Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PENDAHULUAN HEMOROID

1. Anatomi dan Fisiologi


Bagian utama usus besar yang terakhir dinamakan rectum dan terbentang dari colon
sigmoid sampai anus, colon sigmoid mulai setinggi krista iliaka dan berbentuk lekukan huruf
S. Lekukan bagian bawah membelok ke kiri waktu colon sigmoid bersatu dengan rectum.
Satu inci dari rectum dinamakan kanalis ani dan dilindungi oleh sfingter eksternus dan
internus. Panjang rectum dan kanalis ani sekitar 15 cm.

Gambar 1.1: usus besar-rectum


Usus besar secara klinis dibagi menjadi belahan kanan dan belahan kiri sesuai dengan
suplai darah yang diterimanya. Arteri mesentrika superior memperdarahi belahan bagian
kanan yaitu sekum, colon asendens dan dua pertiga proksimal colon tranversum, dan arteria
mesentrika inferior memperdarahi belahan kiri yaitu sepertiga distal colon transversum,
colon desendens, sigmoid dan bagian proksimal rectum. Suplai darah tambahan untuk rectum
adalah melalui arteria sakralis media dan arteria hemoroidalis inferior dan media yang
dicabangkan dari arteria iliaka interna dan aorta abdominalis.

1
gambar 1.2: arteri - arteri pada rectum
Alir balik vena dari colon dan rectum superior melalui vena mesentrika superior dan
inferior dan vena hemoroidalis superior, yaitu bagian dari sistem portal yang mengalirkan
darah ke hati. Vena hemoroidalis media dan inferior mengalirkan darah ke vena iliaka dan
merupakan bagian dari sirkulasi sistematik. Terdapat anastomosis antara vena hemoroidalis
superior, media dan inferior, sehingga peningkatan tekanan portal dapat mengakibatkan
aliran darah balik ke dalam vena-vena ini.

gambar 1.3 : vena-vena pada rectum

2
Terdapat dua jenis peristaltik propulsif: (1)kontraksi lamban dan tidak teratur, berasal
dari segmen proksimal dan bergerak ke depan, menyumbat beberapa haustra; (2) peristaltik
massa, merupakan kontraksi yang melibatkan segmen colon. Gerakan peristaltik ini
menggerakkan massa feces ke depan, akhirnya merangsang defekasi. Kejadian ini timbul dua
sampai tiga kali sehari dan dirangsang oleh reflek gastrokolik setelah makan pertama masuk
pada hari itu.

Propulasi feces ke rectum mengakibatkan distensi dinding rectum dan merangsang


reflek defekasi. Defekasi dikendalikan oleh sfingter ani eksterna dan interna. Sfingter interna
dikendalikan oleh sistem saraf otonom, dan sfingter eksterna berada di bawah kontrol
volunter. Reflek defekasi terintegrasi pada segmen sakralis kedua dan keempat dari medula
spinalis. Serabut-serabut parasimpatis mencapai rectum melalui saraf splangnikus panggul
dan bertanggung jawab atas kontraksi rectum dan relaksasi sfingter interna. Pada waktu
rectum yang mengalami distensi berkontraksi, otot levator ani berelaksasi, sehingga
menyebabkan sudut dan anulus anorektal menghilang. Otot-otot sfingter interna dan eksterna
berelaksasi pada waktu anus tertarik atas melebihi tinggi massa feces. Defekasi dipercepat
dengan adanya peningkatan tekanan intra-abdomen yang terjadi akibat kontraksi volunter.
Otot-otot dada dengan glotis ditutup, dan kontraksi secara terus menerus dari otot-otot
abdomen (manuver atau peregangan valsava). Defekasi dapat dihambat oleh kontraksi
volunter otot-otot sfingter eksterna dan levator ani. Dinding rectum secara bertahap akan
relaks, dan keinginan untuk berdefekasi menghilang.
2. Definisi Hemoroid
Hemoroid merupakan pelebaran dan inflamasi pembuluh darah vena di daerah anus
yang berasal dari plexus hemorrhoidalis. (Sudoyo Aru, dkk 2009)
Hemoroid adalah pelebaran varises satu segmen atau lebih vena-vena hemoroidales
(Bacon). Patologi keadaan ini dapat bermacam-macam, yaitu thrombosis, ruptur,
radang, ulserasi, dan nekrosis. (Mansjoer, 2008)
Hemoroid timbul akibat kongesti vena yang disebabkan oleh gangguan aliran balik
dari vena hemoroidalis. Hemoroid sering dijumpai dan terjadi pada sekitar 35% penduduk
berusia lebih dari 25 tahun. Walaupun keadaan ini tidak mengancam jiwa, namun dapat
menimbulkan perasaan yang sangat tidak nyaman. (Price dan Wilson, 2006)

