Anda di halaman 1dari 29

1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Hipertensi atau yang lebih sering dikenal sebagai darah tinggi merupakan
suatu penyakit kardiovaskular yang dapat ditemukan pada masyarakat di negera
maju maupun negara berkembang. Penyakit hipertensi merupakan penyakit kronis
yang cukup serius dan cenderung akan terus meningkat dikarenakan pada umumnya
pasien tidak mengetahui (sillent killer) bahwa mereka menderita penyakit hipertensi
sebelum memeriksakan tekanan darahnya. Selain itu penderita hipertensi umumnya
tidak mengalami suatu tanda atau gejala sebelum terjadi komplikasi-komplikasi
lainnya yaitu dapat berupa kecacatan permanen hingga kematian secara mendadak.1
Hipertensi merupakan suatu keadaan meningkatnya tekanan darah sistolik
lebih dari sama dengan 140 mmHg dan diastolik lebih dari sama dengan 90 mmHg.
Menurut WHO (World Health Organization) tahun 2013 penyakit kardiovaskular
telah menyebabkan 17 juta kematian tiap tahun akibat komplikasi hipertensi yaitu
sekitar 9,4 juta tiap tahun di seluruh dunia. Penderita hipertensi di Amerika Serikat
diperkirakan sekitar 77,9 juta atau 1 dari 3 penduduk pada tahun 2010. Prevalensi
hipertensi pada tahun 2030 diperkirakan meningkat sebanyak 7,2% dari estimasi
tahun 2010. Persentase pria yang menderita hipertensi lebih tinggi dibanding wanita
hingga usia 45 tahun dan sejak usia 45-64 tahun persentasenya sama, kemudian
mulai dari 64 tahun ke atas, persentase wanita yang menderita hipertensi lebih
tinggi dari pria.1
Menurut Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas, 2013) prevalensi hipertensi di
Indonesia sebesar 26,5% dan untuk wilayah Aceh sebesar 9,8%. Prevalensi
hipertensi cenderung lebih tinggi pada kelompok pendidikan lebih rendah dan
kelompok tidak bekerja, kemungkinan akibat ketidaktahuan tentang pola makan
yang baik. Pada analisis hipertensi terbatas pada usia 15-17 tahun menurut JNC VII
(2003) didapatkan prevalensi nasional sebesar 5,3% (laki-laki 6.0% dan perempuan
4,7%), perdesaan (5,6%) lebih tinggi dari perkotaan (5,1%).2
Hipertensi sangat erat hubungannya dengan faktor gaya hidup dan pola
makan. Gaya hidup sangat berpengaruh pada bentuk perilaku atau kebiasaan
seseorang yang mempunyai pengaruh positif maupun negatif pada kesehatan.
2

Hipertensi berhubungan secara linear dengan morbiditas dan mortalitas penyakit


kardiovaskular. Oleh sebab itu, penyakit hipertensi harus dicegah dan diobati serta
dikendalikan dengan baik. Untuk mengurangi angka mortalitas dan morbiditas
hipertensi, para ahli kesehatan berupaya dengan cara terapi medis secara
farmakologi dan non-farmakologi, seperti diet dan olahraga.3,4
Meningkatnya angka kejadian hipertensi merupakan suatu masalah yang
cukup besar. Penyakit hipertensi dapat menyebabkan komplikasi terhadap organ
mata, jantung, ginjal, dan pembuluh darah di otak. Inilah yang menyebabkan
kematian. Kematian akibat hipertensi paling besar pada usia 50-60 tahun.
Hipertensi di negara berkembang biasanya disebabkan gaya hidup modern yang
berdampak tidak sehat, seperti merokok, obesitas, fisik yang kurang beraktivitas,
dan stress psikososial. Oleh karena permasalahan diatas dan meningkatnya kasus
hipertensi dari waktu ke waktu, maka perlu dilakukan pemeriksaan serta
penegakkan diagnosis yang cepat dan tepat serta pencegahan dengan melakukan
perubahan perubahan gaya hidup yang baik dan dapat mulai dilakukan pada
pelayanan-pelayanan primer sehingga angka kejadian dari penyakit hipertensi akan
berukurang.

BAB II
3

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Hipertensi adalah suatu peningkatan tekanan darah yang abnormal pada
arteri yang terjadi secara terus-menerus lebih dari satu periode yang mengakibatkan
konstriksi arteriol sehingga darah menjadi sulit untuk mengalir dan meningkatkan
tahanan lawan arteri. Menurut world health association (WHO) pada tahun 2013
hipertensi didefinisikan sebagai keadaan tekanan darah sistolik ≥ 140 mmHg dan
tekanan diastolik ≥ 90 mmHg. Hipertensi disebut sebagai silent killer karena jarang
menimbulkan gejala pada stadium awal dan banyak orang tidak terdiagnosa.5

2.2 Epidemiologi
Secara global, jumlah penyakit kardiovaskuler kira-kira 17 juta kejadian
setiap tahun, mendekati 1 berbanding 3 secara keseluruhan. Jumlah komplikasi dari
hipertensi adalah 9,4 juta kematian di dunia setiap tahunnya. Hipertensi menjadi
penyebab hampir 45% kematian karena penyakit jantung dan 51% karena stroke.6
Prevalensi hipertensi pada umur ≥ 18 tahun di Indonesia yang didapat
melalui jawaban pernah didiagnosis tenaga kesehatan sebesar 9,4%, sedangkan
yang pernah didiagnosis tenaga kesehatan atau sedang minum obat hipertensi
sendiri sebesar 9,5%. Jadi, terdapat 0,1% penduduk yang minum obat sendiri,
meskipun tidak pernah didiagnosis hipertensi oleh tenaga kesehatan. Prevalensi
hipertensi di Indonesia berdasarkan hasil pengukuran pada umur ≥ 18 tahun sebesar
25,8%.2

2.3 Klasifikasi
Klasifikasi hipertensi dapat dibedakan menjadi dua, yaitu berdasarkan
penyebab dan tingkat keparahan. Berikut ini akan dijelaskan klasifikasi hipertensi
dari kedua hal tersebut.

