Anda di halaman 1dari 19

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia adalah Negara yang secara umum memiliki iklim tropis

dimana wilayah ini termasuk daerah tropis lembab atau basah yang kaya akan

tumbuhan dan tanaman tropis. Serangga merupakan organisme terbesar

didunia yang terdapat hampir berbagai tempat habitat yaitu didarat, dalam air,

tanah, udara, pepohonan, biji-bijian, tubuh manusia dan hewan (Sembel,

2010).

Serangga merupakan golongan hewan yang dominan di muka bumi

sekarang ini. Dalam jumlah, mereka melebihi semua hewan melata daratan

lainnya dan praktis mereka terdapat di mana-mana. Beberapa ratus ribu yang

telah diuraikan dan beberapa pengarang percaya bahwa jumlah keseluruhan

jenis-jenis yang berbeda dapat mencapai 30 juta (Borror dkk, 1992). Serangga

dapat berpindah tempat secara aktif maupun pasif, perpindahan secara aktif

dilakukan oleh imago dengan cara terbang atau berjalan. Sedangkan secara

pasif dilakukan oleh faktor lain : tertiup angina tau terbawa pada tanaman

yang dipindahkan oleh manusia.

Menurut Fakhrah (2016) menyatakan bahwa serangga hidup sebagai

pemakan tumbuhan dan binatang kecil lainnya, bahkan ada yang menghisap

darah manusia dan mamalia. Kehidupan serangga sudah ada sejak 200 juta

tahun yang lalu, berkisar antara 2-3 juta spesies serangga yang telah
2

teridentifikasi. Diperkirakan jumlah serangga sebanyak 30-80 juta spesies

yang meliputi sekitar 50% dari keanekaragaman spesies di muka bumi. Selain

itu serangga juga memiliki keanekaragaman dalam bentuk ukuran, bentuk

tubuh, jumlah sayap, jumlah kaki, dan perilaku. Kesuksesan eksistensi

kehidupan serangga dibumi ini diduga berkaitan erat dengan rangka luar

(eksoskeleton) yang dimilikinya. Seperti kulit yang juga memiliki peran

sebagai rangka penunjang tubuhnya, ukuran serangga yang relative kecil

sedikit dan lebih muda dalam menghadapi musuhnya, serangga juga memiliki

kemampuan reproduksi yang lebih besar dalam jangka waktu yang singkat.

Selain itu serangga juga memiliki kemampuan untuk beradaptasi dengan

ekosistem tempat tinggalnya, sehingga dapat menyebabkan banyak jenis

serangga yang berperan sebagai hama tanaman.

Indonesia terletak di daerah tropik yang memiliki wilayah 750 juta

hektar dengan luas daratan 193 juta hektar (24,7%). Di atas daratan tersebut,

terdapat hutan seluas 143,9 juta hektar (kira-kira 75% dari luas daratan).

Wilayah hutan seluas itu sebagian besar berada di Kalimantan, Sumatra, Irian

jaya bagian timur, dan Jawa yang merupakan tipe hujan tropik. (Indriyanto,

2010). Menurut Marheni.,dkk (dalam Setia, 2012), hutan hujan tropis

memiliki keanekaragaman hayati yang sangat tinggi, dimana antara flora dan

fauna saling berinteraksi satu sama lain. Diantara hubungan interaksi yang ada

adalah hubungan saling menguntungkan ini akan membentuk ekosistem yang

seimbang.
3

Menurut SK dengan nomor SK. 425/Menlhk/Setjen/PLA.0/2016.

Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan tentang penetapan

kawasan hutan dengan tujuan khusus pada kawasan hutan lindung yang

terletak di Kabupaten Bengkulu Tengah, Provinsi Bengkulu seluas +_2.000

hektar sebagai Hutan Pendidikan dan Pelatihan Universitas Muhammadiyah

Bengkulu.

