dilakukan terapi farmakologis dan non farmakologis secara optimal.

Sehingga sebelum dilakukan THR, dapat dipertimbangkan untuk dilakukan terapi

farmakologis dan non farmakologis secara optimal terlebih dahulu dan di follow

up perbaikan klinis pada pasien.

Terapi non farmakologis dapat berupa edukasi, modifikasi gaya hidup,

program latihan aerobik, dan sebagainya. Sedangkan untuk terapi farmakologis

dapat dimulai dengan terapi awal asetaminofen (kurang dari 4 gram per hari) atau

obat anti inflamasi non-steroid (OAINS). Bila gejala sedang-berat biasanya dapat

ditambahkan terapi alternatif berupa injeksi intraartikular dan hyaluronan jangka

pendek. Umumnya injeksi ini digunakan pada OA lutut, namun untuk OA

panggul pengaplikasiannya akan lebih sulit.

Akan tetapi, pada pasien ini juga sudah terpenuhi indikasi operasi THR

yaitu adanya nyeri panggul yang membatasi aktivitas sehari-hari, seperti berjalan

atau membungkuk dan nyeri panggul yang berlanjut saat beristirahat, baik siang

atau malam hari. Keadaan ini sangat mempengaruhi kualitas hidup pasien. Terapi

pembedahan berupa THR akan memperbaiki kualitas hidup pasien dan

mendukung pasien untuk dapat menjalani kehidupan yang lebih baik.

32
DAFTAR PUSTAKA

1. Perhimpunan Reumatologi Indonesia. 2014. Rekomendasi Diagnosis dan


Penatalaksanaan Osteoartritis. Tersedia di URL
http://www.reumatologi.or.id/reurek/download/24 [Diakses 21 mei 2018].
2. Sumual AS. 2012. Pengaruh Berat Badan Terhadap Gaya Gesek Dan
Timbulnya Osteoarthritis Pada Orang Di Atas 45 Tahun Di RSUP Prof.
Dr. R. D. Kandou Manado. Manado: Fakultas Kedokteran Universitas
Sam Ratulangi Manado.
3. Arissa MI. 2012. Pola Distribusi Kasus Osteoartritis Di RSU Dokter
Soedarso Pontianak Periode 1 Januari 2008 – 31 Desember 2009.
Pontianak: Fakultas Kedokteran Universitas Tanjungpura Pontianak.
4. Soeroso J, dkk. 2006. Osteoartritis. Dalam : Sudoyo AW, dkk, editors.
Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Edisi IV. Jakarta: Pusat Penerbitan Ilmu
Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Indonesia
5. Foran JRH. 2015. Total hip replacement. American academy of
orthopedic surgeon. Tersedia di URL https://orthoinfo.aaos.org/en/
treatment/total-hip-replacement [Diakses 23 mei 2018]
6. Dicesare PE, Abramson SB. 2005. Pathogenesis of osteoarthritis. In
:Harris ED, Budd RC, Genovese MC et al, editors. Kelley’s Textbook of
Rheumatology, volume II, 7th edition, Elsevier Saunders. pp.1493-1513.
7. Felson DT. 2008. Osteoarthritis. Dalam : Fauci A, Hauser LS, Jameson
JL, editors. HARRISON's Principles of Internal Medicine Seventeenth
Edition. New York, United States of America. McGraw-Hill Companies
Inc. : 2158-2165
8. Suari BA, Ihsan M, Burhanuddin L. 2015. Gambaran penderita
osteoartritis di bagian bedah rsud arifin achmad periode januari 2011 -
desember 2013. JOM FK. 2(2):1-10
9. Amin LZ. 2015. Osteoartritis. MEDICINUS. 28(2):53-8
10. Baliunas AJ, Hurwitz DE, Ryals AB, et al. 2002. Increased knee joint
loads during walking are present in subjects with knee osteoarthritis.
Osteoarthritis Cartilage. 10:573-9

33
11. Hurwitz DE, Ryals AR, Block JA, et al. 2000. Knee pain and joint loading
in subjects with osteoarthritis of the knee. J Orthop Res.18:572-9
12. Muller MB, Tuan RS. 2011. Anabolic/catabolic balance in pathogenesis of
osteoarthritis: identifying molecular targets. PM R. 3: S3-S11
13. Kawaguchi H. 2008. Endochondral ossification signals in cartilage
degradation during osteoarthritis progression in experimental mouse
models. Mol Cells. 25:1-6
14. Attur M, Al-Mussawir HE, Patel J, et al. 2008. Prostaglandin E2 exerts
catabolic effects in osteoarthritis cartilage: evidence for signaling via the
EP4 receptor. The Journal of Immunol. 181:5082-88
15. Saarakkala S, Julkunen P, Kiviranta P, et al. 2010. Dept-wise progression
of osteoarthritis in human articular cartilage: investigation of composition,
structure and biomechanics. Osteoarthritis and Cartilage. 18:73-81
16. Huebner JL, Williams JM, Deberg M, et al. 2010. Collagen fibril
disruption occurs early in primary guinea pig knee osteoarthritis.
Osteoarthritis and Cartilage.18:397-405
17. American College of Rheumatology Subcommittee. 2000. Osteoarthritis
Guidelines. Arthritis Rheum. 43(9):1905-15

34

Anda mungkin juga menyukai