2.3.1 Berdasarkan Penyebab


Berdasarkan penyebabnya hipertensi terbagi menjadi dua golongan, yaitu
hipertensi esensial atau primer dan hipertensi sekunder.
4

1. Hipertensi esensial atau hipertensi primer


Hipertensi primer adalah peningkatan tekanan darah yang tidak diketahui
penyebabnya. Pada lebih dari 90% kasus hipertensi esensial tidak diketahui secara
jelas penyebabnya. Hipertensi esensial merupakan suatu gangguan genetic
multifaktorial, dimana pewarisan jumlah gen abnormal menjadi predisposisi bagi
individu mengalami tekanan darah arteri (ABP) tinggi, terutama bila pengaruh
lingkungan yang mendukung seperti diet tinggi garam/stress psikososial.(4)
Beberapa faktor diduga berkaitan dengan berkembangnya hipertensi
esensial, yaitu: 7
a. Genetik: individu yang mempunyai riwayat keluarga dengan hipertensi,
berisiko untuk mendapatkan penyakit ini,
b. Jenis kelamin dan usia: laki-laki berusia 35-50 tahun dan wanita pasca
menopause berisiko tinggi untuk mengalami hipertensi,
c. Diet: konsumsi diet tinggi garam atau lemak secara langsung berhubungan
dengan berkembangnya hipertensi. Natrium (Na) bersama klorida (Cl)
dalam garam dapur (NaCl) sebenarnya bermanfaat bagi tubuh untuk
mempertahankan keseimbangan cairan tubuh dan mengatur tekanan darah.
Namun, Na yang masuk dalam darah secara berlebihan meningkatkan
volume darah. Meningkatkannya volume darah mengakibatkan
meningkatnya tekanan pada dinding pembuluh darah sehingga kerja jantung
dalam memompa darah semakin meningkat.
d. Berat badan: obesitas ( > 25% diatas berat badan ideal) dikaitkan dengan
berkembangnya hipertensi. Orang yang kelebihan berat badan, tubuhnya
bekerja keras untuk membakar berlebihnya kalori yang masuk. Pembakaran
kalori ini memerlukan suplai oksigen dalam darah yang cukup. Semakin
banyak kalori yang dibakar, semakin banyak pula pasokan oksigen dalam
darah. Banyaknya pasokan darah tentu menjadikan jantung bekerja lebih
keras. Dampaknya, tekanan darah orang gemuk cenderung tinggi.
e. Gaya hidup: merokok dan konsumsi alkohol dapat meningkatkan tekanan
darah.
2. Hipertensi sekunder
5

Sebesar 10% dari seluruh kasus hipertensi adalah hipertensi sekunder, yang
didefinisikan sebagai peningkatan tekanan darah karena suatu kondisi fisik yang
ada sebelumnya seperti penyakit ginjal atau gangguan tiroid.7
Menurut Aaronson & Ward, penyebab umum hipertensi sekunder adalah:7
a. Penyakit parenkim ginjal dan renovaskuler, yang mengganggu regulasi
volume dan/atau mengaktivasi sistem renin-angiotensin-aldosteron,
b. Gangguan endokrin, seringkali pada korteks adrenal dan terkait dengan
oversekresi aldosteron, kortisol dan/atau katekolamin,
c. Kontrasepsi oral, yang dapat menaikkan ABP (Arteri Blood Pressure)
melalui aktivasi renin-angiotensin-aldosteron dan hiperinsulinemia.

2.3.2 Berdasarkan Tingkat Keparahannya


1. Klasifikasi Menurut Joint National Commite 7
Komite eksekutif dari National High Blood Pressure Education Program
merupakan sebuah organisasi yang mencanangkan klasifikasi JNC (Joint Committe
on Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure) pada
tabel 1, yang dikaji oleh 33 ahli hipertensi nasional Amerika Serikat.8
Tabel 1 Klasifikasi Menurut JNC 8
Kategori Tekanan Kategori Tekanan dan/ Tekanan Darah
Darah menurut Tekanan Darah Darah Sistol atau Diastol
JNC 7 menurut JNC 6 (mmHg) (mmHg)
Normal Optimal < 120 dan < 80
Pra-Hipertensi 120-139 atau 80-89
- Nornal < 130 dan < 85
- Normal-Tinggi 130-139 atau 85-89
Hipertensi: Hipertensi:
Tahap 1 Tahap 1 140-159 atau 90-99
Tahap 2 - ≥ 160 atau ≥ 100
- Tahap 2 160-179 atau 100-109
Tahap 3 ≥ 180 atau ≥ 110

2. Klasifikasi Menurut WHO (World Health Organization)


6

WHO dan International Society of Hypertension Working Group (ISHWG)


telah mengelompokkan hipertensi dalam klasifikasi optimal, normal, normal-tinggi,
hipertensi ringan, hipertensi sedang, dan hipertensi berat.8
Tabel 2 Klasifikasi Hipertensi Menurut WHO 8
Kategori Tekanan Darah Tekanan Darah
Sistol (mmHg) Diatol (mmHg)
Optimal
Normal < 120 < 80
Normal-Tinggi < 130 < 85
130-139 85-89
Tingkat 1 (Hipertensi Ringan) 140-159 90-99
Sub-group: perbatasan 140-149 90-94
Tingkat 2 (Hipertensi Sedang) 160-179 100-109
Tingkat 3 (Hipertensi Berat) ≥ 180 ≥ 110
Hipertensi sistol terisolasi ≥ 140 < 90
(Isolated systolic hypertension)
Sub-group: perbatasan 140-149 <90