Berdasarkan survey awal, dikawasan Hutan Pendidikan dan Pelatihan

Universitas Muhammadiyah Bengkulu yang terletak di Kabupaten Bengkulu

Tengah, Provinsi bengkulu banyak ditemukan jenis-jenis serangga, sehingga

peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang Keanekaragaman Insecta

yang terdapat di sekitar Hutan Pendidikan dan Penelitian Universitas

Muhammadiyah Bengkulu Kabupaten Bengkulu Tengah.

B. Rumusan Masalah

Dari latar belakang yang sudah dijabarkan diatas maka permasalahan

dalam penelitian ini adalah:

1. Keanekaragaman Insecta apa sajakah yang terdapat disekitar Hutan

Pendidikan dan Penelitian Universitas Muhammadiyah Bengkulu

Kabupaten Bengkulu Tengah.

C. Batasan Masalah

Berdasarkan rumusan masalah tersebut , maka batasan masalah penelitian ini

adalah:
4

1. Serangga yang diteliti adalah serangga Insekta yang berada di Hutan

Pendidikan dan Penelitian Universitas Muhammadiyah Bengkulu

Kabupaten Bengkulu Tengah

2. Serangga yang masih berbentuk larva ataupun telur tidak termasuk

penelitian

3. Serangga yang menjadi sampel adalah serangga yang masuk perangkap.

D. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui Keanekaragaman

Insecta yang terdapat disekitar Hutan Pendidikan dan Penelitian Universitas

Muhammadiyah Bengkulu Kabupaten Bengkulu Tengah

E. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan untuk dapat memberikan informasi pada

masyarakat dan bagi pembaca mengenai Keanekaragaman Insecta yang

terdapat disekitar Hutan Pendidikan dan Penelitian Universitas

Muhammadiyah Bengkulu Kabupaten Bengkulu Tengah dan sebagai referensi

untuk peneliti selanjutnya.


5

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Biologi Serangga

Serangga tergolong dalam Filum Arthropoda, Sub Filum Mandibulata,

kelas insecta. Ruas yang membangun tubuh serangga terbagi atas tiga bagian

yaitu, kepala (caput), dada (toraks) dan perut (abdomen). Sesungguhnya

serangga terdiri dari 20 segmen. Enam Ruas terkonsolidasi membentuk

kepala, tiga ruas membentuk thoraks, dan 11 ruas membentuk abdomen

(jumar, 2000).

Menurut penafsiran para ahli, terdapat 713.500 jenis Arthropoda atau

sekitar 80 persen dari jenis hewan yang telah dikenal. Arthropoda (arthros =

ruas, podos = kaki) yang berarti hewan yang kakinya bersendi-sendi atau

beruas. Adapun ciri-ciri umum Arthropoda adalah mempunyai appendage atau

alat tambahan yang beruas, tubuhnya bilateral simetri yang terdiri dari

sejumlah ruas, tubuh terbungkus oleh zat khitin sehingga merupakan

eksoskeleton. Biasanya ruas-ruas tersebut ada bagian yang tida berkhitin,

sehingga mudah untuk digerakkan ( Hadi.dkk., 2009).

Serangga terdapat di seluruh dunia termasuk di daerah tundra Arktik,

gurun-gurun pasir, bahkan di benua Antartika. Banyaknya di semua tempat

tentu tidak selalu sama. Ada beberapa sebab yang dapat dikemukakan tetapi

yang terpenting ialah ketergantungan pada suhu-suhu optimal dalam


6

melaksanakan fungsi tubuh. Berlainan dengan mamalia dan burung , serangga

tidak dapat mengatur suhu tubuhnya dalam batas-batas tertentu yang sempit

dan umumnya hanya aktif kalau suhu-suhu luar cukup tinggi untuk

menghangatkan dan memungkinkan enzim bekerja lebih baik. Di dataran

rendah tropik yang selalu panas. Serangga selalu aktif sepanjang tahun. Tetapi

di daerah-daerah yang letaknya lebih jauh dari khatulistiwa. Keaktifan

serangga berlangsung lebih singkat. Sejalan dengan masa berlangsungnya


1/
musim panas. Diperkirakan sudah ada 4 juta spesies serangga yang sudah

dikenal dan jutaan lagi yang bertambah tiap tahun. Seluruhnya sudah ada

sekitar dua juta spesies. Ditaksir ada 350.000 spesies kumbang 120.000

spesies kupu-kupu. Lebih dari 75.000 spesies lalat dan kutu tanaman.

