Anda di halaman 1dari 25

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Perawatan paliatif adalah pendekatan yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas

hidup pasien (dewasa dan anak-anak) dan keluarga dalam menghadapi penyakit yang

mengancam jiwa, dengan cara meringankan penderita dari rasa sakit melalui identifikasi

dini, pengkajian yang sempurna, dan penatalaksanaan nyeri serta masalah lainnya baik

2 fisik, psikologis, sosial atau spiritual (World Health Organization (WHO), 2016).
Menurut WHO (2016) penyakit-penyakit yang termasuk dalam perawatan paliatif

seperti penyakit kardiovaskuler dengan prevalensi 38.5%, kanker 34%, penyakit

pernapasan kronis 10.3%, HIV/AIDS 5.7%, diabetes 4.6% dan memerlukan perawatan

paliatif sekitas 40-60%.Pada tahun 2011 terdapat 29 juta orang meninggal di karenakan

penyakit yang membutuhkan perawatan paliatif. Kebanyakan orang yang membutuhkan

perawatan paliatif berada pada kelompok dewasa 60% dengan usia lebih dari 60 tahun,

dewasa (usia 15-59 tahun) 25%, pada usia 0-14 tahun yaitu 6% (Baxter, et al., 2014).

Prevalensi penyakit paliatif di dunia berdasarkan kasus tertinggi yaitu Benua

Pasifik Barat 29%, diikuti Eropa dan Asia Tenggara masing-masing 22% (WHO,2014).

Benua Asia terdiri dari Asia Barat, Asia Selatan, Asia Tengah, Asia Timur dan Asia

Tenggara.Indonesia merupakan salah satu Negara yang termasuk dalam benua Asia

Tenggara dengan kata lain bahwa Indonesia termasuk dalam Negara yang membutuhkan

perawatan paliatif.

1
Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas, 2013) prevalensi

tumor/kanker di Indonesia adalah 1.4 per 1000 penduduk, atau sekitar 330.000 orang,

diabete melitus 2.1%, jantung koroner (PJK) dengan bertambahnya umur, tertinggi pada

kelompok umur 65 -74 tahun yaitu 3.6%.Kementrian kesehatan (KEMENKES, 2016)

mengatakan kasus HIV sekitar 30.935, kasus TB sekitar330.910. Kasus stroke sekitar

1.236.825 dan 883.447 kasus penyakit jantung dan penyakit diabetes sekitar 1,5%

(KEMENKES, 2014).

2
1.2 Rumusan Masalah

a. Apa Definisi dari CVA?


b. Apasaja etiologic dari CVA?
c. Apasaja klasifikasi dari CVA?
d. Bagaimana patofisiologi dari CVA?
e. Apasaja manifestasi klinik dari CVA?
f. Bagaimana penatalaksanaan dari CVA?
g. Bagaimana asuhan keperawatan dari CVA?

1.3 Tujuan
a. Mengetahui Definisi dari CVA
b. Mengetahui etiologic dari CVA
c. Mengetahui klasifikasi dari CVA
d. Mengetahui patofisiologi dari CVA
e. Mengetahui manifestasi klinik dari CVA
f. Mengetahui penatalaksanaan dari CVA
g. Mengetahui asuhan keperawatan dari CVA

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Menurut WHO, stroke adalah adanya tanda-tanda klinik yang berkembang cepat
akibat gangguan fungsi otak fokal (atau global) dengan gejala-gejala yang berlangsung

3
selama 24 jam atau lebih yang menyebabkan kematian tanpa adanya penyebab lain yang
jelas selain vaskuler (Hendro Susilo, 2000).

Perdarahan intracerebral adalah disfungsi neurologi fokal yang akut dan


disebabkan oleh perdarahan primer substansi otak yang terjadi secara spontan bukan oleh
karena trauma kapitis (UPF, 1994).

Penyakit serebrovaskuler menunjukkan adanya beberapa kelaianan otak baik


secara fungsional maupun structural yang disebabkan oleh keadaan patologis dari
pembuluh darah serebral atau dari seluruh system pembuluh darah otak. Patologis ini
menyebabkan perdarahan dari sebuah robekan yang terjadi pada dinding pembuluh atau
kerusakan sirkulasi serebral oleh oklusi parsial atau seluruh lumen pembuluh darah
dengan pengaruh yang bersifat sementara atau permanen. (Doenges,1999).

