Anda di halaman 1dari 38

Undang-Undang Keselamatan Kerja : UU No.

1 Tahun 1970 tentang Keselamatan


Kerja.

LATAR BELAKANG.

1. VEILIGHEIDS REGLEMENT 1910 (VR 1910, Stbl No. 406) sudah tidak sesuai lagi

2. Perlindungan tenaga kerja tidak hanya di industri/ pabrik

3. Perkembangan teknologi/IPTEK serta kondisi dan situasi ketenagakerjaan

4. Sifat refresif dan polisional pada VR. 1910 sudah tidak sesuai lagi

DASAR HUKUM:

Pasal 27 ayat (2) UUD 1945 : Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan
penghidupan yang layak bagi kemanusiaan

UU No.14 Tahun 1969 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Mengenai ketenagakerjaan

Pasal 3 : Tiap tenaga kerja berhak atas pekerjaan dan penghasilan yang layak bagi
kemanusiaan

Pasal 9 : Tiap tenaga kerja berhak mendapat perlindungan atas keselamatan, kesehatan,
kesusilaan, pemeliharaan moril kerja serta perlakuan yang sesuai dengan martabat
manusia dan moral agama

Pasal 10 : Pemerintah membina norma perlindunggan tenaga kerja yang meliputi norma
keselamatan kerja, norma kesehatan kerja, norma kerja, pemberian ganti kerugian,
perawatan dan rehabilitasi dalam hal kecelakaan kerja.

TUJUAN

1. Tenaga kerja berhak mendapatkan perlindungan atas keselamatan dalam


pekerjaannya

2. Orang lain yang berada di tempat kerja perlu menjamin keselamatannya

3. Sumber-sumber produksi dapat dipakai secara aman dan efisien


Untuk melaksanakan tujuan dengan melalui :

1. Kampanye

2. Pemasyarakatan

3. Pembudayaan 4.Kesadaran dan kedisiplinan

UU NO. 1 TAHUN 1970 TENTANG KESELAMATAN KERJA

BAB I - ISTILAH

Pasal 1

(1)Tempat kerja :

 Ruangan/ lapangan.

 Tertutup/ terbuka

 Bergerak/ tetap

Unsur tempat kerja, ada :

 Pengurus

 Sumber bahaya

 usaha

(2)Pengurus ® pucuk pimpinan (bertanggung jawab/ kewajiban)

(3)Pengusaha

orang/ badan hukum yg menjalankan usaha atau tempat kerja

(4)Direktur

pelaksana UU No. 1/1970 (Kepmen No. 79/Men/1977)

(5)Pegawai pengawas

- peg. Pengawas ketenagakerjaan dan spesialis

(6)Ahli Keselamatan Kerja

tenaga teknis berkeahlian khusus dari luar Depnaker


BAB II - RUANG LINGKUP

Pasal 2

(1)Tempat kerja, dalam wilayah hukum R.I :

Darat, dalam tanah

Permukaan air, dalam air

Udara

(2)Rincian tempat kerja, terdapat sumber bahaya yg berkaitan dengan :

Keadaan mesin/ alat/ bahan

Lingkungan kerja

Sifat pekerjaan

Cara kerja

Proses produksi

(3)Kemungkinan untuk perubahan atas rincian tempat kerja

Syarat-syarat K3

Pasal 3

(1) Arah dan sasaran yang akan dicapai melalui syarat-syarat K3

(2) Pengembangan syarat-syarat K3 di luar ayat (1) ® IPTEK

Pasal 4

(1) Penerapan syarat-syarat K3 ® sejak tahap perencanaan s/d pemeliharaan

(2) Mengatur prinsip-prinsip teknis tentang bahan dan produksi teknis

(3) Kecuali ayat (1) dan (2) bila terjadi perkembangan IPTEK dapat ditetapkan lebih
lanjut
Pasal 5

(1) Direktur sebagai pelaksana umum

(2) Wewenang dan kewajiban :

 direktur (Kepmen No. 79/Men/1977)

 Peg. Pengawas (Permen No. 03/Men/1978 dan Permen No. 03/Men/1984)

 Ahli K3 (Permen No. 03/Men/1978 dan Permen No. 4/Men/1992)

Pasal 6 Panitia banding (belum di atur)

Pasal 7 Retribusi

Pasal 8

(1) Pengurus diwajibkan memeriksakan kesehatan TK

(2) Berkala ® (permen No. 02/Men/1980 dan Permen No. 03/Men/1983)

Pasal 9 - Pembinaan

(1) Pengurus wajib menunjukan dan menjelaskan ® TK baru

(2) Dinyatakan mampu dan memahami ® pekerja

(3) Pengurus wajib ® pembinaan

(4) Pengurus wajib memenuhi dan mentaati syarat-syarat K3

Pasal 10 - Panitia Pembina K3 (Permenaker No. 04/Men/1984)

Pasal 11 - Kecelakaan

1. Kewajiban pengurus untuk melaporkan kecelakaan

2. Tata cara pelaporan dan pemeriksaan kecelakaan (permen No. 03/Men/1998)

Pasal 12 – Hak dan Kewajiban TK

1. Memberi keterangan yang benar (peg. Pengawas dan ahli K3)

2. Memakai APD

3. Memenuhi dan mentaati semua syarat-syarat K3

4. Meminta kepada pengurus agar dilaksanakan syarat-syarat K3


5. Menyatakan keberatan kerja bila syarat-syarat K3 tidak dipenuhi dan APD yang
wajib diragukan

Pasal 13 – Kewajiban memasuki tempat kerja

Barangsiapa akan memasuki suatu tempat kerja diwajibkan mentaati K3 dan APD

Pasal 14 – Kewajiban pengurus

1. Menempatkan syarat-syarat K3 di tempat kerja (UU No. 1/1970 dan peraturan


pelaksananya)

2. Memasang poster K3 dan bahan pembinaan K3

3. Menyediakan APD secara cuma-cuma

Pasal 15 – Ketentuan Penutup

1. Pelaksanaan ketentuan pasal-pasal di atur lebih lanjut dengan peraturan


perundangan

2. Ancaman pidana atas pelanggaran :

 Maksimum 3 bulan kurungan atau

 Denda maksimum Rp. 100.000

3. Tindak pindana tersebut adalah pelanggaran

Pasal 16

Kewajiban pengusaha memenuhi ketentuan undang-undang ini paling lama setahun (12
Januari 1970)

Pasal 17

Aturan peralihan untuk memenuhi keselamatan kerja ® VR 1910 tetap berlaku selama
tidak bertentangan

Pasal 18

Menetapkan UU No. 1/ 1970 sebagai undang-undang keselamatan kerja dalam LNRI No. :
1918 mulai tanggal 12 Januari 1970
PERATURAN PELAKSANAAN UU No. 1 Tahun 1970 - 1

•Secara sektoral

 PP No. 19/1973

 PP No. 11/ 1979

 Per.Menaker No. 01/1978 K3 Dalam Penebangan dan Pengaangkutan Kayu

 Per.Menaker No. 01/1980 K3 Pada Konstruksi Bangunan

•Pembidangan Teknis

 PP No. 7/1973 - Pestisida

 PP No. 11/ 1975 - Keselamatan Kerja Radiasi

 Per.Menaker No. 04/1980 - APAR

 Per.Menaker No. 01/1982 - Bejana Tekan

 Per.Menaker No. 02/1983 - Instalasi Alarm Kebakaran Otomatik

 Per.Menaker No. 03/1985 - Pemakaian Asbes

 Per.Menaker No. 04/1985 - Pes. Tenaga & Prod.