3. Klasifikasi Menurut Chinese Hypertension Society


Menurut Chinese Hypertension Society (CHS) pembacaan tekanan darah
<120/80 mmHg termasuk normal dan kisaran 120/80 hingga 139/89 mmHg
termasuk normal tinggi.8
Tabel 3 Klasifikasi Hipertensi Menurut CHS 8
Tekanan Darah Sistol Tekanan Darah CHS-2005
(mmHg) Diastol (mmHg)
< 120 < 80 Normal
120-129 80-84 Normal-Tinggi
130-139 85-89
Tekanan Darah Tinggi
140-159 90-99 Tingkat 1
160-179 100-109 Tingkat 2
≥ 180 ≥ 110 Tingkat 3
≥ 140 ≤ 90 Hypertensi Sistol
Terisolasi

4. Klasifikasi menurut European Society of Hypertension (ESH)


Klasifikasi yang dibuat oleh ESH adalah: 8
a. Jika tekanan darah sistol dan distol pasien berada pada kategori yang
berbeda, maka resiko kardiovaskuler, keputusan pengobatan, dan perkiraan
afektivitas pengobatan difokuskan pada kategori dengan nilai lebih.
7

b. Hipertensi sistol terisolasi harus dikategorikan berdasarkan pada hipertensi


sistol-distol (tingkat 1, 2 dan 3). Namun tekanan diastol yang rendah (60-70
mmHg) harus dipertimbangkan sebagai resiko tambahan.
c. Nilai batas untuk tekanan darah tinggi dan kebutuhan untuk memulai
pengobatan adalah fleksibel tergantung pada resiko kardiovaskuler total.
Tabel 4 Klasifikasi menurut ESH 8
Kategori Tekanan Darah Tekanan Darah
Sistol (mmHg) Diastol
(mmHg)
Optimal < 120 dan < 80
Normal 120-129 dan/atau 80-84
Normal-Tinggi 130-139 dan/atau 85-89
Hipertensi tahap 1 140-159 dan/atau 90-99
Hipertensi tahap 2 160-179 dan/atau 100-109
Hipertensi tahap 3 ≥ 180 dan/atau ≥ 110
Hipertensi sistol ≥ 140 Dan < 90
terisolasi

5. Klasifikasi menurut International Society on Hypertension in Blcks (ISHIB)


Klasifikasi yang dibuat oleh ISHIB adalah:8
a. Jika tekanan darah sistol dan diastole pasien termasuk ke dalam dua kategori
yang berbeda, maka klasifikasi yang dipilih adalah berdasarkan kategori
yang lebih tinggi.
b. Diagnosa hipertensi pada dasarnya adalah rata-rata dari dua kali atau lebih
pengukuran yang diambil pada setiap kunjunga.
c. Hipertensi sistol terisolasi dikelompokkan pada hipertensi tingkat 1 sampai
3 berdasarkan tekanan darah sistol (≥ 140 mmHg) dan diastole ( < 90
mmHg).
d. Peningkatan tekanan darah yang melebihi target bersifat kritis karena setiap
peningkatan tekanan darah menyebabkan resiko kejadian kardiovaskuler.

Tabel 5 Klasifikasi Hipertensi Menurut ISHIB 8

Kategori Tekanan Tekanan


Darah Sistol Darah Diastol
(mmHg) (mmHg)
8

Optimal < 120 dan < 80


Normal < 130 dan/atau < 85
Normal-Tinggi 130-139 dan/atau 85-89
Hipertensi Tahap 1 140-159 dan/atau 90-99
Hipertensi Tahap 2 160-179 dan/atau 100-109
Hipertensi Tahap 3 ≥ 180 dan/atau ≥ 110
Hipertensi Sistol ≥ 140 dan < 90
terisolasi

6. Klasifikasi berdasarkan hasil konsesus Perhimpunan Hipertensi Indonesia


Pada pertemuan ilmiah Nasional pertama perhimpunan hipertensi Indonesia
13-14 Januari 2007 di Jakarta, telah diluncurkan suatu konsensus mengenai
pedoman penanganan hipertensi di Indonesia yang ditujukan bagi mereka yang
melayani masyarakat umum:8
a. Pedoman yang disepakati para pakar berdasarkan prosedur standar dan
ditujukan untuk meningkatkan hasil penanggulangan ini kebanyakan
diambil dari pedoman Negara maju dan Negara tetangga, dikarenakan data
penelitian hipertensi di Indonesia yang berskala Nasional dan meliputi
jumlah penderita yang banyak masih jarang.
b. Tingkatan hipertensi ditentukan berdasarkan ukuran tekanan darah sistolik
dan diastolik dengan merujuk hasil JNC dan WHO.
c. Penentuan stratifikasi resiko hipertensi dilakukan berdasarkan tingginya
tekanan darah, adanya faktor resiko lain, kerusakan organ target dan
penyakit penyerta tertentu.
Tabel 6 Klasifikasi Hipertensi Menurut Perhimpunan Hipertensi Indonesia 8

Kategori Tekanan Darah dan/atau Tekanan Darah


Sistol (mmHg) Diastol (mmHg)
Normal <120 Dan <80
Prehipertensi 120-139 Atau 80-89
Hipertensi Tahap 1 140-159 Atau 90-99
Hipertensi Tahap 2 ≥160-179 Atau ≥100
Hipertensi Sistol ≥140 Dan <90
terisolasi

2.4 Etiologi
Beberapa kondisi yang menjadi penyebab terjadinya hipertensi, yaitu:
2.4.1 Gaya Hidup
9

Ada banyak faktor risiko gaya hidup yang mempengaruhi peningkatan


hipertensi, termasuk: 1) Konsumsi makanan yang mengandung banyak garam dan
lemak, dan kurang cukung mengonsumsi sayur dan buah-buahan, 2) Penggunaan
alcohol, 3) Inaktifitas fisik dan kurang latihan, 4) Manajemen stress yang buruk.9

2.4.2 Faktor Metabolik


Ada beberapa faktor metabolik yang meningkatkan risiko penyakit jantung,
gagal ginjal dan komplikasi lain dari hipertensi, termasuk diabetes, kolesterol tinggi
dan obesitas. Tembakau dan hipertensi berpengaruh untuk lebih lanjut
meningkatkan gangguan kardiovaskuler.9

