Anda di halaman 1dari 19

THE HUMAN SENSE IN SENSORY EVALUATION : DETERMINING

THRESHOLD
Diajukan untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Evaluasi Sensori

Kelompok 4A

Nadhira Azka Afifa 240210150108


Rula Alma Anjani 240210160017
Ayman Abdan Syakuro 240210160029
Syifa Hilmi Latifah 240210160033
Nurul Afifah 240210160050

UNIVERSITAS PADJADJARAN
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN
DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PANGAN
JATINANGOR
2018
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala nikmat dan karunia-Nya,
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah berjudul “The Human Sense In
Sensory Evaluation : Determining Threshold”.
Semoga makalah ini dapat menjadi sumber wawasan baru bagi para
pembaca mengenai penentuan ambang batas sensori dalam ilmu pangan. Harapan
kami semoga makalah ini menambah pengetahuan bagi pembaca, sehingga Kami
dapat memperbaiki bentuk dan isi makalah ini sehingga ke depannya dapat
diperbaiki.
Makalah ini kami akui masih banyak kekurangan karena keterbatasan dari
penulis. Oleh karena itu, kami berharap supaya pembaca memberi masukan yang
bersifat membangun untuk kesempurnaan makalah ini.

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...............................................................................................i
DAFTAR ISI............................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1
1.1 Latar Belakang..........................................................................................1
1.2 Tujuan........................................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN........................................................................................3
2.1 Definisi Threshold (Ambang Batas)..........................................................3
2.2 Aplikasi Uji Threshold dalam Industri Pangan.........................................3
2.3 Jenis-Jenis Uji Threshold..........................................................................4
2.4 Dimensi Pengukuran Ambang Batas Treshold..........................................5
2.5 Hubungan Fisio-Psikologis.......................................................................7
2.6 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Uji Threshold..................................12
2.6.1 Faktor Keberhasilan Uji Threshold..................................................12
2.6.2 Faktor Kegagalan Uji Threshold......................................................14
BAB III PENUTUP..............................................................................................15
3.1 Kesimpulan..............................................................................................15
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................16

ii
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Penentuan diterima atau tidaknya suatu produk pangan ditentukan dengan
cara penilaian produk pangan itu sendiri secara inderawi. Menurut (Kusmiadi,
2008), penilaian inderawi terdiri dari enam tahap, yaitu:
1. Menerima bahan
2. Mengenali bahan
3. Mengadakan klasifikasi sifat-sifat bahan
4. Mengingat kembali bahan yang telah diamati
5. Menguraikan kembali sifat inderawi bahan
Salah satu penilaian inderawi yang dilakukan yaitu dengan cara uji
threshold atau ambang rangsangan. Threshold adalah konsentrasi terkecil dari
suatu rangsangan yang mulai dapat menimbulkan kesan (Agustina et al, 2016).
Metode pengujian threshold merupakan salah satu metode untuk pengujian
panelis dalam penentuan sensitivitas. Metode tersebut digunakan untuk
menentukan tingkat konsentrasi terendah suatu substansi yang dapat dideteksi atau
perubahan konsentrasi terkecil suatu substansi yang dapat dideteksi perubahannya
(Lawless, 1998).
Ambang rangsangan terdiri dari ambang mutlak (absolute threshold),
ambang pengenalan (recognition threshold), ambang perbedaan (difference
threshold), dan ambang batas (terminal threshold) (Agustina et al, 2016).
Aplikasi uji threshold dalam industri pangan adalah untuk menseleksi
panelis yang akan ditempatkan di bagian quality control ataupun research and
development. Aplikasi lainnya yaitu untuk membuat formulasi baru suatu produk
dengan tingkatan konsentrasi yang berbeda, maka dapat dilakukan threshold untuk
mengetahui sejauh mana konsumen mengetahui perubahan pengenalan
rangsangan yang berasal dari produk baru yang akan dibuat (Soekarto, 1985).

