Anda di halaman 1dari 7

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Concise Dictionary of Science & Computers (Firman, 2007) mendefinisikan


kimia sebagai kajian-kajian tentang struktur dan komposisi materi, perubahan yang
dapat dialami materi, serta fenomena-fenomena lain yang menyertai perubahan
materi. Susiwi (2007) berpendapat bahwa ilmu kimia meliputi dua hal yaitu kimia
sebagai produk dan kimia sebagai proses. Kimia sebagai produk meliputi
pengetahuan yang terdiri atas fakta-fakta, konsep-konsep, serta prinsip-prinsip
kimia. Kimia sebagai proses meliputi keterampilan dan sikap yang dimiliki oleh
para ilmuwan. Pada pendekatan proses, pembelajaran didasarkan pada pendapat
bahwa ilmu kimia berkembang dan terbentuk karena penerapan suatu keterampilan
proses sains yaitu dimulai dari proses menemukan masalah hingga pengambilan
keputusan. Oleh karena itu, pembelajaran kimia tidak diperbolehkan untuk
mengabaikan proses ditemukannya konsep kimia. Menurut Dahar (Susiwi, 2007)
bahwa ilmu kimia tumbuh secara eksperimental sehingga ilmu kimia mengandung
pengetahuan deklaratif serta prosedural. Kegiatan yang paling sesuai untuk
membentuk pengetahuan kimia dalam diri siswa yaitu belajar konsep kimia. Belajar
konsep merupakan hasil utama pendidikan sebagai building blocks berpikir.
Konsep-konsep merupakan dasar untuk merumuskan prinsip. Arifin, dkk (Susiwi,
2007) menyatakan bahwa dengan konsep-konsep serta penemuan prinsip sendiri
dapat memberikan kepada siswa untuk berpartisipasi secara aktif.
Dijadikannya mata pelajaran kimia sebagai bagian dari kurikulum pendidikan
menunjukkan bahwa kimia memiliki nilai pendidikan. Kimia dipandang sebagai
pilar dalam mempelajari berbagai bidang ilmu dan teknologi di perguruan tinggi,
mengembangkan kecerdasan siswa seperti kemampuan bernalar dan penyelesaian
masalah secara ilmiah, serta membentuk watak manusia yang ditunjukkan oleh
watak kimiawan yang meliputi kesabaran, ketekunan, kecermatan, ketelitian, dan
daya analisis yang kuat. Tujuan pendidikan kimia di Indonesia adalah untuk
1
2

mengembangkan kemampuan penyelesaian masalah dengan metode ilmiah,


menumbuhkan sikap ilmiah, membentuk sikap positif terhadap kimia, serta
memahami dampak lingkungan dan sosial dari aplikasi kimia (Firman, 2007: 6-9).
Pembelajaran kimia penuh dengan tantangan. Tantangan tersebut muncul
seiring dengan perkembangan zaman yang sangat dinamis. Munculnya pemikiran-
pemikiran baru terhadap konsep-konsep dasar kimia, meluasnya produk aplikasi
kimia di masyarakat, berkembangnya teori-teori pembelajaran, dan tuntutan
masyarakat menjadikan kita perlu mengkaji ulang tentang keyakinan, pemahaman,
sudut pandang, serta kebiasaan dalam menjalankan tugas profesi guru kimia
(Firman, 2007: 11).
Karakteristik ilmu kimia ditunjukkan dalam representasi kimia yang terdiri dari
tiga level yaitu level makroskopik, submikroskopik, dan simbolik. Level
makroskopik adalah level konkrit berupa representasi fenomena yang terjadi dalam
kehidupan sehari-hari maupun dalam laboratorium yang dapat diamati dengan
panca indra. Level submikroskopik adalah level abstrak, yang ditunjukkan dengan
konsep, teori, dan prinsip pada tingkat molekuler. Level simbolik adalah
representasi yang menggunakan persamaan kimia, persamaan matematika, grafik,
mekanisme reaksi, analogi atau permodelan (Talanquer, 2011). Penggunaan ketiga
representasi kimia dalam proses pembelajaran sangat membantu siswa dalam
memahami konsep-konsep kimia yang dianggap sulit oleh siswa.