3
Jadi dari kesimpulan diatas dapat diambil bahwa hemaroid atau wasir adalah suatu
keadaan dimana terjadinya inflamsi pembuluh darah vena didaerah anus yang bisa
diakibatkan oleh rupture, ulserasi dan juga terjadi akibatnya gangguan aliran balik vena.
3. Etiologi Hemoroid
Hemoroid timbul karena dilatasi, pembengkakkan atau inflamasi vena hemoroidalis
yang disebabkan oleh factor-faktor resiko atau pencetus seperti:
a. mengedan pada buang air besar yang sulit.
b. Pola buang air besar yang salah (lebih banyak menggunakan jamban duduk, terlalu lama
duduk dijamban sambil membaca, merokok).
c. Peningkatan tekanan intra abdomen karena tumor.
d. Kehamilan (disebabkan tekanan jenis pada abdomen dan perubahan hormonal)
e. Usia tua
f. Konstipasi kronik
g. Diare akut yang berlebihan dan diare kronik.
h. Hubungan seks peranal.
i. Kurang minum air dan kurang makanan yang berserat (sayur dan buah)

j. Kurang olahraga/imbolisasi.
(Sudoyo Aru, dkk 2009)
4. Klasifikasi Hemoroid
a. Hemoroid Internal
Adalah pelebaran plexus hemoroidalis superior. Diatas garis mukokutan dan
ditutupi oleh mukosa diatas sfingter ani. Hemoroid internal dikelompokkan dalam 4
derajat:
1) Derajat I
Hemoroid menyebabkan perdarahan merah segar tanpa rasa nyeri sewaktu defekasi.
Tidak terdapat prolap dan pada pemeriksaan terlihat menonjol dalam lumen.
2) Derajat II
Hemoroid menonjol melalui kanal analis pada saat mengejan ringan tetapi dapat
masuk kembali secara spontan.

3) Derajat III
Hemoroid akan menonjol saat mengejan dan harus didorong kembali sesudah
defekasi.

4
4) Derajat IV
Hemoroid menonjol keluar saat mengejan dan tidak dapat didorong masuk kembali.
b. Hemoroid Eksternal
Adalah hemoroid yang menonjol keluar saat mengejan dan tidak dapat didorong
masuk. Hemoroid eksternal dikelompokkan dalam 2 kategori yaitu:
1) Akut
Bentuk hemoroid akut berupa pembengkakan bulat kebiruan pada pinggir anus dan
sebenarnya merupakan hematoma. Walaupun disebut sebagai hemoroid trombosis
eksterna akut. Bentuk ini sering sangat nyeri dan gatal karena ujung-ujung saraf pada
kulit merupakan reseptor nyeri.
2) Kronik
Bentuk hemoroid eksterna kronik adalah satu atau lebih lipatan kulit anus yang terdiri
dari jaringan penyambung dan sedikit pembuluh darah.
(Sudoyo Aru, dkk 2009)

gambar 1.4 : formation of hemorroidh

5. Patofisiologi
Dalam keadaan normal sirkulasi darah yang melalui vena hemoroidalis mengalir
dengan lancar sedangkan pada keadaan hemoroid terjadi gangguan aliran darah balik yang
melalui vena hemoroidalis. Gangguan aliran darah ini antara lain dapat disebabkan oleh