 Per.Menaker No. 05/1985 - Pes. Angkat & Angkut

•Pembidangan Teknis

 Per.Menaker No. 04/1998 - PUIL

 Per.Menaker No. 02/1989 - Instalasi Petir

 Per.Menaker No. 03/1999 - Lif Listrik

•Pendekatan SDM

 Per.Menaker No. 07/1973 - Wajib Latih Hiperkes Bagi Dokter Perusahaan

 Per.Menaker No. 01/1979 - Wajib Latih Bagi Paramedis

 Per.Menaker No. 02/1980 - Pemeriksaan Kesehatan Tenaga Kerja

 Per.Menaker No. 02/1982 - Syarat dan Kwalifikasi Juru Las


 Per.Menaker No. 01/1988 - Syarat dan Kwalifikasi Oparetor Pesawat Uap

 Per.Menaker No. 01/1979 - Syarat dan Kwalifikasi Operator Angkat dan Angkut

 Per.Menaker No. 02/1992 - Ahli K3

 Kep.Menaker No. 407/1999 – Kompetens Tehnis Lif

 Kep.Menaker No. 186/1999 - Pengorganisasian Penanggulangan Kebakaran

•Pendekatan Kelembagaan dan Sistem

 Per.Menaker No. 04/1987 - P2K3

 Per.Menaker No. 04/1995 - Perusahaan Jasa K3

 Per.Menaker No. 05/1996 - SMK3

 Per.Menaker No. 186/1999 - Pelaporan Kecelakaan

Daftar Peraturan dan Perundang-undangan serta Pedoman K3 dan Teknik yang


terkait dengan Kegiatan Konstruksi

No Nomor Peraturan Tentang

I. Deklarasi Umum tentang Hak-hak Asasi Manusia PBB

1 Pasal 3

II. UUD 1945

1 Pasal 27 ayat 2

III. Undang-undang (UU)

1 UU No. 14/1969 Ketentuan-ketentuan Pokok mengenai Tenaga Kerja

2 UU No. 1/1970 Keselamatan Kerja

3 UU No. 14/1969 Ketentuan-ketentuan Pokok Mengenai tenaga Kerja

4 UU No. 4/1982 Ketentuan-ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan hidup

5 UU No. 18/1999 Jasa Konstruksi

5 UU No. 23/1997 Pengelolaan Lingkungan Hidup.


6 UU No. 23/1992 Kesehatan

7 UU No. 21/2003 Pengesahan Konvensi ILO NO. 81 mengenai Pengawasan Ketenaga-


kerjaan dalam Industri dan Perdagangan

8 UU th 1930 LN No. 225 Undang-undang Uap (Stoom Ordonnantie)

9 UU th 1933 LN No. 53 Petasan

10 UU th 1931 LN No. 59 Timah Putih

11 UU No. 10/1961 Peredaran Barang dalam Perdagangan

12 UU No. 10/1997 Ketenaganukliran

IV. Peraturan Pemerintah (PP)

1 PP Th 1930 Peraturan Uap (Stoom Ordering)

2 PP No. 7 / 1973 Pengawasan atas peredaran, Penyimpanan dan Penggunaan Pestisida.

3 PP No. 19 / 1973 Pengaturan dan Pengawasan K3 di bidang Pertambangan

4 PP No. 11 / 1979 K3 pada Pemurnian dan Pengolahan Minyak dan Gas Bumi

5 PP No. 19 / 1994 Pengelolaan Limbah Bahan Beracun dan Berbahaya

6 PP No. 14 / 1993 Program Jamsostek

7 PP No. 18 / 1999 Pengelolaan Limbah Berbahaya dan Beracun (B3)

8 PP No. 20 / 1990 Pengendalian Pencemaran Air

9 PP No. 27 / 1999 Analisis Dampak Lingkungan

10 PP No. 19 / 1999 Pengendalian Pencemaran dan/atau Perusakan Laut

11 PP No. 41 / 1999 Pengendalian Pencemaran Udara

12 PP No. 74 / 2001 Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun

13 PP No. 63 / 2000 Keselamatan dan Kesehatan terhadap Pemanfaatan Radiasi Pengion

14 Stbl 1949 No 337 Ordonansi Bahan Berbahaya

15 PP No. 28 / 2000 Usaha dan Peran Masyarakat Jasa Konstruksi

16 PP No. 29 / 2000 Penyelenggaraan Jasa Konstruksi


V. Keputusan Presiden (Keppres)

1 Keppres No. 22/1993 Penyakit akibat Kerja.

2 Keppres No. 2 / 2002 Pelestarian lingkungan dan pembangunan berkelanjutan

3 Keppres No. 51/1989 Perubahan Keputusan Presiden No 28/1988 tentang besarnya


Jaminan Kecelakaan Kerja dan jaminan Kematian Asuransi Sosial Tenaga Kerja

4 Keppres No. 83/1998 Pengesahan Konvensi ILO No. 87 mengenai Kebebasan Beserikat
dan Perlindungan Hak untuk Berorganisasi

VI Peraturan Menteri (Permen)

1 Permenaker No. 02/1970 Pembentukan Panitia Pembina K3 (P2K3).

2 Permenaker No. 01/1976 Wajib Latihan bagi Dokter Perusahaan

3 Permenaker No. 03/1978 Penunjukan, Wewenang dan Kewajiban Pegawai Pengawas K3


dan Ahli K3.

4 Permenaker No. 01/1978 K3 dalam Penerbangan dan Pengangkutan Kayu

5 Permenaker No. 03/1978 Penunjukan dan Wewenang serta Kewajiban Pegawai

6 Permenaker No. 05/1978 Syarat-syarat K3 pada pemakaian lift listrik untuk orang dan
barang..

7 Permenaker No. 05/1978 K3 pada konstruksi Bangunan

8 Permenaker No. 01/1979 Wajib Latihan Hyperkes bagi Paramedis Perusahaan

9 Permenaker No. 01/1980 K3 Pada Konstruksi Bangunan

10 Permenaker No. 02/1980 Pemeriksaan Kesehatan Tenaga Kerja dalam Penyelenggaraan


K3

11 Permenaker No. 04/1980 Syarat-syarat Pemasangan dan Pemeluharaan Alat Pemadan


Api Ringan.

12 Permenaker No. 01/1981 Kewajiban Melapor Penyakit Akibat Kerja

13 Permenaker No. 01/1982 Bejana Bertekanan

14 Permenaker No. 02/1982 Kualifikasi Juru Las


15 Permenaker No. 03/1982 Pelayanan Kesehatan Tenaga Kerja

16 Permenaker No. 02/1983 Instalasi Alarm Kebakaran Otomatik

17 Permenaker No..03/1985 K3 dalam Penggunaan Bahan Asbes

18 Permenaker No. 03/1984 Pengawasan Ketenagakerjaan Terpadu

Permenaker No. 03/1985 K3 Pemakaian Asbes di Tempat Kerja

19 Permenaker No. 04/1985 K3 Pesawat Tenaga dan Produksi

20 Permenaker No. 05/1985 K3 Pesawat Angkat dan Angkut.

21 Permenaker No. 02/1986 Biaya Pemeriksaan dan Pengawasan K3 di Perusahaan

22 Permenaker No. 03/1986 K3 pada Penyimpanan dan Pemakaian Pestisida

23 Permenaker No. 04/1987 Tata cara Pembentukan P2K3 dan Penunjukan Ahli K3

24 Permenaker No. 01/1988 Kwalifikasi dan Syarat-syatrat Operator Pesawat Uap

25 Permenaker No. 02/1988 Biaya Pemeriksaan dan Pengawasan K3 di Perusahaan

26 Permenaker No. 04/1988 Berlakunya SNI-225-1987 mengenai PUIL 1987 di Tempat


Kerja

27 Permenaker No. 01/1989 Kwalifikasi dan Syarat-syarat Operator Keran Angkat.

28 Permenaker No. 02/1989 Pengawasan Instalasi Penyalur Petir

29 Permenaker No. 01/1992 Syarat-syarat K3 Pesawat Karbid

30 Permenaker No. 02/1992 Tata Cara Penunjukan, Kewajiban dan Wewenang Ahli K3

31 Permenaker No. 04/1995 Perusahaan Jasa K3

32 Permenaker No. 05/1996 Sistem Manajemen K3 (SMK3)

33 Permenkes No. 453/ Menkes/ Per/XI/1983 Bahan Berbahaya

34 Permen PU No. 67/1993 Panitia Tata Pengaturan Air Propinsi Daerah Tingkat I

35 Permenaker No. 01/1998 Penyelenggaraan Pemeliharaan Kesehatan bagi Tenaga Kerja


dengan Manfaat Lebih Baik dari Paket Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Dasar Jamsostek

36 Permenaker No. 03/1998 Tata Cara Pelaporan dan Pemeriksaan Kecelakaan


37 Permenaker No. 04/1998 Pengangkatan, Pemberhentian dan Tata Kerja Dokter
Penasehat

38 Permenaker No. 03/1999 Syarat-syarat K3 Lift untuk Pengangkutan Orang dan Barang

VII. Keputusan/Instruksi Menteri & Keputusan Bersama Menteri

1 Kepmenaker No.1135/ 1987 Bendera K3

2 Kepmenaker No.333/1989 Diagnosis dan Pelaporan Penyakit Akibat Kerja

3 Kepmenaker No.612/1989 Penyediaan Data Bahan Berbahaya terhadap K3

4 Kepmenaker No.245/1990 Hari K3 Nasional

5 Kepmenaker No.62A/1992 Pedoman Diagnose dan Evaluasi Cacat Karena Kecelakaan /


Penyakit akibat Kerja

6 Instruksi Menaker No 11/M/BW /1997 Pengawasan Khusus K3 Penanggulangan


Kebakaran

7 Kepmenaker No. 19/M/BW/1997 Pelaksanaan Audit SMK3

8 Kepmenaker No. 103/MEN/1997 Penunjukan PT Sucofindo Sebagai Audit SMK3

9 Kepmenaker No 61/1999 Nilai Ambang Batas Faktor Fisika di Tempat Kerja

10 Kepmenaker No 186/1999 Unit Penanggulangan Kebakaran di tempat kerja

11 Kepmenaker No 187/1999 Pengendalian Bahan Kimia Berbahaya di Tempat Kerja

12 Kepmen PU No 10/KPTS/ 2000 Ketentuan Teknis terhadap Bahaya Kebakaran pada


Bangunan Gedung dan Lingkungan

13 Kepmen PU No. 11/KPTS/ 2000 Ketentuan Teknis Manajemen Penanggulangan


Kebakaran di Perkotaan

14 Keputusan Bersama Menaker dan Men PU No Kep/ 174/ MEN/1986 Keselamatan Kerja
pada Kegiatan Konstruksi.

15 Keputusan Menhankam No SKEP/198/MTT/1984 Perijinan Bahan Peledak

16 SK Men LH 127 / 2002 PROPER

17 SK Men LH 122 th 2004 Baku Mutu Limbah Cair (Pupuk)


18 Keputusan Bersama Men PU dan Mentamben No. O4 / 1991 dan 76/ 1991 Penggunaan
Air dan/atau Sumber Air Untuk Kegiatan Usaha Pertambangan Termasuk Pertambangan
Minyak Dan Gas Bumi Dan Pengusahaan Sumber Air

