Anda di halaman 1dari 9

MEKANIKA BATUAN

Mekanika batuan adalah salah cabang disiplin ilmu geomekanika.


Mekanika batuan merupakan ilmu yang mempelajari sifat-sifat mekanik batuan
dan massa batuan. Hal ini menyebabkan mekanika batuan memiliki peran yang
dominan dalam operasi penambangan, seperti pekerjaan penerowongan,
pemboran, penggalian, peledakan dan pekerjaan lainnya.
Sehingga untuk mengetahui sifat mekanik batuan dan massa batuan
dilakukan berbagai macam uji coba baik itu dilaboratorium maupun dilapangan
langsung atau secara insitu.
Untuk mengetahui sifat mekanik batuan dilakukan beberapa percobaan
seperti uji kuat tekan uniaksial, uji kuat tarik, uji triaksial dan uji tegangan insitu.
Mekanika batuan sendiri mempunyai karakteristik mekanik yang diperoleh
dari penelitian ini adalah kuat tekan batuan (σt), kuat tarik batuan (σc ), Modulus
Young (E), Nisbah Poisson (v), selubung kekuatan batuan (strength envelope),
kuat geser (τ), kohesi (C), dan sudut geser dalam (φ).
Masing-masing karakter mekanik batuan tersebut diperoleh dari uji yang
berbeda. Kuat tekan batuan dan Modulus Young diperoleh dari uji kuat tekan
uniaksial. Pada penelitian ini nilai kuat tekan batuan dan Modulus Young diambil
dari nilai rata-rata hasil pengujian lima contoh batuan. Untuk kuat tarik batuan
diperoleh dari uji kuat tarik tak langsung (Brazillian test). Sama dengan uji kuat
tekan uniaksial, uji kuat tarik tak langsung menggunakan lima contoh batuan
untuk memperoleh kuat tarik rata-rata. Sedangkan selubung kekuatan batuan, kuat
geser, kohesi, dan sudut geser dalam diperoleh dari pengujian triaksial
konvensional dan multitahap.
Selain mengamati sifat mekanik atau dinamik dari batuan dalam praktikum
ini juga akan diamati sifat fisik batuan tersebut, dengan mengamati bobot dan
masa jenisnya dalam beberapa keadaan.
A. Uji Kuat Tekan Uniaksial ( UCS )
Penekanan uniaksial terhadap contoh batuan selinder merupakan uji sifat
mekanik yang paling umum digunakan. Uji kuat tekan uniaksial dilakukan untuk
menentukan kuat tekan batuan (σt ), Modulus Young (E), Nisbah Poisson (v) , dan
kurva tegangan-regangan. Contoh batuan berbentuk silinder ditekan atau dibebani
sampai runtuh. Perbandingan antara tinggi dan diameter contoh silinder yang
umum digunakan adalah 2 sampai 2,5 dengan luas permukaan pembebanan yang
datar, halus dan paralel tegak lurus terhadap sumbu aksis contoh batuan. Dari
hasil pengujian akan didapat beberapa data seperti:
1. Kuat Tekan Batuan (σc)
Tujuan utama uji kuat tekan uniaksial adalah untuk mendapatkan nilai kuat
tekan dari contoh batuan. Harga tegangan pada saat contoh batuan hancur
didefinisikan sebagai kuat tekan uniaksial batuan dan diberikan oleh hubungan :
σc = F
A
Keterangan :
σc = Kuat tekan uniaksial batuan (MPa)
F = Gaya yang bekerja pada saat contoh batuan hancur (kN)
A = Luas penampang awal contoh batuan yang tegak lurus arah gaya (mm)
2. Modulus Young ( E )
Modulus Young atau modulus elastisitas merupakan faktor penting dalam
mengevaluasi deformasi batuan pada kondisi pembebanan yang bervariasi. Nilai
modulus elastisitas batuan bervariasi dari satu contoh batuan dari satu daerah
geologi ke daerah geologi lainnya karena adanya perbedaan dalam hal formasi
batuan dan genesa atau mineral pembentuknya. Modulus elastisitas dipengaruhi
oleh tipe batuan, porositas, ukuran partikel, dan kandungan air. Modulus
elastisitas akan lebih besar nilainya apabila diukur tegak lurus perlapisan daripada
diukur sejajar arah perlapisan (Jumikis, 1979).
Modulus elastisitas dihitung dari perbandingan antara tegangan aksial
dengan regangan aksial. Modul elastisitas dapat ditentukan berdasarkan
persamaan :
Е=Δσ……………………………………………………………..(2.2)
Δεa
Keterangan: E = Modulus elastisitas (MPa)
Δσ. = Perubahan tegangan (MPa)
Δεa = Perubahan regangan aksial (%)
Terdapat tiga cara yang dapat digunakan untuk menentukan nilai modulus
elastisitas yaitu :
Tangent Young’s Modulus, yaitu perbandingan antara tegangan aksial
dengan regangan aksial yang dihitung pada persentase tetap dari nilai kuat tekan.