1.2 Tujuan
1. Mengetahui definisi dan tujuan uji threshold
2. Mengtahui jenis-jenis uji threshold
3. Mengetahui dimensi tanggapan uji threshold
4. Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi uji threshold

1
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi Threshold (Ambang Batas)
Threshold atau ambang rangsangan adalah konsentrasi terkecil dari suatu
rangsangan yang mulai dapat menimbulkan kesan. Threshold juga dapat
didefinisikan sebagai suatu konsentrasi sampel terendah yang mulai dapat
menghasilkan kesan yang wajar. Rangsangan penyebab timbulnya kesan dapat
dikategorikan dalam beberapa tingkatan. Threshold merupakan kategori yang
termasuk kedalam tes analisis sensori. Dikenal beberapa ambang rangsangan,
yaitu ambang mutlak (absolute threshold), ambang pengenalan (recognition
threshold), ambang pembedaan (difference threshold) dan ambang batas
(terminal threshold) (Afrianto, 2008).

2
2.2 Aplikasi Uji Threshold dalam Industri Pangan
Pentingnya dilakukan uji threshold menurut Afrianto (2008), yaitu untuk
menentukan tingkat konsentrasi terendah suatu substansi yang masih dapat
dideteksi (absolute threshold) atau perubahan konsentrasi terkecil suatu substansi
yang masih dapat dideteksi perubahannya (difference threshold), dan juga untuk
mengenal macam stimulus (recognition threshold), seperti asin, manis, atau asam.
Pentingnya uji threshold dalam bidang teknologi pangan adalah pemeriksaan
mutu kualitas, pengendalian proses, dan pengembangan produk. Menurut Susiwi
(2009), aplikasi uji threshold adalah apabila kita akan membuat suatu formulasi
baru untuk suatu produk dengan tingkatan konsentrasi yang berbeda, maka dapat
dilakukan uji threshold untuk dapat mengetahui sejauh mana konsumen
mengetahui perubahan pengenalan rangsangan yang berasal dari produk baru yang
akan dibuat, sehingga pengujian threshold sangat penting bagi produk pangan
hasil pertanian. Arti penting dengan diketahuinya threshold adalah dapat diketahui
batas penambahan bahan tertentu dalam produk dan untuk menentukan batas
kerusakan berdasarkan kandungan zat tertentu yang mulai dirasakan secara
inderawi. Selain itu, aplikasi uji threshold dalam industri pangan adalah untuk
menyeleksi panelis atau karyawan yang akan ditempatkan di bagian quality
control ataupun research and development (Soekarto, 1985).

2.3 Jenis-Jenis Uji Threshold


Ambang rangsangan atau threshold adalah suatu konsentrasi bahan
terendah yang mulai dapat menghasilkan kesan yang wajar. Menurut Betty dan
Achyar (2008), ambang rangsangan terdiri dari 4 macam yaitu sebagai berikut.
2.3.1 Ambang Mutlak (Absolute Threshold)
Ambang mutlak yaitu jumlah benda perangsang terkecil yang dapat
menghasilkan kesan atau tanggapan. Misalnya konsentrasi yang terkecil dari
larutan garam yang dapat dibedakan rasanya dari cairan pelarutnya yaitu air
murni. Ambang mutlak sendiri berbeda menurut jenis benda perangsang dan jenis
penginderaan. Pada umumnya ambang batas untuk pembauan lebih kecil