19 Kepmentan No. 764/1998 Pendaftaran Dan Pemberian Izin Sementara Pestisida

Keputusan Menteri Tega Kerja No. Kep. 168/Men/2000

VIII. Surat Edaran Menteri

1 SE Menaker No 01/1978 Nilai Ambang Batas (NAB) Kebisingan dan iklim kerja

2 SE Menaker No 02/1978 NAB Bahan Kimia

3 SE Menaker No 01/1979 Penyediaan Ruangan untuk Makan dan Kantin bagi Tenaga
Kerja

4 SE Menakertrans No SE 117/ /MEN/PPK-PKK/III/2005 Pemeriksaan Menyeluruh


Pelaksanaan Keselamatan dan Kesehatan Kerja di Pusat Perbelanjaan, Gedung Bertingkat
dan Tempat-tempat Publik lainnya

IX. Keputusan Direktur Jendral Binawas Depnaker

1 Kep Dirjen Binawas No. Kep-407BW/1999 Persyaratan, Penunjukan, Hak dan Kewajiban
Teknisi Lift

2 Kep Dirjen Binawas No.

Kep.84/BW/1998 Cara Pengisian Formulir Laporan dan Analisis Statistik Kecelakaan

X. Peraturan dan Standar Teknik Terkait Konstruksi di Indonesia

1 Peraturan Umum Instalasi Listrik (PUIL)

2 Peraturan Konstruksi Kayu Indonesia

3 Peraturan Muatan Indonesia

4 Peraturan Beton Bertulang Indonesia

5 Peraturan Perencanaan Bangunan Baja Indonesia

6 Tata Cara Perhitungan Struktur Beton untuk Bangunan Gedung Indonesia

7 Pedoman Perencanaan Pembebanan Jembatan Jalan Raya


XI. Pedoman dan Standar /Siatem Manajemen K3

1 SMK3

Permenaker No 5 / 1996 Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3)

2 OHSAS 18001:1999

British Standard, 1999 Occupational Health and Safety Assessement Series 18001:1999

3 OHSAS 18002: 2000

British Standard, 2002 Guidelines for the implementation of OHSAS 18001:1999

4 Guidelines on OSHMS

ILO, June 2001 The Guidelines on Occupational Safety and Health Management System.
ILO-OSH 2001

5 COHSMS

Japan Construction Safety and Health Association (JCSHA), 2002 The Construction
Occupational Health and Safety Management System (COHSMS) Guidelines & COHSMS
External System Evaluation By Japan Construction Safety and Health Association (JCSHA),

6 ISRS-7 ; Det Norske Veritas (DNV) International Safety Rating System (ISRS)-7

Keputusan Kepala Bapedal No. 205 Tahun 1996 Tentang : Pedoman Teknis
Pengendalian Pencemaran

Udara Sumber Tidak Bergerak

Kep. Meneg. LH No: 86/2002, Pedoman Pelaksanaan Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup
dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup

Permeneg. LH No. 11/2006, Jenis Rencana Usaha dan/atau Kegiatan Yang Wajib Dilengkapi
Dengan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup

Peraturan Menaker No. PER 03/MEN/ 1985 tentang keselamatan dan Kesehatan Kerja
Pemakaian Asbes dan Surat Edaran Menaker No SE-01/MEN/1997 tentang Nilai Ambang
Batas faktor Kimia Udara di Lingkungan Kerja.
PERATURAN

MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.


/MEN/ /2011 TENTANG PERLINDUNGAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA.

BEKERJA PADA KETINGGIAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK


INDONESIA,

Menimbang :

1. bahwa bekerja pada ketinggian di atas permukaan tanah atau perairan adalah
kegiatan kerja yang mempunyai risiko sangat tinggi;

2. bahwa penggunaan sistem pencegah dan penahan jatuh memerlukan pengendalian


teknis dan administratif;

3. bahwa sebagai pelaksanaan ketentuan Pasal 3 ayat (1) huruf e ,f dan r, Undang-
Undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja, perlu diatur mengenai
syarat-syarat keselamatan dan kesehatan kerja dalam bekerja pada ketinggian guna
menjamin keselamatan dan kesehatan tenaga kerja dan keselamatan umum;

4. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a, b dan huruf c


perlu diatur dengan Peraturan Menteri.

Mengingat :

1. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1951 tentang Pernyataan Berlakunya Undang-


undang Pengawasan Perburuhan Tahun 1948 Nomor 23 Dari Republik Indonesia
Untuk Seluruh Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1951 Nomor
4);

2. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja (Lembaran Negara


Republik Indonesia Tahun 1970 Nomor 1, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 2918);

3. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (Lembaran Negara


Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 39, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4279);

4. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 84/P Tahun 2009 tentang Kabinet
Bersatu II periode 2009 – 2014.
MEMUTUSKAN :

Menetapkan : PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK


INDONESIA TENTANG PERLINDUNGAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA
BEKERJA PADA KETINGGIAN.

PENGERTIAN DAN RUANG LINGKUP

Pasal 1

Pengertian

Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:

1. Bekerja pada ketinggian adalah bekerja pada suatu tempat yang memiliki potensi
pekerja terjatuh karena perbedaan ketinggian yang dapat menyebabkan cidera atau
kematian. Tempat tersebut dapat berada di atas atau di bawah suatu level dasar atau
pekerja untuk naik mau pun turun mendapatkan jalan-masuk-ke (access to) atau jalan-
keluar-dari (egress from) suatu tempat ketika bekerja, dengan tidak menggunakan tangga-
jalan (staircase) yang ada pada bangunan permanen.

2. Sistem/perangkat perlindungan jatuh perorangan adalah rangkaian peralatan dan teknik


keselamatan yang melindungi satu pekerja saat bekerja pada ketinggian, yang meliputi
pengaman jatuh (fall protection), penghindar jatuh (work restraint), pemosisi kerja (work
positioning), penahan jatuh (fall arrester), pertolongan pada ketinggian (vertical rescue)
serta teknik akses tali atau pengaturan posisi.

3. Sistem/perangkat perlidungan jatuh kolektif adalah rangkaian peralatan keselamatan


yang bertujuan melindungi sekelompok pekerja serta peralatan yang digunakannya saat
bekerja pada ketinggian, yang meliputi antara lain pagar kaki (toe board), jaring, kantong-
udara, matras atau sistem jatuh-lunak lain, pagar penjaga (guard rail), pegangan tangan
(hand railing), jalur pengaman (life lines), angkur (anchorage), tangga yang dapat
dipindah-posisikan atau terpasang permanen (fixed atau portable ladder) dan langkah-
langkah dokumentasi administratif (documented administrative measures) yang dipasang
secara permanen atau temporer yang dirancang untuk menahan/ mencegah jatuh.

4. Lantai kerja (working platform) adalah semua permukaan yang digunakan sebagai
tempat untuk bekerja atau sebagai jalan-masuk-ke atau jalan-keluar-dari suatu tempat
kerja. Termasuk di dalamnnya adalah perancah, gondola/perancah-tergantung (suspended
scaffold), kredel (cradle), lantai kerja bergerak yang dapat ditinggikan (mobile elevating
working platform (mewp)), penopang (trestle), jalan-kecil-penghubung (gangway, atau
tangga-berundak (stairway).

5. Pekerja adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima upah atau imbalan dalam
bentuk lain.

6. Pengusaha adalah:

 orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang menjalankan suatu


perusahaan milik sendiri;

 orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang secara berdiri sendiri
menjalankan perusahaan bukan miliknya;

 orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang berada di Indonesia


mewakili perusahaan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan b yang berkedudukan
di luar wilayah Indonesia.