5
peningkatan tekanan intra abdominal. Vena porta dan vena sistematik, bila aliran darah vena
balik terus terganggu maka dapat menimbulkan pembesaran vena (varices) yang dimulai
pada bagian struktur normal di regio anal, dengan pembesaran yang melebihi katup vena
dimana sfingter anal membantu pembatasan pembesaran tersebut. Hal ini yang menyebabkan
pasien merasa nyeri dan feces berdarah pada hemoroid interna karena varices terjepit oleh
Kehamilan obesitas Penurunan relative
sfingter anal. venousreturn
Peningkatan tekanan intra abdominal menyebabkan peningkatan vena portal dan vena
didaerah perianal
sistemik dimana tekanan ini disalurkan ke vena anorektal. Arteriola regio anorektal
Konstipasi dan menge
dalam jangka yangdarah
menyalurkan lama dan peningkatan tekanan langsung ke Aliran balik vena (varices) vena
pembesaran
terganggu
anorektal. Dengan berulangnya peningkatan tekanan dari peningkatan tekanan intra
Tekanan perifer
abdominal dan aliran darah dari arteriola, pembesaran vena (varices)pelebaran
meningkat, akhirnya terpisah dari
Duduk terlalu lama
vena anus (hemoroid)
otot halus yang mengelilinginya ini menghasilkan prolap pembuluh darah hemoroidalis.
Hemoroid
Sering interna
angkat bebanterjadi pada bagian dalam sfingter anal, dapat berupa terjepitnya pembuluh
berat Peradangan pada
darah dan nyeri, ini biasanya sering menyebabkan pendarahan pleksusdalam feces, jumlah darah
hemoroidalis
Kondisi penuaan
yang hilang sedikit tetapi bila dalam waktu yang lama bisa menyebabkan anemia defisiensi
besi. Prolaps vena
haemorhoidalis
Hemoroid eksterna terjadi di bagian luar sfingter anal tampak merah kebiruan, jarang
menyebabkan perdarahan dan nyeri kecuali bila vena ruptur. Jika ada darah beku (trombus)
dalam hemoroid
Membesar eksternal bisa menimbulkan peradangan dan nyeri
di spinchter hebat. diluar
Membesar (Muttaqin, 2011)
rektum

Rupture vena Vena menegang

Perdarahan

Anemia
Pathway Operasi Resiko Syok
(hemoroidektomi) (hipovolemik)

Intoleransi Aktivitas

Pre Operasi Continuitas jaringan


rusak
Ansietas
Ujung saraf rusak Port d’ entrée kuman

Nyeri di persepsikan Pelepasan prostaglandin Resiko infeksi 6

Gangguan rasa nyaman Gangguan defekasi Konstipasi


Nyeri
6. Manifestasi Klinis

a. Tanda
1) Perdarahan
Umumnya merupakan tanda pertama hemoroid interna trauma oleh feces yang keras.
Darah yang keluar berwarna merah segar dan tidak bercampur dengan feces.
Walaupun berasal dari vena, darah yang keluar berwarna merah segar karena kaya
akan zat asam, jumlahnya bervariasi
2) Nyeri
Nyeri yang hebat jarang sekali ada hubungannya dengan hemoroid interna dan hanya
timbul pada hemoroid eksterna yang mengalami trombosis dan radang.
b. Gejala
1) Anemia dapat terjadi karena perdarahan hemoroid yang berulang.
2) Jika hemoroid bertambah besar dapat terjadi prolap awalnya dapat tereduksi spontan
Pada tahap lanjut pasien harus memasukkan sendiri setelah defekasi dan akhirnya
sampai pada suatu keadaan dimana tidak dapat dimasukkan.
3) Keluarnya mucus dan terdapatnya feces pada pakaian dalam merupakan ciri hemoroid
yang mengalami prolap menetap.