Mengenai jumlah spesies tidak ada kelompok hewan lain yang dapat

dibandingkan dengan serangga (Redaksi Ensiklopedi Indonesia, 2003). Jadi,

dapat disimpulkan bahwa serangga merupakan golongan hewan yang dominan

di muka bumi sekarang ini.

B. Morfologi Serangga

Kelas insekta merupakan kelompok hewan yang paling besar

jumlahnya, paling besar keanekaragamannya, dan paling luas daerah

sebarannya. Tubuh insekta dibagi ata 3 bagian : kepala (kaput), dada (toraks),

dan peut (abdomen) (Irianto, 2009).


7

1. Kepala (Caput)

Kepala serangga berbentuk kapsul. Batas antara segmen asli sudah

tidak tampak lagi kecuali sutura post-oksipetal yang terdapat di belakang

kepala. Kepala merupakan bangunan yang kuat yang dilengkapi dengan

alat mulut, antena dan mata sedangkan bagian dalamnya berisi otak yang

terlindung dengan baik. Bagian belakang kepala (posterior) dari

permukaannya terdapat lubang yang disebut: foramen magnum (Hadi.

dkk., 2009).

a. Alat Mulut

Alat mulut pada dasarnya terdiri dari 4 bagian, yaitu: labrum,

mandibula, maxilla, dan labium. Tetapi dari bermacam-macam jenis

serangga, alat mulutnya mempunyai struktur dan bentuk yang bermacam-

macam pula sesuai dengan cara memperoleh makanannya (Hadi. dkk.,

2009).

Menurut Jumar (2000), pada dasarnya bentuk mulut pada serangga

dapat digolongkan menjadi:

1. Mengigit-mengunyah, seperti pda Ordo Orthoptera, Coleopteran,

Isopteran, dan pada larva serangga

2. Menusuk-menghisap, seperti pada Ordo Homoptera dan Hemiptera

3. Menghisap, pada Ordo Lepidoptera

4. Menjilat-menghisap, pada Ordo Diptera


8

b. Antena

Serangga mempunyai sepasang antena yang terletak pada kepala

dan biasanya tampak seperti “benang” memanjang. Antena merupakan

organ penerima rangsang, seperti bau, rasa, raba dan panas. Pada dasarnya,

antena serangga terdiri atas tiga ruas. Ruas dasar dinamakan scape. Scape

ini masuk ke dalam daerah yang menyelaput (membraneus) pada kepala.

Ruas kedua dinamakan pedisel dan ruas berikutnya secara keseluruhan

dinamakan flagella (tunggal = flagelium) (Jumar, 2000).

c. Mata Majemuk dan Mata Tunggal (Ocelli)

Menurut Jumar (2000), serangga sewasa memiliki 2 tipe mata,

yaitu mata tunggal dan mata majemuk. Mata tunggal dinamakan ocellus

(jamak:ocelli). Mata tunggal dapat dijumpai pada larva, nimfa, maupun

pada serangga dewasa. Mata majemuk sepasang dijumpai pada serangga

dewasa dengan letak masing-masing pada sisi kepala dan posisinya sedikit

menonjol ke luar, sehingga mata majemuk ini mampu menampung semua

pandangan dari berbagai arah. Mata majemuk (mata faset), terdiri atas

ribuan ommatida.

2. Dada (Toraks)

Toraks merupakan bagian (tagma) dari tubuh serangga yang

dihubungkan dengan kepala oleh semacam leher yang disebut serviks.

