Anda di halaman 1dari 2

1.

Pengertian
2. Sejarah

Dari sekitar tahun 1940, sejumlah peneliti dari berbagai disiplin ilmu - biologi,
matematika, teori komunikasi, dan filsafat - mulai dikenal bahwa segala sesuatu dan
peristiwa, dan pengalaman mereka, adalah bagian dari keseluruhan yang lebih besar. Ini tidak
menyangkal pentingnya bagian atau acara dasar individu. Tetapi fokus bergeser dari bagian
ke bagian keutuhan, yaitu ke sistem di mana bagian-bagiannya termasuk. Ini memunculkan
cara berpikir baru - pemikiran sistem. Sesuatu untuk dijelaskan dipandang sebagai bagian dari
keseluruhan yang lebih besar, suatu sistem, dan dijelaskan dalam istilah perannya dalam
sistem itu.

Cara berpikir baru ini memiliki konsekuensi langsung untuk pengambilan keputusan
dalam konteks sistem, yaitu bahwa untuk tindakan yang efektif dalam hal sistem seperti
secara keseluruhan mungkin tidak cukup untuk menggunakan pemikiran reduksionis dan
sebab-akibat mempelajari bagian-bagian atau aspek-aspek individual secara terpisah. Untuk
mendapatkan gambaran yang benar, itu penting untuk mempelajari peran sistemik mereka
dalam sistem. Namun, ini tidak berarti bahwa kita harus membuang reduksionis dan sebab-
akibat berpikir dalam mendukung pemikiran sistem. Kedua pendekatan itu sebenarnya saling
melengkapi. Kita tidak dapat membayangkan bagian-bagian jika tidak ada sistem di mana
mereka berada, juga tidak dapat kita berbicara tentang keseluruhan kecuali ada unsur-unsur
konstitutif yang membentuk keseluruhan.

Reduksionisme memberikan perhatian pada rincian masing-masing komponen, sistem


berpikir untuk peran sistemik mereka dalam sistem. Masing-masing dapat mengabaikan atau
melewatkan aspek-aspek penting. Lebih sering daripada tidak, kedua mode berpikir
diperlukan untuk mendapatkan pemahaman yang lebih lengkap tentang suatu sistem. Ketika
kita menekankan satu, yang lain tersirat. Mereka seperti objek dan bayangannya.

Systems thinking memiliki dasar dari berbagai sumber seperti konsep Hollis milik Jan
Smuts tahun 1920-an, teori sistem yang dikemukakan oleh Ludwig von Bertalanffy pada
tahun 1940-an, dan cybernetics yang dikemukakan oleh Ross Ashby tahun 1950-an. Bidang
tersebut kemudian dikembangkan oleh Jay Forrester, seorang professor di MIT , pada tahun
1956. Dalam buku The Fifth Discipline karya Peter Senge, menjelaskan bahwa systems
thinking merupakan pilar / konsep dasar dari learning organization.

Dana Meadow (1991) mengatakan bahwa

“… if we want to bring about the thoroughgoing restructuring of systems that is


necessary to solve the world’s gravest problems … the first step is thinking differently.
Everybody thinking differently. The whole society thinking differently.”

Apa yang dijelaskan oleh Meadow merupakan cara berpikir yang sistematik dan
dinamis, sering disebut sebagai systems thinking. Namun pakar sistem dinamis menggunakan
istilah systems thinking pada situasi yang berbeda- beda. Contohnya beberapa beranggapan
bahwa hal itu merupakan dasar dari sistem dinamis, yang lainnya menganggap sebagai subset
dari sistem dinamis.

Pada tahun 1994 George Richardson dalam “Systems Thinkers, Systems Thinking”
menunjukkan bahwa ide dari berpikir secara sistematik pada suatu masalah memiliki sejarah
panjang di berbagai bidang. Richardson mengatakan istilah systems thinking hanya mulai
digunakan pada bidang sistem dinamis akhir tahun 1980-an. Dalam special issues dari
“Systems Dinamic Review” selama satu dekade belum ada yang menjelaskan mengenai
definisi dari systems thinking yang diterima oleh semua komunitas sitem dinamis, karena itu
Richardson mengembangkan sebuah proyek untuk menguji seluruh atribut dari pemikir
sistem. Hingga akhirnya system thinking mulai diimplementasikan di semua sekolah selama
20 tahun terakhir.

Banyak peneliti juga menunjukkan pentingnya dari systems thinking untuk


meningkatkan kualitas dalam berpikir kritis dan skill mengambil keputusan seperti Chang
(2001) , Costello (2001), Costello et al. (2001) Draper (1991) , Grant (1997), Hight (1995) ,
Lannon-Kim (1991) Lyneis and Fox-Melanson (2001) Lyneis (2000) , Richardson (2001) ,
dan Waters Foundation (2006).

3. Ruang lingkup
4. Pola dasar sistem
Pola dasar sistem merupakan model-model generik atau template yang merepresentasikan
struktur-struktur sistem yang berulang-ulang dan dapat muncul dalam banyak situasi yang
berbeda. Pola dasar sistem ini merupakan suatu perangkat yang sangat efektif yang dapat
digunakan untuk memperoleh pemahaman yang mendalam tentang pola-pola perilaku yang
dikendalikan struktur sistem. Ketika pola pola dasar sistem diterapkan, kita dapat langsung
fokus pada titik-titik pengungkit terbesar, melakukan identifikasi dan menghindari solusi-
solusi yang bersifat sesaat (simptomatik) pada permasalahan-permasalahan nyata. Hal ini
didasarkan atas alasan bahwa teknik – teknik analisis yang menjadi dasar pola-pola dasar
sistem telah banyak dilakukan.

5.

Anda mungkin juga menyukai