7
4) Rasa gatal karena iritasi perianal dikenal sehingga pruritis anus rangsangan mucus.
(Nurarif, 2015)
7. Pemeriksaan Diagnostik
a. pemeriksaan colok dubur
diperlukan untuk menyingkirkan kemungkinan karsinoma rectum. Pada hemoroid
internal tidak dapat diraba sebab tekanan vena di dalamnya tidak cukup tinggi dan
biasanya tidak nyeri.
b. Anoskop: diperlukan untuk melihat hemaroid internal yang tidak menonjol keluar.
c. Proktosigmoidoskopi: untuk memastikan bahwa keluhan bukan disebabkan oleh proses
radang atau proses keganasan di tingkat yang lebih tinggi.
8. Penatalaksanaan
Menurut Smeltzer dan Bare (2002), Sudoyo Aru (2009) dan Mansjoer (2008),
penatalaksanaan medis hemoroid terdiri dari penatalaksanaan non farmakologis,
farmakologis, dan tindakan minimal invasive, yaitu:
1) Penatalaksanaan Medis Non Farmakologis
Penatalaksanaan ini berupa perbaikan pola hidup, perbaikan pola makan dan
minum, perbaiki pola/ cara defekasi. Memperbaiki defekasi merupakan pengobatan
yang selalu harus ada dalam setiap bentuk dan derajat hemoroid. Perbaikan defekasi
disebut bowel management program (BMP) yang terdiri dari diet, cairan, serat tambahan,
pelican feses, dan perubahan perilaku buang air. Pada posisi jongkok ternyata sudut
anorektal pada orang menjadi lurus ke bawah sehingga hanya diperlukan usaha yang
lebih ringan untuk mendorong tinja ke bawah atau keluar rektum. Posisi jongkok ini tidak
diperlukan mengedan lebih banyak karena mengedan dan konstipasi akan meningkatkan
tekanan vena hemoroid (Sudoyo Aru, 2009).
2) Penatalaksanaan medis farmakologis
Obat-obat farmakologis hemoroid dapat dibagi atas empat, yaitu:
a. Obat memperbaiki defekasi: ada dua obat yang diikutkan dalam BMP yaitu suplemen
serat (fiber suplement) dan pelicin tinja (stool softener). Suplemen serat komersial
yang banyak dipakai antara lain psyllium atau isphagula Husk (missal Vegeta, Mulax,
Metamucil, Mucofalk). Obat kedua yaitu obat laksan atau pencahar antara lain
Natrium dioktil sulfosuksinat (Laxadine), Dulcolax, Microlac dll. Natrium dioctyl

8
sulfosuccinat bekerja sebagai anionic surfactant, merangsang sekresi mukosa usus
halus dan meningkatkan penetrasi cairan kedalam tinja. Dosis 300 mg/hari (Sudoyo
Aru, 2009).
b. Obat simtomatik: Bertujuan menghilangkan atau mengurangi keluhan rasa gatal,
nyeri, pengurangan keluhan sering dicampur pelumas (lubricant) vasokontriktor, dan
antiseptic lemah. Anastesi local digunakan untuk menghilangkan nyeri serta diberikan
kortikosteroid.
c. Obat menghentikan perdarahan: perdarahan menandakan adanya luka pada dinding
anus/ pecahnya vena hemoroid yang dindingnya tipis. Yang digunakan untuk
pengobatan hemoroid yaitu campuran diosmin (90%) dan hesperidin (10%) dalam
bentuk Micronized, dengan nama dagang “Ardium” atau “Datlon”. Psyllium,
Citrus bioflavanoida yang berasal dari jeruk lemon dan paprika berfungsi
memperbaiki permeabilitas dinding pembuluh darah (Sudoyo Aru, 2009).
d. Obat penyembuh dan pencegah serangan hemoroid: pengobatan dengan Ardium
500 mg menghasilkan penyembuhan keluhan dan gejala yang lebih cepat pada
hemoroid akut bila dibandingkan plasebo. Pemberian Micronized flavonoid (Diosmin
dan Hesperidin) (Ardium) 2 tablet per hari selama 8 minggu pada pasien hemoroid
kronik. Penelitian ini didapatkan hasil penurunan derajat hemoroid pada akhir
pengobatan disbanding sebelum pengobatan secara bermakna. Perdarahan juga makin
berkurang pada akhir pengobatan dibanding awal pengobatan (Sudoyo Aru, 2009).
3) Penatalaksanaan bedah
Hemoroidektomi atau eksisi bedah dapat dilakukan untuk mengangkat semua jaringan
sisa yang terlibat dalam proses ini. Selama pembedahan, sfingter rectal biasanya
didilatasi secara digital dan hemoroid diangkat dengan klem dan kauter atau dengan
ligasi dan kemudian dieksisi. Setelah prosedur operatif selesai, selang kecil dimasukkan
melalui sfingter untuk memungkinkan keluarnya flatus dan darah. Penempatan Gelfoan
atau kassa oxygel dapat diberikan diatas luka anal (Smeltzer dan Bare, 2002).
Teknik operasi Whitehead dilakukan dengan mengupas seluruh hemoroidales internal
membebaskan mukosa darisubmukosa,dan melakukan reseksi. Lalu usahakan kontinuitas
mukosa kembali. Sedang pada teknik operasi Langenbeck, vena-vena hemoroidales
interna dijepit radier dengan klem. Lakukan jahitan jelujur dibawah klem dengan chromic