Dengan demikian stroke dapat didefinisikan adanya tanda-tanda klinik yang


berkembang cepat akibat gangguan fungsi otak fokal (atau global) dengan gejala-gejala
yang berlangsung selama 24 jam atau lebih disebabkan oleh perdarahan primer substansi
otak yang terjadi secara spontan bukan oleh karena trauma kapitis. Patologis ini
menyebabkan perdarahan dari sebuah robekan yang terjadi pada dinding pembuluh atau
kerusakan sirkulasi serebral oleh oklusi parsial atau seluruh lumen pembuluh darah
dengan pengaruh yang bersifat sementara atau permanen.

2.2 Etiologi
Menurut Smeltzer (2001) stroke biasanya diakibatkan dari salah satu
dari empat kejadian yaitu:

a.Trombosis serebral

4
Arteriosklerosis serebral dan perlambatan sirkulasi serebral adalah penyebab
utama trombosis serebral, yang merupakan penyebab paling umum dari stroke. Tanda-
tanda trombosis serebral bervariasi. Sakit kepala adalah awitan yang tidak umum.
Beberapa pasien dapat mengalami pusing, perubahan kognitif, atau kejang, dan
beebrapa mengalami awitan yang tidak dapat dibedakan dari hemorrhagi intracerebral
atau embolisme serebral. Secara umum, trombosis serebral tidak terjadi dengan tiba-
tiba, dan kehilangan bicara sementara, hemiplegia, atau parestesia pada setengah
tubuh dapat mendahului awitan paralisis berat pada beberapa jam atau hari

b. Embolisme serebral
Embolus biasanya menyumbat arteri serebral tengah atau cabang – cabangnya,
yang merusak sirkulasi serebral. Awitan hemiparesis atau hemiplegia tiba-tiba dengan
afasia atau tanpa afasia atau kehilangan kesadaran pada pasien dengan penyakit
jantung atau pulmonal adalah karakteristik dari embolisme serebral.

c. Iskemia serebral
Iskemia serebral (insufisiensi suplai darah ke otak) terutama karena konstriksi
ateroma pada arteri yang menyuplai darah ke otak.
d. Haemorhagi serebral
1) Haemorhagi ekstradural (haemorrhagi epidural) adalah kedaruratan bedah
neuro yang memerlukan perawata n segera. Keadaan ini biasanya mengikuti
fraktur tengkorak dengan robekan arteri tengah arteri meninges lain, dan
pasien harus diatasi dalam beberapa jam cedera untuk mempertahankan hidup.
2) Haemorhagi subdural pada dasarnya sama dengan haemorrhagi epidu ral,
kecuali bahwa hematoma subdural biasanya jembatan vena robek.
Karenanya periode pembentukan hematoma lebih lama dan menyebabkan
tekanan pada otak. Beberapa pasien mungkin mengalami haemorrhagi
subdural kronik tanpa menunjukkan tanda atau gejala.
3) Haemorrhagi subarakhnoid dapat terjadi sebagai akibat trauma atau
hipertensi, tetapi penyebab paling sering adalah kebocoran aneurisme
pada area sirkulus Willisi dan malformasi arteri vena kongenital pada
otak.
4) Haemorrhagi intracerebral adalah perdarahan di substansi dalam otak paling
umum pada pasien dengan hipertensi dan aterosklerosis serebral, karena
perubahan degeneratif karena penyakit ini biasanya menyebabkan rupture
pembuluh darah. Biasanya awitan tiba -tiba, dengan sakit kepala berat. Bila

5
haemorrhagi membesar, makin jelas deficit neurologik yang terjadi dalam
bentuk penurunan kesadaran dan abnormalitas pada tanda vital.