Toraks terdiri dari 3 segmen yaitu : protoraks, mesotoraks, dan matatoraks

(Jumar, 2000). Satu pasang spirakel yang terbuka ke sistem pernapasan


9

terdapat di antara protoraks dan mesotoraks. Dua segmen toraks, yaitu

mesotoraks, dan metatoraks, dapat memiliki masing-masing satu pasang

sayap yang berfungsi untuk terbang. Namun, ada ordo-ordo serangga yang

tidak bersayap (subkelas Apterygota) seperti anggota-anggota dari Ordo

Protura, Ordo Diplura, Ordo Collembola dan Ordo Thysanura, dan

beberapa anggota subkelas Pterygota yang sayap-sayapnya sangat

diperkecil atau tidak ada, seperti anggota-anggota Ordo Mallophaga, Ordo

Anoplura, Ordo Siphonaptera, dan beberapa anggota dari Ordo Diptera.

Fungsi utama sayap adalah untuk pergerakan, yaitu terbang, dan ada juga

yang berfungsi untuk melindungi tubuh, seperti pada sayap depan

kumbang (Sembel, 2010).

a. Sayap

Sayap merupakan pertumbuhan daerah tergum dan pleura. Sayap

terdiri dari dua lapis kutikula yang dihasilkan oleh sel epidermis yang

segera hilang. Di antara kedua lipatan tersebut terdapat berbagai cabang

tabung pernafasan (trakea). Tabung ini mengalami penebalan sehingga

dari luar tampak seperti jari-jari sayap. Selain berfungsi sebagai

pembawa oksigen ke jaringan, juga sebagai penguat sayap. Jari-jari

utama disebut jari-jari membujur yang juga dihubungkan dengan jari-jari

melintang (cross-vein). Jari-jari sayap ini mempunyai pola yang tetap

dank has untuk setiap kelompok dan jenis tertentu dan dengan adanya

sifat ini akan mempermudah dalam mendeteminasi serangga (Hadi

dkk.,2009). Berdasarkan Jumar (2000), Serangga merupakan satu-


10

satunya binatang invertebrata yang memiliki sayap. Adanya sayap

memungkinkan serangga dapat lebih cepat menyebar (mobilitas) dari satu

tempat ke tempat lain dan menghindar dari bahaya yang mengancamnya.

b. Tungkai/kaki

Menurut Hadi dkk, (2009), tungkai-tungkai thoraks serangga

bersklerotisasi (mengeras) dan selanjutnya dibagi menjadi sejumlah ruas.

Secara khas, terdapat 6 ruas pada kaki serangga. Ruas yang pertama yaitu

koksa yang merupakan ruas dasar; trokhanter, satu ruas kecil (biasanya

dua ruas) sesudah koksa; femur, biasanya ruas pertama yang panjang pada

tungkai; tibia, ruas kedua yang panjang; tarsus, biasanya beberapa ruas

kecil di belakang tibia; pretarsus, terdiri dari kuku-kuku dan berbagai

struktur srupa bantalan atau serupa serta pada ujung tarsus. Sebuah

bantalan atau gelambir antara kuku-kuku biasanya disebut pulvili.

3. Perut (Abdomen)

Pada umumnya, abdomen pada serangga terdiri dari 11 segmen.

Tiga segmen dorsal yang disebut tergum dan skleritnya disebut tergit,

sklerit ventral atau sternum adalah sternit dan sklerit pada daerah iateral

atau pleuron disebut pleurit. Lubang-lubang pernapasan tersebut spirakel

dan terletak di pleuron. Alat kelamin serangga terletak pada segmen

abdomen ke 8 dan 9, di mana segmen-segmen ini mempunyai kekhususan

sebgai alat untuk kopulasi dan peletakan telur. Alat kopulasi pada serangga

jantan dipergunakan untuk menyalurkan spermatozoa dari testes ke

spermateka serangga betina. Bagian ini disebut aedeagus. Pada serangga


11

betina, bagian yang menerima spermatozoa disebut spermateka. Di tempat

ini sperma dapat hidup sampai lama dan dikeluarkan sewaktu-waktu

pembuahan (Hadi dkk., 2009).