Umumnya diambil 50% dari nilai kuat tekan uniaksial.
Average Young’s Modulus, yaitu perbandingan antara tegangan aksial dengan
regangan aksial yang dihitung pada bagian linier dari kurva tegangan- tegangan.
Secant Young’s Modulus, yaitu perbandingan antara tegangan aksial dengan
regangan aksial yang dihitung dengan membuat garis lurus dari tegangan nol ke
suatu titik pada kurva regangan-tegangan pada persentase yang tetap dari nilai
kuat tekan. Umumnya diambil 50% dari nilai kuat tekan uniaksial.
3. Nisbah Poisson ( Poisson Ratio )
Nisbah Poisson didefinisikan sebagai perbandingan negatif antara
regangan lateral dan regangan aksial. Nisbah Poisson menunjukkan adanya
pemanjangan ke arah lateral (lateral expansion) akibat adanya tegangan dalam
arah aksial. Sifat mekanik ini dapat ditentukan dengan persamaan :
V= – ε l ……………………………………………………………………….(2.3)
εa
Keterangan:
V = Nisbah Poisson
ε l = regangan lateral (%)
εa= regangan aksial (%)
Pada uji kuat tekan uniaksial terdapat tipe pecah suatu contoh batuan pada
saat runtuh. Tipe pecah contoh batuan bergantung pada tingkat ketahanan contoh
batuan dan kualitas permukaan contoh batuan yang bersentuhan langsung dengan
permukaan alat penekan saat pembebanan.
Kramadibrata (1991) mengatakan bahwa uji kuat tekan uniaksial menghasilkan
tujuh tipe pecah, yaitu :
a. Cataclasis
b. Belahan arah aksial (axial splitting)
c. Hancuran kerucut (cone runtuh)
d. Hancuran geser (homogeneous shear)
e. Hancuran geser dari sudut ke sudut (homogeneous shear corner to corner)
f. Kombinasi belahan aksial dan geser (combination axial dan local shear)
g. Serpihan mengulit bawang dan menekuk (splintery union-leaves and buckling)
B. Uji Kuat Tarik Tak Langsung ( Brazilian Test )
Sifat mekanik batuan yang diperoleh dari uji ini adalah kuat tarik batuan
(σt).
Ada dua metode yang dapat dipergunakan untuk mengetahui kuat tarik
contoh batuan di laboratorium, yaitu metode kuat tarik langsung dan metode kuat
tarik tak langsung. Metode kuat tarik tak langsung merupakan uji yang paling
sering digunakan. Hal ini disebabkan uji ini lebih mudah dan murah daripada uji
kuat tarik langsung. Salah satu uji kuat tarik tak langsung adalah Brazilian test.
Pada uji brazilian, kuat tarik batuan dapat ditentukan berdasarkan persamaan:
σt= 2.F……………………………………………………………………….(2.4)
π.D.L
Keterangan :
σt = Kuat tarik batuan (MPa)
F = Gaya maksimum yang dapat ditahan batuan (KN)
D = Diameter contoh batuan (mm)
L = Tebal batuan (mm)
Uji Kecepatan Rambat Gelombang Ultrasonik
Uji kecepatan rambat gelombang ultrasonik dilakukan untuk menentukan
cepat rambat gelombang ultrasonik yang merambat melalui contoh batuan. Pada
uji ini, waktu tempuh gelombang primer yang merambat melalui contoh batuan
diukur dengan menggunakan Portable Unit Non-destructive Digital Indicated
Tester (PUNDIT). Kecepatan rambat gelombang primer ditentukan melalui
persamaan 2.5.
Vp= L ……………………………………………………………………….(2.5)tp
Keterangan:
L = panjang contoh batuan yang diuji (m)
Vt= waktu tempuh gelombang ultrasonik primer (detik)
tp = cepat rambat primer atau tekan (m/detik)
Cepat rambat gelombang ultrasonik yang merambat di dalam batuan
dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu: ukuran butir dan bobot isi, porositas dan
kandungan air, temperature kehadiran bidang lemah.
1.c.i. Ukuran butir dan bobot isi
Batuan yang memiliki ukuran butir halus atau kecil memiliki cepat rambat
gelombang lebih besar daripada batuan dengan ukuran butir kasar atau besar. Hal
ini disebabkan karena batuan berbutir kasar akan memberikan ruang kosong antar
butir lebih besar dibandingkan batuan berbutir halus. Ruang kosong inilah yang
menyebabkan cepat rambat gelombang menurun karena tidak ada media
perambatannya. Sama halnya dengan ukuran butir, batuan berbutir halus memiliki
bobot isi yang lebih padat dibandingkan batuan berbutir kasar. Karena kerapatan
antar butir yang tinggi dan sedikitnya ruang kosong yang dimiliki batuan. Oleh
karena itu, batuan yang memiliki bobot isi tinggi memiliki cepat rambat
gelombang yang tinggi.
