DI SUSUN OLEH:
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2018
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1.4 Manfaat
Diharapkan dapat di ketahui bagaimana respon imun dan komponen imun yang
bekerja terhadap antigen TBC , serta dapat diketahui bagaimana cara mengeleminasi
antigen TBC dari dalam tubuh.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Mycobacterium tuberculosis
Kingdom : Bacteria
Filum : Actinobacteria
Kelas : Actinobacteria
Ordo : Actinomycetales
Subordo : Corynebacterineae
Famili : Mycobacteriaceae
Genus : Mycobacterium
Spesies : M. tuberculosis
M. tuberculosis memiliki Suhu optimum 37˚C, tidak tumbuh pada suhu 25˚C
atau lebih dari 40˚C. Mycobacterium tuberculosis dapat mati jika terkena cahaya
matahari langsung selama 2 jam. Karena kuman ini tidak tahan terhadap sinar ultra
violet. Mycobacterium tuberculosis mudah menular, mempunyai daya tahan tinggi
dan mampu bertahan hidup beberapa jam ditempat gelap dan lembab. Oleh karena itu,
dalam jaringan tubuh kuman ini dapat dormant (tidur), tertidur lama selama beberapa
tahun. Basil yang ada dalam percikan dahak dapat bertahan hidup 8-10 hari (
Handayani, 2011).
2.2 Respon Imunitas Secara Umum
Secara umum, pertahanan tubuh diperantarai oleh sistem imun bawaan dan
sistem imun dapatan. Sistem imun bawaan merupakan sistem imun yang dibawa sejak
lahir, sedangkan sistem imun dapatan adalah sistem imun yang didapat setelah lahir
akibat terinduksi oleh infektor tertentu. Sistem imun bawaan berlaku sebagai
pertahanan pertama terhadap benda asing yang masuk ke dalam tubuh. Sistem imun
dapatan akan bereaksi secara spesifik terhadap infektor penstimulasinya. Sistem imun
dapatan juga akan mengingat infektor tersebut untuk mencegah terjadinya penyakit
pada infeksi berikutnya (Roit, 1985).
Respon yang diperantarai oleh sistem imun dapat berupa respon imun non
spesifik dan respon imun spesifik. Respon imun non spesifik adalah respon terhadap
suatu benda asing atau infektor tanpa perlu pengenalan terlebih dahulu, sedangkan
respon imun spesifik bersifat spesifik terhadap infektor tertentu.
Respon imun non spesifik diperantarai oleh adanya barier fisik, sel-sel
fagosit,sel NK (Natural Killer Cells), interferon, komplemen, respon inflamasi, dan
demam. Barier fisik melindungi tubuh dari masuknya infektor. Untuk menyebabkan
infeksi, senyawa infektor atau patogen masuk ke jaringan dalam tubuh dan melewati
sel-sel epitel tubuh terlebih dahulu. Sel epitel ini memberikan perlindungan yang
efektif untuk jaringan di bawahnya. Sel epitel terdapat pada kulit, saluran pernapasan,
saluran pencernaan, dan saluran urinari. Jika infektor masuk ke dalam tubuh, infektor
tersebut akan oleh sel-sel fagosit. Sel fagosit merupakan pertahanan pertama dari
pertahanan selular dalam mengeliminasi infektor. Sel-sel fagosit akan menelan,
menghancurkan, dan mengeliminasi infektor. Sel-sel fagosit terdiri dari mikrofag dan
makrofag. Mikrofag merupakan neutrofil dan eosinofil yang berada dalam sirkulasi
darah. Mikrofag dapat meninggalkan aliran darah dan memasuki jaringan periferal
yang terinfeksi. Makrofag adalah sel fagositik yang berukuran besar. Makrofag
menangani patogen dengan beberapa cara yaitu menelan patogen atau infektor
lainnya, menghancurkannya dengan bantuan enzim lisosom, berikatan dengan
patogen atau memindahkan patogen dari cairan interstisial dan menghancurkannya
dengan bekerja sama 4 dengan sel-sel lain, atau mengeluarkan zat kimia yang toksik
seperti Tumor Necrosis Factors (TNF),nitrit oksida, atau hidrogen peroksida.
Makrofag dapat berupa makrofag terfiksasi yaitu makrofag yang secara permanen
terdapat dalam suatu jaringan atau organ, dan makrofag bebas yang bergerak ke
jaringan-jaringan (Martini,2001).
Selain sel fagosit, sel lain yang berperan dalam respon imun nonspesifik
adalah sel NK (Natural Killer Cell). Sel NK adalah limfosit bergranul besar yang
dapat mengenali dan menghancurkan sel-sel abnormal yang ada di jaringan perifer.