C. Klasifikasi Serangga

Filum Arthropoda (Yunani: arthros = sendi atau ruas; podos = kaki

atau tungkai), terdiri atas kelas Crustacea (udang, ketam), kelas Chilopoda

(kelabang), kelas Diplopoda (lipan atau kaki seribu), kelas Arachnida (laba-

laba, tunggu), dan kelas Insekta atau Heksapoda (Yunani: heksa = enam;

podos = kaki). Kelas insekta terdiri atas dua subkelas, yaitu subkelas

Apterygota (a = tanpa ; pteron = sayap) yang terdiri dari ordo Thysanura,

Diplura, Protura, Collembola, dan Microcoryphia. Subkelas yang berikutnya

adalah Pterygota, merupakan kelompok serangga yang bersayap (Jumar,

2000).

Menurut Lilies (1991), ciri-ciri serangga yaitu tubuh terbagi menjadi

tiga bagian: Kepala, thorak, dan abdomen , ciri-cirinya mempunyai sepasang

antenna, kaki tiga pasang, sayap 1-2 pasang, alat mulut terdiri atas satu pasang

medulla (rahang), satu pasang maxilla (letak dibelakang rahang), labium

(bibir), hypopharinx (lidah). Kelas insekta dibedakan menjadi dua subkelas

yaitu:
12

1. Sub-klas Apterygota, ciri-cirinya merupakan serangga primitif, ukuran

kecil, tidak bersayap sejak nenek moyang, mempunyai alat 1tambahan

seperti style pada ujung abdomen , metamorfosa sederhana (ametabola)

2. Sub-klas Pterygota, ciri-cirinya umumnya bersayap, adapula yang tidak

bersayap tetapi tidak sejak dari nenek moyang , tidak mempunyai alat

tambahan seperti style, metamorfosa sederhana-sempurna (metoda).

Serangga yang termasuk kedalam kelas Apterigota ada lima ordo yaitu

ordo Protura, Diplura, Collembola, Thysanura dan Microcorphia. Sedangkan

yang sub kelas Pterygota berjumlah 22 ordo yaitu Odonata, Ephimeroptera,

Orthoptera, Isoptera, Psocoptera (kutu buku), Dermaptera, Embrioptera,

Zoraptera, Plecoptera, Mallophaga, Anoplura, Hemiptera, Homoptera,

Thysanoptera, Neuroptera, Mecoptera, Tricoptera, Lepidoptera, Diptera,

Siphonaptera, Coleoptera, Strepsiptera, dan Hymenoptera (Jumar, 2000).

D. Faktor yang Mempengaruhi Kehidupan Serangga

Menurut Jumar (2000), secara garis besar ada tiga faktor yang

mempengaruhi kehidupan serangga yaitu: faktor fisik, faktor makanan, dan

faktor hayati,ketiga faktor ini bekerja dan bertindak bersama-sama dalam

mempengaruhi kehidupan serangga. Faktor-faktor tersebut setiap waktu dapat

berubah-ubah baik secara mendadak ataupun perlaahan-lahan, perubahan

sering kali menghambat perubahan populasi serangga.


13

1. Faktor Fisik

Faktor fisik ini lebih banyak berpengaruh terhadap serangga

disbanding terhadap binatang lainnya. Faktor tersebut seperti suhu, kisaran

suhu, kelembaban/hujan, cahaya/warna/bau, angin dan topografi.

a. Suhu dan Kisaran Suhu

Serangga memiliki kisaran suhu tertentu dimana dia dapat hidup.

Diluar kisaran suhu tersebut serangga akan kedinginan atau kepanasan.