1. Porositas dan kandungan air
Porositas merupakan banyaknya rongga dalam suatu batuan terhadap
volume keseluruhan. Jadi semakin tinggi nilai porositas akan menunjukan
semakin banyak rongga atau ruang kosong di dalam batuan. Sehingga dapat
disimpulkan bahwa semakin tinggi porositas maka cepat rambat gelombang akan
semakin kecil. Kandungan air dalam batuan yang cenderung berpori akan
merubah kecepatan rambat gelombang di dalam batuan tersebut. Pada nilai
porositas tertentu, kecepatan rambat gelombang akan bertambah besar karena
terjadinya peningkatan derajat
kejenuhan air. Hal ini terjadi karena kecepatan rambat gelombang di dalam air
jauh lebih besar dari di udara.
2.Temperatur
Kecepatan rambat gelombang ultrasonik juga diperngaruhi. Temperatur
tinggi pada saat pengujian akan menurunkan cepat rambat gelombang yang
merambat melalui contoh batuan.
3. Kehadiran bidang lemah
Bidang lemah yang berada didalam batuan akan mempengaruhi cepat
rambat gelombang ultrasonik. Bidang lemah yang merupakan bidang batas antara
dua permukaan akan menhadirkan ruang kosong berisi udara. Ruang kosong ini
akan memperlambat cepat rambat gelombang ultrasonik. Dengan demikian,
kehadiran bidang lemah akan menurunkan cepat rambat gelombang yang
merambat melalui batuan.
Pengujian Point Load ( Point Load Test )
Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui kekuatan ( strength ) dari
percontoh batu secara tidak langsung dilapangan. Percontoh batuan dapat
berbentuk silinder.
Peralatan yang digunakan mudah dibawa-bawa, tidak begitu besar dan
cukup ringan. Pengujian cepat, sehingga dapat diketahui kekuatan datuan
dilapangan, sebelum pengujian dilaboratorium dilakukan.
Dari pengujian ini didapat :
Is = P
D2
Dimana : Is = Point load strength index ( Index Franklin )
P = Beban maksimum sampai percontoh pecah
D = Jarak antara dua konus penekan
Hubungan antara index franklin (Is) dengan kuat tekan (σt) menurut
BIENIAWSKI sebagai berikut:
σc = 18 – 23 Is untuk diameter percontoh = 50 mm. Jika Is = 1 MPa maka index
tersebut tidak lagi mempunyai arti sehingga disarankan untuk menggunakan
pengujian lain dalam penentuan kekuatan ( strength ) batuan.
Uji triaxial
Tujuan utama uji triaksial adalah untuk menentukan kekuatan batuan
padakondisi pembebanan triaksial melalui persamaan kriteria keruntuhan. Kriteria
keruntuhan yang sering digunakan dalam pengolahan data uji triaksial adalah
criteria Mohr-Coulomb. Hasil pengujian triaksial kemudian diplot kedalam kurva
Mohr- Coulomb sehingga dapat ditentukan parameter-parameter kekuatan batuan
sebagai berikut:
1. Strength envelope (kurva intrinsik)
2. Kuat geser (Shear strength)
3. Kohesi (C)
4. Sudut geser dalam (φ)
Pada pengujian triaksial, contoh batuan dimasukkan kedalam sel triaksial,
diberi tekanan pemampatan (σ3), dan dibebani secara aksial (σ1), sampai runtuh.
Pada uji ini, tegangan menengah dianggap sama dengan tekanan pemampatan
(σ3= σ1).
Alat uji triaksial yang digunakan merupakan merujuk pada alat triaksial yang
dikembangkan oleh Von Karman pada tahun 1911 (Gambar 2.4). Di dalam
apparatus ini, tekanan fluida berfungsi sebagai tekanan pemampatan (σ3 ) yang
diberikan kepada contoh batuan. Fluida dialirkan dengan menggunakan pompa
hidraulik dan dijaga agar selalu konstan.
Pada mulanya, beban aksial merupakan instrumen utama yang mengendalikan
uji ini. Namun dengan perkembangan teknologi masa kini sudah memungkinkan
untuk mengendalikan uji ini melalui kontrol beban atau deformasi yang dialami
contoh batuan, bahkan dengan menggunakan katup servo, regangan aksial dan
tekanan pori dapat juga diatur besarnya. Untuk penelitian ini, digunakan mesin
tekan Control seri 85060715 CAT C25/B tanpa katup servo.