9
gut no. 2/0, eksisi jaringan diatas klem. Sesudah itu klem dilepas dan jepitan jelujur
dibawah klem diikat (Mansjoer, 2008).
4) Penatalaksanaan Minimal Invasive
Penatalaksanaan hemoroid ini dilakukan bila pengobatan non farmakologis,
farmakologis tidak berhasil. Penatalaksanaan ini antara lain tindakan skleroterapi
hemoroid, ligase hemoroid, pengobatan hemoroid dengan terapi laser (Sudoyo Aru,
2009).
9. Asuhan Keperawatan
A. Pengkajian
1. Identitas pasien:
Meliputi: nama, umur, jenis kelamin, alamat, pendidikan, tanggal masuk RS, tanggal
pengkajian, no MR, diagnose medis, nama orang tua, umur orang tua, pekerjaan,
agama, alamat, dan lain-lain.
2. Riwayat kesehatan:
a. Keluhan utama (keluhan yang dirakan klien pada saat perawat melakukan
pengkajian pada kontak pertam dengan klien)
b. Riwayat penyakit sekarang (perjalanan penyakit klien dari pertama kali keluhan
yang dirasakan saat dirumah, sampai di bawa ke RS dan menjalani perawatan di
ruangan)
c. Riwayat penyaki dahulu (riwayat kesehatan klien sebelum sakit yang dialami
sekarang, penyakit yang pernah di derita, keluhan yang sama yang dirasakan
sekarang, atau pernah menderita suatu penyakit sebelumnya)
d. Riwayat penyakit keluarga (menurut anggota keluarga apakah ada juga yang
pernah mengalami sakit seperti penyakit klien, atau anggota keluarga yang
menderita penyakit menular, atau penyakit keturunan)
e. Riwayat tumbuh kembang (riwayat pariental ibu, proses kelahiran anak dan masa
tumbuh kembang anak, status imunisasi, status gizi)
3. Pemeriksaan fisik
a. Pemeriksaan umum
Tanda-tanda vital, tingkat kesadaran, BB, TB.
b. Kulit
Hasil pengkajian biopsi/kulit, keadaan umum kulit, kebersihan, integritas kulit,
tekstur, kelembaban, adanya ulkus/luka, turgor, warna kulit dan bentuk kelainan
dari kulit.
c. Kepala dan leher

