PENDAHULUAN
Macroscopic
Sub-microscopic Symbolic
Larutan penyangga merupakan salah satu materi dalam kimia yang mencakup
konsep dan perhitungan, namun sering kali siswa mengalami kesulitan dalam
mempelajari kimia karena banyak mencakup konsep dan perhitungan. Sebagaimana
hasil penelitian Orgill dan Sutherland, (2008) yang menunjukkan adanya kesulitan
pada materi larutan penyangga diantaranya siswa sulit membedakan asam kuat dan
asam lemah dan siswa tidak mampu menghubungkan aspek makroskopik dan
submikroskopik larutan penyangga serta mempresentasikannya dalam bentuk
simbolik. Karakteristik konsep larutan penyangga dapat ditampilkan pada
representasi kimia. Pada level makroskopik, dapat diamati bagaimana harga pH
pada penambahan sedikit asam atau basa. Pada level submikroskopik, dapat
dijelaskan komponen apa saja yang berperan dalam mempertahankan pH larutan
penyangga pada penambahan sedikit asam atau basa. Pada level simbolik, dapat
dihitung harga pH larutan penyangga.
SMA Islam 1 Surakarta memiliki prestasi belajar yang bervariasi. Hal ini
dikarenakan kemampuan siswa dalam memahami materi berbeda-beda. Pada
pelajaran kimia, sekolah menetapkan kriteria ketuntasan minimal (KKM) yang
harus dicapai adalah 73. Siswa yang memperoleh nilai dibawah 73 harus
menempuh remidi untuk memperbaikinya. Berdasarkan hasil wawancara dengan
guru, siswa menganggap bahwa kimia merupakan pelajaran yang sulit terutama
pada materi yang menuntut siswa untuk memahami konsep serta
mengaplikasikannya dalam perhitungan. Berdasarkan pengamatan di XI IPA SMA
Islam 1 Surakarta yang menerapkan kurikulum KTSP, pembelajaran kimia hanya
pada satu level representasi yaitu level simbolik, sedangkan level makroskopis dan
submikroskopis sering diabaikan.Selain itu, pembelajaran masih berpusat pada
guru (teacher centered learning). Guru menyampaikan materi menggunakan
metode ceramah yang menjadikan siswa belum terlibat secara aktif sehingga kurang
memacu rasa ingin tahu peserta didik. Sumber belajar berupa lembar kerja siswa
dari salah satu penerbit dirasa kurang untuk menambah wawasan siswa terhadap
materi kimia untuk mendukung proses pembelajaran kimia yang dianggap sulit dan
membosankan oleh siswa. Berdasarkan wawancara dengan guru, rasa ingin tahu
siswa yang masih rendah dikarenakan siswa masih merasa takut untuk bertanya
4
langsung kepada guru. Selain itu, siswa masih kesulitan dalam memahami konsep
materi serta mengaplikasikannya dalam perhitungan. Penggunaan sumber belajar
berupa lembar kerja siswa (LKS) dari salah satu penerbit dirasa masih kurang untuk
menambah wawasan siswa terhadap materi.
Berdasarkan uraian di atas dapat diidentifikasi masalah bahwa kurangnya rasa
ingin tahu, penggunaan media serta model pembelajaran kimia yang menyebabkan
rendahnya prestasi belajar siswa. Hal ini dapat dilihat pada nilai ulangan harian
asam dan basa terutama pada penentuan pH suatu larutan erat kaitannya dengan
materi larutan penyangga, XI IPA tahun pelajaran 2015/2016 ketuntasan siswa
sekitar 30,4%. Sehingga kelas XI IPA membutuhkan adanya perbaikan
pembelajaran untuk meningkatkan prestasi belajar siswa.
Berdasarkan uraian diatas, diperoleh data bahwa prestasi belajar siswa masih
rendah. Beberapa permasalahan yang muncul setelah diadakan observasi adalah
banyak siswa yang masih sulit memahami konsep materi serta mengaplikasikannya
dalam perhitungan, guru masih mendominasi pembelajaran, penggunaan metode
ceramah yang masih terpusat pada guru kurang melibatkan keaktifan siswa dalam
pembelajaran yang menjadikan rasa ingin tahu siswa rendah, serta penggunaan
media yang belum digunakan secara optimal untuk mendudukung proses
pembelajaran. Indikasi tersebut menjadikan perlu adanya perbaikan proses
pembelajaran untuk meningkatan rasa ingin tahu dan prestasi belajar siswa.
Salah satu strategi yang dapat dilakukan untuk mengaktifkan rasa ingin tahu
siswa menurut Isjoni (Trianto, 2007: 42) adalah dengan adanya diskusi kelas
dengan menggunakan metode pembelajaran kooperatif. Pembelajaran kooperatif
adalah suatu model pembelajaran yang saat ini banyak digunakan untuk
mewujudkan kegiatan belajar mengajar yang berpusat pada siswa (student
oriented). Pembelajaran ini menggunakan kelompok-kelompok kecil sehingga
siswa-siswa saling bekerja sama untuk mencapai tujuan pembelajaran. Siswa dalam
kelompok kooperatif belajar diskusi, saling membantu, dan mengajak satu sama
lain untuk mengatasi masalah belajar. Pembelajaran kooperatif disusun dalam
sebuah usaha untuk meningkatkan partisipasi siswa, memfasilitasi siswa dengan
pengalaman sikap kepemimpinan dan membuat keputusan dalam kelompok, serta
5
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Beberapa manfaat teoritis dari dari penelitian ini adalah:
1) Menambah ilmu pengetahuan mengenai penerapan metodepembelajaran
kooperatif tipe Team Assisted Individualizatin (TAI) berbantuan modul
terhadap rasa ingin tahu dan prestasi belajar siswa.
2) Penelitian ini memberikan informasi penerapan metode pembelajaran
kooperatif tipe Team Assisted Individualzation (TAI) berbantuan modul
pada pokok bahasan larutan penyangga.
2. Manfaat Praktis
Manfaat praktis dari penelitian ini dapat dilihat dari hal-hal berikut:
1) Manfaat bagi Inovasi Pembelajaran
Dapat meningkatkan kualitas pembelajaran yang selama ini dilakukan oleh
guru. Sehingga, guru dapat menerapkan model pembelajaran yang tepat
untuk suatu materi tertentu sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai.
2) Manfaat bagi Sekolah
Dapat memberikan informasi yang dapat digunakan untuk meningkatkan
kualitas pebelajaran di sekolah sesuai kurikulum
3) Manfaat bagi Guru
Dapat memberikan informasi bahwa model pembelajaran Team Assisted
Individulization (TAI) dengan media modul dapat meningkatkan rasa ingin
tahu serta prestasi belajar peserta didik.
4) Manfaat bagi Siswa
Dapat menumbuhkan semangat belajar siswa. Dengan penerapan model
pembelajaran Team Assisted Individualizatin (TAI) dengan media modul
dapat meningkatkan rasa ingin tahu siswa sehingga prestasi belajar
meningkat.
5) Manfaat bagi Peneliti
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi sarana untuk memperoleh
pengalaman langsung dalam meningkatkan mutu pembelajaran agar
nantinya dapat diterapkan ketika peneliti sudah menjadi pengajar.