2.3 Klasifikasi

Menurut Satyanegara(1998), gangguan peredaran darah otak atau


stroke dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu:

1. Non Haemorrhagi/Iskemik/Infark
a. Transient Ischemic Attack (TIA)/Serangan Iskemi Sepintas
TIA merupakan tampilan peristiwa berupa episode-episode serangan
sesaat dari suatu disfungsi serebral fokal akibat gangguan vaskuler,
dengan lama serangan sekitar 2 -15 menit sampai paling lama 24 jam.

b. Defisit Neurologis Iskemik Sepintas/Reversible Ischemic Neurologi


Defisit(RIND) Gejala dan tanda gangguan neurologis yang berlangsung lebih
lama dari 24 jam dan kemudian pulih kembali (dalam jangka waktu kurang dari
tiga minggu).
c. In Evolutional atau Progressing Stroke merupakan Gejala gangguan
neurologis yang progresif dalam waktu enam jam atau lebih.
d. Stroke Komplit (Completed Stroke / Permanent Stroke ) merupakan Gejala
gangguan neurologis dengan lesi -lesi yang stabil selama periode waktu 18-
24 jam, tanpa adanya progesifitas lanjut.
2. Stroke Haemorrhagi
Perdarahan intrakranial dibedakan berdasarkan tempat perda rahannya, yakni
di rongga subararakhnoid atau di dalam parenkhim otak (intraserebral). Ada juga
perdarahan yang terjadi bersamaan pada kedua tempat di atas seperti: perdarahan
subarakhnoid yang bocor ke dalam otak atau sebaliknya. Selanjutnya gangguan-
gangguan arteri yang menimbulkan perdarahan otak spontan dibedakan lagi
berdasarkan ukuran dan lokasi regional otak.

2.4 Patofisiologi

Hipertensi kronik menyebabkan pembuluh arteriola mengalami perubahan


patologik pada dinding pembuluh darah tersebut berupa hipohialinosis, nekrosis
fibrinoid serta timbulnya aneurisma tipe Bouchard. Arteriol-arteriol dari cabang-
cabang lentikulostriata, cabang tembus arteriotalamus dan cabang-cabang paramedian
arteria vertebro-basilar mengalami perubahan-perubahan degeneratif yang sama .

6
Kenaikan darah yang “abrupt” atau kenaikan dalam jumlah yang secara mencolok
dapat menginduksi pecahnya pembuluh darah terutama pada pagi hari dan sore hari.

Jika pembuluh darah tersebut pecah, maka perdarahan dapat berlanjut sampai
dengan 6 jam dan jika volumenya besar akan merusak struktur anatomi otak dan
menimbulkan gejala klinik . Jika perdarahan yang timbul kecil ukurannya, maka massa
darah hanya dapat merasuk dan menyela di antara selaput akson massa putih tanpa
merusaknya. Pada keadaan ini absorbsi darah akan diikuti oleh pulihnya fungsi-fungsi
neurologi. Sedangkan pada perdarahan yang luas terjadi destruksi massa otak,
peninggian tekanan intrakranial dan yang lebih berat dapat menyebabkan herniasi otak
pada falk serebri atau lewat foramen magnum.

Kematian dapat disebabkan oleh kompresi batang otak, hemisfer otak, dan
perdarahan batang otak sekunder atau ekstensi perdarahan ke batang otak. Perembesan
darah ke ventrikel otak terjadi pada sepertiga kasus perdarahan otak di nukleus
kaudatus, talamus dan pons. Selain kerusakan parenkim otak, akibat volume
perdarahan yang relatif banyak akan mengakibatkan peningian tekanan intrakranial
dan menebabkan menurunnya tekanan perfusi otak serta terganggunya drainase otak.

Elemen-elemen vasoaktif darah yang keluar serta kaskade iskemik akibat


menurunnya tekanan perfusi, menyebabkan neuron-neuron di daerah yang terkena darah
dan sekitarnya tertekan lagi. Jumlah darah yang keluar menentukan prognosis. Apabila
volume darah lebih dari 60 cc maka resiko kematian sebesar 93 % pada perdarahan
dalam dan 71 % pada perdarahan lobar. Sedangkan bila terjadi perdarahan serebelar
dengan volume antara 30-60 cc diperkirakan kemungkinan kematian sebesar 75 % tetapi
volume darah 5 cc dan terdapat di pons sudah berakibat fatal. (Jusuf Misbach, 1999).