Macroscopic

Sub-microscopic Symbolic

Gambar 1.1 Segitiga Kimia


Sumber: Chittleborough dan Treagust, (2007)
3

Larutan penyangga merupakan salah satu materi dalam kimia yang mencakup
konsep dan perhitungan, namun sering kali siswa mengalami kesulitan dalam
mempelajari kimia karena banyak mencakup konsep dan perhitungan. Sebagaimana
hasil penelitian Orgill dan Sutherland, (2008) yang menunjukkan adanya kesulitan
pada materi larutan penyangga diantaranya siswa sulit membedakan asam kuat dan
asam lemah dan siswa tidak mampu menghubungkan aspek makroskopik dan
submikroskopik larutan penyangga serta mempresentasikannya dalam bentuk
simbolik. Karakteristik konsep larutan penyangga dapat ditampilkan pada
representasi kimia. Pada level makroskopik, dapat diamati bagaimana harga pH
pada penambahan sedikit asam atau basa. Pada level submikroskopik, dapat
dijelaskan komponen apa saja yang berperan dalam mempertahankan pH larutan
penyangga pada penambahan sedikit asam atau basa. Pada level simbolik, dapat
dihitung harga pH larutan penyangga.
SMA Islam 1 Surakarta memiliki prestasi belajar yang bervariasi. Hal ini
dikarenakan kemampuan siswa dalam memahami materi berbeda-beda. Pada
pelajaran kimia, sekolah menetapkan kriteria ketuntasan minimal (KKM) yang
harus dicapai adalah 73. Siswa yang memperoleh nilai dibawah 73 harus
menempuh remidi untuk memperbaikinya. Berdasarkan hasil wawancara dengan
guru, siswa menganggap bahwa kimia merupakan pelajaran yang sulit terutama
pada materi yang menuntut siswa untuk memahami konsep serta
mengaplikasikannya dalam perhitungan. Berdasarkan pengamatan di XI IPA SMA
Islam 1 Surakarta yang menerapkan kurikulum KTSP, pembelajaran kimia hanya
pada satu level representasi yaitu level simbolik, sedangkan level makroskopis dan
submikroskopis sering diabaikan.Selain itu, pembelajaran masih berpusat pada
guru (teacher centered learning). Guru menyampaikan materi menggunakan
metode ceramah yang menjadikan siswa belum terlibat secara aktif sehingga kurang
memacu rasa ingin tahu peserta didik. Sumber belajar berupa lembar kerja siswa
dari salah satu penerbit dirasa kurang untuk menambah wawasan siswa terhadap
materi kimia untuk mendukung proses pembelajaran kimia yang dianggap sulit dan
membosankan oleh siswa. Berdasarkan wawancara dengan guru, rasa ingin tahu
siswa yang masih rendah dikarenakan siswa masih merasa takut untuk bertanya
4