3
dibandingkan dengan pencicipan. Untuk pencicipan digunakan bahan pelarut air
sedang untuk pembauan digunakan bahan pelarut udara.
2.3.2 Ambang Pengenalan (Recognition Threshold)
Ambang pengenalan dapat dikacaukan dengan ambang mutlak. Jika pada
ambang mutlak mengenai kesan yang mulai diperoleh atau dirasakan maka pada
ambang pengenalan meliputi pengenalan atau identifikasi jenis kesan (Mailgard
1999). Dalam hal ini jika kesan kesan itu berupa rasa asin, misalnya rasa asin itu
betul-betul mulai dapat diidentifikasi oleh pencicip. Pada ambang mutlak
mungkin rasa asin itu belum diidentifikasi dnegan tepat, baru dapat diketahui
adanya rasa yang berbeda denganbahan pelarutnya.
Perbedaan ini menyangkut juga metode pengukurannya yang berbeda
dengan ambang pengenalan dan ambang mutlak. Pengukuran ambang pengenalan
didasarkan pada 75% panelis dapt mengenali rangsangan, di mana ambang mutlak
didasarkan pada setengah (50%) jumlah panelis yang dapat mengenal sifat sensori
yang dinilai. Jadi ambang pengenalan dapat diidentifikasikan sebagai konsentrasi
atau jumlah perbandingan terendah yang dapat dikenali dengan betul.
2.3.3 Ambang Pembedaan (Difference Threshold)
Ambang pembedaan merupakan perbedaan terkecil dari rangsangan yang
masih dapat dikenali. Besarnya ambang pembedaan tergantung dari jenis
rangsangan, jenis penginderaan dan besarnya rangsangan itu sendiri. Ambang
pembedaan menyangkut dua tingkat kesan rangsangan yang sama. Jika dua
rangsangan tersebut terlalu kecil bedanya maka akan menjadi tidak dapat dikenali
perbedaannya. Sebaliknya jika dua tingkat rangsangan itu terlalu besar akan
dengan mudah dikenali.
Ambang pembedaan berbeda besarnya tergantung dari beberapa faktor.
Disamping tergantung pada jenis rangsangan dan jenis penginderaan juga
tergantung pada besarnya rangsangan itu sendiri.
2.3.4 Ambang Batas
Ambang batas juga disebut terminal threshold yang merupakan
rangsangan terbesar yang jika kenaikan tingkat rangsangan dapat menaikan
intensitas kesan. Apabila pada ketiga ambang tersebut diatas diterapkan batas
terendah maka pada ambang batas diterapkan batas atas. Kemampuan manusia
memperoleh kesan dari adanya rangsangan tidak selamanya sebanding dengan
besarnya rangsangan yang diterima. Rangsangan yang terus menerus dinaikan

4
pada suatu saat tidak akan menghasilkan kenaikan intensitas kesan. Rangsangan
terbesar jika kenaikan tingkat rangsangan menaikkan intensitas kesan disebut
ambang batas. Ambang batas juga bisa ditentukan dngan menetapkan rangsangan
terkecil yaitu jika kenaikan tingkat rangsangan tidak lagi mempengaruhi btingkat
intensitas kesan.

2.4 Dimensi Pengukuran Ambang Batas Treshold


Dalam pengujian sensori, Dimensi dalam pengukuran ambang threshold
dinyatakan sebagai suatu parameter dari pengukuran sensori suatu bahan pangan.
Besarnya rangsangan dapat diukur dengan satuan fisik yang dapat dinyatakan
dalam dimensi psikologik. Hubungan dari dimensi pengukuran akan
mempengaruhi tanggapan kesan saat pengujian sensori. Beberapa dimensi dari
tanggapan atau kesan yakni :
1. Jenis kesan
Dimensi jenis kesan dihasilkan dari presepsi umum masyarakat mengenai
suatu bahan pangan. Contoh yang dihasilkan dari garam adalah asin dan
pisang adalah kuning. Suatu bahan pangan memungkinkan memiliki
dimensi jenis kesan lebih dari satu, seperti buah tomat yang memiliki jenis
kesan merah, bulat dan asam.
2. Intensitas kesan
Dimensi intensitas kesan mencakup ringan atau berat nya kesan. Hal ini
dipengaruhi oleh konsentrasi suatu bahan yang terkandung pada bahan
pangan. Contohnya adalah ketika mencicipi teh manis dengan 5 sendok
gula akan memiliki tingkat intensitas rasa manis yang lebih tinggi
dibandingkan the manis dengan 3 sendok manis.
3. Luas daerah kesan
Luas daerah kesan disebut sensation magnitude, yakni merupakan
kesadaran akan luasnya daerah yang terkena rangsangan. Rangsangan
suatu bahan pangan hanya akan terjadi pada satu daerah rangsangan.
Contohnya adalah ketika meletakkan garam diujung lidah, maka rasa asin
yang dapat dirasakan di daerah ujung lidah tersebut.
4. Lama kesan
Dimensi lama kesan akan timbul dipengaruhi oleh waktu. Kesan dapat
dirasakan oleh ondera secara langsung kemudian langsung menghilang,

5
namun juga bisa lama tertinggal sehingga menghasilkan sensasi rasa
aftertaste.
5. Kesan hedonik.
Kesan hedonik merupakan tanggapan pribadi yang menyangkut kesan
suka atau tidak suka. Kesan hedonic dapat diukur menggunakan dimensi
psikologis, dan memiliki hubungan psiko-fisik antara rangsangan dan
kesan.