10
Hasil pengkajian kepala, distribusi rambut, keadaan umum kepala, kesimetrisan,
adanya kelainan pada kepala secara umum. Pengkajian leher yaitu adanya
pembesaran vena jugularis, pembesaran kelenjar tiroid, pembesaran kelenjar
limfe, keterbatasan gerak lehar, dan kelainan lain.
d. Penglihatan dan mata
Hasil pengkajian mata dan fungsi penglihatan, keadaan mata secara umum,
konjungtiva (anemis, peradangan, trauma) adanya abnormalitas pada kelopak
mata/bola mata, ikterik, visus, daya akomodasi mata, tekanan bola mata,
penggunaan alat bantu penglihatan, kelainan/gangguan saat melihat.
e. Penciuman dan Hidung
Hasil pengkajian daerah hidung dan fungsi penciuman, keadaan umum hidung,
jalan napas/adanya sumbatan pada hidung, polip, peradangan, kental, keluar darah
melalui hidung, cuping hidung, kelainan bentuk hidung, atau kelainan lain.
f. Pendengaran dan Telinga
Hasil pengkajian daerah telinga dan fungsi pendengaran (tes rinne, weber,
swabach), keadaan umum telinga, (kental, bernanah, darah), gangguan saat
mendengar, penggunaan alat bantu pendengaran, adanya kelianan bentuk telinga,
atau gangguan lain.
g. Mulut dan gigi
Hasil pengkajian mulut dan fungsi pencernaan bagian atass, keadaan umum mulut
dan gigi, ganguan menelan, adanya peradangan mulut (mukos mulut, gusi,
faring), dan ganguan lainnya.
h. Dada
Jantung (pemeriksaan berdasarkan IPPA)
Sirkulasi: perfusi darah ke perifer, warna ujung-ujung jari, bibir, kelembaban
kulit. Hasil inspeksi (ictus cordis), palpasi (jantung: PMI), perkusi (jantung:
perbesaran jantung), auskultasi (bunyi jantung S1, S2, bunyi tambahan lain)
Paru (pemeriksaan berdasarkan IPPA)
Hasil inspeksi (perkembangan/ekspansi dada, kesimetrisan dada), palpasi
(kesimetrisan dada paru: taktil fremitus), perkusi (paru: resonan/sonor, hipersonor
(terlalu banyak udara), redup (berisi cairan), pekak (adanya massa), auskultasi
pernapasan (suara napas vesikuler, ronchi, whezzing).
i. Abdomen (pemeriksaan berdasarkan IAPP)
Inspeksi: keadaan umum abdomen, otot bantu napas abdomen, benjolan, warna
kulit.
Auskultasi: peristaltik usus per menit, isi sesuai kuadran abdomen.
Palpasi: ada masa pada abdomen, turgor kulit, adanya asites.

11
Perkusi: bunyi tympani, hipertimpani (kembung), pekak (jika ditemukan jaringan
padat)

j. Genetalia dan reproduksi


Keadaan umum alat genetalia dang fuungsin reproduksi. Kelainan pada anatomi
dan fungsi, keluhan dan gangguan reproduksi.
k. Ekstremitas atas dan bawah
Rentang gerak ekstremitas atas dan bawah, kekuatan otot, kemampuan menjaga
mobilisasi, keterbatasan gerak, trauma/kelianan pada kaki/tangan, insersi, keluhan
gangguan lain.
4. Kebutuhan Fisik, Psikologi, Sosial, dan Spiritual
a. Pola aktivitas
Kurang olahraga atau imobilisasi, kelemahan umum, keterbatasan beraktivitas
karena nyeri pada anus sebelum dan sesudah operasi.

b. Pola istirahat dan tidur


Gangguan tidur (insomnia/karena nyeri pada anus sebelum dan sesudah operasi).
c. Personal hygin
Kebiasaan mandi, keramas, gosok gigi.
d. Pola nutrisi dan metabolic
Mual, muntah, anoreksia, penurunan berat badan, membrane mukosa kering,
kadar hemoglobin turun.
e. Pola Eliminasi
Pola eliminasi feses: konstipasi, diare kronik dan mengejan saat BAB.
f. Seksualitas
Pola seksualitas, keluhan seksualitas, masalah tentang KB
g. Psikologis
Keadaan psikologi klien, penerimaan dan harapan klien tentang penyakitnya,
pengetahuan klien tentang penyakitnya.
h. Social
Hubungan klien dengan orang lain (keluaga, orang terdekat). Hubungan klien
dengan tenaga kesehatan.
i. Spiritual

12
Kepercayaan klien terhadap tuhan, keyakinan klien tentang sakit yang
dideritanya.
B. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri b.d iritasi, tekanan, dan sesitifitas pada area rectal/anal sekunder akibat
penyakit anorektal dan spasme sfingter pada pascaoperatif.
2. Resiko syok hipovolemik b.d pendarahan.
3. Intoleransi b.d kelemahan umum, ketidakseimbangan antara suplei dan kebutuhan
oksigen.
4. Resiko infeksi b.d Pemajanan terhadap pathogen lingkungan.
5. Konstipasi b.d mengabaikan dorongan untuk defekasi akibat nyeri selama eliminasi.
6. Ansietas b.d rencana pembedahan dan rasa malu.