2.4.3 Sosio-ekonomi
Faktor sosial, seperti pendapatan, pendidikan dan tempat tinggal,
mempunyai pengaruh yang merugikan dalam faktor risiko gaya hidup dan
mempengaruhi meningkatnya hipertensi. Contohnya, penganguran atau ketakutan
dari pengangguran bisa memepengaruhi pada tingkat stress yang dapat
mempengaruhi tekanan darah tinggi. Kondisi pekerjaan dapat juga menunda deteksi
dini dan perawatan dan bisa juga menghambat pencegahan komplikasi.
Perpindahan yang tidak direncanakan juga cenderung untuk menaiknya kasus
hipertensi karena lingkungan yang tidak sehat yang mendorong mengonsumsi fast
food, kebiasaan yang menetap atau duduk terus-menerus, penggunaan rokok dan
alkohol yang berbahaya. Peningkatan usia mempengaruhi hipertensi karena
penebalan pembuluh darah, meskipun penuaan pada pembuluh darah dapat
diperlambat melalui gaya hidup yang sehat, termasuk makanan yang sehat dan
mengurangi konsumsi garam. 9
Beberapa kasus pada hipertensi belum diketahui. Faktor genetik berperan
penting bilamana kemampuan genetik dalam mengelola kadar natrium normal.
Kelebihan intake natrium dalam diet dapat meningkatkan volume cairan dan curah
jantung. Pembuluh darah memberikan reaksi atas peningkatan aliran darah melalui
kontriksi atau peningkatan tahanan perifer. Tekanan darah tinggi adalah awal dari
peningkatan curah jantung yang kemudian dipertahankan pada tingkat yang lebih
tinggi sebagai suatu timbal balik peningkatan tahanan perifer.-9
10

2.5 Patofisiologi
Hipertensi terjadi karena peningkatan tekanan pada pembuluh darah secara
terus-menerus yang mengakibatkan semakin cepat kerja jantung untuk memompa
darah. Jika hal ini terus-menerus maka otot jantung akan menebal dan mengalami
hipertrofi.7
Empat sistem kontrol yang berperan dalam mempertahankan tekanan darah
antara lain sistem baroreseptor arteri, pengaturan volume cairan tubuh, sistem
renin-angiotensin, dan autoregulasi vaskular.7
a. Baroreseptor ini memonitor tekanan derajat arteri. Jika tekanan darah naik
secara mendadak, maka akan memberikan rangsangan pada baroreseptor
yang selanjutnya sinyal tersebut dikirim ke medulla oblongata dan akan
menghambat pusat vasokontriksi, serta merangsang pusat vagal sehingga
terjadi vasodilatasi, kontraktilitas menurun, juga bradikardi,

b. Perubahan volume cairan memengaruhi tekanan arteri sistemik. Bila tubuh


mengalami kelebihan garam dan air, tekanan darah meningkat melalui
mekanisme fisiologi kompleks yang mengubah aliran balik vena ke
jantung dan mengakibatkan peningkatan curah jantung.

c. Renin dan angiotensin memegang peranan dalam pengaturan tekanan


darah. Ginjal memproduksi renin untuk memisahkan angiotensin I, yang
kemudian diubah oleh converting enzyme dalam paru menjadi bentuk
angiotensin II kemudian menjadi angiotensin III dan mempunyai aksi
vasokonstriktor yang kuat pada pembuluh darah dan merupakan
mekanisme kontrol terhadap pelepasan aldosterone,

d. Autoregulasi vaskular adalah suatu proses yang mempertahankan perfusi


jaringan dalam tubuh relatif konstan. Jika aliran berubah, proses-proses
autoregulasi akan menurunkan tahanan vaskular dan mengakibatkan
pengurangan aliran, sebaliknya akan meningkatkan tahanan vaskular
sebagai akibat dari peningkatan aliran.

Renin

Angiotensin I
11

Angiotensin I Converting Enzyme (ACE)

Angiotensin II

↑ Sekresi hormone ADH rasa haus Stimulasi sekresi aldosteron dari


korteks adrenal

Urin sedikit → pekat & ↑osmolaritas


↓ Ekskresi NaCl (garam) dengan
mereabsorpsinya di tubulus ginjal
Mengentalkan
↑ Konsentrasi NaCl di pembuluh darah
Menarik cairan intraseluler → ekstraseluler
Diencerkan dengan ↑ volume
ekstraseluler
Volume darah ↑

↑ Tekanan darah ↑ Volume darah

↑ Tekanan darah
Gambar 1. Patofisiologi hipertensi.7

2.6 Diagnosis
2.6.1 Anamnesis dan Manifestasi Klinis
Gejala hipertensi biasanya tanpa gejala sehingga sering disebut “the silent
killer”. Menurut Vitahealth, secara umum gejala yang dapat timbul, yaitu:
1) Sakit kepala, 2) Jantung berdebar-debar, 3) Sulit bernapas setelah bekerja atau
mengangkat beban berat, 4) Mudah lelah 5) Penglihatan kabur, 6) Wajah memerah,
7) Hidung berdarah, 8) sering buang air kecil, terutama di malam hari, 9) Telinga
berdenging (tinnitus), 10) Dunia terasa berputar (vertigo).10
Selain itu pada anamnesis digali pendukunga faktor risiko hipertensi pada
pasien seperti:
1) riwayat hipertensi atau penyakit kardiovaskuler pada keluarga, 2) riwayat
hiperlipidemia pada pasien atau keluarga, 3) riwayat diabetes pada pasien atau
12

