Anda di halaman 1dari 8

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Concise Dictionary of Science & Computers mendefinisikan kimia
sebagai kajian-kajian tentang struktur dan komposisi materi, perubahan
yang dapat dialami materi, dan fenomena-fenomena lain yang menyertai
perubahan materi (Firman, 2008). Ilmu kimia mencakup sebagai produk,
proses, dan sikap. Kimia sebagai produk meliputi sekumpulan
pengetahuan yang terdiri atas fakta-fakta, konsep-konsep, dan prinsip-
prinsip kimia. Kimia sebagai proses meliputi keterampilan-keterampilan
seperti mengamati, mengukur, menggolongkan, mengajukan pertanyaan,
menyusun hipotesis dan lain-lain, dan sikap-sikap seperti rasa ingin tahu,
jujur, sabar, kritis, tekun, ulet, cermat, disiplin, peduli terhadap
lingkungan, memperhatikan keselamatan kerja, dan bekerja sama.
Keterampilan-keterampilan tersebut disebut keterampilan proses, dan
sikap-sikap yang dimiliki para ilmuwan disebut sikap ilmiah (Depdiknas,
2006). Ilmu kimia tumbuh dan berkembang berdasarkan eksperimen-
eksperimen. Sebagai ilmu yang tumbuh secara eksperimental, maka ilmu
kimia mengandung baik pengetahuan deklaratif maupun pengetahuan
prosedural. Seperti halnya pengetahuan deklaratif pada umumnya,
pengetahuan kimia juga disusun oleh konsep-konsep dalam suatu jaringan
proposisi. Untuk mengikuti perkembangan ilmu kimia yang sangat pesat,
belajar konsep kimia merupakan kegiatan paling sesuai bagi pembentukan
pengetahuan kimia dalam diri siswa (Dahar,1989).
Dijadikannya mata pelajaran kimia sebagai bagian dari kurikulum
pendidikan menengah, menunjukkan bahwa kimia mempunyai nilai
pendidikan. Keberadaan kimia dalam kurikulum sekolah dipandang
sebagai fondasi untuk mempelajari berbagai bidang ilmu dan teknologi di
perguruan tinggi, mengembangkan kecerdasan siswa, seperti kemampuan

1
2

bernalar dan memecahkan permasalahan secara ilmiah, membentuk watak


manusia sebagaimana ditunjukkan oleh watak kimiawan, seperti
kesabaran, ketekunan, kecermatan, ketelitian, dan daya analisis yang kuat.
Tujuan pendidikan kimia di Indonesia yakni untuk mengembangkan
kemampuan memecahkan masalah dengan metode ilmiah, menumbuhkan
sikap ilmiah, membentuk sikap positif terhadap kimia, serta memahami
dampak lingkungan dan sosial dari aplikasi kimia. Keseluruhan tujuan
pendidikan kimia perlu menjadi arah implementasi pendidikan kimia di
sekolah (Firman, 2007).
Pekerjaan mengajar kimia penuh dengan tantangan. Tantangan
tersebut lahir sebagai akibat dari berbagai perkembangan zaman yang
sangat dinamis. Munculnya pemikiran-pemikiran baru terhadap konsep-
konsep dasar kimia, meluasnya produk aplikasi kimia di masyarakat,
berkembangnya teori-teori pembelajaran, tuntutan masyarakat (orang tua,
perguruan tinggi, pemerintah, dll.) menjadikan kita perlu secara
berkesinambungan mengkaji ulang tentang “keyakinan” (belief),
pemahaman, sudut pandang, serta tradisi kita dalam menjalankan tugas
profesi guru kimia (Firman, 2007).
Karakteristik ilmu kimia diperlihatkan oleh representasi kimia
yang terdiri dari tiga level yaitu level makroskopik, submikroskopik, dan
simbolik. Level makroskopik adalah level konkrit yang merupakan
representasi dari fenomena yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari
maupun dalam laboratorium yang dapat diamati dengan panca indra. Level
submikroskopik adalah level abstrak, yang dikarakterisasi oleh konsep,
teori, dan prinsip pada tingkat molekuler. Level simbolik adalah
representasi yang menggunakan persamaan kimia, persamaan matematika,
grafik, mekanisme reaksi, analogi atau permodelan (Talanquer, 2011).
Penggunaan ketiga representasi kimia dalam proses pembelajaran
sangat membantu siswa dalam memahami konsep-konsep kimia yang
dianggap sulit oleh siswa.
3

