Perilaku Organisasi
OLEH
KELOMPOK 7:
JURUSAN AKUNTANSI
UNIVERSITAS JEMBER
2018
KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Panyayang, Kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah
melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat
menyelesaikan tugas makalah mata kuliah Perilaku Organisasi ini.
Terlepas dari semua itu, Kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu
dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar
kami dapat memperbaiki makalah ini.
Akhir kata kami berharap semoga makalah tentang Sikap dan Kepuasan
Kerja ini dapat memberikan manfaat maupun inpirasi terhadap pembaca.
Penyusun
i
DAFTAR ISI
ii
BAB 1. PENDAHULUAN
1
persentasinya lebar, tetapi lebih banyak individu melaporkan bahwa mereka
merasa puas dibandingkan tidak puas. Apakah yang menyebabkan kepuasan kerja
? dari segi kepuasan kerja (kerja itu sendiri, bayaran, kenaikan jabatan,
pengawasan, dan rekan kerja), menikmati kerja itu sendirihampir selalu
merupakan segi yang paling berkaitan erat dengan tingkat kepuasan kerja yang
tinggi secara keselruhan. Dengan perkataan lain, sebagian besar individu lebih
menyukai kerja yang menantang dan membangkitkan semangat daripada kerja
yang dapat diramalkan dan rutin.
2
BAB 2. PEMBAHASAN
2.1 SIKAP
Sikap (attitude) merupakan pernyataan evaluatif baik yang menyenangkan
maupun tidak menyenangkan terhadap objek individu atau peristiwa. Atau
penggambaran bagaimana perasaan seseorang tentang sesesutu. Sikap merupakan
sesuatu yang sangat rumit untuk dipahami, maka ada beberapa pertanyaan yang
dapat menjadi patokan untuk mempermudah memahami hal tersebut, antara lain :
2.1.1 Apa komponen utama dari sikap ?
Ada tiga komponen utama dari sikap, yaitu:
a. Komponen Affection (Afektif), segmen emosional atau perasaan suka atau
tidak suka terhadap obyek sikap.
b. Komponen Behaviour (Perilaku), yang menyatakan niat untuk atau
berperilaku dalam cara tertentu terhadap seseorang atau sesuatu.
c. Komponen Cognitive (Kesadaran), segmen opini dimana komponen ini
menyatakan keyakinan dari sikap. Perlu diingat bahwa komponen-komponen
ini sangat berkaitan. Contohnya dalam sebuah perusahaan terdapat seorang
pemimpin yang otoriter atau “keras”. Maka para bawahannya akan memiliki
sikap yang berbeda-beda. Ada yang bersikap positif, ada juga yang bersikap
negatif. Mereka yang bersikap positif biasanya loyal terhadap pemimpin
tersebut. Karena mereka menyukai pemimpin tersebut, dan sadar dan yakin
bahwa hal tersebut digunakan untuk mendidik mereka. Sehingga mereka
berperilaku patuh dan taat terhadap pemimpinnya. Sedangkan mereka yang
bersikap negative akan berperilaku cenderung melawan dan berontak
terhadap pemimpinnya.
3
dan memperkuat keyakinan semula dari Festinger bahwa “variabel moderasi”
dapat memperkuat hubungan tersebut.
Variabel Moderasi
Sikap-sikap penting merefleksikan nilai-nilai fundamental yang kita
miliki, minat pribadi, atau identifikasi dengan individu atau kelompok yang kita
hargai. Sikap-sikap ini cenderung menunjukkan sebuah hubungan yang kuat
dengan perilaku kita.
4
f. Apakah sikap kerja ini semuanya benar-benar sejelas itu?. Ada beberapa
kejelasan diantara sikap-sikap itu, tetapi mereka sangat tumpang tindih karena
berbagai alasan, termasuk kepribadian pekerja. Riset terbaru menyatakan
bahwa manajer cenderung mengidentifikasi pekerjaannya sebagai bagian dari
salah satu dari keempat kategori yang jelas: antusias yang bertahan, ogah-
ogahan bertahan, antusiasi pergi, dan ogah-ogahan pergi.
5
Namun mereka cenderung tidak begitu puas dengan bayaran dan peluang promosi
yang diberikan oleh perusahaan.
2.2.4 Dampak Pekerja yang Puas dan Todak Puas terhadap Tempat Kerja
6
sikap. Pada akhir tahun 195-an, Leon Fissinger mengemukakan teori
ketidaksesuain kognitif (cognitive dissonance theory), yang menjelaskan
hubungan antara sikap dan perilaku.
Pada umumnya, penelitian menyimpulkan bahwa individu mencari
konsistensi di antara sikap mereka serta antara sikap dan perilaku mereka. Ini
berarti bahwa individu berusaha untuk menetapkan sikap yang berbeda serta
meluruskan sikap dan perilaku mereka sehingga mereka terlihat rasional. Ketika
terdapat ketidakkonsistenan, timbullah dorongan untuk mengembalikan individu
tersebut ke keadaan seimbang , dimana sikap dan perilaku kembali konsisten. Ini
bisa dilakukan dengan cara mengubah sikap maupun perilaku, atau dengan
mengembangkan rasionalisasi untuk ketidaksesuaian. Contohnya Anda memberi
tahu anak-anak Anda untuk membersihkan gigi mereka setiap hari, namun Anda
tidak melakukannya. Apabila elemen yang menghasilkan ketidaksesuaian relative
tidak penting, tekanan untuk memperbaiki ketidakseimbangan akan rendah.
7
BAB 3. PENUTUP
Kesimpulan
8
DAFTAR PUSTAKA
Robbins, Stephen P., Timothy A. Judge. 2015. Perilaku Organisasi, Jakarta: Salemba Empat