keluarga, 4) kebiasaan merokok 5) pola makan, 6) kegemukan, 7) intensitas


olahraga, 8) kepribadian.10

2.6.2 Pemeriksaan Fisik


Pemeriksaan fisik yang paling umum digunakan untuk mendiagnosis
hipertensi adalah pengukuran tekanan darah, berdasarkan guidline dari The
Canadian Recommendation for The Management of Hypertension 2015
menjelaskan pengukuran TD yang benar dalam mendiagnosis hipertensi adalah: 11
a. Pengukuran hanya boleh dilakukan oleh tenaga kesehatan yang telah
mendapatkan pelatihan dalam mendeteksi risiko penyakit kardiovaskuler
dan bisa mengevaluasi jalannya terapi antihipertensi,
b. Menggunakan metose pengukuran tekanan darah yang terstandarisasi
seperti office blood pressure measurement, automated blood pressure
measurement dan ambulatory blood pressure measurement),
c. Standar pemngukuran ambulatory blood pressure measurement/manual
adalah cuff idealnya diletakkan pada lengan yang tidak dominan dipakai
karena terdapat perbedaan diantara kedua lengan sebesar > 10 mmHg.
Pastikan pasien tidak melakukan aktivitas berlebih sebelum melakukan
pemeriksaan. Pastikan posisi pasien dalam keadaan rileks dan benar.
Kemudian dilakukan pengukuran dengan rerata per 24 jam berselang 30
menit dari pengukuran sebelumnya.

2.6.3 Pemeriksaan penunjang


Berdasarkan JNC VII menyatakan bahwa pemeriksaan penunjang pada
hipertensi tidak dianjurkan terkecuali dengan terapi yang memadai target tekanan
darah masih belum memadai. Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan antara
lain,yaitu: 12
1) darah rutin, 2) EKG, 3) USG karotis, 4) proteinuria kuantatif, 5) fundoskopi, 6)
foto polos dada, dan pemeriksaan penunjang lainnya yang berhubungan dengan
timbulnya komplikasi hipertensi.
13

Gambar 2 Alur Diagnosis Hipertensi Menurut The Canadian


Recommendation for The Management of Hypertension 2015 11

2.7 Penatalaksanaan
Guideline JNC VIII mencantumkan 9 rekomendasi penanganan hipertensi,
yaitu: 13
a. Pada populasi umum ≥ 60 tahun, terapi farmakologis untuk menurunkan
tekanan darah dimulai jika TD sistolik ≥150 mmHg atau TD diastolik ≥ 90
mmHg dengan target sistolik sistolik < 150 mmHg dan target diastolik < 90
mmHg, jika tekanan darah sistolik turun lebih rendah dari target tanpa
menimbulkan efek samping bagi kesehatan dan kualitas hidup maka dosis
tidak perlu disesuaikan
b. Pada populasi umum < 60 tahun, terapi farmakologis untuk menurunkan
tekanan darah dimulai jika TD diastolik ≥ 90 mmHg dengan target TD
diastolik < 90 mmHg untuk usia 30-59 tahun,
c. Pada populasi umum < 60 tahun, terapi farmakologis untuk menurunkan
tekanan darah dimulai TD sistolik ≥140 mmHg dengan target TD sistolik <
140 mmHg,
14

d. Pada populasi usia ≥ 18 tahun dengan penyakit ginjal kronik, terapi


farmakologis dimulai jikan tekanan darah TD sistolik ≥140 mmHg atau TD
diastolik ≥ 90 mmHg dengan target TD sistolik < 140 mmHg dan target TD
diastolik < 90 mmHg,
e. Pada populasi usia ≥ 18 tahun dengan diabetes, terapi farmakologis dimulai
jikan tekanan darah TD sistolik ≥140 mmHg atau TD diastolik ≥ 90 mmHg
dengan target TD sistolik < 140 mmHg dan target TD diastolik < 90 mmHg,
f. Pada populasi non-kulit hitam, termasuk mereka dengan diabetes, terapi
antihipertensi awal sebaiknya mencakup diuretic tipe tiazid, calcium chanel
blocker (CCB), angiotensin-converting enzyme inhibitor (ACEI) atau
angiotensin receptor blocker (ARB),
g. Pada populasi kulit hitam, termasuk mereka dengan diabetes, terapi
antihipertensi awal sebaiknya mencakup diuretic tipe tiazid atau CCB,
h. Pada populasi usia ≥ 18 tahun dengan penyakit ginjal kronik, terapi
antihipertensi awal/tambahan sebaiknya mencakup ACEI atau ARB untuk
meningkatkan out come ginjal. Hal ini berlaku pada semua pasien penyakit
ginjal kronik dengan hipertensi terlepas dari rasa tau status diabetes,
i. Tujuan utama terapi hipertensi adalah untukmencapai dan mempertahankan
target tekanan darah. Jika tekanan darah tidak mencapai target dalam 1
bulan perawatan, tingkatkan dosis awal atau tambahkan obat kedua dari
salah satu kelas yang direomendasikan dalam rekomendasi 6 (tiazid, CCB,
ACEI atau ARB). Jika target tekanan darah tidak tercapai dengan 2 obat,
maka tambahkan dan titrasi obat ketiga dari daftar tersedia. Jangan gunakan
ACEI dan ARB bersama-sama pada satu pasien. Jika tekanan darah tidak
mencapai target dengan 3 obat maka rujuk pasien ke spesialis ginjal
hipertensi.
15

Gambar 3 Algoritme Penatalaksanaan Hipertensi 13

Gambar 4 Jenis Golonggan Obat Antihipertensi 13


16

Gambar 5 Dosis Obat Antihipertensi 13

2.8 Komplikasi
Komplikasi hipertensi dapat mengenai berbagai organ target seperti jantung
(penyakit jantung iskemik, hipertrofi penyakit kiri, gagal jantung), otak (stroke),
ginjal (gagal ginjal), mata (retinopati) juga arteri perifer ( klaudikasio intermitten),
kerusakan organ-organ tersebut bergantung pada tingginya tekanan darah pasien
dan berapa lama tekanan darah tersebut tidak terkontrol dan tidak diobati.14

