K
K
Kelompok B-7
Ramadhan 1102015186
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS YARSI
2018
A. Definisi Benzena
B. Struktur Benzena
Benzena merupakan suatu cairan yang tidak berwarna dengan bau yang manis
(sweet odor), mudah menguap di udara, larut dalam air dan mudah terbakar.
Kadar benzena dalam jumlah kecil di alam dihasilkan bila bahan yang kaya
karbon mengalami pembakaran tidak sempurna, biasanya dihasilkan pada
letusan gunung berapi dan kebakaran hutan, juga merupakan salah satu
komponen yang terkandung dalam asap rokok. Di Amerika Serikat, setengah
dari sumber paparan berasal dari asap rokok. Rata-rata jumlah asupan benzena
yang terserap perokok (32 batang per hari) adalah sekitar 1,8 mg per hari.
Jumlah tersebut lebih besar 10 kali lipat dibandingkan dengan rata-rata asupan
benzena per hari dari orang yang tidak merokok. Benzena Pertama kali
diisolasi oleh Michael Faraday pada tahun 1825 dari residu minyak dan diberi
nama bikarburet hidrogen. Pada tahun 1833, Eilhard Mitscherlich dari Jerman
berhasil menghasilkan benzena dari destilasi asam benzoat dan diberi nama
benzin. Pada tahun 1845, Charles Mansfield mengisolasi benzena dari tir (coal
tar) yang merupakan hasil akhir dari pengolahan minyak bumi, dan dengan
metode ini kemudian dilakukan produksi benzena dalam skala besar untuk
industri (Hetiny, 2011).
Benzena pertama kali diproduksi secara komersial dari coal tar pada tahun
1849 dan dari minyak pada tahun 1941. Setelah Perang Dunia II, kebutuhan
benzena bagi industri sangat besar, terutama untuk kebutuhan industri plastik,
sehingga benzena kemudian diproduksi secara besar-besaran dari industri
minyak bumi. Terdapat empat proses kimia dalam produksi benzena :
catalytic reforming, toluene hydrodealkylation , toluene disproportionation,
dan steam cracking (ATSDR, 2007).
Benzena merupakan salah satu senyawa kimia yang paling banyak digunakan
dalam industri di dunia. Di Amerika Serikat, benzena merupakan salah satu
dari 20 zat kimia terbanyak yang diproduksi. Benzena digunakan secara luas
sebagai pelarut dan industri obat sebagai bahan baku atau bahan intermediet
dalam pembuatan banyak senyawa kimia, dan juga sebagai zat aditif pada
bensin. Penggunaan utama benzena adalah untuk produksi etilbenzena,
cumene, dan sikloheksan. Etil benzena (penggunaan 55% benzena yang
diproduksi) adalah senyawa intermediet untuk pembentukan stirena, yang
digunakan untuk pembentukan plastik. Cumene (24%) digunakan untuk
memproduksi fenol dan aseton. Fenol digunakan untuk membuat resin dan
nylon sebagai serat sintetik, sementara aseton digunakan sebagai pelarut dan
industri obat. Sikloheksan (12%) digunakan untuk membual nylon. Benzena
juga merupakan salah satu komponen dalam bensin tanpa timbal untuk
meningkatkan nilai oktan bensin, oleh karena itu polusi udara yang
disebabkan senyawa aromatik terutama benzena dalam bensin tanpa timbal
meningkat (ATSDR,2007).
EPA telah menggolongkan benzena sebagai zat karsinogenik terhadap
manusia (GrupA) (EPA, 1998). Karena penggolongan oleh EPA ini, di masa
sekarang penggunaan benzena sebagai pelarut semakin dibatasi, tetapi diganti
oleh pelarut organik lain. Tetapi, karena benzena masih tetap terdapat dalam
pelarut organik pengganti ini sebagai impuritis (pengotor), maka manusia
masih dapat terpapar oleh benzena di lingkungan kerja. Benzena juga
digunakan dalam industri pembuatan sepatu dan industri percetakan (ATSDR,
2007). Sebagai zat aditif pada bensin, benzena dapat meningkatkan nilai
oktan. Konsekuensinya adalah bensin mengandung benzena beberapa persen,
ketika pada tahun 1950-an diganti oleh Tetraetil timbal sebagai zat anti ketuk.
Tapi, karena timbal (Pb) juga merupakan zat berbahaya, maka benzena
kembali digunakan sebagai aditif pada bensin di beberapa negara.
a. Absorbsi
Benzena yang masuk melalui inhalasi apabila tidak segera dikeluarkan
melalui ekspirasi, maka akan diabsorpsi ke dalam darah. Benzena larut dalam
cairan tubuh dalam konsentrasi sangat rendah dan secara cepat dapat
berakumulasi dalam jaringan lemak karena kelarutannya yang tinggi dalam
lemak.
Uap benzena mudah diabsorpsi oleh darah, yang sebelumnya diabsorpsi
dengan baik oleh jaringan lemak. Absorbsi benzena kedalam jaringan tubuh
dapat melalui beberapa cara yaitu, pernapasan (inhalasi), melalui kulit
(dermal) dan melalui saluran pencernaan (gastrointestinal).
Benzena masuk ke dalam tubuh dalam bentuk uap melalui inhalasi, dan
absorpsi terutama melalui paru-paru, jumlah yang diinhalasi sekitar 40-50%
dari keseluruhan jumlah benzena yang masuk ke dalam tubuh. Benzena
mudah diabsorpsi melalui pernafasan, ketahanan paru-paru mengabsorpsi
benzena mencapai lebih kurang 50% untuk beberapa jam pada paparan di
antara 2-100 cm 3 / m3.