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Uji Triaksial
1. Tekanan pemampatan
Tekanan pemampatan merupakan faktor yang sangat mempengaruhi dalam
uji triaksial. Besarnya tegangan aksial pada saat contoh batuan runtuh saat
pengujian triaksial selalu lebih besar daripada tegangan aksial saat contoh batuan
runtuh pada pengujian kuat tekan uniaksial. Hal ini disebabkan karena adanya
penekanan (pemampatan) dari arah lateral dari sekeliling contoh batuan pada uji
triaksial. Berbeda pada pengujian kuat tekan uniaksial, tekanan pemampatannya
adalah nol (zero confining pressure), sehingga tegangan aksial batuan lebih kecil.
Berdasarkan penelitian Von Karman (1911) pada batuan marbel Carrara dapat
dilihat dengan adanya tekanan pemampatan pada contoh batuan mengakibatkan
kenaikan tekanan aksial dan bersifat lebih ductile. menunjukkan semakin
tingginya tegangan puncak (peak) jika tekanan pemampatannya semakin besar.
2. Tekanan pori
Dari penelitian Schwartz pada tahun 1964 yang mempelajari tentang
tekanan pori pada uji triaksial terhadap batuan sandstone (lihat Gambar 2.6).
Dapat disimpulkan bahwa naiknya tekanan pori akan menurunkan kekuatan
batuan.
3. Temperatur
Secara umum, kenaikan temperatur menghasilkan penurunan kuat tekan
batuan dan membuat batuan semakin ductile. Gambar 2.7 menunjukkan kurva
tegangan diferensial (deviatoric stress, σ3-σ1) – regangan aksial untuk batuan
granit pada tekanan pemampatan 500 MPa dan pada temperatur yang berbeda-
beda. Pada temperatur kamar, sifat batuan adalah brittle, tetapi pada temperatur
800 0C batuan hampir seluruhnya ductile. Efek temperatur terhadap tegangan
diferensial saat runtuh untuk setiap tipe batuan adalah berbeda. Pada penelitian
ini, pengaruh temperature diabaikan.
4. Laju deformasi
Kenaikan laju deformasi secara umum akan menaikkan kuat tekan batuan.
Hal ini terbukti dari penelitian-peneliatian terdahulu. Pada tahun 1961,
Serdengecti dan Boozer melakukan penelitian tentang pengaruh kenaikan laju
deformasi pada uji triaksial. Dari penelitian mereka pada batuan limestone dan
gabbro solenhofen,
4. Bentuk dan Dimensi contoh batuan
Bentuk contoh batuan pengujian triaksial sama seperti uji kuat tekan
uniaxial bentuk silinder. Semakin bertambahnya ukuran contoh batuan,
kemungkinan tiap contoh batuan dipengaruhi oleh bidang lemah akan semakin
besar. Oleh karena itu, semakin besar contoh batuan yang akan diuji, kekuatan
contoh batuan tersebut akan berkurang. Variasi perbandingan panjang terhadap
diameter contoh batuan ( /d) diketahui akan mempengaruhi kekuatan contoh
batuan. Kekuatan contoh batuan akan menurun seiring dengan menaiknya
perbandingan panjang terhadap diameter contoh batuan ( /d). Hal ini sesuai
dengan penelitian yang dilakukan Mogi pada tahun 1962.
Menurut ISRM (1972) untuk contoh batuan pada uji triaksial dan kuat
tekan uniaksial, perbandingan antara tinggi dan diameter contoh silinder yang
umum digunakan adalah 2 sampai 2,5 dengan area permukaan pembebanan yang
datar, halus dan paralel tegak lurus terhadap sumbu aksis contoh batuan.
5. Tipe Deformasi Batuan pada Uji Triaksial
Secara garis besar tipe deformasi yang terjadi saat contoh batuan runtuh
dapat dibedakan menjadi dua tipe, yaitu brittle fracture dan ductile fracture.
Serdengecti dan Boozer menyebutkan bahwa brittle fracture terjadi pada tekanan
pemampatan yang rendah, temperatur yang rendah dan laju deformasi yang besar.
Sebaliknya, ductile fracture lebih sering terjadi pada tekanan pemampatan yang
tinggi, temperatur yang tinggi dan laju deformasi yang rendah (Vutukuri, Lama &
Saluja, 1974). Griggs & Handin (1960) menjelaskan deformasi makroskopik yang
dialami batuan pada tekanan pemampatan yang tinggi dalam uji triaksial. Mereka
mendapati lima tipe deformasi yang terjadi yang dialami contoh batuan saat diberi
tekanan pemampatan yang tinggi dalam uji triaksial tersebut (lihat Gambar 2.9).

Anda mungkin juga menyukai