BAB III
17

LAPORAN KASUS

I. Identitas Pasien
Nama : Tn.AD
Umur : 55 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Pekerjaan : Pedagang
Alamat : Rukoh
Status : Menikah
Berat Badan : 70 kg
Tinggi Badan : 170 cm
IMT : 24,22 kg/m2
Tanggal Kunjungan : 24 Mei 2017

II. Anamnesis
Keluhan Utama
Pusing

Keluhan Tambahan
Mata kabur

Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien datang ke puskesmas dengan keluhan kepala terasa pusing. Pasien
memiliki riwayat tekanan darah tinggi sejak 5 tahun yang lalu. Pasien mengeluhkan
tekanan darahnya sering naik turun dalam beberapa tahun. Pasien mengatakan
bahwa tekanan darah paling tinggi yang dialami pasien mencapai 160/90. Selama
ini pasien rutin melakukan kontrol tekanan darahnya di poli umum puskesmas dan
rutin minum obat. Namun dalam seminggu ke belakang pasien mengatakan obat
darah tingginya telah habis, sehingga pasien tidak minum obat untuk mengontrol
tekanan darahnya. Pasien juga mengeluhkan matanya kabur dalam sebulan terakhir.
Mata kabur dirasakan seperti pandangan berasap. Pasien juga mengeluhkan
matanya silau jika terkena cahaya matahari. Riwayat sakit kepala disangkal, riwayat
diabetes melitus disangkal, riwayat penurunan kesadaran dan stroke disangkal.
18

Riwayat Penyakit Dahulu

Pasien menderita tekanan darah tinggi sejak 5 tahun yang lalu dan rutin
minum obat. Riwayat DM dan stroke disangkal. Riwayat penyakit gangguan ginjal
disangkal. Riwayat kolesterol disangkal. Riwayat penyakit jantung disangkal.

Riwayat Penyakit Keluarga

Tidak ada anggota keluarga pasien yang menderita hipertensi. Tidak ada
riwayat DM dan stroke dalam keluarga. Riwayat penyakit jantung dalam keluarga
disangkal.

Family genogram

Riwayat Pemakaian Obat

Pasien rutin meminum obat tekanan darah tinggi berupa Amlodipin yang
didapatkannya dari puskesmas sejak 5 tahun terakhir. Namun dalam seminggu
belakangan pasien tidak minum obat karena habis.

Riwayat Kebiasaan Sosial

Pasien sering mengkonsumsi makanan yang berlemak dan berkadar garam


tinggi. Pasien juga memiliki kebiasaan merokok sejak 20 tahun yang lalu hingga
sekarang. Pasien mengkonsumsi rokok 12 batang rokok perhari. Klasifikasi indeks
brinkman sedang (240). Pasien mengaku jarang berolahraga
19

III. PEMERIKSAAN FISIK

Status Present
Keadaan Umum : Baik
Kesadaran : Compos Mentis
Tekanan Darah : 160/90 mmHg
Frekuensi Jantung : 78 x/menit, reguler
Frekuensi Nafas : 20x/menit
Temperatur : 36,80C (aksila)
IMT : 24,22 kg/m2 (normoweight)

Status General
Kulit
Warna : Sawo matang
Turgor : cepat kembali
Ikterus : (-)
Anemia : (-)
Sianosis : (-)
Oedema : (-)
Kepala
Bentuk : Kesan normocepali
Rambut : Tersebar rata, sukar dicabut, berwarna hitam.
Mata : Cekung (-), Reflek cahaya (+/+), Sklera ikterik (-/-), Konjungtiva
palpebra inf pucat (-/-) Sulcus palpebra dextra sinistra normal.
Visus 6/60 ODS, shadow test (+)
Telinga : Sekret (-/-), Perdarahan (-/-)
Hidung : Sekret (-/-), Perdarahan (-/-), NCH (-/-)
Mulut
Bibir : Pucat (-), Sianosis (-)Plicanasolabialisdextra (-)
Gigi Geligi : Karies (+)
Lidah : Papil atrofi (-), Beslag (-), Tremor (-)
Mukosa : Basah (+)
20

Tenggorokan : T1/T1
Faring : Hiperemis (-)
Leher
Bentuk : Kesan simetris
KGB : Kesan simetris, Pembesaran (-)
TVJ : R+2 cmH2O
Axilla : Pembesaran KGB (-)
Thorax
Thorax anterior
1. Inspeksi
Bentuk dan Gerak : Normochest, pergerakan simetris kanandan kiri
Tipe Pernafasan : Torako-abdominal
Retraksi : (-)
2. Palpasi
Stem Fremitus Paru kanan Paru kiri
Lap. Paru atas Normal Normal
Lap. Paru tengah Normal Normal
Lap. Paru bawah Normal Normal

3. Perkusi
Paru kanan Paru kiri
Lap. Paru atas Sonor Sonor
Lap. Paru tengah Sonor Sonor
Lap. Paru bawah Sonor Sonor

4. Auskultasi
Suara Pokok Paru kanan Paru kiri
Lap. Paru atas Vesikuler Vesikuler
Lap. Paru tengah Vesikuler Vesikuler
Lap. Paru bawah Vesikuler Vesikuler
Suara Tambahan Paru kanan Paru kiri
Lap. Paru atas Rh (-), Wh (-) Rh (-), Wh (-)
21

Lap. Paru tengah Rh (-), Wh (-) Rh (-), Wh (-)


Lap. Paru bawah Rh (-), Wh (-) Rh (-), Wh (-)

Thoraks Posterior

1. Inspeksi
Bentuk dan Gerak : Normochest, pergerakan simetris

Tipe pernafasan : Abdomino-Thorakal

Retraksi : (-)

2. Palpasi
Paru kanan Paru kiri
Lap. Paru atas Normal Normal
Lap. Paru tengah Normal Normal
Lap. Paru bawah Normal Normal