2.4 WOC

2.6 Manifestasi Klinis

Menurut Smeltzer (2001) manifestasi klinis stroke terdiri atas:

a) Defisit Lapang Penglihatan


1) Homonimus hemianopsia (kehilangan setengah lapang penglihatan)
Tidak menyadari orang atau objek ditempat kehilangan, penglihatan,
mengabaikan salah satu sisi tubuh, kesulitan menilai jarak.

7
2) Kehilangan penglihatan perifer
Kesulitan melihat pada malam hari, tidak menyadari objek atau batas objek.

3) Diplopia
Penglihatan ganda.
b) Defisit Motorik
1) Hemiparesis
Kelemahan wajah, lengan dan kaki pada sisi yang sama. Paralisis wajah (karena
lesi pada hemisfer yang berlawanan).

2) Ataksia
Berjalan tidak mantap, tegak, tidak mampu menyatukan kaki, perlu dasar berdiri
yang luas.

3) Disartria
Kesulitan dalam membentuk kata.

4) Disfagia
Kesulitan dalam menelan

c) Defisit Verbal
1) Afasia Ekspresif
Tidak mampu membentuk kata yang dapat dipahami mungkin mampu bicara
dalam respon kata tunggal.

2) Afasia Reseptif
Tidak mampu memahami kata yang dibicarakan, mampu bicara tetapi tidak
masuk akal.

3) Afasia Global
Kombinasi baik afasia reseptif dan ekspresif.

d) Defisit Kognitif
Pada penderita stroke akan kehilangan memori jangka pendek dan panjang,
penurunan lapang perhatian, kerusakan kemampuan untuk berkonsentrasi , alasan
abstrak buruk, perubahan penilaian.

1) Defisit Emosional

8
Penderita akan mengalami kehilangan kontrol diri, labilitas emosional,
penurunan toleransi pada situasi yang menimbulkan stress, depresi, menarik
diri, rasa takut, bermusuhan dan marah, perasaan isolasi

2.7 Penatalaksanaan

Untuk mengobati keadaan akut perlu diperhatikan faktor-faktor kritis sebagai berikut:

9
1. Berusaha menstabilkan tanda-tanda vital dengan:

a) Mempertahankan saluran nafas yang paten yaitu lakukan pengisapan lendir


yang sering, oksigenasi, kalau perlu lakukan trakeostomi, membantu
pernafasan

b) Mengontrol tekanan darah berdasarkan kondisi pasien, termasuk usaha


memperbaiki hipotensi dan hipertensi

2. Berusaha menemukan dan memperbaiki aritmia jantung.

3. Merawat kandung kemih, sedapat mungkin jangan memakai kateter.

4. Menempatkan pasien dalam posisi yang tepat, harus dilakukan secepat mungkin
pasien harus dirubah posisi tiap 2 jam dan dilakukan latihan-latihan gerak pasif.
BAB III

Asuhan Keperawatan

Ilustrasi Kasus

Tn. R 55 tahun datang ke rumah sakit dengan keluhan pusing, sulit tidur, dan ini sering
kambuh apabila pasien banya pikiran bagian tubuh sebelah kanan susah digerakan. Keluarga
pasien juga mengatakan Tn.R sakit strok saja tetapi tidak mengetahui pengertian, penyebab
tanda dan gejala, pencegahan dan komplikasi apabila tidak segera ditangani. Setelah
dilakukan pemeriksaan ttv menunuuikkan TD : 170/130 mmhg, N :98x/menit, RR:
22x/menit, suhu: 36,7oC.

3.1 Pengkajian
3.1.1. Biodata
a. Identitas klien
1. Nama : Tn. R
2. Umur : 35th
3. Jenis kelamin : Laki-laki
4. Status perkawinan : Kawin
5. Agama : Islam
6. Suku/bangsa : Indonesia
7. Pendidikan : SMA
8. Pekerjaan : Sopir
9. Pendapatan :-
10. Alamat : Sidoarjo
11. Tgl mamasuk RS : 12 januari 2017
12. Tgl pengkajian : 12 januari 2017
13. Diagnose medis : CVA
14. No reg : 0012
15. Ruangan : Melati
16. Rumah sakit : Bhayangkara
b. Identitas penangung
1. Nama : Ny. L
2. Umur : 27h
3. Jenis kelamin : Perempuan
4. Status : menikah
5. Agama : islam
6. Suku bangsa : Indonesia
7. Pendidikan : SMA
8. Hubungan dengan klien : Istri
9. Alamat :Ds Mojoagung, Sidoarjo
3.1.2. Riwayat kesehatan
 Keluhan Utama