2.4 Hubungan Fisio-Psikologis


Penginderaan adalah proses fisiologik dan reaksi psikologik (mental). Indera
manusia merupakan alat tubuh untuk mengadakan reaksi mental (sensasi) jika
mendapatkan rangsangan (stimulus) dari luar. Reaksi mental ini di satu pihak
menimbulkan kesadaran atau kesan akan benda yang menimbulkan rangsangan ;
di lain pihak atau kesan itu menimbulkan sikap terhadap benda yang merangsang
itu. Kesadaran, kesan, dan sikap terhadap rangsangan adalah reaksi psikologik
atau reaksi subjektif. Dalam hal ini, sebenarnya yang diukur ialah reaksi
psikologik seseorang setelah diberi rangsangan, karena itu penilaian ini disebut
penilaian sensorik.
Rangsangan berasal dari benda perangsang atau agen luar yang
mengeluarkan rangsangan yang diterima langsung oleh reseptor (mata, kulit,
telinga, lidah, dll). Rangsangan itu dapat berupa mekanis (tekanan), fisis (panas,
dingin), kimiawi (bau-bauan, asin, manis, pedas, dan sebagainya). Pada waktu
organ tubuh mendapat rangsangan, sebelum terjadi kesadaran (sensation)
terjadilah proses fisiologik dalam organ itu. Proses fisiologik itu dimulai di
reseptor dan diteruskan pada susunan saraf. Interpretasi psikologis dalam saraf
pusat akan menghasilkan kesadaran/kesan psikologis.

6
Gambar 1. Grafik Antara Fungsi Stimulus dengan Sensai
(Sumber : Baud-Bovy, 2011)

Fungsi pada grafik di atas merupakan fungsi fisio-psikologis yang


menghubungkan intensitas stimulus dengan sensasi. Adapun keterangan dari titik
di grafik tersebut adalah sebagai berikut.
AL = Absolute Limen / Absolute Threshold adalah jumlah stimulus terkecil yang
dapat memberikan sensasi
DL = Difference Limen / Difference Threshold adalah perubahan stimulus yang
dapat memberi pengaruh just noticeable difference (JND) pada sensasi.
JND = Just Noticeable Difference mengindikasikan jumlah tambahan stimulus
yang dibutuhkan untuk merasakan perbedaan sensasi
Pada percobaan untuk mengukur threshold, intensitas stimulus dimanipulasi
secara statistik. Fungsi psikometrik adalah probabilitas respon panelis sebagai
fungsi intesitas stimulus

Gambar 2. Fungsi Psikometrik


(Sumber: Baud-Bovy, 2011)

7
Hubungan antara rangsangan fisik dan kesan (tanggapan psikologis) tidak
selalu mudah mengukurnya. Hal ini karena besaran tanggapan psikologis tidak
selamanya mudah diukur. Tanggapan psikologis dihasilkan dari kemampuan fisio-
psikologis panelis. Kemampuan fisio-psikologis dapat dikelompokkan menjadi 4
tipe yaitu kemampuan mendeteksi, kemampuan mengenal, kemampuan
membandingkan, serta kemampuan hedonik.
2.5.1 Kemampuan mendeteksi
Kemampuan mendeteksi yaitu kemampuan menyadari adanya
rangasangan sebelum mengenal adanya kesan tertentu yang spesifik. Kemampuan
ini antara lain berguna untuk mengetahui ambang mutlak. Kemampuan
mendeteksi dapat dibagi menjadi dua, yaitu :
2.5.1.1 Ya dan Tidak
Penentuan ini dilakukan dengan cara panelis menerima stimulus pada satu
interval dan panelis harus menentukan apakah stimulus terdeteksi atau tidak.
Absolute Treshold dapat didefinisikan dari nilai stimulus yang memberikan 50%
respon positif. Hasil dari pengujian ya dan tidak seringkali bias oleh panelis. Oleh
karena itu, metode penentuan ini jarang digunakan saat ini.