3. Perkusi
Paru kanan Paru kiri
Lap. Paru atas Sonor Sonor
Lap. Paru tengah Sonor Sonor
Lap. Paru bawah Sonor Sonor

4. Auskultasi
Suara pokok Paru kanan Paru kiri
Lap. Paru atas Vesikuler Vesikuler
Lap. Paru tengah Vesikuler Vesikuler
Lap. Paru bawah Vesikuler Vesikuler
Suara tambahan Paru kanan Paru kiri
Lap. Paru atas Rh (-), Wh (-) Rh (-), Wh (-)
Lap. Paru tengah Rh (-), Wh (-) Rh (-), Wh (-)
22

Lap. Paru bawah Rh basah (-), Rh basah (-),


Wh (-) Wh (-)

Jantung

Inspeksi : Ictus Cordis tidak terlihat di ICS V


Palpasi : Ictus Cordis teraba di ICS V linea misclavicula sin

Perkusi :

Batas jantung atas : di ICS II Line Parasternalis Sinistra


Batas jantung kanan : di ICS IV Linea Parasternal dextra
Batas jantung kiri : di ICS IV linea parasternal sinistra
Auskultasi : BJ I > BJ II, reguler, bising (-), gallop (-)

Abdomen

Inspeksi : Kesan simetris, Distensi (-)


Palpasi : Soepel (+), Nyeri tekan (-), Organomegali (-)
Perkusi : Tympani (+), Asites (-)
Auskultasi : Peristaltik usus (N) 3x/menit
Genetalia : tidak dilakukan pemeriksaan

Anus : tidak dilakukan pemeriksaan

Ekstremitas

Ekstremitas Superior Inferior


Kanan Kiri Kanan Kiri
Sianotik - - - -
Edema - - - -
Ikterik - - - -
Gerakan aktif Aktif Aktif Aktif
Tonus otot Normotonus Normotonus Normotonus Normotonus
23

Sensibilitas N N N N
Atrofi otot - - - -

Ekstremitas Superior Inferior


RefleksFisiologis Kanan Kiri Kanan Kiri
Bisep N N - -
Trisep N N - -
Patella - - N N
Tendon Achilles - - N N

Ekstremitas Superior Inferior


RefleksPatologis Kanan Kiri Kanan Kiri
Babinski - - - -
Chaddok - - - -
Oppenheim - - - -
Gordon - - - -

IV. Diagnosis

Hipertensi stage II + Katarak Senilis Imatur ODS

V. Tatalaksana
1. Non Farmakologi
 Mengurangi asupan garam. Dianjurkan untuk asupan garam tidak
melebihi 2 gr/ hari
 Olah raga yang dilakukan secara teratur sebanyak 30 – 60 menit/ hari,
minimal 3 hari/ minggu, dapat menolong penurunan tekanan darah.
Terhadap pasien yang tidak memiliki waktu untuk berolahraga secara
khusus, sebaiknya harus tetap dianjurkan untuk berjalan kaki,
mengendarai sepeda atau menaiki tangga dalam aktifitas rutin mereka
di tempat kerjanya.
24

 Berhenti merokok
2. Farmakologi

- Amlodipin 1 x 10 mg
- HCT 1 x 25 mg
- Cendo vitrolenta 3x1 gtt ODS

VI. Planning
 Rutin kontrol tekanan darah ke Puskesmas setiap bulannya.
 Pemeriksaan EKG.
 Pemeriksaan kolesterol total, HDL, LDL dan Trigliserida pada kunjungan
berikutnya
 Pemeriksaan Kadar gula darah puasa dan 2 jam PP

VII. Anjuran Untuk Keluarga


- Hindari makanan tinggi lemak dan garam
- Perbanyak konsumsi sayur dan buah
- Olah raga teratur
- Kontrol tekanan darah rutin di puskesmas
25

BAB IV
PEMBAHASAN

Pada kasus ini, pasien adalah seorang laki-laki berumur 55 tahun dengan
keluhan utama kepala terasa pusing. Pasien memiliki riwayat tekanan darah tinggi
sejak 5 tahun yang lalu. Pasien mengeluhkan tekanan darahnya sering naik turun
dalam beberapa tahun. Pasien mengatakan bahwa tekanan darah paling tinggi yang
dialami pasien mencapai 160/80 mmHg, Pasien juga mengeluhkan matanya kabur
dalam sebulan terakhir. Dari hasil pemeriksaan fisik didapatkan tekanan darah
160/90 mmHg. Frekuensi nadi: 78 x/menit, laju pernapasan : 20 x/menit, suhu
aksila : 36,8oC.
Hipertensi adalah keadaan tekanan darah sistolik lebih dari 140 mmHg dan
tekanan diastolik lebih dari 90 mmHg. Tekanan darah diukur dengan
spygmomanometer yang telah dikalibrasi dengan tepat (80% dari ukuran manset
menutupi lengan) setelah pasien beristirahat nyaman, posisi duduk punggung tegak
atau terlentang paling sedikit selama 5 menit sampai 30 menit setelah merokok atau
minum kopi. Seseorang dinyatakan menderita hipertensi bila tekanan darahnya
lebih dari 140/90 mmHg. Menurut The Joint National Committee on Detection,
Evaluation and Treatment of High Blood Pressure (JNC- VII) dikatakan hipertensi
derajat 2 bila didapatkan tekanan darah sistolik> 160 mmHg, dan tekanan diastolik
> 100, oleh karena itu pasien pada laporan kasus ini dapat didiagnosis menderita
Hiperetnsi derajat 2. 15

Untuk penatalaksanaan pada pasien ini amloidipin 1x10mg, HCT 1 x 25 mg.