Pengaruh suhu ini jelas terlihat pada proses fisiologis serangga. Pada suhu

tertentu aktifitas serangga tinggi, akan tetapi pada suhu lain akan

berkurang (menurun). Pada umumnya kisaran suhu yang efektif adalah

suhu minimum 15oC, suhu optimum 25oC, dan suhu maksimum 45oC.

b. Kelembaban / Hujan

Kelembaban dalam bahasan ini adalah kelembaban tanah, udara

dan tempat hidup serangga dimana merupakan faktor penting yang

mempengaruhi distribusi, kegiatan dan perkembangan serangga. Dalam

kelembaban yang sesuai serangga biasanya lebih tahan terhadap suhu

ekstrim.

c. Cahaya/Warna/Bau

Beberapa aktivitas serangga dipengaruhi oleh responnya terhadap

cahaya, sehingga timbul jenis serangga yang aktip pada pagi, siang, sore,

atau malam hari. Cahaya matahari dapat mempengaruhi aktivitas dan


14

distribusi lokalnya. Serangga yang bersifat diurnal, yakni aktif pada siang

hari mengunjungi bunga, meletakkan telur atau makan pada bagian-bagian

tanaman, misalnya walang sangit, ereng coklat dan belalang besar. Jika

serangga aktif pada malam hari disebut nocturnal misalnya ulat grayak.

Sejumlah serangga juga ada yang tertarik terhadap cahaya lampu atau api

misalnya, Scirpophaga innotata, S. Incertula, dan Sesamia inferens.

d. Angin

Angin berperan dalam membantu penyebaran serangga, terutama

bagi serangga yang berukuran kecil misalnya Apid (Homoptera;

Aphididae) dapat terbang terbawa oleh angin sampai sejauh 1.300km. kutu

loncat lamtoro, Heteropsylla cubana (Homoptera; Psyllidae), dapat

menyebar dari satu tempat ke tempat lain dengan bantuan angin. Selain itu,

angin juga mempengaruhi kandungan air dalam tubuh serangga, karena

angin mempercepat penguapan dan penyebaran udara.

2. Faktor Makanan

Makanan merupakan sumber gizi yang dipergunakan oleh serangga

untuk hidup dan berkembang, jika makanan tersedia dengan kualitas yang

cocok dan kuantitas yang cukup, maka populasi serangga akan naik

dengan cepat, sebaliknya jika keadaan makanan kurang maka populasi

serangga juga akan menurun.


15

3. Faktor Hayati

Faktor hayati adalah faktor-faktor hidup yang ada di lingkungan

yang berupa serangga, binatang lainnya, bakteri, jamur, virus dan lain-lain.

Organisasi tersebut dapat mengganggu atau menghambat

perkembangbiakan serangga, karena membunuh atau menekannya, faktor-

faktor tersebut antara lain adalah predator, parasitoid, patogen, dan

kompetisi, dan juga ada yang memarasit atau menjadi penyakit atau karena

bersaing (berkompetisi) dalam mencari makanan atau berkompetisi dalam

gerak ruang lingkup (Jumar, 2000:96).


16

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan februari sampai dengan

maret 2019. Di Kabupaten Bengkulu Tengah, Provinsi Bengkulu dengan luas

hutan +_2.000 hektar sebagai Hutan Pendidikan dan Pelatihan Universitas

Muhammadiyah Bengkulu. Indentifikasi dilakukan di laboratorium biologi

universitas muhammadiyah Bengkulu.

B. Alat dan Bahan Penelitian

Alat yang digunakan adalah Termohygrometer, buku tulis, pena,

kamera, kaca pembesar, pinset, penggaris, dan jaring serangga (Insect net),

botol, kantong plastik, kertas koran, alat suntik, kertas label. Bahan yang

dipergunakan dalam penelitian yaitu Alkohol 70% dan formalin dengan

konsentrasi 4%, klorofom (zat pingsan).

C. Metode Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan melakukan servey langsung

kelapangan. Pengambilan data setiap serangga di lakukan dengan

menggunakan metode jelajah yaitu menjelajahi lokasi penelitian sambil


17

menangkap serangga bersayap ataupun tidak bersayap yang ditemukan dengan

menggunakan jaring serangga (insecnet)..

