Anda di halaman 1dari 13

PAPER INFEKSI NOSOKOMIAL DI RUANG HD

Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah

Asuhan Keperawatan Kebutuhan Khusus

Dosen Pembimbing : .........

Disusun Oleh :

Kelompok 6
1. Dewi Novita Komalasari (108115043)
2. Endah Aryani (1081150)
3. Abdul Rohman Al Aziz (1081150)
4. Ista Ziatiningrum (1081150)
5. Fani Fajriyati (1081150)

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


STIKES AL IRSYAD AL ISLAMIYYAH CILACAP
2018
Infeksi Nosokomial

Infeksi adalah peristiwa masuk dan penggandaan mikroorganisme di dalam tubuh pejamu
yang mampu menyebabkan sakit (Perry & Potter,2005; Linda Tietjen, 2004).

Infeksi nosokomial adalah infeksi yang didapat seseorang dalam waktu 3x24 jam sejak
mereka masuk rumah sakit (Depkes RI, 2003).

Infeksi nosokomial diakibatkan oleh pemberian layanan kesehatan dalam fasilitas perawatan
kesehatan. Rumah sakit merupakan satu tempat yang paling mungkin mendapat infeksi
karena mengandung populasi mikroorganisme yang tinggi dengan jenis virulen yang
mungkin resisten terhadap antibiotik (Perry & Potter, 2005).

Kriteria infeksi nosokomial (Depkes RI, 2003), antara lain:

a. Waktu mulai dirawat tidak didapat tanda-tanda klinik infeksi dan tidak sedang dalam
masa inkubasi infeksi tersebut

b. Infeksi terjadi sekurang-kurangnya 3x24 jam (72 jam) sejak pasien mulai dirawat.

c. Infeksi terjadi pada pasien dengan masa perawatan yang lebih lama dari waktu
inkubasi infeksi tersebut.
d. Infeksi terjadi pada neonatus yang diperoleh dari ibunya pada saat persalinan atau
selama dirawat di rumah sakit.
e. Bila dirawat di rumah sakit sudah ada tanda-tanda infeksi dan terbukti infeksi tersebut
didapat penderita ketika dirawat di rumah sakit yang sama pada waktu yang lalu, serta
belum pernah dilaporkan sebagai infeksi nosokomial.

Infeksi rumah sakit sering terjadi pada pasien berisiko tinggi yaitu pasien dengan

karakteristik usia tua, berbaring lama, menggunakan obat imunosupresan dan/atau

steroid, imunitas turun misal pada pasien yang menderita luka bakar atau pasien yang

mendapatkan tindakan invasif, pemasangan infus yang lama, atau pemasangan kateter

urin yang lama dan infeksi nosokomial pada luka operasi (Depkes RI, 2001). Infeksi

nosokomial dapat mengenai setiap organ tubuh, tetapi yang paling banyak adalah infeksi
nafas bagian bawah, infeksi saluran kemih, infeksi luka operasi, dan infeksi aliran darah

primer atau phlebitis (Depkes RI, 2003).

Gambar 3. Siklus infeksi nosokomial (Depkes RI, 2007)


INFEKSI TERKAIT AIR, REUSE DAN MESIN HEMODIALISIS

a. Pendahuluan
Pasien hemodialisa (HD) sangat rentan terkena infeksi yang didapat dari berbagai
sumber. Beberapa hal yang merupakan faktor tersebut adalah : proses kanulasi,
imunosupresi, kontak yang sering dengan petugas kesehatan selama prosedur dan
perawatan dan kurangnya penghalang fisik antara pasien dengan lingkungan
hemodialisa. Pencegahan dan kontrol infeksi yang efektif dengan melibatkan berbagai
intervensi bertujuan untuk mengurangi resiko infeksi di unit HD (APIC, 2010).

• The United States Renal Data System (USRDS) 2013 :


– Morbiditas infeksi pasien dialisis rutin yang dirawat sebesar 42,9 %
– Morbiditas pasien dialisis yang dirawat oleh karena gangguan kardiovaskular
sebesar 39,6%
• Komponen dan proses pelayanan tindakan hemodialisis  sumber/ penyebab
masuknya mikroorganisme atau zat patogen yang bisa menyebabkan infeksi
• Infeksi yang terjadi pada pasien dialisis berkaitan dengan :
– Sumber air yang dipakai, pengolahan air pada pusat dialisis, distribusi air
– Dialisat, acid and bicarbonate concentrate solutions
– Mesin dialisis dan komponennya
– Dialiser  Reuse