7. Tenaga Kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan
barang dan/atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri mau pun untuk masyarakat.

8. Tempat kerja adalah tiap ruangan atau lapangan tertutup atau terbuka, bergerak atau
tetap, dimana tenaga kerja bekerja atau yang sering dimasuki tenaga kerja untuk keperluan
suatu usaha dan di mana terdapat sumber atau sumber-sumber bahaya, termasuk semua
ruangan, lapangan, halaman dan sekelilingnya yang merupakan bagian atau berhubungan
dengan tempat kerja.

9. Pegawai Pengawas Ketenagakerjaan yang selanjutnya disebut Pengawas


Ketenagakerjaan adalah Pegawai Negeri Sipil yang diangkat dan ditugaskan dalam Jabatan
Fungsional Pengawas Ketenagakerjaan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.

10. Ahli Keselamatan dan Kesehatan Kerja adalah tenaga teknis berkeahlian khusus dari
luar Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi yang ditunjuk oleh Menteri.

11. Menteri adalah menteri yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan.

12. Direktur adalah direktur yang mengawasi norma keselamatan dan kesehatan kerja.

Pasal 2
Peraturan ini tidak berlaku bagi kegiatan terkait dengan kegiatan penangkapan ikan,
kegiatan penyelamatan darurat dan kegiatan militer.

Pasal 3

(1) Pengusaha wajib memastikan bahwa semua kegiatan bekerja pada ketinggian yang
menjadi tanggungjawabnya telah direncanakan dengan tepat, diawasi secara memadai dan
dilakukan dengan cara yang aman.

(2) Perencanaan sebagaimana dimaksud ayat (1) termasuk pemilihan peralatan kerja
sesuai dengan standar yang berlaku, perencanaan tanggap darurat dan pertolongan korban.

(3) Pengusaha wajib memastikan bahwa bekerja pada ketinggian hanya dilakukan jika
kondisi cuaca tidak akan mengorbankan keselamatan dan kesehatan orang yang terlibat
pada pekerjaan.

Pasal 4

Setiap Pengusaha wajib memastikan bahwa :

(1) Semua pihak yang terlibat dalam setiap aktifitas, termasuk dalam mengorganisasi,
merencanakan atau mengawasi pekerjaan pada ketinggian atau peralatan kerja yang akan
digunakan pada ketinggian, adalah orang yang kompeten untuk melakukan hal tersebut.

(2) Direktur menetapkan tingkat kompetensi berdasarkan tingkat risiko dan kompleksitas
kerja pada ketinggian.

Pasal 5

(1) Pengusaha wajib mempunyai prosedur standard untuk melakukan pekerjaan pada
ketinggian;

(2) Prosedur kerja dimaksud pada ayat (1) sekuarang-kurangnya berisi:

a. cara dan metode untuk melakukan pekerjaan pada ketinggian;

b. cara dan metode melakukan pengawasan kerja pada ketinggian yang paling efektif;

c. peralatan yang akan digunakan untuk melakukan pekerjaan dan pengawasan;


(3) Pengusaha wajib memastikan bahwa prosedur standard tersebut diketahui dan
difahami dengan baik oleh pekerja atau orang-orang yang terlibat dengan pekerjaan pada
ketinggian, sebelum suatu pekerjaan pada ketinggian mulai dilakukan;

Pasal 6

(1) Pengusaha wajib mempunyai rencana tanggap darurat yang dibuat secara tertulis

(2) Pengusaha wajib memastikan bahwa rencana kerja dimaksud diketahui dan dimengerti
oleh:

a. pekerja,

b. orang-orang yang terlibat dengan pekerjaan,

(3) Rencana tanggap darurat sekurang-kurangnya memuat :

a. Daftar personal yang terlibat pada pertolongan korban;

b. Peralatan yang wajib disediakan untuk menangani kondisi darurat yang paling mungkin
terjadi;

c. Peralatan Kotak dan peralatan P3K persediaan obat-obatan dan alat kesehatan, tandu
model skop dan papan spinal, alat penopang leher;

d. Kontak detil pihak-pihak yang akan terkait dengan penanganan tanggap darurat akibat
kecelakaan jatuh dari ketinggian;

e. Denah lokasi dan rute evakuasi korban menuju rumah sakit untuk penanganan lanjut.

Pasal 7

(1) Pengusaha wajib memperhatikan penilaian risiko yang diatur dalam Sistem Manajemen
Keselamatan dan Kesehatan Kerja;

(2) Pengusaha wajib memastikan bahwa pekerjaan tidak dilakukan pada ketinggian jika
pekerjaan dimaksud dapat dilakukan tidak pada ketinggian.

(3) Jika pekerjaan hanya dapat dilakukan pada ketinggian, maka Pengusaha wajib
melakukan langkah yang tepat dan memadai untuk mencegah kecelakaan kerja, termasuk:

a. Memastikan bahwa pekerjaan yang dilakukan dapat dilakukan dengan aman dan kondisi
ergonomi yang memadai pada pada tempat yang sudah ada atau jika terkait untuk jalan-
masuk-ke (access) atau jalan-keluar-dari (egress), menggunakan jalan yang sudah ada
sebagaimana di atur pada Lampiran-1;

b. Jika tidak dapat dilakukan pada tempat atau jalan yang sudah ada seperti diatur pada
poin (a) diatas, wajib memberikan peralatan kerja untuk mencegah pekerja jatuh.

(4) Jika langkah yang dilakukan pada poin (3) diatas tidak dapat menghilangkan risiko
jatuhnya pekerja, setiap Pengusaha wajib:

a. Menyediakan peralatan kerja untuk meminimalkan

i. jarak jatuh dan konsekuensi, atau

ii. jika tidak dapat minimalkan jarak jatuh, mengurangi konsekuensi dari jatuhnya pekerja,
dan

b. Memberikan pelatihan dan instruksi tambahan atau melakukan hal lainnya secara cocok
dan memadai untuk mencegah jatuhnya pekerja dari ketinggian yang dapat membuatnya
cedera, cacat atau meninggal.

Pasal 8

(1) Setiap Pengusaha dalam melakukan pemilihan peralatan peralatan untuk bekerja pada
ketinggian wajib:

a. Mendahulukan upaya perlindungan jatuh kolektif daripada perlindungan jatuh


perorangan.

b. Memperhatikan hal-hal sebagai berikut:

i. Kondisi kerja di ketinggian dan risiko pada keselamatan pekerja ketika peralatan
digunakan,

ii. Jarak dari jalan-masuk-ke dan jalan-keluar-dari tempat kerja;

iii. Tinggi dan konsekuensi jika pekerja terjatuh;

iv. Jangka waktu dan kekerapan penggunaan perlatan untuk bekerja di ketinggian;

v. Kemudahan untuk melakukan kegiatan darurat atau menolong korban.

vi. Risiko tambahan yang mungkin ada dari pemasangan, penggunaan atau pelepasan
peralatan kerja atau ketika digunakan pada keadaan darurat atau menolong korban.
(2) Setiap Pengusaha wajib memilih peralatan kerja pada ketinggian yang memenuhi
standar internasional serta mempunyai karakteristik termasuk dimensi yang memadai
dengan sifat dan beban dari pekerjaan serta memungkinkan digunakan tanpa ada risiko
tambahan.

Pasal 9

Persyaratan untuk Peralatan Kerja

Setiap Pengusaha wajib memastikan bahwa:

a. Pegangan pencegah jatuh (guard-rail), pengaman lantai pencegah benda jatuh (toe-
board), pembatas atau pengaman kolektif lainnya sesuai dengan Lampiran 2;

b. Lantai kerja (working platform)

i. Sesuai dengan Lampiran 3 Bagian 1;

ii. Jika menggunakan perancah sesuai dengan Lampiran 3 Bagian 2;

c. Jaring atau perlidungan keselamatan kolektif lain untuk penahan jatuh yang bukan
bagian dari sistem perlindungan jatuh personal sesuai dengan Lampiran 3 Bagian 2;

d. Sistem perlindungan jatuh personal yang sesuai dengan Lampiran 5 Bagian 1 dan

i. Khusus untuk pemosisi-kerja (work positioning) sesuai dengan Lampiran 5 Bagian 2

ii. Khusus untuk akses-tali wajib sesuai dengan Lampiran 5 Bagian 3

iii. Khusus untuk penahan-jatuh perorangan yang dengan Lampiran 5 Bagian 4

iv. Khusus untuk penghindar-jatuh sesuai dengan Lampiran 5 Bagian 5

e. Tangga (ladder) sesuai dengan Lampiran 6;

PERMUKAAN RAPUH, BENDA JATUH DAN DAERAH BERBAHAYA

Pasal 10 Permukaan Rapuh

(1) Setiap Pengusaha wajib memastikan bahwa tidak ada pekerja yang melewati,
mendekati, melakukan kerja pada atau dekat dengan permukaan yang rapuh jika pekerjaan
dapat dilakukan dengan aman dan dengan kondisi yang ergonomis di tempat lain.
(2) Jika pekerjaan tidak dapat dilakukan secara aman dan ergonomis tanpa melewati,
mendekati, dikerjakan pada atau dekat dengan permukaan rapuh, maka Pengusaha wajib:

a. memastikan semaksimal mungkin disediakan lantai kerja, penutup, pembatas, pengaman,


atau pegangan pengaman yang dapat menahan beban.

b. Jika risiko pekerja jatuh tetap ada walaupun telah dilakukan persyaratan pada ayat (2)a
di atas, melakukan langkah untuk mengurangi jarak jatuh dan konsekuensi akibat pekerja
terjatuh dengan menggunakan metode atau teknik yang ada.