Pasien merasa pusing, sulit tidur, dan ini sering kambuh apabila pasien
banya pikiran bagian tubuh sebelah kanan susah digerakan

 Riwayat keluhan utama

Pasien dibawah kerumah sakit karena mengeluh Pasien merasa pusing,


sulit tidur, dan ini sering kambuh apabila pasien banya pikiran bagian
tubuh sebelah kanan susah digerakan

 Riwayat kesehatan dahulu

Pasien dulu pernah mengalami penyakit tersebut tapi tidak sampai


separah ini. Dulu selalu melakukan pengobatan rawat jalan.

 Riwayat kesehatan keluarga

Anggota keluarga pasien tidak ada yang memiliki riwayat penyakit


tersebut.

3.1.3. Pola Aktivitas Sehari-hari


a. Makan dan minum
- Sebelum sakit : klien mengatakan makan 3x sehari dengan porsi cukup,
yaitu: nasi, ikan dan sayur. Sedangkan untuk kebutuhan minum klien yaitu
dengan frekuansi 6-7 gelas/hari, yakni air putih.
- Selama sakit: klien mengatakan jarang makan sebab tidak ada nafsu makan,
sedangkan untuk kebutuhan minum klien biasanya 3-4 gelas/hari.
b. Istirahat dan tidur
- Sebelum sakit : klien mengatakan waktu tidur malam yaitu jam 22.00-
05.00,sedangkan untuk tidur siang yaitu jam 13.00-15.00
- Selama sakit : klien mengatakan tidak bisa tidur dimalam hari.
c. Aktivitas
- Sebelum sakit :klien mengatakan dapat melakukan berbagai jenis aktivitas
dengan baik dan aktif.
- Selama sakit :klien mengatakan tidak dapat melakukan aktivitas seperti
biasanya
d. Eliminasi
- Sebelum sakit : klien mengatakan BAB dalam konsistensi padat, berwarna
kecoklatan, serta berbau gas amoniak dengan frekuensi 1-2kali/hari,
sedangkan untuk BAK klien biasanya berwarna kuning dengan bau khas dan
dengan frekuensi 3-4kali/hari.
- Selama sakit : klien mengatakan BAB dalam konsistensi padat, berwarna
kecoklatan, serta berbau gas amoniak dengan frekuensi 1-2kali/hari,
sedangkan untuk BAK klien biasanya berwarna kuning dengan bau khas dan
dengan frekuensi 3-4kali/hari.
e. Pola spiritual
Pandangan pasien tentang penyakit yang dideritanya sekarang adalah penyakit
merupakan pelebur dosa-dosa nya. Sehingga ketika sakitpun pasien tetap
menjalankan ibdah seperti biasa dengan bantuan keluarga
f. Pola keluarga
Keluarga sangat mendukung proses pengobatan pasien dan sellau member
motivasi pasien agar dapat pulih kembali. Keluarga juga selalu member
motivasi yang membangun kepada pasien.