Diperkirakan dari studi in vitro yang dilakukan pada kulit manusia, bahwa
absorpsi gas benzena melalui kulit, lebih kecil dibandingkan dengan total
absorbsi, tetapi absorpsi dari gas benzena dapat merupakan rute paparan yang
signifikan. Ada penemuan yang menyatakan bahwa kontak melalui kulit
merupakan rute utama absorpsi benzena pada pekerja yang terpapar bensin
cair.
3).Gastrointestinal (pencernaan)
b. Distribusi
c. Metabolisme
d. Ekskresi
F. Toksisitas Benzena
Paparan benzena terhadap tubuh mempunyai dampak yang sangat buruk pada
kesehatan antara paparan benzena yang berasal dari pelarut yang mengandung
benzena dengan kejadian acute myelogenous leukemia (AML)(ATSDR, 2007;
Young at al, 1999;US Dept.of Health and Human Service, 1988). Pengujian
secara in vivo dan in vitro pada hewan dan manusia juga mengindikasikan
benzena dan zat metabolitnya bersifat genotoksik, merubah gen, perubahan
kromosom pada limfosit, dan sel sumsum tulang. Kerusakan pada sistem
immune juga terjadi pada paparan benzena melalui inhalasi. Hal ini
ditunjukkan oleh menurunnya jumlah antibodi dan menurunnya jumlah
leukosit pada pekerja terpapar. Efek paling sistemik yang dihasilkan pada
paparan benzena kronis dan sedang adalah kegagalan pembentukan sel darah
merah. Biomarker awal untuk paparan benzena tingkat rendah adalah
berkurangnya jumlah sel darah. Penemuan klinis yang biasa dalam
hematoksisitas benzena adalah cytopenia, yaitu penurunan unsur-unsur yang
terkandung dalam sel darah yang mengakibatkan anemia, leukopenia, atau
thrombocytopenia pada manusia dan hewan percobaan. Benzena dapat
menyebabkan kerusakan dalam tubuh yang sangat berbahaya yang disebut
anemia aplastik, yaitu dimana tubuh tidak berhasil membentuk sel darah
merah karena rusaknya sum-sum tulang yang memproduksi sel darah. Anemia
aplastik ini merupakan indikasi awal terjadinya acute non-limphocytic
leukemia (leukemia nonlimfosit akut) (Lee et al. 2005; Smith, 1996; Young
dan Kaufman, 2008).
Paparan benzena dengan kadar tinggi melalui inhalasi (pernafasan) dapat
menyebabkan kematian, sementara pajanan dosis rendah menyebabkan
pusing, detak jantung cepat, kepala pusing, tremor, kebingungan dan tidak
fokus. Apabila termakan atau terminum bahan dengan kandungan benzena
tinggi dapat menyebabkan batuk, serak, dan rasa terbakar pada mulut, faring,
dan kerongkongan, iritasi pada lambung, rasa mengantuk berlebihan, dan
akhirnya kematian. Efek neurologik telah dilaporkan pada manusia yang
terpapar benzena kadar tinggi. Paparan fatal melalui inhalasi menyebabkan
terjadinya vascular congestion pada otak. Paparan inhalasi kronis dapat
menyebabkan terjadinya distal neuropathy, susah tidur, dan kehilangan
memori. Paparan melalui oral mempunyai efek yang sama dengan pajanan
melalui inhalasi. Studi pada hewan menyatakan bahwa paparan benzena
melalui inhalasi menyebabkan berkurangnya aktivitas listrik di otak,
kehilangan refleks, dan tremor. Paparan benzena melalui kulit tidak
menyebabkan kerusakan pada syaraf. Paparan akut melalui oral dan inhalasi
dengan kadar benzena tinggi dapat menyebabkan kematian, yang
berhubungan dengan depresi sistem syaraf pusat (SSP).
Paparan tingkat rendah yang kronis berhubungan dengan efek terhadap sistem
syaraf peripheral. Paparan kronis benzena menyebabkan toksisitas yang lebih
besar dibandingkan paparan akut, karena paparan ini dapat terjadi pada kadar
di bawah ambang batas. Paparan pada lingkungan kerja lebih banyak melalui
pernafasan (inhalasi), selain melalui ingesti (tertelan) dan melalui kulit. Gejala
dan tanda keracunan kronis ini dapat muncul dengan cepat, tapi periode laten
dari benzena ini adalah selama 29 tahun, yaitu sejak paparan terakhir hingga
toksisitasnya dalam tubuh hilang (Hamilton et.al. 2003).
Paparan benzena konsentrasi tinggi (minimal 200 ppm) yang terus berulang
dapat menyebabkan kerusakan sistem syaraf pusat permanen. Paparan kronis
benzena di tempat kerja dihubungkan dengan gangguan hematologik (seperti
thrombocytopenia, anemia aplastik, pancytopenia, dan leukemia akut). Efek
kronik benzena lebih berbahaya pada anak-anak karena mereka memiliki
periode laten yang lebih panjang (ATSDR, 2007).
DAFTAR PUSTAKA
Agency for T oxic Substance and Disease Registry (ASTDR). T oxicological Profiles
for Benzena. US Departement of Health and Human Services, Public Health Services,
Atlanta, Georgia, USA. September. 2007.