(3) Jika pekerja melewati, mendekati, bekerja pada atau dekat dengan permukaan rapuh,
Pengusaha wajib memastikan bahwa:

a. Telah diberikan tanda/ rambu yang jelas dekat dengan permukaan rapuh, atau

b. Jika pemberian tanda/rambu tidak dapat dilakukan, pekerja wajib diberitahu dengan
cara lain.

(4) Ayat (3) tidak berlaku bagi polisi, petugas pemadam kebakaran, petugas ambulan atau
petugas lain yang sedang melakukan kegiatan kedaruratan/ emergensi.

Pasal 11 Benda Jatuh

(1) Setiap pengusaha wajib melakukan langkah-langkah yang memadai dalam mencegah
benda jatuh yang dapat membuat luka atau cidera pada tenaga kerja atau orang lain.

(2) Jika pencegahan pada ayat (1) di atas tidak dapat dilakukan, pengusaha wajib
melakukan langkah-langkah mencegah orang tertimpa barang atau benda jatuh .

(3) Pengusaha wajib memastikan bahwa tidak ada barang atau benda yang dilempar atau
tumpah dari ketinggian yang dapat menyebabkan luka badan.

(4) Pengusaha wajib memastikan bawah barang atau benda disimpan sedemikian rupa
sehingga mencegah risiko kepada setiap orang karena runtuh, terbalik, atau bergeraknya
barang atau benda tersebut.

Pasal 12 Daerah Berbahaya

(1) Setiap pengusaha wajib memastikan jika tempat kerja terdapat daerah yang, karena
sifat pekerjaannya, mempunyai risiko pekerja jatuh karena perbedaan ketinggian atau
tertimpa barang atau benda jatuh yang dapat menyebabkan cidera atau luka, tempat kerja
tersebut wajib diberikan perangkat pembatasan daerah kerja untuk mencegah orang yang
tidak berkepentingan memasukinya, dan;

(2) Pembatasan daerah kerja sebagaimana di maksud ayat (1) dibagi sekurang-kurangnya
menjadi 3 kategori wilayah berdasarkan tingkat bahaya dan dampaknya terhadap
keselamatan umum dan pekerja yaitu :

a. Wilayah bahaya : meliputi wilayah pergerakan pekerja dan barang : naik, turun,
horizontal, titik penambatan. Wilayah ini hanya boleh dimasuki oleh teknisi yang sedang
bertugas. Hanya pekerja dan pengawas yang dibolehkan memasuki wilayah bahaya.

b. Wilayah waspada : adalah wilayah penyangga antara wilayah bahaya dan wilayah aman.
Luas wilayah waspada diperhitungkan sedemikian rupa agar benda yang terjatuh tidak
masuk ke wilayah aman. Hanya pekerja dan pengawas yang boleh memasuki wilayah
waspada.

c. Wilayah aman : adalah wilayah yang terhindar dari kemungkinan kejatuhan benda dan
tidak mengganggu aktifitas pekerja.

(3) Batas wilayah bahaya, wilayah waspada dan wilayah aman harus diberi tanda yang
mudah terlihat dan dipahami oleh setiap orang yang melintas atau berada disekitar lokasi
kerja.

(4) Denah horizontal dan vertikal pembagian wilayah tersebut harus dibuat dan selalu
tersedia di lokasi kerja untuk acuan pekerja, penanggungjawab lokasi dan pengawas
ketenagakerjaan .

PEMERIKSAAN PERALATAN DAN TEMPAT KERJA

Pasal 13 Pemeriksaan Peralatan Kerja

(1) Aturan ini hanya diterapkan pada peralatan kerja yang sesuai dengan Pasal 8 dan
Lampiranl 2 sampai 6.

(2) Setiap pengusaha wajib memastikan bahwa jika keselamatan dari peralatan kerja
terkait dengan peralatan tersebut dirakit atau dipasang, peralatan tidak akan digunakan
sebelum perakitan atau pemasangan dalam berbagai posisi telah diperiksa pada posisi
yang diinginkan oleh teknisi yang bertanggungjawab terhadap peralatan tersebut.
(3) Setiap pengusaha wajib memastikan bahwa peralatan kerja yang terpapar kondisi yang
dapat menurunkan kemampuan peralatan tersebut yang dapat berakibat pada situasi yang
membahayakan telah diperiksa:

a. secara berkala; dan

b. setiap saat jika terdapat kejadian yang dapat mengganggu keselamatan peralatan kerja
tersebut bekerja dengan sebagaimana mestinya.

untuk memastikan persyaratan keselamatan dan kesehatan terjaga dan penurunan


kemampuan peralatan dapat diketahui serta diperbaiki pada waktu yang tepat.

(4) Dengan tetap mengacu pada ayat (2), setiap pengusaha wajib memastikan bahwa lantai
kerja (working platform)

a. yang digunakan pada pekerjaan konstruksi; dan

b. yang dapat seseorang jatuh 2 meter atau lebih

tidak akan digunakan pada suatu posisi apapun kecuali telah diperiksa untuk posisi
tersebut atau, jika lantai kerja bergerak (mobile working platform), diperiksa pada lokasi
yang akan digunakan, dalam jangka waktu 7 hari sebelumnya.

(5) Setiap pengusaha wajib memastikan bahwa hasil pemeriksaan sesuai Peraturan ini
dicatat dan disimpan dengan baik hingga dilakukan pemeriksaan berikutnya.

(6) Pihak yang melakukan pemeriksaan peralatan kerja seperti disebutkan pada ayat 4
pasal ini, wajib

a. sebelum akhir dari periode kerja dimana pemeriksaan diselesaikan, menyiapkan laporan
yang berisi hal-hal sesuai dengan Lampiran 7; dan

b. dalam waktu 24 jam setelah pemeriksaan selesai dilakukan, menyerahkan asli atau copy
dari laporan pemeriksaan kepada pihak yang meminta dilakukan pemeriksaan.

(7) Pengusaha yang telah menerima asli atau copy laporan pemeriksaan sesuai ayat .. wajib
menyimpan asli atau copy laporan tersebut:

a. di lokasi dimana pemeriksaan dilakukan hingga pekerjaan konsrtuksi selesai; dan

b. sebagai arsip perusahaan hingga 3 bulan sesudah pekerjaan konstruksi selesai.

(8) Dalam Peraturan ini pemeriksaan diartikan sebagai:

a. pemeriksaan visual oleh orang yang kompeten untuk tujuan keselamatan kerja
b. termasuk pengujian yang diperlukan oleh pemeriksaan tersebut

Pasal 14 Pemeriksaan Tempat Kerja pada Ketinggian

Pengusaha wajib memastikan bahwa permukaan kerja, sandaran, pegangan permanen dan
lain-lain yang digunakan untuk mencegah jatuh di setiap tempat kerja pada ketinggian
diperiksa setiap kali akan digunakan.

Pasal 15 Penelusuran Gua dan Panjat Tebing

(1) Ketentuan ini mengatur Pengusaha atau pekerja mandiri pada pekerjaan pemberian
instruksi atau memimpin satu orang atau lebih berhubungan dengan kegiatan penelusuran
gua atau panjat tebing sebagai kegiatan olahraga, petualangan, rekreasi, pembentukan
kelompok (team building) atau kegiatan sejenisnya.

(2) Ketika aturan ini diterapkan, Pengusaha atau pekerja mandiri wajib untuk
melaksanakan persyaratan yang berlaku dalam kegiatan penelusuran gua atau panjat
tebing atau dapat pula mendapat pendampingan atau supervisi dari organisasi atau
instansi atau orang yang kompeten di bidang keselamatan yang yang disyaratkan oleh
aturan tersebut.

(3) Untuk tujuan sebagaimana ayat (2), harus diperhatikan:

a. sifat dari kegiatan;

b. prosedur beraktifitas yang diterima secara umum;

c. dan hal-hal lain yang terkait;

(4) Dalam aturan ini,

a. penelusuran gua termasuk ekplorasi bagian dari daerah pertambangan yang tidak
digunakan lagi.

b. panjat tebing termasuk memanjat naik atau turun, memanjat menyamping, turun tebing
menggunakan tali dan descender pada tebing batu atau tebing buatan.

c. Persyaratan penelusuran gua dan panjat tebing mengikuti aturan pada Pasal 9(d)(ii)
yang berhubungan dengan Lampiran 5 Bagian 3 paragrap 1.