Sel NK akan mengeluarkan protein toksik yang dikenal dengan perforin. Perforin
yang dibebaskan oleh badan golgi sel NK akan membentuk pori-pori di dinding sel
abnormal sehingga menyebabkan lisis sel. Mekanisme lisis sel dengan cara demikian
disebut mekanisme Membran Attack Complex (MAC).
Interferon merupakan protein yang dilepaskan oleh limfosit atau makrofag
yang teraktivasi dan sel yang terinfeksi virus. Interferon menstimulasi aktivitas
makrofag dan sel NK. Plasma darah mengandung 11 protein komplemen yang
membentuk sistem komplemen. Efek aktivasi komplemen antara lain kerusakan
membran sel target yang serupa dengan mekanisme MAC, stimulasi inflamasi dan
meningkatnya aliran darah ke daerah inflamasi, tertariknya makrofag dan neutrofil ke
daerah inflamasi, dan proses fagositosis oleh makrofag melalui proses opsonisasi
yang lebih mudah terjadi (Martini, 2001).
Respon imun spesifik dihasilkan dari aktivitas sel T dan sel B. Sel T berperan
dalam imunitas selular yaitu pertahanan terhadap sel-sel abnormal dan infektor yang
terdapat di dalam sel. Sel B lebih berperan dalam menghasilkan imunitas humoral
(Roit, 1989). Sel T terdiri dari tiga tipe utama yaitu sel T sitotoksik, sel T helper, dan
sel T supresor. Sel T sitotoksik bekerja dengan cara menghancurkan infektor secara
fisik dan kimia. Sel T helper berperan dalam menstimulasi respon sel T dan sel B.
Produksi antibodi oleh sel B terjadi bila sel B teraktivasi oleh sel T helper. Sel T
supresor bekerja menekan atau mengendalikan aktivitas sel T dan sel B agar tidak
terjadi respon imun yang berlebihan (Martini, 2001).
Sel B memproduksi antibodi yang akan berikatan dengan infektor yang
menstimulasinya. Ada beberapa mekanisme dalam mengeliminasi infektor yang
diperantarai oleh antibodi, yaitu : 1) Neutralisasi, antibodi mengikat sisi aktif toksin
bakteri dan virus sehingga tidak dapat menginfeksi jaringan tubuh; 2) Aglutinasi dan
presipitasi, antibodi membentuk kompleks dengan infektor yang dapat berupa
endapan atau agregat. Infektor yang larut akan berikatan dengan antibodinya yang
bersifat presipitin membentuk endapan (presipitasi), sedangkan infektor pada
permukaan virus atau sel lainnya akan bereaksi dengan antibodi spesifiknya
membentuk agregat-agregat yang menumpuk (aglutinasi); 3) Aktivasi komplemen,
ikatan antara infektor dan antibodi dapat mengaktivasi sistem komplemen untuk
mengeliminasi infektor, 4) Khemotaktik sel fagositik, ikatan antigen-antibodi menarik
eosinofil, neutrofil, dan makrofag untuk mengeliminasi infektor; 5) Opsonisasi,
antibodi menempel pada infektor sehingga lebih mudah dikenali oleh sel fagosit; 6)
Stimulasi inflamasi, antibodi dapat mengakibatkan terjadinya inflamasi melalui
aktivasi basofil dan sel mast; 7) Pencegahan adhesi bakteri dan virus, antibodi terlarut
pada saliva, mukus, dan lapisan epitel menyulitkan infektor masuk ke dalam tubuh
(Martini, 2001).
2.3 Imunitas Terhadap Antigen
Saat awal infeksi, makrofag merupakan sel target utama, setelah teraktifasi
akan membunuh bakteri dan berpartisipasi dalam respons protektif sel tipe-1 T helper
(imunitas seluler) dan respons Th2 untuk target ekstraseluler (imunitas humoral)
(Marino, 2004). Tipe sitokin Th-1 paling utama dalam imunitas protektif. Sel
dendritik melepas sitokin yang diinduksi oleh Th-1 yaitu IL-12 dan IFN—a.
Makrofag yang terinfeksi memproduksi sitokin proinflamasi IL-10, IL-4 (Indah,
2013).