3.1.4. Pemeriksaan fisik (head to toe)


a. Keadaan umum : lemah
b. Kesadaran : composmetis
c. Tanda-tanda vital
 TD : 130/90mmhg
 Nadi : 90kali/mnit
 Suhu :37ᵒC
 RR : 20x/menit
d. Kepala
 Inspeksi : bentuk kepala normal,warna rambut hitam dan lurus,tidak
terdapat ketombe,tidak ada trauma dan pembengkakan pada kepala.
 Palpasi : tidak terdapat massa tidak ada nyeri tekan
e. Mata
 Inspeksi : mata simetris kiri dan kanan tidak ada radang pada kelopak
mata,tidak menggunakan alat bantu penglihatan.
 Palpasi : tidak ada nyeri tekan,tekanan intra okuler baik
f. Hidung
 Inspeksi : bentuk simetris tidak terdapat secret,tidak ada radang atau
infeksi,terpasang oksigen 3liter/mnit
 Palpasi: tidak terdapat massa,tidak ada nyeri tekan
g. Telingga
 Inspeksi : bentuk simetris auricila bersih,tidak ada tumpukan serumen.
 Palpasi : tidak ada nyeri tekan,tidak terdapat massa.
h. Mulut dan tengorokan
 Inspeksi : tidak pampak cianosis pada bibir,bibir tampak bersih,tidak ada
karies,tidak ada peradangan,lidah tampak bersih serta mukosa berwarna
merah.
i. Leher
 Inspeksi : tidak ada pembesaran pada kelenjar tiroid,tidak tampak ada
kekakuan.
 Palpasi : terdapat massa dan tidak ada nyeri tekan
j. Sisitem respirasi
 Inspeksi : bentuk dada normal simetris kiri dan kanan, frekuensi
pernafasan 24x/mnit
 Palpasi : Terdapat massa ,terdapat nyeri tekan.
k. Abdomen
 Inspeksi : permukaan perut datar,warna kulit sawo matang,tidak tampak
adanya luka,tidak tampak adanya asites.
 Palpasi : bunyi peristaltic usus terdengar 6x/mnit
 Perkusi : bunyi tympani
 Auskultasi : tidak ada nyeri tekan,benjolan
l. Ekstremitas
1) Ekstremitas atas
 Inspeksi : Tampak terpasang infuse, tidak ada cianosis pada kuku,
tangan bagian kanan sulit digerakan
 Palpasi :tidak terdapat masa, tidak ada nyeri tekan, klien tidak dapat
rasakan sentuhan tangan sebelah kanan
2) Ekstremitas bawah
 Inspeksi: kedua kakinya dapat digerakan tetapi kekuatan ototnya
berkurang, tidsak tampak ada kekakuan sendi, tidak terdapat artrofi.
 Palpasi : tidak terdapat masa atau benjolan,tidak ada nyeri tekan.

3.2 Analisa Data


DATA ETIOLOGI MASALAH
DS : Tekanan darah tinggi Risiko perfusi serebral tidak
efektif b.d penurunan suplai
 Pasien mengatakan
darah ke otak
kepalanya pusing dan
Pembuluh darah pecah
sulit tidur

DO :
Aliran darah ke otak yg
 TD 170/130
mengandung O2 menurun
 N : 98x/Menit

 S : 36,7 Penurunan suplai darah ke


 RR : 22x/Menit otak

 P : nyeri dirasakan
berdenyut

 Q : nyeri bila sulit tidur

 R : Nyeri pada tengkuk

 S : Skala nyeri 4

 T : Kadang
DS : Pasien mengatakan Hemipelgi kanan Kelemahan fisik b.d
badannya tidak mudah gangguan mobilitas fisik
digerakkan.
Kelemahan fisik
DO :

 Pasien tampak sulit


menggerakkan tubuh
bagian kanan

 Setiap beraktivitas
pasien dibantu
dengan keluarga
DS : CVA Defisit pengetahuan b.d
kurang terpapar informasi
Pasien mengatakan tidak tahu
tentang penyakitnya
Ketakutan
DO :

Pasien tampak sering sering


bertanya kepada perawat
Kurang terpapar informasi
tentang penyakitnya

3.3 Diagnosa Keperawatan

1. Risiko perfusi serebral tidak efektif b.d penurunan suplai darah ke otak
2. Kelemahan fisik b.d gangguan mobilitas fisik

3. Defisit pengetahuan b.d kurang terpapar informasi

3.4 Intervensi

DIAGNOSA TUJUAN INTERVENSI


Risiko perfusi serebral Setelah dilakukan tindakan 1. Evaluasi adanya nyeri dada
tidak efektif b.d keperawatan 3x24 jam (intensitas, lokasi, durasi)
diharapkan tekanan darah
penurunan suplai darah menurun dengan kriteria
2. Catat adanya disritmia jantung
ke otak hasil :
1. Tekanan systole dan 3. Catat adanya tanda dan gejala
diastole
2. CVP dalam batas normal penurunan cardiac output
3. Nadi perifer kuat dan
simetris 4. Monitor status kardiovaskuler
4. Tidak ada odema perifer
dan asites 5. Monitor status pernafasan yang
5. Denyut jantung, AGD, menandakan gagal jantung
ejeksi fraksi dalam batas
normal 6. Monitor abdomen sebagai
6. Bunyi jantung abnormal
tidak ada indicator penurunan perfusi
7. Nyeri dada tidak ada
8. Kelelahan yang ekstrim 7. Monitor balance cairan
tidak ada
8. Monitor adanya perubahan
tekanan darah