langsung kepada guru. Selain itu, siswa masih kesulitan dalam memahami konsep
materi serta mengaplikasikannya dalam perhitungan. Penggunaan sumber belajar
berupa lembar kerja siswa (LKS) dari salah satu penerbit dirasa masih kurang untuk
menambah wawasan siswa terhadap materi.
Berdasarkan uraian di atas dapat diidentifikasi masalah bahwa kurangnya rasa
ingin tahu, penggunaan media serta model pembelajaran kimia yang menyebabkan
rendahnya prestasi belajar siswa. Hal ini dapat dilihat pada nilai ulangan harian
asam dan basa terutama pada penentuan pH suatu larutan erat kaitannya dengan
materi larutan penyangga, XI IPA tahun pelajaran 2015/2016 ketuntasan siswa
sekitar 30,4%. Sehingga kelas XI IPA membutuhkan adanya perbaikan
pembelajaran untuk meningkatkan prestasi belajar siswa.
Berdasarkan uraian diatas, diperoleh data bahwa prestasi belajar siswa masih
rendah. Beberapa permasalahan yang muncul setelah diadakan observasi adalah
banyak siswa yang masih sulit memahami konsep materi serta mengaplikasikannya
dalam perhitungan, guru masih mendominasi pembelajaran, penggunaan metode
ceramah yang masih terpusat pada guru kurang melibatkan keaktifan siswa dalam
pembelajaran yang menjadikan rasa ingin tahu siswa rendah, serta penggunaan
media yang belum digunakan secara optimal untuk mendudukung proses
pembelajaran. Indikasi tersebut menjadikan perlu adanya perbaikan proses
pembelajaran untuk meningkatan rasa ingin tahu dan prestasi belajar siswa.
Salah satu strategi yang dapat dilakukan untuk mengaktifkan rasa ingin tahu
siswa menurut Isjoni (Trianto, 2007: 42) adalah dengan adanya diskusi kelas
dengan menggunakan metode pembelajaran kooperatif. Pembelajaran kooperatif
adalah suatu model pembelajaran yang saat ini banyak digunakan untuk
mewujudkan kegiatan belajar mengajar yang berpusat pada siswa (student
oriented). Pembelajaran ini menggunakan kelompok-kelompok kecil sehingga
siswa-siswa saling bekerja sama untuk mencapai tujuan pembelajaran. Siswa dalam
kelompok kooperatif belajar diskusi, saling membantu, dan mengajak satu sama
lain untuk mengatasi masalah belajar. Pembelajaran kooperatif disusun dalam
sebuah usaha untuk meningkatkan partisipasi siswa, memfasilitasi siswa dengan
pengalaman sikap kepemimpinan dan membuat keputusan dalam kelompok, serta
5

memberikan kesempatan pada siswa untuk berinteraksi dan belajar bersama-sama


siswa ataupun sebagai guru. Dengan bekerja secara kolaboratif untuk mencapai
sebuah tujuan bersama, maka siswa akan mengembangkan keterampilan
berhubungan dengan sesama manusia yang akan sangat bermanfaat bagi kehidupan
di luar sekolah.
Salah satu model pembelajaran yang dapat digunakan untuk materi larutan
penyangga yang memerlukan pemahaman konsep serta mengaplikasikannya ke
dalam perhitungan adalah metode pembelajaran kooperatif tipe Team Assisted
Individualization (TAI). Slavin mengungkapkan bahwa TAI disusun untuk
memecahkan masalah dalam program pengajaran, misalnya dalam hal kesulitan
belajar siswa secara individual khususnya untuk materi keterampilan-keterampilan
berhitung (computation skills). Model pembelajaran TAI yang berpusat pada siswa
(student centered) akan lebih meningkatkan keaktifan siswa dalam pembelajaran.
Model TAI lebih menekankan pada interaksi siswa dalam kelompok. Dengan
adanya asisten pada setiap kelompok diharapkan dapat membantu siswa yang masih
kesulitan untuk memahami materi. Siswa yang sebelumnya takut untuk bertanya
kepada guru, maka dengan menggunakan model pembelajaran TAI siswa akan
lebih berani bertanya kepada asisten yang merupakan temannya sendiri. Hal ini
akan menumbuhkan rasa ingin tahu siswa terhadap materi. Munculnya rasa ingin
tahu tentu dapat mengatasi kesulitan-kesulitan dalam memahami materi yang
dialami siswa. Sejalan dengan penelitian Tinungki (2015) mengenai keefektifan
model pembelajaran Team Assisted Individualization (TAI) untuk meningkatkan
kemampuan komunikasi matematis siswa.
Dalam pembelajaran, model TAI dapat dikombinasikan dengan media yang
dapat meningkatkan rasa ingin tahu siswa, salah satunya adalah modul. Cece
Wijaya, dkk (Sukiman, 2012: 133) menyatakan bahwa melalui sistem pengajaran
modul sangat dimungkinkan adanya peningkatan motivasi belajar secara maksimal
dan dapat mewujudkan belajar yang lebih berkonsentrasi. Modul dipilih sebagai
media pembelajaran dalam materi larutan penyangga karena modul dirancang untuk
membantu para peserta didik secara individual dalam menambah wawasan siswa.
6