C. Intervensi Keperawatan
1. Nyeri b.d iritasi, tekanan, dan sesitifitas pada area rectal/anal sekunder akibat
penyakit anorektal dan spasme sfingter pada pascaoperatif.
Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan … x … jam klien mengatakan nyeri
berkurang dengan kriteria hasil: nyeri pada anus berkurang dengan skala nyeri 0-1,
wajah pasien tampak rileks.
Rencana tindakan:
1) Kaji tanda-tanda vital.
Rasional: Identifikasi dini komplikasi nyeri ditandai dengan peningkatan
tekanan darah.
2) Kaji skala nyeri
Rasional: Menentukan tingkat nyeri, untuk menentukan tindakan yang tepat.
3) Anjurkan untuk menarik nafas dalam setiap kali timbul nyeri.
Rasional: Mengurangi rasa nyeri.
4) Berikan posisi yang nyaman sesuai dengan keinginan pasien.
Rasional: Memberikan rasa nyaman.
5) Berikan bantal/alas pantat.
Rasional: Untuk mengurangi rasa nyeri.
6) Anjurkan untuk tidak mengejan yang berlebihan saat defekasi.
Rasional: Mengurangi rasa nyeri dan prolap varices.
7) Berikan rendaman duduk sesuai anjuran duduk.

13
Rasional: Mengurangi rasa nyeri.
8) Kolaborasi untuk pemberian terapi analgetik.
Rasional: Mengurangi rasa nyeri.
2. Resiko syok hipovolemik b.d pendarahan pada vena hemoroidal akibat konstipasi.
Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan pendarahan tidak terjadi dengan
kriteria hasil: Tidak terjadi perdarahan yang ditandai dengan: tanda-tanda vital dalam
batas normal, tidak timbul perdarahan pada feces dalam waktu 1-2 hari.
Rencana tindakan:

1) Kaji tanda-tanda vital (TD, N, S, RR) setiap 4 jam.


Rasional: Indikator dini terhadap resiko perdarahan hebat ditandai dengan
tidak adanya peningkatan TD dan Nadi.
2) Monitor tanda-tanda hipovolemia.
Rasional: Deteksi dini untuk tindakan segera.
3) Periksa daerah rectal setiap 2 jam/setelah BAB.
Rasional: Deteksi dini perdarahan untuk pertolongan segera.
4) Beri air minum 2-3 liter/hari.
Rasional: Hidrasi yang adekuat membuat konsistensi feces lembek.
5) Berikan banyak makan sayur dan buah.
Rasional: Meningkatkan masa feces sehingga lebih mudah dikeluarkan.
6) Anjurkan untuk segera berespon bila ada rangsangan BAB.
Rasional: Untuk mencegah rangsangan hilang dan akan terjadi konstipasi.
7) Kolaborasi untuk pemberian laxantia dan analgetik.
Rasional: Pelunak feces dan mengurangi nyeri saat BAB.
3. Intoleransi b.d kelemahan umum, ketidakseimbangan antara suplei dan kebutuhan
oksigen.
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ... x jam klien dapat
beraktivas dengan normal secara mandiri dengan criteria hasil: klien mampu tanpa
dibantu dalam beraktivitas.
Rencana tindakan:
1) Kaji tanda-tanda vital
Rasional: mengenal dan memudahkan dalam melakukan tindakan
keperawatan.
2) Observasi kehilangan/gangguan keseimbangan gaya jalan dan kelemahan otot

14
Rasional: Untuk mengetahui adakah kelemahan otot yang diderita oleh klien.
3) Anjurkan klien istirahat bila terjadi kelelahan dan kelemahan,anjurkan pasien
melakukan aktivitas semampunya
Rasional: Agar klien dapat beristirahat dengan tenang dan dapat beraktivitas
kembali.
4) Bantu klien dalam melakukan aktivitas dan dekatkan alat-alat yang diperlukan
oleh klien.
Rasional: Agar menghindari resiko klien jatuh.
5) Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian terapi infuse.
Rasional: Mengganti cairan dan elektrolit secara adekuat.
4. Resiko infeksi b.d Pemajanan terhadap pathogen lingkungan.
Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan selama … x …jam infeksi tidak
terjadi dengan kriteria hasil:

 Pasien akan memperlihatkan tekhnik cuci tangan yang cermat.