D. Tehnik Pengumpulan Data

1. Di Lapangan

a. Pengambilan sampel dilakukan langsung ke tempat penelitian

b. Penangkapan dilakukan di lokasi penelitian pada waktu pagi hari pukul

08.00-11.00 wib dan siang hari pukul 13.00-17.00 wib. Alasan

penangkapan pada pagi hari karena serangga ini paling aktif mencari

makan pada waktu bunga banyak mengeluarkan cairan yang berupa

madu. Sedangkan penangkapan pada siang hari dilakukan karena

serangga selalu terbang pada siang hari dan istirahat pada malam hari.

(jumar,2000).

c. Serangga yang ada ditanah, di batang dan di daun di daerah areal jika

memungkinkan di tangkap dengan tangan, serangga yang berukuran

kecil di tangkap dengan tangan dan di amati dengan lup.

d. Serangga yang tertangkap harus segera dibawa dengan cara di bius

bagi serangga yang besar harus dibius dengan kloroform. Caranya

serangga di masukkan kedalam botol yang ditutup rapat, kemudian

kedalamnya di masukkan kapas yang sudah di basahi klorofrom.

Tungg beberapa menit maka seranngga itu akan mati setelah serangga

tersebut mati lalu dipisahkan menurut kesamaan jenisnya, dan masing-

masing di masukkan kedalam yang telah disiapkan. Sedangkan

serangga yang relative kecil cukup di rendam saja dengan larutan


18

alkhol, untuk serangga yang berukuran cukup besar dengan

menyuntikkan formalin ke dalam tubuh serangga.

2. Di Laboratrium

Kegiatan di laboratorium yaitu melakukan identifikasi jenis jenis

serangga yang diperoleh. Serangga tersebut sebelum diidentifikasi terlebih

dahulu di buat insektarium, difoto, kemudian diidentifikasi dengan

menggunakan alat seperti: kaca pembesar (luv), pinset, dan alat-alat yang

digunakan untuk mengamati morfologi jenis-jenis serangga. Untuk

identifikasi jenis-jenis serangga di gunakan buku panduan sebagai acuan

untuk identifikasi dan determinasi yaitu: Kunci Determinasi Serangga,

Lilies (1991), Entomologi Pertanian, Jumar (2000), Pengendalian Hayati

Hama-Hama Serangga Tropis Hayati, Sembel (2010), Pengenalan

Serangga Edisi Ke-enam, Borror (1992), Biologi Insekta Entmologi, Hadi

Dkk (2009).

3. Pengukuran Faktor Ekologi

1) Suhu

Untuk mengukur Suhu (temperature) tanah di gunakan “thermometer

tanah” sebelum thermometer ditancapkan ditanah, terlebih dahulu

permukaan tanah di lubangi hingga kedalaman kurang lebih 5 cm.

biarkan selama 15 menit, selanjutnya skala yang tertera pada

thermometer tersebut dicatat.

2) pH tanah
19

Pengukuran pH tanah dilakukan dengan menggunakan

“Soil tester” dengan cara di tancapkan ke tanah, selama 5 menit,

kemudian skala pH yang tertera pada “Soil tester” tersebut dicatat

E. Analisis Data

Menurut Siregar Dkk (dalam Putra, 1994). Keanekaragaman jenis

adalah sifat komunitas yang memperlihatkan tingkat keanekaragaman jenis

organisme yang ada di dalamnya. Rumus indeks keanekaragaman jenis

Shannon-Winner, adalah :

𝑛𝑖 𝑛𝑖
H1= -∑ 𝑁 log 𝑁

Dengan :

H = Indeks Keanekaragaman Shannon-Winner

Ni = Jumlah individu dari satu jenis i

N = Jumlah total individu seluruh jenis

Besarnya indeks keanekaragaman jenis Shannon-Winner didefinisikan sebagai

berikut :

a. Nilai H1> 3 = keanekaragaman spesies tinggi

b. Nilai H1 1 ≤ H1 ≤ 3 = keanekaragaman sedang

c. Nilai H1, 1 = keanekaragaman rendah

Anda mungkin juga menyukai