Gambar 3. Fungsi Psikometrik Uji Ya dan Tidak


(Sumber: Baud-Bovy, 2011)
2.5.1.2 Penentuan 2AFC (Two alternative forced choice)
Penentuan ini dilakukan dengan cara panelis menerima stimulus pada
salah satu dari dua waktu berbeda (time-separated presentasion) atau dua lokasi
berbeda (space-separated presentasion), di mana panelis harus menentukan
menentukan pada interval atau lokasi mana stimulus diberikan. Fungsi

8
psychometric menghubungkan proporsi respons yang benar sebagai fungsi
stimulus. Fungsi psychometric bervariasi di antara 50% sampai 100% karena
panelis memberi respon secara acak ketika intensitas stimulus dibawah threshold.
Absolute Threshold didefinisikan sebagai intensitas stimulus yang memberikan
75% respon yang sesuai. Pengujian 2AFC lebih sedikit dipengaruhi bias
dibandingkan pengujian ’Ya dan Tidak’ karena respon didasarkan pada
perbandingan dua stimulus.

Gambar 4. Fungsi Psikometrik Penentuan 2AFC


(Sumber: Baud-Bovy, 2011)
2.5.2 Kemampuan mengenal
Kemampuan mengenal (recognition) yaitu kemampuan mengenali suatu
jenis kesan dengan sadar adanya kesan spesifik dengan tepat dapat
menghubungkan kesan itu dengan adanya jenis rangsangan tertentu. Kemampuan
ini berguna untuk mengetahui ambang pengenalan.
2.5.3 Kemampuan membedakan
Kemampuan membedakan (discrimination) yaitu kemampuan untuk
menyatakan perbedaan jenis atau intensitas kesan-kesan berbeda atau tidak sama
terhadap suatu sifat organoleptik anyata dua contoh yang disajikan secara
bersamaan. Kemampuan ini digunakan untuk mengukur difference threshold.
Difference threshold dapat ditentukan dengan menggunakan standar lebih dari
satu, biasanya sekitar empat standar. Masing-masing standar akan dibandingkan
dengan sampel-sampel pada interval konsentrasi tertentu. Perbedaan konsentrasi

9
yang dapat dideteksi dengan benar oleh 75% panelis adalah perbedaan konsentrasi
yang mencerminkan difference threshold (Kartika dkk 1988)
Cara yang dilakukan yaitu penguji memberikan dua stimulus (stimulus
standard dan stimulus pembanding), dipisahkan pada waktu atau tempat berbeda.
Fungsi psychometric menghubungkan probabilitas atau penilaian di mana
stimulus pembanding lebih besar dibandingkan dengan stimulus standard. Point
of Subjective Equality adalah stimulus yang menunjukkan 50% positif respon.

Gambar 5. Fungsi Psikometrik Uji Diskriminasi


(Sumber: Baud-Bovy, 2011)
Difference Threshold berkorespondensi dengan peningkatan nilai stimulus
(DLπ) di mana persamaannya seperti berikut.
Sπ = PSE + DLπ (nilai π=75% memberikan respon positif).
Alternatif lainnya difference threshold dapat didefinisikan setengah dari jarak
antara dua stimulus S1-π dan Sπ yang memberi nilai positif pada respon (1-π =
25%), di mana nilainya mengikuti persamaan berikut.
DL = (Sπ - S1-π) /2
2.5.4 Kemampuan membandingkan
Kemampuan membandingkan (scaling) lebih tinggi tingkatnya daripada
kemampuan membedakan. Panelis tidak hanya mampu membedakan dua contoh,
tetapi juga mampu mengenali bahwa contoh sifat organoleptik yang satu lebih
tinggi daripada yang lain.