b. Infeksi terkait Air

• Komplikasi infeksi oleh karena air  tercemar bakteri bisa mempunyai


manifestasi akut dan kronik.
• Manifestasi akut akibat infeksi yang terkait air (air yang terkontaminasi bakteri
atau endotoksin bakteri gram negatif ) adalah :
– Reaksi pirogenik  sepsis /syok sepsis
• Manifestasi kronis (low grade infection) dari air yang terkontaminasi bakteri
dalam jangka panjang dapat berupa :
– 2 Amiloidosis (mekanisme rangsangan yang berulang terhadap sel monosit
 mensekresi fibril 2 amiloid, interleukin-1 (IL-1) dan tumour necrosis
factor (TNF).
– Kadar IL-1 dan TNF sebagai pro-inflamasi merangsang proses aterosklerosis
dan merupakan salah satu sebab malnutrisi pada pasien HD rutin.

c. Infeksi terkait Dialiser Reuse

• Salah satu reaksi tersering tindakan reuse adalah reaksi pirogenik. Dimana
keadaan ini biasanya di sebabkan oleh karena tindakan reuse yang kurang baik

Infeksi terkait Reuse

• Infeksi yang berhubungan dengan transfusi darah dan reuse dengan prevalensi
yang cukup tinggi di unit HD adalah :

– Infeksi Virus Hepatitis B

– Infeksi Virus Hepatitis C

– Infeksi human immunodeficiency virus (HIV)


Equipment Cleaning/Disinfection
d. Infeksi terkait Mesin Dialisis
– Obat-obatan yang dipakai berkali-kali yang sudah terkontaminasi,
– Hand hygiene dari staf unit HD  melayani pasien lebih dari satu orang dan
melakukan protokol tindakan HD dengan waktu yang cukup sempit

HEPATITIS B
Pemeriksaan HBsAg reguler disarankan pada pasien HD rutin :
1. Pasien yang belum divaksinasi atau dengan respon yang kurang terhadap
pemberian vaksinasi baik ( anti-HBsAg <10 mIU/ml )  HBsAg / bulan
2. Pasien dengan respon positif lemah terhadap vaksinasi (anti-HBsAg 10-99
mIU/ml)  HBsAg / 3 bulan
3. Pasien dengan respon positif kuat terhadap vaksinasi (anti-HBsAg ≥ 100 mIU/ml
)  HBsAg / 6 bulan
4. Pasien dengan HBsAg (-) dan HBc (+)  HBsAg / bulan

Pasien pasca vaksinasi ≤ 7 hari dapat menunjukkan hasil HBsAg (+)  ini harus di
ingat sangat akan mengambil bahan pemeriksaan HBsAg

• PERNEFRI merekomendasikan :

– Pasien dengan HBsAg negatif perlu dilakukan imunisai untuk melindungi


pasien dari penularan hepatitis B

– Pasien dengan HBsAg positif perlu ditempatkan diruang isolasi atau tempat
yang dipisahkan, memakai mesin yang dikhususkan dan dialiser tidak
dilakukan proses ulang (reuse).

– Pengobatan diberikan pada pasien dengan kerusakan hati/ SGPT (Serum


Glutamic Piruvic Transaminase) meningkat dan kadar HBV-DNA >10
kopi/ml.

HEPATITIS C

Pasien dengan hepatitis C

 Infeksi hepatitis C pada pasien HD rutin :


– Prevalensi yang sangat bervariasi yaitu 1-70%.

– Faktor resiko infeksi hepatitis C : pencegahan infeksi yang buruk, sosial-


ekonomi yang rendah dan tingginya angka transfusi darah, serta lamanya
menjalani hemodialisis.

• Dari banyak studi terbukti bahwa transmisi HCV (High Conservation Value)
 banyak melalui infeksi nosokomial di ruang HD.

• Penularan terutama melalui kontaminasi tangan petugas kesehatan, alat


kesehatan dan permukaan lingkungan kerja  Tidak ada bukti kuat bahwa
mesin HD dapat menularkan VHC (Virus Hepatitis C) atau virus HIV asalkan
mesin tersebut di dekontaminasi dengan baik.

• CDC (Centers for Disease Control and Prevention) dan peneliti lainnya 
tidak ada hubungan yang jelas antara insiden hepatitis C dengan pemakaian
ulang dializer

• Studi prospektif multicenter menunjukan penurunan insidensi hepatitis C tiap


tahunnya setelah diterapkan Hygienic precautions tanpa dilakukan isolasi
terhadap pasien penderita hepatitis C.

• Apabila infeksi nosokomial hepatitis C terus terjadi, setelah prosedur hygiene


precaution dilakukan dengan benar  kebijaksanaan untuk diberikan ruang
khusus/isolasi bagi penderita Hepatitis C boleh diberlakukan.