Draft ke 2 KEWAJIBAN PEKERJA


Pasal 16 Kewajiban Pekerja

(1) Setiap pekerja wajib melaporkan kepada atasannya setiap kejadian atau kerusakan
yang menurut pengetahuannya dapat mengganggu keselamatan dirinya dan pekerja
lainnya.

(2) Setiap pekerja wajib menggunakan peralatan kerja atau peralatan keselamatan yang
diberikan kepadanya oleh Perusahaan atau atasannya yang sesuai dengan :

a. pelatihan yang diterimanya mengenai penggunaan peralatan tersebut; dan

b. yang diperintahkan oleh Perusahaan atau atasannya karena kewajiban memenuhi


peraturan perundangan yang berlaku.

Pengawasan Pasal 17

Pengawasan terhadap ditaatinya Peraturan Menteri ini dilakukan oleh Pengawas


Ketenagakerjaan.

Pasal 18

Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

Ditetapkan di Jakarta

Pada tanggal :

MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA, DRS. H. A.


MUHAIMIN ISKANDAR, M.Si

Draft ke 3 Lampiran 1

Persyaratan untuk tempat kerja yang sudah ada, jalan-masuk-ke (access) atau jalan-
keluar-dari (egress) pada ketinggian.

Setiap tempat kerja yang sudah ada, jalan-masuk-ke (access) atau jalan-keluar-dari (egress)
pada ketinggian wajib:

(a). Stabil serta mempunyai kekuatasan dan kekokohan yang memadai untuk digunakan
sesuai peruntukannya.

(b). Mempunyai lantai yang kuat


(c). Mempunyai dimensi ukuran yang memadai yang memungkinkan dilakukan kerja dan
ditempatkan peralatan kerja yang dibutuhkan sehingga memberikan tempat kerja yang
aman ketika pekerjaan dilakukan.

(d). Mempunyai perangkat yang cukup dan memadai untuk mencegah jatuh

(e). Mempunyai permukaan yang tidak bercelah:

a. Yang dapat membuat pekerja terjatuh

b. Yang dapat membuat barang atau benda terjatuh lalu menyebabkan membuat luka
badan

c. Yang dapat menimbulkan risiko lain terhadap pekerja kecuali dilakukan langkah
pencegahan terhadap risiko tersebut.

(f). Dibuat dan digunakan sedemikian, dan dijaga tetap dalam kondisi yang sama, untuk
mencegah:

a. risiko terpeleset atau tersandung, atau

b. pekerja dapat terbentur dengan struktur di dekatnya

(g). Jika mempunyai bagian yang dapat bergerak, telah dilakukan pencegahan dengan
peralatan yang memadai agar tidak terjadi pergerakan tidak diinginkan selama bekerja
pada ketinggian.

Lampiran 2

Persyaratan untuk pegangan pencegah jatuh, pengaman lantai pencegah benda jatuh,
pembatas dan perlindungan kolektif lainnya yang sejenis.

1. Sebagai perlindungan wajib:

 Mempunyai dimensi, kekuatan dan kekokohan yang mencukupi untuk digunakan


sesuai peruntukannya.

 Ditempatkan, diamankan, dan digunakan secara tepat sehingga kecil kemungkinan


lepas dari tempatnya.

 Ditempatkan sedemikian sehingga mencegah orang, barang atau benda jatuh dari
tempat kerja.

2. Terkait dengan kerja pada ketinggian di pekerjaan konstruksi


 Tinggi pegangan pencegah jatuh atau pelindung lain yang sejenis minimal 950 mm,
atau jika pelindung tersebut telah ada sebelum Peraturan ini minimal 910 mm diatas
lantai pekerja dapat jatuh.

 Pengaman lantai pencegah benda jatuh cukup dan memadai untuk mencegah pekerja,
barang atau benda jatuh

 Jarak antara pegangan pencegah jatuh tidak lebih dari 470 mm.

3. Struktur atau bagiannya yang menopang pegangan pencegah jatuh atau sejenis
mempunyai kekuatan yang cukup dan memadai sesuai standar yang berlaku (1200 kg
searah beban jatuh) untuk menopang atau ditempelkan.

4. (1) Dengan tetap memperhatikan poin 1) dari Lampiran ini, tidak boleh ada pegangan-
terputus untuk tujuan menghemat perlindungan pada bagian untuk mencapai tangga atau
tangga-berundak jika bukaan diperlukan.

(2) Pelindung boleh dibuka hanya pada waktu tertentu dan untuk jalan-keluar-ke atau
jalan-masuk-dari atau untuk melakukan kegiatan tertentu dan harus dipasang kembali
sesegera mungkin atas seijin dan dibawah pengawasan Penyelia (Supervisor) bekerja di
ketinggian.

(3) Kegiatan tidak boleh dilakukan ketika pelindung sedang dilepas kecuali telah diberikan
pengaman lain untuk menggantikan pelindung yang dilepas seijin dan dibawah
pengawasan Penyelia (Supervisor) bekerja di ketinggian

Lampiran 3 Persyaratan untuk lantai kerja (working platform)

Bagian 1 Persyaratan untuk semua lantai kerja

Interpretasi

1. Dalam Lampiran ini “struktur pendukung” diartikan sebagai semua struktur yang
ditujukan untuk mendukung suatu lantai kerja dan termasuk setiap alat yang digunakan
untuk itu.

Kondisi permukaan

2. Tiap permukaan dimana terdapat struktur pendukung berada, harus stabil, memiliki
tekstur permukaan yang tidak licin, mempunyai kekuatan yang cukup dan komposisi yang
memadai untuk secara aman menahan struktur pendukung, lantai kerja, dan beban yang
akan ada di atas lantai kerja.
Kestabilian struktur pendukung

3. Struktur pendukung wajib:

(a). mempunyai kekuatan dan ketahanan yang memadai untuk berfungsi sebagai struktur
pendukung

(b). jika struktur mempunyai roda, harus dicegah struktur dapat bergerak sendiri ketika
sedangkan dilakukan kerja pada ketinggian.

(c). Harus dicegah struktur tergelincir dengan mengamankan menggunakan alat atau
mengaitkannya ke struktur lainnya.

(d). Harus stabil ketika dipasang, digunakan, dan dilepas.

(e). Tetap stabil ketika diubah atau dimodifikasi seijin dan dibawah pengawasan Penyelia
(Supervisor) bekerja di ketinggian

Kestabilan lantai kerja

4. Lantai kerja wajib

(a). Sesuai dan mempunyai kekuatan dan kekokohan yang memadai untuk digunakan
sesuai peruntukannya.

(b). Dipasang dan digunakan harus dipastikan bahwa tidak akan ada bagiannya yang dapat
terlepas yang dapat membahayakan manusia.

(c). Dapat diubah atau dimodifikasi namun harus menjaga kestabilannya seijin dan
dibawah pengawasan Penyelia (Supervisor) bekerja di ketinggian.

(d). Harus dilepas sedemikian rupa untuk mencegah berpindah tanpa diinginkan seijin dan
dibawah pengawasan Penyelia (Supervisor) bekerja di ketinggian.

Keselamatan di atas lantai kerja

5. Lantai kerja wajib:

(a). Mempunyai ukuran yang memadai untuk dilalui orang melakukan kerja di atasnya dan
meletakkan peralatan atau barang yang akan digunakan dan menyediakan daerah kerja
yang aman dengan melihat jenis pekerjaan yang akan dilakukan diatasnya.

(b). Memiliki pengaman pada permukaan yang tidak bercelah:


a. Yang dapat membuat pekerja terjatuh

b. Yang dapat membuat barang atau benda terjatuh lalu menyebabkan membuat luka
badan

c. Yang dapat menimbulkan risiko lain terhadap pekerja kecuali dilakukan langkah
pencegahan terhadap risiko tersebut.

(c). Dipasang, digunakan serta dirawat tetap dalam kondisi yang sama, untuk mencegah:

a. risiko terpeleset atau tersandung, atau

b. pekerja dapat terbentur dengan struktur di dekatnya

Pembebanan

6. Suatu lantai kerja dan struktur pendukungnya tidak boleh dibebani dengan beban yang
dapat menimbulkan risiko runtuh atau terjadi perubahan bentuk dari lantai kerja atau
struktur pendukungnya yang dapat mempengaruhi penggunaan secara aman.