 Pasien akan bebas dari proses infeksi nosokomial selama perawatan di rumah
sakit.

 Pasien akan memperlihatkan pengetahuan tentang faktor-faktor risiko yang


berkaitan dengan infeksi dan melakukan tindakan pencegahan yang tepat untuk
mencegah infeksi.
Rencana tindakan
1) Pantau tanda dan gejala infeksi
Rasional: untuk mengetahui ada tidaknya proses infeksi

2) Pantau hasil laboratorium, Pantau suhu pasien

Rasional: leukosit yang meningkat dan peningkatan suhu tubuh yang tidak
diperkirakan merupakan tanda dari infeksi.

3) Gunakan teknik antiseptik bila melakukan tindakan kepada klien.

Rasional: Mencegah infeksi silang.

4) Tekankan perlunya mencuci tangan secara teratur /menyeluruh sebelum dan


saat memegang makanan , setelah toileting.

15
Rasional: Banyak virus seperti sitomegalovirus (CMV) dapat diekskresi dalam
urin selama lebih dari 4 tahun setelah pemajanan dan kemungkinan
ditransmisikan melalui higienik yang buruk.

5. Konstipasi b.d mengabaikan dorongan untuk defekasi akibat nyeri selama eliminasi.
Tujuan: pasien dapat defekasi dengan teratur (setiap hari)
Kriteria hasil: Defekasi dapat dilakukan satu kali sehari, Konsistensi feses lembut,
Eliminasi feses tanpa perlu mengejan berlebihan
Rencana tindakan:

1) Tentukan pola defekasi bagi klien dan latih klien untuk menjalankannya.
Rasional: Untuk mengembalikan keteraturan pola defekasi klien.
2) Atiur waktu yang tepat untuk defekasi klien seperti sesudah makan.
Rasional: Untuk memfasilitasi refleks defekasi.
3) Berikan cakupan nutrisi berserat sesuai dengan indikasi.
Rasional: Nutrisi serat tinggi untuk melancarkan eliminasi fekal.
4) Berikan cairan jika tidak kontraindikasi 2-3 liter per hari.
Rasional: Untuk melunakkan eliminasi feses.
6. Ansietas b.d. rencana pembedahan dan malu
Tujuan: setelah diberikan penjelasan klien diharapkan tidak cemas lagi dengan
kriteria hasil: pasien mengatakan kecemasan berkurang, pasien berpartisipasi aktif
dalam perawatan.
Rencana tindakan:
1) Kaji tingkat kecemasan.
Rasional: Menentukan tingkat kecemasan untuk menentukan tindakan yang
tepat.
2) Kaji tingkat pengetahuan pasien tentang pembedahan.
Rasional: Menentukan informasi yang akan diberikan.
3) Berikan kesempatan pasien untuk mengungkapkan perasaannya.
Rasional: Mengurangi kecemasan.
4) Dampingi dan dengarkan pasien.
Rasional: Meningkatkan rasa percaya dan rasa aman sehingga mengurangi
cemas.

16
5) Libatkan keluarga atau pasien lain yang menderita penyakit yang sama untuk
memberikan dukungan.
Rasional: Sebagai support sistem dan mengurangi rasa malu.
6) Anjurkan pasien untuk mengungkapkan kecemasannya.
Rasional: Untuk mengurangi cemas.
7) Kolaborasi dengan dokter untuk penjelasan prosedur operasi.
Rasional: Pengetahuan yang cukup tentang prosedur operasi akan mengurangi
cemas.
8) Kolaborasi untuk terapi anti cemas (bila perlu).
Rasional: Mengurangi cemas.

17

Anda mungkin juga menyukai