Berdasarkan uraian di atas, peneliti melakukan penelitian untuk meningkatkan


rasa ingin tahu dan prestasi belajar siswa pada kelas XI IPA SMA Islam 1 Surakarta
melalui Penelitian Tindakan Kelas (PTK) dengan judul “Upaya Peningkatan Rasa
Ingin Tahu dan Prestasi Belajar Siswa dengan Metode Pembelajaran Kooperatif
Tipe Team Assisted Individualization (TAI) Berbantuan Modul pada Pembelajaran
Kimia Pokok Bahasan Larutan Penyangga Kelas XI IPA SMA Islam 1 Surakarta
Tahun Pelajaran 2015/2016”.
B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka penulis


merumuskan dua permasalahan dalam penelitian ini, yaitu:
1. Apakah penggunaan metode pembelajaran kooperatif tipe Team Assisted
Individualization (TAI) berbantuan modul dapat meningkatkan rasa ingin tahu
siswa kelas XI IPA SMA Islam 1 Surakarta tahun pelajaran 2015/2016 pada
materi larutan penyangga?
2. Apakah penggunaan metode pembelajaran kooperatif tipe Team Assisted
Individualization (TAI) berbantuan modul dapat meningkatkan prestasi belajar
siswa kelas XI IPA SMA Islam 1 Surakarta tahun pelajaran 2015/2016 pada
materi larutan penyangga?
C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah yang telah dikemukakan, maka tujuan dari


penelitian ini adalah:
1. Meningkatkan rasa ingin tahu siswa kelas XI IPA SMA Islam 1 Surakarta
tahun pelajaran 2015/2016 pada materi larutan penyangga melalui metode
pembelajaran kooperatif tipe Team Assisted Individualization (TAI)
berbantuan modul.
2. Meningkatkan prestasi belajar siswa kelas XI IPA SMA Islam 1 Surakarta
tahun pelajaran 2015/2016 pada materi larutan penyangga melalui metode
pembelajaran kooperatif tipe Team Assisted Individualization (TAI)
berbantuan modul.
7

D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Beberapa manfaat teoritis dari dari penelitian ini adalah:
1) Menambah ilmu pengetahuan mengenai penerapan metodepembelajaran
kooperatif tipe Team Assisted Individualizatin (TAI) berbantuan modul
terhadap rasa ingin tahu dan prestasi belajar siswa.
2) Penelitian ini memberikan informasi penerapan metode pembelajaran
kooperatif tipe Team Assisted Individualzation (TAI) berbantuan modul
pada pokok bahasan larutan penyangga.
2. Manfaat Praktis
Manfaat praktis dari penelitian ini dapat dilihat dari hal-hal berikut:
1) Manfaat bagi Inovasi Pembelajaran
Dapat meningkatkan kualitas pembelajaran yang selama ini dilakukan oleh
guru. Sehingga, guru dapat menerapkan model pembelajaran yang tepat
untuk suatu materi tertentu sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai.
2) Manfaat bagi Sekolah
Dapat memberikan informasi yang dapat digunakan untuk meningkatkan
kualitas pebelajaran di sekolah sesuai kurikulum
3) Manfaat bagi Guru
Dapat memberikan informasi bahwa model pembelajaran Team Assisted
Individulization (TAI) dengan media modul dapat meningkatkan rasa ingin
tahu serta prestasi belajar peserta didik.
4) Manfaat bagi Siswa
Dapat menumbuhkan semangat belajar siswa. Dengan penerapan model
pembelajaran Team Assisted Individualizatin (TAI) dengan media modul
dapat meningkatkan rasa ingin tahu siswa sehingga prestasi belajar
meningkat.
5) Manfaat bagi Peneliti
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi sarana untuk memperoleh
pengalaman langsung dalam meningkatkan mutu pembelajaran agar
nantinya dapat diterapkan ketika peneliti sudah menjadi pengajar.

Anda mungkin juga menyukai