Produksi sitokin anti inflamasi seperti IL-10 (diproduksi oleh sel Th2) dalam
menanggapi kuman tuberculosis dapat menurunkan respon imun dan membatasi
kerusakan jaringan dengan menghambat respon inflamasi yang berlebihan. Sitokin ini
jika diproduksi berlebihan dapat menyebabkan kegagalan untuk mengendalikan
infeksi yang menyebabkan perluasan penyakit tuberculosis. (Sharma, 2001)
Mengetahui kadar IFN-γ dan IL-10 terhadap stimulus antigen ESAT-6, dapat
diketahui spesifisitas potensial antibodi pada imunodiagnostik tuberkulosis,
memprediksi aktivitas virulensi antigen dalam inang (Kenyorini, 2012). Pemeriksaan
serologi untuk mendiagnosis tuberkulosis aktif dan laten diperlukan pada kasus saat
pemeriksaan rutin sederhana dan radiologi tidak membantu (Corbiere, 2012).
Penelitian pemeriksaan imunologi terus berkembang untuk mendeteksi antibodi/
respons imun terhadap antigen tuberkulosis. Diperlukan kombinasi beberapa
pemeriksaan untuk meningkatkan sensitivitas dan spesifisitasnya (Hermayanti, 2014).
A. Sitokin
Sitokin adalah protein yang di sintesis oleh sel yang dapat mempengaruhi sel
lainnya. Sitokin dapat sebagai mediator, pengatur imunitas, inflamasi, hematopoesis.
Sitokin bisa bereaksi secara sinergis dengan dua atau lebih sitokin lain, bersama sama
atau secara antagonis (Gustiani, 2014). Sitokin memicu pelepasan sitokin lainnya, dan
sitokin juga dapat berperan mencegah reaksi berlebihan inflamasi. Sitokin merupakan
sinyal penting untuk mengaktifkan kerja sel yang lain, sehingga jenis sitokin yang
dihasilkan tersebut memberikan efek pada sel targetnya (Afif, 2013). Sitokin
imunologi tipe 1 atau sel tipe Th1 yang meningkatkan respons imun seluler (IFN-γ,
TNF-α, TGF-β, IL-1, IL-2, IL-11, IL-12, IL-18). Sitokin Th-1 mengaktifkan
makrofag, membentuk sitokin pro inflamasi dan menginduksi mekanisme imun
efektor sitotoksik dari makrofag. Sel tipe Th2 yang mendukung respons antibodi (IL-
4, IL-5, IL-6, IL-10, IL-13). Sitokin Th-2 menginduksi pembentukan antibodi, juga
menghambat fungsi makrofag, disebut sebagai sitokin anti inflamasi (Kusuma, 2007).
Interferon gamma di produksi oleh limfosit sel T helper dan bekerja pada sel
makrofag, sel endotel, fibroblast, sel T sitotoksik dan limfosit B anti-viral (Jalius,
2012). Interferon gamma di hasilkan selama respons imun berlangsung oleh adanya
antigen spesifik sel T dan natural killer cells (sel NK) yang di stimulasi oleh IL-
2.(Roostati, 2008). Pengaruhnya mengaktifkan makrofag untuk meningkatkan
fagositosis dan kemampuan membunuh sel tumor, meningkatkan pertumbuhan sel T
sitolitik dan sel NK. Aktivitas IFN-γ lainnya yakni meningkatkan presentasi antigen
oleh makrofag, mengaktifkan aktivitas lisosom di dalam makrofag, meningkatkan
aktivitas Th2, mempengaruhi sel normal untuk meningkatkan ekspresi molekul MHC
kelas I, mempromosikan adesi dan mengikat leukosit yang bermigrasi,
mempromosikan aktivitas sel NK dan mengaktifkan APCs, merangsang diferensiasi
Th1 dengan pengaturan transkripsi faktor T (Widjaja, 2010).
IFN-γ meregulasi ekspresi antigen MHC-1 dan menginduksi MHC kelas II.
Dengan diaktifkannya MHC kelas II pada sel endotel, sel tersebut menjadi peka
terhadap aksi sel T sitolitik spesifik kelas II (Kusuma, 2007).
D. Interleukin- 10 (IL-10)
Imunopatogenesis
Selama beberapa hari atau minggu awal infeksi TB primer, respons kompleks
sedang disiapkan oleh pejamu. Walaupun lekosit polimorfonuklear (PMN) telah aktif
pada awal inflamasi namun mereka tidak bekerja dengan baik. Respons humoral atau
antibodi yang biasanya merupakan pusat pertahanan terhadap bakteri patogen,
peranannya bisa diabaikan dalam melawan tuberkulosis. Namun demikian sistem
komplemen ikut berperan pada tahap awal fagositosis. Mekanisme pertahanan
spesifik terjadi 4-8 minggu setelah infeksi berupa sensitisasi sel T terhadap antigen
spesifik. Mekanisme tersebut pada tuberkulosis ditandai dengan dimulainya respons
cell-mediated immunity (CMI) dan delayed-type hipersensitivity (DTH) yang akan
meningkatkan kemampuan pejamu untuk menghambat atau mengeliminasi kuman.