10
2.6 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Uji Threshold
Faktor-faktor yang mempengaruhi uji threshold dapat dibedakan menjadi
dua, yaitu faktor keberhasilan dan faktor kegagalan. Berikut ini merupakan uraian
mengenai faktor-faktor yang dapat mempengaruhi uji threshold:
2.6.1 Faktor Keberhasilan Uji Threshold
Faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan uji ambang rangsangan
antara lain tingkat kenaikan rasa, kesan, konsentrasi, rangsangan yang telah oleh
panelis sehingga hasil pengujian terlihat sangat baik, panelis melakukan uji
ambang rasa dengan teknik yang benar misalnya untuk rasa manis menggunakan
ujung lidah, rasa asin pada tengah dan pinggir lidah, rasa asam pada pinggir lidah,
dan rasa pahit pada bagian belakang lidah, serta panelis memiliki kepekaan
terhadap rasa yang baik (Soekarto, 1985).
Selain faktor-faktor di atas, adapula hal-hal lainnya yang dapat
mempengaruhi keberhasilan uji threshold menurut Kartika (1987), yaitu:
1. Motivasi
Motivasi merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi hasil
pengujian. Motivasi yang baik tidak dapat diukur secara spesifik, tetapi motivasi
yang kurang baik dapat berpengaruh terhadap pengujian yang dapat ditandai
dengan pengujian yang dilakukan secara-terburu-buru, melakukan pengujian
semaunya, dan partisipasi tidak sepenuh hati. Selain itu, pengujian yang dilakukan
secara terus menerus akan menurunkan minat panelis. Oleh karena itu, hal yang
dapat membantu meningkatkan motivasi panelis yaitu menanamkan rasa tanggung
jawab terhadap pengujian yang dilakukan.
2. Sensitivitas Fisiologis
Sensitivitas fisiologis seseorang dalam periode satu hari akan berfluktuasi,
sehingga setiap pengujian perlu dilakukan pada saat yang paling tepat serta
memperhatikan hal-hal yang dapat mencampuri fungsi normal indera perasa dan
pembauan. Panelis yang akan melakukan pengujian diusahakan tidak melakukan
pengujian dalam periode waktu satu jam setelah makan, tidak melakukan
pengujian saat sedang sakit khususnya yang mengganggu fungsi indera, tidak
mengkonsumsi makanan pedas, tidak menggunakan wangi-wangian atau lipstick,

11
disarankan untuk berkumur-kumur atau minum air tawar sebelum pengujian, tidak
menerima informasi-informasi yang dapat mempengaruhi penilaian atau
terpengaruh oleh panelis lain dimana akan menyebabkan pengujian tidak berjalan
dengan baik.
3. Kesalahan Psikologis
Ada beberapa sifat psikologis panelis yang dapat mempengaruhi pengujian,
diantaranya:
1) Tendensi Sentral
Karakteristik kesalahan ini adalah panelis selalu memberi nilai tengah pada
skala nilai yang ada dan ragu-ragu memberi nilai tertinggi serta kesalahan
tersebut terjadi akibat panelis tidak mengenal metode pengujian dan produk
yang dinilainya. Efek dari kesalahan ini adalah menganggap semua sampel
yang diuji hampir sama.
2) Contrast Effect
Hal ini sering terjadi akibat posisi sampel yang dinilai, dimana suatu sampel
dinilai lebih tinggi ataupun lebih randah dari kenyataannya dan umumnya
lebih rendah. Contrast effect dapat dicegah dengan cara menempatkan sampel
yang akan uji secara acak.
3) Expectation Error
Adanya informasi yang diterima panelis sebelum pengujian akan berpengaruh
pada hasilnya. Hal ini disebabkan panelis mengetahui apa yang diharapkan
oleh pemberi instruksi. Pencegahan yang dapat dilakukan yaitu setiap sampel
yang disajikan diberikan kode angka.
4) Stimulus Error
Sampel-sampel yang tidak seragam sering terjadi panelis dipengaruhi oleh
sifat-sifat yang tidak relevan. Contoh: uji yang harus dilakukan yaitu
membedakan dua sampel dalam hal tingkat kemanisannya, panelis
terpengaruh pada sifat yang lain seperti bentuk, ukuran, dan warna.
5) Logical Error
Pengujian yang perintahnya kurang jelas, sering terjadi penilaian terhadap satu
sifat dihubungkan dengan sifat lain yang secara logis selalu berkaitan dengan
sifat yang dinilai. Misal suatu jenis makanan yang berwarna hitam akan selalu
dinilai pahit.
6) Halo Effect
Kesalahan ini terjadi jika ada lebih dari satu sifat yang dinilai misalnya bau,
tekstur, warna, dan rasa pada saat yang bersamaan. Hasil pengujian tersebut

12
mungkin akan berbeda jika dibandingkan masing-masing sifat tersebut dinilai
sendiri-sendiri pada saat yang tidak bersamaan.
7) Sugesty
Hasil penilaian oleh seorang panelis dapat terpengaruh oleh panelis yang lain.
Adanya pengaruh ini, selama pengujian panelis harus duduk terpisah satu
dengan yang lain. Percakapan dan diskusi tidak diperkenankan selama pada
waktu berlangsungnya pengujian, sehingga sugesti dari seorang panelis tidak
mempengaruhi panelis yang lain.