Gambar 1.1 Segitiga Kimia


Sumber: Chittlebrough dan Treagust, 2007

Larutan penyangga merupakan salah satu materi dalam kimia yang


mencakup konsep dan perhitungan, namun sering kali siswa mengalami
kesulitan dalam mempelajari kimia karena banyak mencakup konsep dan
perhitungan. Sebagaimana hasil penelitian Orgill & Sutherland (2008)
yang menunjukkan adanya kesulitan pada materi larutan penyangga
diantaranya siswa sulit membedakan asam kuat dan asam lemah, serta
siswa tidak mampu menghubungkan aspek makroskopik dan
submikroskopik larutan penyangga dan mempresentasikannya dalam
bentuk simbolik. Karakteristik konsep larutan penyangga dapat
ditampilkan pada representasi kimia. Pada level makroskopik, dapat
diamati bagaimana harga pH pada penambahan sedikit asam atau basa.
Pada level submikroskopik, dapat dijelaskan komponen apa saja yang
berperan dalam mempertahankan pH larutan penyangga pada penambahan
sedikit asam atau basa. Pada level simbolik, dapat dihitung harga pH
larutan penyangga.
SMA Islam 1 Surakarta memiliki prestasi belajar yang bervariasi.
Hal ini dikarenakan kemampuan siswa dalam memahami materi berbeda-
beda. Pada pelajaran kimia, sekolah menetapkan kriteria ketuntasan
minimal (KKM) yang harus dicapai adalah 73. Siswa yang memperoleh
nilai dibawah 73 harus menempuh remedial untuk memperbaikinya.
Berdasarkan hasil wawancara dengan guru, siswa menganggap bahwa
kimia merupakan pelajaran yang sulit terutama pada materi yang menuntut
4

siswa untuk memahami konsep serta mengaplikasikannya dalam


perhitungan. Berdasarkan pengamatan di XI IPA SMA Islam 1 Surakarta
yang menerapkan kurikulum KTSP, pembelajaran kimia hanya pada satu
level representasi yaitu level simbolik, sedangkan level makroskopis dan
submikroskopis sering kali diabaikan. Selain itu, pembelajaran masih
berpusat pada guru (teacher centered learning). Guru menyampaikan
materi menggunakan metode ceramah yang menjadikan siswa belum
terlibat secara aktif sehingga kurang memacu rasa ingin tahu peserta didik.
Sumber belajar berupa lembar kerja siswa dari salah satu penerbit dirasa
kurang untuk menambah wawasan siswa terhadap materi kimia untuk
mendukung proses pembelajaran kimia yang dianggap sulit dan
membosankan oleh siswa. Berdasarkan wawancara dengan guru, rasa
ingin tahu siswa masih rendah. Hal ini dikarenakan siswa masih merasa
takut untuk bertanya langsung kepada guru. Selain itu, siswa masih
kesulitan dalam memahami konsep materi serta mengaplikasikannya
dalam perhitungan. Penggunaan sumber belajar berupa lembar kerja siswa
(LKS) dari salah satu penerbit dirasa masih kurang untuk menambah
wawasan siswa terhadap materi.
Berdasarkan uraian di atas dapat diidentifikasi masalah bahwa
kurangnya rasa ingin tahu, penggunaan media serta model pembelajaran
kimia yang menyebabkan rendahnya prestasi belajar siswa. Hal ini dapat
dilihat pada nilai ulangan harian Asam dan Basa, ateri asam dan basa,
terutama pada penentuan pH suatu larutan erat kaitannya dengan materi
larutan penyangga, XI IPA tahun pelajaran 2015/2016 ketuntasan siswa
sekitar 30,4 %. Sehingga kelas XI IPA membutuhkan adanya perbaikan
pembelajaran untuk meningkatkan prestasi belajar siswa.
Berdasarkan uraian diatas, diperoleh data bahwa prestasi belajar
siswa masih rendah. Beberapa permasalahan yang muncul setelah
diadakan observasi adalah guru masih mendominasi pembelajaran,
penggunaan metode ceramah yang masih terpusat pada guru kurang
melibatkan keaktifan siswa dalam pembelajaran yang menjadikan rasa
5