9. Monitor respon pasien


terhadap efek pengobatan
antiaritmia

10. Atur periode latihan dan


istirahat untuk menghindari
kelelahan

11. Monitor toleransi aktivitas


pasien
12. Monitor adanya dyspneu,
fatigue, takipnue, dan ortopnue

13. Anjurkan untuk menurunkan


stress
Kelemahan fisik b.d Setelah di lakukan tindakan 1. Monitoring vital sign
gangguan mobilitas fisik 3x24 jam diharapkan tubuh sebelum/sesudahlayihan dan
bagian kanan pasien dapat
digerakkan dengan criteria lihat respon pasien saat latihan
hasil :
2. Konsultasikan dengan terapi
1. Klien meningkat dalam
aktivitas fisik fisik tentang rencana ambulasi
sesuai dengan kebutuhan
2. Mengerti tujuan dari
peningkatan mobilitas
3. Bantu pasien untuk
3. Memverbalisasikan menggunakan tongkat saat
perasaan dalam
meningkatkan kekuatan berjalan dan cegah terhadap
dan kemampuan cidera
berpindah
4. Ajarkan pasien atau tenaga
4. Memperagakan
penggunaan alat bantu kesehatan yang lain tentang
untuk mobilisasi (walker) teknik ambulasi

5. Kaji kemampuan pasien dalam


mobilisasi

6. Latih pasien dalam pemenuhan


kebutuhan ADLS secara
mandiri sesuai kemampuan

7. Damping dan bantu pasien saat


mobilisasi dan bantu penuhi
kebutuhan ADLs pasien.
Berikan alat bantu jika pasien
memerlukan

8. Ajarkan pasien bagaimana


merubah posisi dan berikan
bantuan jika diperlukan.
Defisit pengetahuan b.d Setelah dilakukan tindakan 1. Berikan penilaian tentang
kurang terpapar informasi 3x24 jam diharapkan pasien tingkat pengetahuan pasien
mengerti tentang tentang proses penyakit yang
penyakitnya dan program spesifik
perawatan serta terapi yang
2. Jelaskan petofisiologi dari
akan di berikan dengan
penyakit dan bagaimana hal ini
kriteria hasil :
berhubungan dengan anatomi
1. Pasien dan keluarga dan fisiologi, dengan cara yang
menyatakan pemahaman tepat
tentang penyakit,
3. Jelaskan kondisi tentang pasien
kondisi, prognosis dan 4. Jelaskan tentang program
program pengobatan pengobatan
5. Diskusikan perubahan gaya
2. Pasien dan keluarga
hidup yang mungkin di
mampu melaksanakan
gunakan untuk mencegah
prosedur yang dijelaskan
komplikasi
secara benar 6. Diskusikan tentang terapi dan
pilihanya
3. Pasien dan keluarga 7. Eksplorasi kemungkinan
mampu menjelaskan sumber yang bisa digunakan
kembali apa yang atau mendukung
dijelaskan perawat/tim 8. Instruksikan kapan harus ke
kesehatan lainnya. pelayanan

3.5 Implementasi

DIAGNOSA IMPLEMENTASI TTD


1. Risiko perfusi serebral 1. Mengevaluasi adanya nyeri dada (intensitas,
tidak efektif b.d lokasi, durasi)
penurunan suplai darah
2. Mencatat adanya disritmia jantung
ke otak
3. Mencatat adanya tanda dan gejala penurunan
cardiac output