Respons CMI dan DTH merupakan fenomena yang sangat erat hubungannya
dan timbul akibat aktivasi sel T yang bersifat spesifik. Kedua fenomena yang belum
dapat dipisahkan tersebut terjadi melalui mekanisme respons imun yang sama dan
akan mengubah respons pejamu terhadap pajanan antigen berikutnya. Respons DTH
ditandai dengan nekrosis perkijuan akibat lisisnya sel makrofag alveoli yang belum
teraktivasi, sedang respons CMI timbul setelah makrofag alveoli teraktivasi sehingga
menjadi sel epiteloid matur. Penelitian pada binatang percobaan mendapatkan kesan
bahwa kedua respons imun tersebut terjadi pada pejamu yang rentan maupun resisten
tetapi dengan derajat yang berbeda. Pada pejamu yang resisten didapatkan rasio sel-
sel epiteloid terhadap nekrosis perkijuan jauh lebih besar dibandingkan pejamu yang
rentan.
Keseimbangan antara CMI dan DTH akan menentukan bentuk penyakit yang
akan berkembang. Respons CMI akan mengaktifkan makrofag dan selanjutnya
membunuh kuman secara intraselular sedang respons DTH menyebabkan nekrosis
perkijuan dan pertumbuhan kuman dihambat secara ekstraselular. Keduanya
merupakan respons imun yang sangat efektif menghambat perjalanan penyakit. Untuk
keberhasilan pengelolaan TB, diperlukan pengetahuan tentang saling pengaruh antara
kedua respons imun tersebut dan perubahan rasio antara keduanya.
Kuman M.tb dalam makrofag akan dipresentasikan ke sel Th1 melalui major
histocompatibility complex (MHC) kelas II. Sel Th1 selanjutnya akan mensekresi IFN
g yang akan mengaktifkan makrofag sehingga dapat menghancurkan kuman yang
telah difagosit. Jika kuman tetap hidup dan melepas antigennya ke sitoplasma maka
akan merangsang sel CD8 melalui MHC kelas I. Sel CD8 yang bersifat sitolitik
selanjutnya akan melisiskan makrofag. Tidak semua makrofag akan teraktivasi oleh
IFN-g yang dihasilkan oleh Th1 sehingga sel yang terlewat tersebut selanjutnya akan
dilisiskan melalui mekanisme DTH. Sitokin IFN-g yang disekresi oleh Th1 tidak
hanya berguna untuk meningkatkan kemampuan makrofag melisiskan kuman tetapi
juga mempunyai efek penting lainnya yaitu merangsang sekresi TNF a oleh sel
makrofag. Hal ini terjadi karena substansi aktif dalam komponen dinding sel kuman
yaitu lipoarabinomannan (LAM) yang dapat merangsang sel makrofag memproduksi
TNF-a. Respons DTH pada infeksi TB ditandai dengan peningkatan sensitivity
makrofag tidak teraktivasi terhadap efek toksik TNF-a. Makrofag tidak teraktivasi
tersebut merupakan tempat yang baik untuk pertumbuhan kuman, sehingga perlu
dihancurkan untuk menghambat proliferasi kuman lebih lanjut.8 Perkembangan
infeksi berhubungan dengan kemampuan makrofag sekitar lesi mengendalikan
proliferasi dan penyebaran kuman TB. Pada hampir semua pejamu normal, lesi primer
dalam paru akan membaik karena pengaruh pertahanan seluler atau CMI.
Respon imun primer terjadi sewaktu anti gen pertama kali masuk ke dalam
tubuh, yang ditandai dengan munculnya IgM beberapa hari setelah pemaparan. Kadar
IgM mencapai puncaknya pada hari ke-7. pada 6-7 hari setelah pemaparan, barulah
bisa di deteksi IgG pada serum, sedangkan IgM mulai berkurang sebelum kadar IgG
mencapai puncaknya yaitu 10-14 hari setelah pemaparan anti gen. Respon imun
sekunder terjadi apabila pemaparan anti gen terjadi untuk yang kedua kalinya, yang di
sebut juga booster. Puncak kadar IgM pada respon sekunder ini umumnya tidak
melebihi puncaknya pada respon primer, sebaliknya kadar IgG meningkat jauh lebih
tinggi dan berlangsung lebih lama. Perbedaan dalam respon ini di sebabkan adanya
sel B dan sel T memory akibat pemaparan yang pertama (Kardjito. 1994).