ingin tahu siswa rendah, banyak siswa yang masih sulit memahami konsep
materi serta mengaplikasikannya dalam perhitungan, serta penggunaan
media yang belum digunakan secara optimal untuk mendudukung proses
pembelajaran. Indikasi tersebut menjadikan perlu adanya perbaikan proses
pembelajaran untuk meningkatan rasa ingin tahu dan prestasi belajar
siswa.
Isjoni menyatakan bahwa salah satu strategi yang dapat dilakukan
untuk mengaktifkan rasa ingin tahu siswa adalah dengan adanya diskusi
kelas dengan menggunakan metode pembelajaran kooperatif.
Pembelajaran kooperatif adalah suatu model pembelajaran yang saat ini
banyak digunakan untuk mewujudkan kegiatan belajar mengajar yang
berpusat pada siswa (student oriented). Pembelajaran ini menggunakan
kelompok-kelompok kecil sehingga siswa-siswa saling bekerja sama untuk
mencapai tujuan pembelajaran. Siswa dalam kelompok kooperatif belajar
diskusi, saling membantu, dan mengajak satu sama lain untuk mengatasi
masalah belajar. pembelajaran kooperatif disusun dalam sebuah usaha
untuk meningkatkan partisipasi siswa, memfasilitasi siswa dengan
pengalaman sikap kepemimpinan dan membuat keputusan dalam
kelompok, serta memberikan kesempatan pada siswa untuk berinteraksi
dan belajar bersama-sama siswa ataupun sebagai guru. Dengan bekerja
secara kolaboratif untuk mencapai sebuah tujuan bersama, maka siswa
akan mengembangkan keterampilan berhubungan dengan sesama manusia
yang akan sangat bermanfaat bagi kehidupan di luar sekolah (Trianto,
2007: 42).
Salah satu model pembelajaran yang dapat digunakan untuk materi
larutan penyangga yang memerlukan pemahaman konsep serta
mengaplikasikannya ke dalam perhitungan adalah metode pembelajaran
kooperatif tipe Team Assisted Individualization (TAI). Slavin
mengungkapkan bahwa TAI disusun untuk memecahkan masalah dalam
program pengajaran, misalnya dalam hal kesulitan belajar siswa secara
individual khususnya untuk materi keterampilan-keterampilan berhitung
6

(computation skills). Model pembelajaran TAI yang berpusat pada siswa


(student centered) akan lebih meningkatkan keaktifan siswa dalam
pembelajaran. Model TAI lebih menekankan pada interaksi siswa dalam
kelompok. Dengan adanya asisten pada setiap kelompok diharapkan dapat
membantu siswa yang masih kesulitan untuk memahami materi. Siswa
yang sebelumnya takut untuk bertanya kepada guru, maka dengan
menggunakan model pembelajaran TAI siswa akan lebih berani bertanya
kepada asisten yang merupakan temannya sendiri. Hal ini akan
menumbuhkan rasa ingin tahu siswa terhadap materi. Munculnya rasa
ingin tahu tentu dapat mengatasi kesulitan-kesulitan dalam memahami
materi yang dialami siswa. Sejalan dengan penelitian Tinungki (2015)
mengenai keefektifan model pembelajaran Team Assisted
Individualization (TAI) untuk meningkatkan kemampuan komunikasi
matematis siswa.
Dalam pembelajaran, model TAI dapat dikombinasikan dengan
media yang dapat meningkatkan rasa ingin tahu siswa, salah satunya
adalah modul. Cece Wijaya, dkk (1992: 96) dalam Sukiman (2012: 133)
menyatakan bahwa melalui sistem pengajaran modul sangat dimungkinkan
adanya peningkatan motivasi belajar secara maksimal dan dapat
mewujudkan belajar yang lebih berkonsentrasi. Modul dipilih sebagai
media pembelajaran dalam materi larutan penyangga karena modul
dirancang untuk membantu para peserta didik secara individual dalam
menambah wawasan siswa.
Berdasarkan uraian di atas, peneliti melakukan penelitian untuk
meningkatkan rasa ingin tahu dan prestasi belajar siswa pada kelas XI IPA
SMA Islam 1 Surakarta melalui Penelitian Tindakan Kelas (PTK) dengan
judul “Upaya Peningkatan Rasa Ingin Tahu dan Prestasi Belajar Siswa
dengan Metode Pembelajaran Kooperatif Tipe Team Assisted
Individualization (TAI) Berbantuan Modul pada Pembelajaran Kimia
Pokok Bahasan Larutan Penyangga Kelas XI IPA SMA Islam 1 Surakarta
Tahun Pelajaran 2015/2016”.
7