Amlodipin adalah golongan obat Calcium-channel blocker yang menghambat
masuknya kalsium ekstraseluler menuju otot polos pembuluh darah yang
menyebabkan relaksasi dari otot pembuluh darah yang akan menyebabkan
penurunan tekanan darah. Pada pasien juga diberikan Hidroklorotiazid atau
disingkat HCT adalah obat diuretik yang termasuk ke dalam kelas tiazid.
Hidroklorotiazid sering digunakan sebagai obat anti hipertensi yang bekerja dengan
cara mengurangi kemampuan ginjal untuk menyerap terlalu banyak natrium yang
26

bisa menyebabkan retensi cairan. Selain itu obat ini juga menurunkan resistensi
pembuluh darah perifer sehingga terjadi penurunan tekanan darah.15

Pasien juga mengeluhkan matanya kabur dalam sebulan terakhir yang


didiagnosa dengan katarak. Katarak merupakan salah satu penyait mata yang terjadi
pada lensa mata. Karena kekeruhan pada mata yang menyababkan penglihatan
seseorang menjadi buram bahkan sampai tidak bisa melihat, hal ini terjadi karena
cahaya yang masuk tidak dapat mencapai retina karena terhalang oleh lensa yang
keruh. Pada pemeriksaan fisik ditemukan visis 6/60 ODS dan hallo test (+)
penurunan visus terjadi akibat adanya gangguan pada media refraksi, dalam hal ini
lensa merupakan salah satu dari media refraksi, sedangan hallo test (+)
mengambarkan bahwa katarak masih dalam klasifikasi imatur, sehingga untuk
mengobati penyakit tersebut pada pasien juga diberikan Cendo vitrolenta 3x1 gtt
ODS. Cendo vitrolenta merupakan obat gabungan dari Potassium Iodide 5
mg dan Sodium Iodide 10 mg, dan juga mengandung Vitamin A. Penggunaan
topical Iodide dapat mengaktifkan/merangsang metabolism dan terkadang juga
berfungsi untuk mencegah pengeruhan pada media refraksi yaitu kekeruhan pada
lensa sebagai gejala awal katarak.16
27

BAB V
KESIMPULAN

Hipertensi atau tekanan darah tinggi diderita oleh hampir semua golongan
masyarakat di seluruh dunia. Batasan hipertensi ditetapkan dan dikenal dengan
ketetapan JNC VII (The Seventh Report of The Joint National Committee on
Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of Hight Blood Pressure).
Ketetapan ini juga telah disepakati badan kesehatan dunia (WHO), organisasi
hipertensi international (ISH), maupun organisasi hipertensi regional termasuk
Indonesia (InaSH) menjadi kelompok normal, prehipertensi, hipertensi derajat 1,
dan hipertensi derajat 2.
Menurut perkiraan, sekitar 30% penduduk dunia tidak terdiagnosis adanya
hipertensi (underdiagnosed condition). Hal ini disebabkan tidak adanya gejala atau
dengan gejala ringan bagi mereka yang menderita hipertensi. Sedangkan, hipertensi
ini sudah dipastikan dapat merusak organ tubuh seperti jantung (70% penderita
hipertensi akan merusak jantung), ginjal, otak, mata, serta organ tubuh lainnya
sehingga hipertensi disebut sebagai silent killer. Kunci untuk menghindari
komplikasi serius dari hipertensi adalah mendeteksi dan mengobati sebelum
kerusakan terjadi. Edukasi dari dokter kepada pasien hipertensi sangatlah penting
terutama mengenai komplikasi dan pengaturan pola gaya hidup yang sehat..
28

DAFTAR PUSTAKA

1 U.S. Department of Health and Human Services. 2004. Complete Report: The
Seventh Report pf the Joint National Committee on Prevention, Detection,
Evaluation, dan Treatment of High Blood Pressure. United States: U.S.
Department of Health and Human Services.
2 Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan
Republik Indonesia. 2013. Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS). Jakarta:
Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
3 Rahajeng W dan Tuminah S. 2009. Prevalensi Hipertensi dan Determinannya
di Indonesia. Majalah Kedokteran Indonesia, Volume 59, Nomor 12: 580-587.
4 Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2012. Profil Data Kesehatan
Indonesia Tahun 2011. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
5 Standing P, Deakin H, Norman P, Standing R. Hypertension-It,s Detection,
Prevalence and Treatment in British General Practice. BJ Cardiol 2015; 12:
471-6.
6 Rosendorff C, Balck HR, Cannon CP, Cannon BJ, Gersh BJ, Gore J et al.
Treatment of Hypertension in the Prevention and Management of Ischemic
Heart Disease : A Scientific Statement from the American Heart Association
Council for High Blood Pressure Research and the Council on Clinical
Cardiology and Epidemiology and Prevention. Circulation. 2007;115:2761-
2788.
7 Sani, A. 2008. Hypertension; Current Perspective. Medya Crea. Jakarta
8 Aulia, Sani. 2008. Diagnosis dan Tatalaksana Hipertensi dan Sindroma Koroner
Akut. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
9 WHO, Media Centre. Nocommunicable diseases. Updated March 2013. Access
18 November 2013.
10 Vitahealth.2006. Hipertensi. Jakarta: Gramedia
11 The 2015 Canadian Hypertension Education Program Recommendations for
Blood Pressure Measurement, Diagnosis, Assessment of Risk, Prevention, and
Treatment of Hypertension. Canadian Journal of Cardiology Volume 31 2015.
29

12 Sudoyo, A W; Setiyohadi, Bambang; alwi, Idrus; Smadibrata, M K dan Setiati,


Siti. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi V. Jakarta: Interna
Publishing.
13 Lewintton, S. Prospective Studies Collaboration. Age-specific Prelevance or
Usual blood Pressure to Vascular mortality: a Meta-analysis of Individual Data
for One Million Adults in 61 Prospective Studies. Lancet.2002;360;9349: 903-
13.
14 Muhadi. JNC 8: Evidence-based Guideline Penanganan Pasien Hipertensi
Dewasa.Cermin Dunia Kedokteran 236/ vol. 43 no. 1, th. 2016.
15 Idrus A, Simon S, Rudy H, Juferdy K, Dicky. Penatalaksanaan Dibidang Ilmu
Penyakit Dalam "Panduan Praktik Klinis "Jakarta: INterna Publishing;
2015.p.408-415
16 Kementrian Republik Indonesia. Pedoman Pelayanan Indra Penglihatan di
Puskesmas Jakarta; 2010.P.12-13

Anda mungkin juga menyukai