2.6.2 Faktor Kegagalan Uji Threshold


Menurut Soekarto (1985), faktor-faktor yang dapat mempengaruhi
kegagalan dalam pengujian ambang batas (uji threshold) diantaranya:
1. Panelis yang melakukan uji sedang tidak dalam kondisi prima dan panelis
belum makan sesuatu apapun untuk sarapan.
2. Panelis tidak melakukan respon yang spontan terhadap kesan/tanggapan yang
didapat sehingga pengujian dilakukan berulang kali.
3. Panelis belum terbiasa atau berpengalaman sehingga kurang dapat
membedakan kesan dari alat indera terhadap reaksi atau rangsangan yang
diterima.

13
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
1. Threshold atau ambang rangsangan adalah konsentrasi terkecil dari suatu
rangsangan yang mulai dapat menimbulkan kesan.
2. Jenis-jenis ambang rangsangan (threshold) terdiri atas ambang mutlak,
ambang pengenalan, ambang pembedaan, dan ambang batas.
3. Hubungan fungsi fisio-psikologis pada pengujian threshold adalah untuk
menghubungkan intensitas stimulus dengan sensasi atau rangsangan yang
diterima. Kemampuan fisio-psikologis dapat dikelompokkan menjadi 4
tipe yaitu kemampuan mendeteksi, kemampuan mengenal, kemampuan
membandingkan, serta kemampuan hedonik.
4. Pengujian ambang threshold dilakukan untuk mengetahui perubahan dari
suatu substansi jika diberikan penambahan zat lain pada konsentrasi
terkecil.
5. Uji threshold sangat berperan dalam bidang teknologi pangan dalam
pemeriksaan mutu kualitas, pengendalian proses, dan pembuatan formulasi
untuk pengembangan produk. Melalui pengujian threshold dapat diketahui
rangsangan konsumen, sehingga diperoleh formulasi yang sesuai dengan
kadar peminat konsumen.
6. Dimensi pengukuran kesan uji threshold diantaranya jenis kesan, intensitas
kesan, luas daerah kesan, lama kesan, dan kesan hedonik.
7. Faktor yang memengaruhi keberhasilan uji threshold diantaranya adalah
tingkat kenaikan rasa, kesan, konsentrasi, rangsangan yang telah oleh
panelis, teknik, motivasi, sensitivitas fisiologis, dan sifat psikologis.
8. Faktor yang memengaruhi kegagalan uji threshold diantaranya adalah
kondisi panelis yang tidak prima, kondisi panelis yang tidak spontan
memberikan respon terhadap rangsangan dan panelis yang melakukan
pengujian belum banyak memiliki pengalaman.

DAFTAR PUSTAKA

14
Afrianto, Eddy. 2008. Pengawasan Mutu Bahan/Produk Pangan. Departemen
Pendidikan Nasional. Jakarta.
Agustina, Lya, Udiantoro, Suhandriyanto. 2016. Penentuan Formulasi Bahan
Tambahan Sebagai Bahan Baku Substitusi Produksi Tempe
Menggunakan Uji Ambang Batas (Threshold) dan Uji Kesukaan
(Hedonik). Jurnal ISSN Vol. 41 (2) Hal. 213.
Baud-Bovy, Gabriel. 2011. Sensory Threshold. Italian Institute of Technology,
RBCS
Kartika, B dkk. 1988. Pedoman Uji Inderawi Bahan Pangan. Yogyakarta :
Universitas Gajah Mada
Kartika, B., Hastuti, P., dan Supartono, W. 1987. Pedoman Uji Inderawi Bahan
Pangan. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi, Yogyakarta.
Kusmiadi, R. 2008. Varietas Beras dengan Komposisi Kimia Zat Penyusunnya.
Artikel Pertanian, Perikanan, dan Biologi. FPPB UBB, Bangka Belitung.
Lawless, H.T. and Heyman, H. 1998. Sensory Evaluation of Food: Principles and
Practices. Chapman and Hall, London.
Mailgard. 1999. Sensory Evaluation Tecniques. New York : CRC Press
Soekarto, S.T. 1985. Penilaian Organoleptik. Bharata Karya Aksara, Jakarta.
Sofiah, Betty., dan Tjutju S. Achyar. 2008. Bahan Ajar Penilaian Indera. Jurusan
Teknologi Industri Pangan Universitas Padjadjaran

15

Anda mungkin juga menyukai