Bagian 2 Persyaratan Tambahan Untuk Perancah

7. Perhitungan kekuatan dan kestabilan perancah wajib dilakukan kecuali:

telah ada suatu catatan perhitungan yang mencakup juga pengaturan struktur untuk
perancah dimaksud, atau

konfigurasi perancah dirangkai sesuai standar yang berlaku umum

8. Tergantung dari kompleksitas perancah yang dipilih, rancangan pemasangan,


penggunaan, dan pelepasan dibuat oleh orang yang kompeten. Hal ini dapat berbentuk
rancangan yang standar dan dilengkapi dengan rincian dari bagian-bagian dari perancah
yang lebih detail.

9. Salinan dari rancangan termasuk manual instruksi wajib dipegang oleh orang yang
bertanggungjawab pada pemasangan, penggunaan, dan pelepasan perancah hingga
perancah setelah dilepas.

10. Ukuran, bentuk dan tataletak lantai (deck) perancah harus sesuai dengan sifat dari
pekerjaan yang akan dilakukan, mampu menahan beban, serta dapat dilalui dan dilakukan
kerja secara aman.
11. Ketika perancah sedang tidak dapat digunakan, termasuk ketika sedang dipasang,
dilepas, atau diubah maka perancah harus diberi tanda yang jelas dan dengan tanda yang
mudah dimengerti untuk mencegah orang masuk ke daerah bahaya.

12. Perancah hanya dapat dipasang, dilepas, atau diubah secara signifikan dibawah
pengawasan orang yang kompeten dan oleh orang-orang yang telah mendapatkan
pelatihan khusus yang memadai dengan pemasangan, pelepasan atau perubahan perancah
termasuk risiko yang ada dan pencegahannya yang harus dilakukan dalam semua kegiatan
tersebut, lebih khusus dalam hal:

(a). Pemahaman tentang rancangan pemasangan, pelepasan atau perubahan perancah,

(b). Faktor keselamatan yang harus diperhatikan selama pemasangan, pelepasan atau
perubahan perancah.

(c). Langkah-langkah yang harus dilakukan untuk mencegah risiko orang, barang atau
benda jatuh

(d). Langkah-langkah yang dilakukan untuk menghadapi perubahan kondisi cuaca yang
dapat mempengaruhi faktor keselamatan dari perancah.

(e). Beban yang diijinkan dari perancah

(f). Risiko lainnya yang mungkin ada selama pemasangan, pelepasan, dan perubahan
perancah.

Lampiran 4 Persyaratan untuk Sistem Perlindungan Jatuh Kolektif

1. Setiap kata mengenai perlindungan dalam Lampiran ini mempunyai arti perlindungan
jatuh kolektif.

2. Suatu perlindungan hanya digunakan jika:

a. Penilaian risiko telah menunjukkan bahwa kegiatan kerja dapat dilakukan


menggunakanya perlindungan tersebut dan tidak mempengaruhi efektifitasnya.

b. Penggunaan perlindungan lain tidak dapat digunakan.

c. Pekerja telah diberi pelatihan yang memadai khusus untuk perlindungan dimaksud,
termasuk prosedur pertolongan.

3. Kekuatan suatu perlindungan harus mencukupi dan memadai untuk menahan secara
aman jatuhnya pekerja yang jatuh.
4. Suatu perlindungan wajib:

a. Dalam hal perlindungan dirancang melekat, telah dilekatkan secara aman ke semua
angkor yang diperlukan, sedangkan angkor dan titik penempelan mempunyai kestabilan
dan kekuatan yang memadai untuk secara aman dibebani dalam menahan jatuh dan juga
ketika kegiatan pertolongan dilakukan.

b. Jika berbentuk kantong-udara, matras atau perlindungan sejenisnya, harus stabil; dan

c. Jika perlindungan mengalami perubahan ketika menahan jatuh, terdapat jarak ruang
yang cukup.

5. Dilakukan langkah-langkah yang mencukupi dan memadai untuk memastikan bahwa jika
seseorang jatuh ke perlindungan tidak mengalami luka badan karena material atau
konstruksi dari perlindungan itu sendiri.

Lampiran 5 Persyaratan untuk Sistem Perlindungan Jatuh Perorangan

Bagian 1

Persyaratan untuk semua sistem perlidungan jatuh perorangan

1. Sistem perlindungan perorangan hanya digunakan jika:

(a). Penilaian risiko telah menunjukkan bahwa:

i. Penilaian risiko telah menunjukkan bahwa kegiatan kerja hanya dapat dilakukan
menggunakan sistem perlindungan tersebut; dan

ii. Penggunaan sistem perlindungan lain yang lebih aman tidak dapat digunakan; dan

(b). Pengguna dan beberapa orang telah diberi pelatihan yang memadai khusus untuk
menggunakan sistem perlindungan perorangan dimaksud, termasuk prosedur pertolongan.

2. Sistem perlindungan perorangan wajib:

a. Mempunyai kekuatan yang memadai untuk beban dan sesuai standar internasional
untuk melakukan kerja yang akan dilakukan.

b. Sesuai dengan ukuran tubuh pengguna

c. Digunakan sesuai petunjuk penggunaan yang dikeluarkan oleh pembuat dengan benar
d. Dirancang sesuai standar internasional yang berlaku untuk meminimalkan pengguna
mengalami luka badan, cacat, atau kematian jika pengguna jatuh dan juga dicegah
pengguna jatuh atau tergelincir dari sistem perlindungan; dan

e. Dirancang sesuai standar internasional yang berlaku , dipasang, dan digunakan sesuai
petunjuk penggunaan yang dikeluarkan oleh pembuat untuk mencegah gerakan yang tidak
terduga atau tidak terkontrol oleh pengguna.

3. Sistem perlindungan perorangan yang dirancang digunakan dengan angkor harus secara
aman dilekatkan pada minimal satu angkor, dan tiap angkor serta yang melekat pada
angkor harus mempunyai kekuatan yang mencukupi dan memadai dan stabil untuk
menahan beban yang diperkirakan sesuai petunjuk penggunaan yang dikeluarkan oleh
pembuat .

4. Telah dilakukan langkah yang mencukupi dan memadai untuk mencegah orang jatuh
atau terpeleset dari sistem perlindungan perorangan yang dilakukan oleh Penyelia
(Supervisor) bekerja di ketinggian .

Bagian 2

Persyaratan tambahan untuk sistem pemosisi kerja (work positioning)

Sistem pemosisi kerja dapat digunakan jika:

(a). Sistem pemosisi kerja harus mempunyai sistem cadangan (backup) untuk mencegah
atau menahan jatuh, dan

(b). Jika sistem pemosisi kerja menggunakan tali atau pita webbing (line) sebagai sistem
cadangan (backup) pengguna harus terhubung dengan tali atau pita webbing tersebut, atau

(c). Jika aturan pada huruf (a) tidak dapat dipenuhi, harus dipastikan bahwa sistem
pemosisi kerja tidak akan mengalami kegagalan.

Bagian 3

Persyaratan tambahan untuk teknik akses tali

Akses tali (rope access) adalah: metode pekerja yang dikategorikan berdasarkan besar
kecilnya peranan tali sebagai alat keselamatan dan alat bekerja dibandingkan dengan
peranan kaki sebagai tumpuan untuk berdiri dan atau mempertahankan posisi kerja.
Metode/ teknik bekerja dimana peranan tali sebagai alat keselamatan dan alat bekerja
sangat dominan serta hal yang utama dibandingkan dengan peranan kaki sebagai tumpuan
untuk berdiri dan atau mempertahankan posisi kerja

1. Teknik rope akses hanya digunakan jika:

a. Dengan tetap mengacu pada bagian 1, sistem mempunyai minimall mempunyai dua tali
(line) terpisah yang diangkor, tali pertama digunakan untuk jalan-masuk-ke, jalan-keluar-
dari dan pendukung biasa dikenall sebagai tali kerja sedangkan tali kedua adalah tali
keselamatan.

b. Pengguna diberikan pengikat tubuh (harness) yang sesuai dan dihubungkan dengan tali-
kerja dan tali-keselamatan.

c. Tali-kerja dilengkapi dengan alat untuk naik dan turun serta mempunyai mekanisme
terkunci-sendiri yang akan mencegah pengguna jatuh jika pengguna kehilangan kontrol
atas pergerakannya; dan

d. Tali-keselamatan dilengkapi dengan sistem perlindungan jatuh bergerak yang terhubung


dan bergerak mengikuti pengguna.

2. Dengan melihat hasil penilaian risiko serta tergantung durasi kerja yang akan dilakukan
dan batasan ergonomis, harus diperhatikan posisi duduk pengguna dengan memberikan
aksesoris untuk itu yang mencukupi.

3. Sistem boleh hanya terdiri dari tali tunggal jika:

a. Penilaian risiko menunjukkan bahwa penggunaan tali kedua akan meningkatkan risiko
kepada pengguna; dan

b. Telah dilakukan langkah-langkah yang diperlukan untuk memastikan keselamatan.