B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka penulis
merumuskan dua permasalahan dalam penelitian ini, yaitu:
1. Apakah penggunaan metode pembelajaran kooperatif tipe Team
Assisted Individualization (TAI) berbantuan modul dapat
meningkatkan rasa ingin tahu siswa kelas XI IPA SMA Islam 1
Surakarta tahun pelajaran 2015/2016 pada materi larutan penyangga ?
2. Apakah penggunaan metode pembelajaran kooperatif tipe Team
Assisted Individualization (TAI) berbantuan modul dapat
meningkatkan prestasi belajar siswa kelas XI IPA SMA Islam 1
Surakarta tahun pelajaran 2015/2016 pada materi larutan penyangga?

C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah yang telah dikemukakan, maka
tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Meningkatkan rasa ingin tahu siswa kelas XI IPA SMA Islam 1
Surakarta tahun pelajaran 2015/2016 pada materi larutan penyangga
melalui metode pembelajaran kooperatif tipe Team Assisted
Individualization (TAI) berbantuan modul.
2. Meningkatkan prestasi belajar siswa kelas XI IPA SMA Islam 1
Surakarta tahun pelajaran 2015/2016 pada materi larutan penyangga
melalui metode pembelajaran kooperatif tipe Team Assisted
Individualization (TAI) berbantuan modul.

D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Beberapa manfaat teoritis dari dari penelitian ini adalah:
1) Menambah ilmu pengetahuan mengenai penerapan metode
pembelajaran kooperatif tipe Team Assisted Individualizatin (TAI)
berbantuan modul terhadap rasa ingin tahu dan prestasi belajar
siswa.
8

2) Penelitian ini memberikan informasi penerapan metode


pembelajaran kooperatif tipe Team Assisted Individualzation (TAI)
berbantuan modul pada pokok bahasan larutan penyangga.

2. Manfaat Praktis
Manfaat praktis dari penelitian ini dapat dilihat dari hal-hal berikut:
1) Manfaat bagi Inovasi Pembelajaran
Dapat meningkatkan kualitas pembelajaran yang selama ini
dilakukan oleh guru. Sehingga, guru dapat menerapkan model
pembelajaran yang tepat untuk suatu materi tertentu sehingga
tujuan pembelajaran dapat tercapai.
2) Manfaat bagi Sekolah
Dapat memberikan informasi yang dapat digunakan untuk
meningkatkan kualitas pebelajaran di sekolah sesuai kurikulum
3) Manfaat bagi Guru
Dapat memberikan informasi bahwa model pembelajaran
Team Assisted Individulization (TAI) dengan media modul dapat
meningkatkan rasa ingin tahu serta prestasi belajar peserta didik.
4) Manfaat bagi Siswa
Dapat menumbuhkan semangat belajar siswa. Dengan
penerapan model pembelajaran Team Assisted Individualizatin
(TAI) dengan media modul dapat meningkatkan rasa ingin tahu
siswa sehingga prestasi belajar meningkat.
5) Manfaat bagi Peneliti
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi sarana untuk
memperoleh pengalaman langsung dalam meningkatkan mutu
pembelajaran agar nantinya dapat diterapkan ketika peneliti sudah
menjadi pengajar.

Anda mungkin juga menyukai