Proses aktivasi makrofag oleh sitokin merupakan faktor sentral dalam imunitas
terhadap tuberkulosis. Pada sistem ini, INF- telah di identifikasikan sebagai sitokin
utama untuk mengaktivasi makrofag, yang selanjutnya dapat menghambat
pertumbuhan patogen ini. Pembentukan granuloma dan kavitas di pengaruhi oleh
berbagai macam sitokin sebagai hasil interaksi antara sel-T spesifik, makrofag yang
teraktivasi dan berbagai macam komponen bakterial (Kardjito. 1996).
Pencegahan dini
Pendidikan kesehatan Yaitu dengan cara dilakukannya penyampaian
kepada masyarakat tentang pengetahuan ilmiah dasar tentang faktor-faktor
yang menyebabkan penyakit tuberculosis. Penyampaian ini harus dirancang
dengan baik, dan disampaikan oleh orang-orang yang mengetahui adat
istiadat, pola dan latar belakang budaya setempat (Poeloengan.2008).
Perlindungan individual
Pekerja-pekerja dipeternakan sapi, kebun binatang maupun di
laboratorium yang selalu kontak dengan hewan yang rentan terinfeksi
tuberculosis harus dilindungi. Perlindungan ini bisa berupa penggunaan
pakaian pelindung, kenyamanan dalam bekerja, pengetahuan tentang
keselamatan kerja, kesehatan dan kebersihan pribadi. Pekerja juga harus
diperhatikan kesehatannya dengan memeriksakan ke dokter secara berkala
(Poeloengan.2008).
2. Untuk keluarga:
• Jemur tempat tidur bekas penderita secara teratur
• Buka jendela lebar-lebar agar udara segar & sinar matahari
dapat masuk
• Kuman TBC akan mati bila terkena sinar matahari
Pencegahan yang lain
• Imunisasi BCG pada bayi
• Meningkatkan daya tahan tubuh dengan makanan bergizi
2.6.2 Pengobatan
Pengobatan TBC hanya dilakukan pada penderita manusia, karena wadah
sumber (reservoir) TBC justru terutama adalah amnusia, baru kmudian ternak sapi
perah. Dihidrosteptomisin cukup efektif untuk membunuh bakteri TBC. Obat lain
yang bisa diberikan adalah Etambutol dan Rifampisin (Poeloengan.2008).
BAB III
PENUTUP
3.1Kesimpulan
Tubercolosis disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis yaitu sejenis basil aerobik
yang non-motil Transmisi umumnya terjadi dari seseorang ke orang yang lainnya melalui
droplet dari pasien TB paru dengan batuk berdarah atau berdahak yang
terkontaminasi..Tubuh manusia mempunyai suatu sistem imun yang bertujuan melindungi
tubuh dari serangan benda asing. Respons imun proteksi utama terhadap kuman intraseluler
adalah cell mediated immunity (CMI) atau imuniti seluler. Imuniti seluler terdiri atas dua tipe
reaksi yaitu fagositosis (oleh makrofag teraktivasi) dan lisis sel terinfeksi (oleh
limfositTsitolitik). Respon imun seluler lebih banyak memegang peranan dalam pertahan
tubuh terhadap infeksituberkulosis. Pengobatan TBC hanya dilakukan pada penderita
manusia, karena wadah sumber (reservoir) TBC justru terutama adalah amnusia, baru
kmudian ternak sapi perah dengan pemberian Obat Etambutol dan Rifampisin.
DAFTAR PUSTAKA
Handayani, Elva Tri.2011.Pemeriksaan mikroskopis BTA ada asien diduga TB paru di balai
kesehatan paru masyarakat wilayah semarang pada bulan maret-april
2011.Semarang:Universitas Muhammadiyah Semarang
Indah A 2013. Hubungan tuberkulosis dengan diabetes melitus. RSUP Gatot Subroto Jakarta.
Poeloengan, Masniari. 2008. Bahaya dan Pengendalian Tubercolosis. Balai Besar Veteriner.
Bogor, 16114
Redford PS, Murray PJ. O’ga A. The Role of IL10 in Immune Regulation during M.
tuberculosis Infection.Mucosal Immunolog
Yustikarini, Ni Made.2015. Deteksi mycobacterium tuberculosis dengan primer promoter
inhA dari DNA metagenomik sputum pasiren tuberkulosis. Denpasar:
Universitas Udayana