4. Metode Akses tali meliputi seluruh pekerjaan yang memiliki seluruh ciri-ciri sebagai
berikut:

a. pekerjaan berada pada ketinggian lebih dari 2 meter dan terdapat potensi jatuh

b. menggunakan tali sebagai alat utama dan alat bantu

c. tidak memiliki perlindungan kolektif (collective protection).


5. Pekerjaan sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) adalah namun tidak terbatas pada:

a. Bekerja pada menara dan tiang (telekomunikasi, broadcast, televisi)

b. Bekerja pada struktur (besi dan beton) dan bangunan tinggi

c. Bekerja pada pohon dan medan terjal

d. Bekerja pada atap dan bongkar muat manual

e. Bekerja pada ruang terbatas dan tanki

f. Bekerja pemasangan fasilitas promosi luar ruang (billboard, giant banner

g. Penyelamatan dan evakuasi medan terjal

h. Bekerja pada bendungan dan bangunan air

i. Bekerja pada perawatan kapal laut dan pesawat terbang

j. Bekerja pada perawatan crane

k. Bekerja pada struktur pengeboran minyak dan gas serta pertambangan

6. Persyaratan penambat (angkor) adalah :

a. Minimum menggunakan dua penambat pada setiap tali yang digunakan.

b. Menggunakan tali kerja dan tali keselamatan yang terpisah penambatnya setiap kali
bekerja.

c. Titik penambatan harus mampu menahan beban sebanyak beban pada tali kerja dan atau
tali keselamatan dan tidak kurang dari 1200 Kg pada titik jatuh and sekurang-kurangnya
berada 2 (dua)meter dari tepi bangunan.

d. Kemampuan titik penambatan menahan beban harus diiuji oleh pengawas sebelum
digunakan, didokumentasikan.

e. Titik penampatan harus dirawat sedemikian rupa agar terhindar dari korosi atau faktor
lain yang dapat menghilangkan atau mengurangi kekuatannya.

7. Ketentuan teknis pemasangan permanen angkor adalah sebagai berikut:


a. Angkor harus memiliki sertifikat pengesahan pemakaian.

b. Pengelasan instalasi penambat permanen harus dilakukan oleh juru las yang
tersertifikasi.

8. Instalasi penambat dilakukan riksa uji pertama dan berkala.

a. Riksa uji dilakukan oleh PJK3 riksa uji yang memiliki tenaga ahli bekerja di ketinggian.

b. Riksa uji berkala dilakukan setahun sekali

9. Untuk bekerja pada ketinggian dengan menggunakan akses tali setiap tenaga kerja wajib
memiliki lisensi yang diterbitkan oleh direktur.

a. Untuk mendapatkan lisensi tenaga kerja wajib mendapat rekomendasi dari Asosiasi

b. Mengikuti pelatihan Teknisi Akses Tali

c. Lisensi berlaku untuk 3 (tiga) tahun dan dapat diperpanjang

10. Kualifikasi dan Persyaratan Tenaga Kerja:

a. Bekerja pada ketinggian dengan akses tali harus dilaksanakan oleh teknisi akses tali.

b. Berdasarkan kewenangannya, Kualifikasi Teknisi akses tali dibagi menjadi :

i. Pekerja Bangunan Tinggi

 ii. Teknisi Akses Tali tingkat 1

 iii. Teknisi Akses tali tingkat 2

 iv. Teknisi Akses Tali tingkat 3

 v. Instruktur Akses tali

c. Kewenangan Teknisi akses tali tingkat Satu meliputi:

 bekerja pada ketinggian dengan menggunakan akses tali.

 melakukan pemasangan pengaman wilayah kerja.

 memasang penambatan dibawah pengawasan teknisi akses tali tingkat dua atau tiga.
d. Kewenangan teknisi akses tali tingkat 2 meliputi seluruh kewenangan teknisi akses tali
tingkat 1 ditambah dengan :

 Merangkai pengaman penambatan.

 Mengawasi dan membimbing kegiatan Teknisi akses tali tingkat 1.

e. Kewenangan teknisi akses tali tingkat 3 adalah seluruh kewenangan yang diuraikan pada
kewenangan teknisi akses tali tingkat dua ditambah dengan:

 Memimpin pelaksanaan pekerjaan.

 Melaksanakan upaya penyelamatan.

 Mengawasi dan membimbing kegiatan Teknisi akses tali tingkat 2 dan atau Teknisi
akses tali tingkat 1.

f. Kewenangan Instruktur akses tali meliputi:

 Merencanakan, melaksanakan dan mengawasi pekerjaan akses tali sebagaimana


diuraikan pada kewenangan teknisi akses tali tingkat tiga.

 Sesuai dengan bidang keahliannya, merencanakan,melaksanakan dan pengawasi


kegiatan pendidikan dan pelatihan teknisi akses tali tingkat satu sampai dengan
tingkat tiga.

g. Setiap teknisi dan instruktur wajib mengikuti pelatihan dan memiliki buku kerja.

Bagian 4 Persyaratan tambahan untuk penahan jatuh

1. Sistem penahan jatuh harus memiliki perangkat untuk menyerap energi dan membatasi
gaya yang akan diterima oleh tubuh pengguna

2. Sistem penahan jatuh tidak digunakan jika:

a. Akan ada risiko memutus tali atau pita webbing

b. Jika penggunaannya membutuhkan daerah aman (clear zone), tidak tersedia daerah
aman.

c. Penggunaannya malah membuat tidak aman.

Bagian 5 Persyaratan tambahan untuk pencegah jatuh


Sistem pencegah jatuh wajib:

(a). Dirancang untuk mencegah pengguna memasuki derah yang dapat membuatnya jatuh;
dan

(b). Digunakan dengan benar.

Lampiran 6 Persyaratan untuk tangga (ladder)

1. Pengusaha wajib memastikan bahwa tangga digunakan untuk kerja pada ketinggian
hanya jika hasil penilaian risiko sesuai dengan SMK3 poin 3.3 menunjukkan bahwa
penggunaan peralatan lain yang lebih sesuai tidak dapat dibenarkan karena risikonya
rendah, dan

a. Durasi penggunaan tidak-lama, atau

b. Kondisi tempat kerja tidak dapat diubah

2. Permukaan dimana tangga akan berdiri harus stabil, kokoh dan mempunyai kekuatan
yang memadai dan komposisi yang sesuai untuk menopang beban yang akan diletakkan
diatasnya dan tangga dimana anak-tangga tetap horisontal

3. Tangga harus diposisikan sedemikian rupa sehingga tetap stabil ketika digunakan

4. Tangga-gantung (suspended ladder) harus dikaitkan secara aman sehingga tidak dapat
berpindah dan berayun, kecuali untuk tangga fleksibel.

5. Tangga portabel harus dicegah tergelincir ketika digunakan dengan cara:

a. Mengamankan tumpuan atas atau bawahnya;

b. Suatu alat anti-tergelincir atau alat penstabil lainnya; atau

c. Pengaturan lain dengan tingkat efektifitas yang sama.

6. Tangga untuk jalan-masuk-ke (access) harus mempunyai panjang yang cukup untuk
melebih tempat mendarat sehingga terbentuk jalan-masuk-ke, kecuali telah dilakukan hal-
hal untuk memastikan tangga ditahan dengan kokoh.
7. Tangga-tambahan tidak dapat digunakan kecuali telah dipastikan bahwa bagian-bagian
tanggal tidak akan bergerak relatif terhadap masing-masing ketika digunakan.

8. Tangga bergerak harus tidak bergerak ketika akan dinaiki.

9. Jika tangga mempunyai ketinggian vertikal 9 meter atau lebih dari dasar, harus
disediakan tempat mendarat atau istirahat yang memadai dan mencukupi.

10. Setiap tangga digunakan sedemikian bahwa:

a. Selalu tersedia pegangan pengaman dan penopang pengaman; dan

b. Pengguna tetap dapat berpegangan dengan aman ketika membawa beban kecuali
menjaga pegangan tidak dapat dilakukan, dan hasil penilaian risiko menunjukkan bahwa
penggunaan tangga dibenarkan karena:

i. Risikonya rendah; dan

ii. Durasi penggunaan tidak-lama

Lampiran 7 Hal yang perlu dimasukkan dalam Laporan Pemeriksaaan

1. Nama dan alamat untuk siapa pemeriksaan dilakukan

2. Lokasi pemeriksaan peralatan dilakukan

3. Uraian dari peralatan yang diperiksa

4. Tanggal dan waktu pemeriksaan

5. Rincian hal-hal yang diidentifikasi dapat menimbulkan risiko pada keselamatan dan
kesehatan kerja

6. Uraian tentang tindakan yang telah dilakukan terkait dengan huruf 5 di atas.

7. Uraian tentang tindakan lebih lanjut yang harus dilakukan.

8. Nama dan posisi orang yang melakukan pemeriksaan

Anda mungkin juga menyukai