Penapisan HCV pada pasien yang menjalani terapi hemodialisis

– Pemeriksaan seromarker hepatitis C harus dilakukan saat pasien pertama


kali akan menjalani HD atau akan pindah ke unit HD lain

– Pada unit HD dengan prevalensi hepatitis C yang rendah , pemeriksaan


dengan menggunakan EIA

– Pada unit HD dengan prevalensi hepatitis C yang tinggi , sebaiknya


pemeriksaan menggunakan NAT ( Nucleic Acid Test HCV RNA )

Rekomendasi khusus PERNEFRI (Perhimpunan Nefrologi Indonesia) :


– Setiap staf yang tertusuk jarum bekas penusukan pada pasien HbsAg, anti-
HCV dan HIV positif segera diambil tindakan pencegahan sesuai dengan
prosedur baku.

– Semua tenaga medis yang bekerja diunit hemodialis dan melayani pasien
hemodialis, harus diperiksa anti-HCV setiap 6 bulan

Human Immunodeficiency Virus (HIV)

Pasien dengan HIV

• Rekomendasi PERNEFRI :

– pasien melakukan tes HIV dengan enzyme Immunoassay (EIA) / western blot

– tidak perlu memakai mesin yang dikhususkan,

– dapat dilakukan proses ulang dialiser

– tidak memerlukan ruang isolasi dan perlu diberikan obat HIV

– Pasien dengan test HIV positif, perlu dilanjutkan dengan pemeriksaan Western
blot untuk menghindari hasil positif palsu.
Tabel 1: Jadwal pemeriksaan serologi HBV, HCV dan HIV pada pasien HD

Blood-Borne Viruses in Haemodialysis, CAPD and Renal Transplantation 2014

MANAJEMEN ALAT /PENCEGAHAN INFEKSI DI UNIT HEMODIALISA


A. AIR / CAIRAN
Melakukan pemeriksaan bakteriologi / endotoksin sumber air dan cairan dialisat
secara reguler
B. MESIN HEMODIALISA

1. Setiap kali prosedur dialisis selesai, dilakukan dekontaminasi pada mesin


dialisis, baik pada bagian permukaan luar ( eksternal ) maupun pada bagian
dalam mesin ( internal ) dengan menggunakan desinfektan kimia sesuai
panduan dari masing-masing pabriknya.
2. Desinfektan bagian dalam mesin ( internal )
a. Bagian dalam mesin HD harus didesinfeksi setiap kali prosedur
dialysis selesai (prosedur rutin meliputi draining, disinfection, rinsing),
sesuai dengan protocol yang dianjurkan oleh pabrikan.
b. Bila terjadi kebocoran darah pada sistem resirkulasi, dilakukan
prosedur rutin desinfeksi dan pembilasan sebanyak 2 kali sebelum
mesin tersebut dipakai kembali.

3. Desinfektan permukaan luar ( eksternal ) mesin dialisis :

a. Perhatian khusus ditujukan pada bagian panel control mesin dialisis,


seperti : dialysat ports, bicarbonate port, pressure transducer arterial-
vena, air detector, heparin pump dan blood pump pada setiap kali
prosedur HD selesai dilakukan.

b. Cairan desinfektan ditempatkan di dalam botol, semprotkan pada


bagian permukaan mesin, lalu dengan lap khusus/kain flannel.
c. Bila terdapat percikan darah pada mesin harus segera dibersihkan
dengan larutan klorin 1 %.

4. Pressure transducer.

Pressure transducer filter protectors harus digunakan untuk mencegah


kontaminasi antara komponen darah arteri dan vena pada mesin HD.
DAFTAR PUSTAKA

Committee on Identifying Priority Areas for Quality Improvement, Karen Adams,


Janet M. Corrigan (2003). Priority Areas for National Action: Transforming Health Care
Quality. National Academies Press.

Steven Jonas, Raymond L. Goldsteen, Karen Goldsteen (2007). Introduction to the US


health care system. Springer Publishing Company.

Riana Infeksi Nosokomial RumahSakit. Dimuat dalam http://riana-a-


hfkm10.web.unair.ac.id/artikel_detail-41324-
ADMINISTRASI%20RUMAH%20SAKIT%20DAN%20PUSKESMAS-
Infeksi%20Nosokomial%20RumahSakit.html

Di akses pada hari minggu tanggal 30 September 2018 jam 17.45 wib dalam
ipdijatim.org/wp-content/uploads/2016/10/Infeksi-terkait-air-reuse-dan-alat-HD.pptx

Anda mungkin juga menyukai