4. Memonitor status kardiovaskuler


5. Memonitor status pernafasan yang
menandakan gagal jantung

6. Memonitor abdomen sebagai indicator


penurunan perfusi

7. Memonitor balance cairan

8. Memonitor adanya perubahan tekanan darah

9. Memonitor respon pasien terhadap efek


pengobatan antiaritmia

10. Mengatur periode latihan dan istirahat untuk


menghindari kelelahan

11. Memonitor toleransi aktivitas pasien

12. Memonitor adanya dyspneu, fatigue,


takipnue, dan ortopnue

13. Menganjurkan untuk menurunkan stress


2. Kelemahan fisik b.d 1. Memonitoring vital sign
gangguan mobilitas sebelum/sesudahlayihan dan lihat respon
fisik pasien saat latihan

2. Mengkonsultasikan dengan terapi fisik


tentang rencana ambulasi sesuai dengan
kebutuhan

3. Membantu pasien untuk menggunakan


tongkat saat berjalan dan cegah terhadap
cidera

4. Mengajarkan pasien atau tenaga kesehatan


yang lain tentang teknik ambulasi

5. Mengkaji kemampuan pasien dalam


mobilisasi

6. Melatih pasien dalam pemenuhan kebutuhan


ADLS secara mandiri sesuai kemampuan

7. Mendamping dan bantu pasien saat


mobilisasi dan bantu penuhi kebutuhan
ADLs pasien. Memberikan alat bantu jika
pasien memerlukan

8. Mengajarkan pasien bagaimana merubah


posisi dan berikan
3. Defisit pengetahuan 1. Memberikan penilaian tentang tingkat
b.d kurang terpapar pengetahuan pasien tentang proses penyakit
informasi yang spesifik

2. Menjelaskan petofisiologi dari penyakit dan


bagaimana hal ini berhubungan dengan
anatomi dan fisiologi, dengan cara yang
tepat

3. Menjelaskan kondisi tentang pasien


4. Menjelaskan tentang program pengobatan
5. Mendiskusikan perubahan gaya hidup yang
mungkin di gunakan untuk mencegah
komplikasi
6. Mendiskusikan tentang terapi dan pilihanya
7. Mengeksplorasi kemungkinan sumber yang
bisa digunakan atau mendukung
8. Menginstruksikan kapan harus ke pelayanan

3.6 Evaluasi

TANGGAL/JAM EVALUASI TTD


15 Januari 10.00 pagi S : Pasien mengatakan masih merasa pusing dan
sulit tidur

O:

 TD 170/130

 N : 98x/Menit
 S : 36,7

 RR : 22x/Menit

 P : nyeri dirasakan berdenyut

 Q : nyeri bila sulit tidur

 R : Nyeri pada tengkuk

 S : Skala nyeri 4

 T : Kadang

A : Masalah belum teratasi

P : Lanjutkan semua intervensi


S : Pasien mengatakan badan sebelah kanan
masihsulitdigerakkan

O:

 Pasien tampak sulit menggerakkan


badannya

 TD 170/130

 N : 98x/Menit

 S : 36,7

 RR : 22x/Menit

A : Masalah belum teratasi

P : Lanjutkan semua intervensi


S : Pasien sudah tau tentang kondisinya dan dapat
mendeskripsikan penyakitnya

O : Pasien tidak bertanya-tanya dan tampak tidak


bingung

A : Masalah teratasi
P : Hentikan intervensi
BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

4. Penyakit serebrovaskuler menunjukkan adanya beberapa kelaianan otak baik


secara fungsional maupun structural yang disebabkan oleh keadaan patologis dari
pembuluh darah serebral atau dari seluruh system pembuluh darah otak. Patologis
ini menyebabkan perdarahan dari sebuah robekan yang terjadi pada dinding
pembuluh atau kerusakan sirkulasi serebral oleh oklusi parsial atau seluruh lumen
pembuluh darah dengan pengaruh yang bersifat sementara atau permanen. Dalam
kasus tersebut kami mendapat 3 diagnosa keperawatan yaitu Risiko perfusi
serebral tidak efektif b.d penurunan suplai darah ke otak, Kelemahan fisik b.d
gangguan mobilitas fisik, Defisit pengetahuan b.d kurang terpapar informasi.

4.2 Saran

a. Tetap menjaga pola makan

b. Rajin berolah raga 1 minggu sekali

c. Tidak merokok

d. Hidup sehat dan bersih

Anda mungkin juga menyukai