PENDAHULUAN
1.1. PENDAHULUAN
1
Data yang dikutip memang masih perlu ditanyakan kevaliditasannya,
mengingat pendataan pada kelompok ini relatif sulit karena mobilitas mereka
yang tinggi. Dapat dipastikan angka ini seperti fenomena puncak gunung es
(tips of iceberg) di mana angka riilnya dimungkinkan dapat lebih tinggi. Angka
gelandangan dan pengemis juga diperkirakan terus naik, mengingat daya tarik
kota yang semakin kuat bagi orang-orang desa dan semakin susahnya
mencari lapangan pekerjaan di desa.
Berbagai laporan menunjukkan bagaimana pemerintah kota, sebagai
contohnya Jakarta, telah mengeluarkan berbagai peraturan daerah, seperti
Perda DKI No. 11 Tahun 1988 tentang ketertiban umum, dan Perda DKI No. 8
Tahun 2007 yang melarang orang untuk menggelandang, mengemis dan
melakukan aktivitas yang mengganggu ketertiban di jalan, termasuk larangan
membeli pedagang asongan dan memberi sedekah pada pengemis di jalanan
di Jakarta. Pemerintah DKI juga telah mengadakan kerjasama lintas sektoral
yang melibatkan berbagai instansi seperti Tramtib, Kepolisian, maupun Dinas
Sosial melalui operasi yustisi dalam penanganan gelandangan, untuk
selanjutnya mendapatkan pelayanan dan rehabilitasi sosial di panti-panti
pemerintah. Namun demikian, permasalahan gelandangan dan pengemis
masih tetap merebak di kota Jakarta dan kota-kota lainnya.
Tampaknya gepeng tetap menjadi masalah dari tahun ke tahun, baik
bagi wilayah penerima (perkotaan) maupun bagi wilayah pengirim (pedesaan)
walaupun telah diusahakan penanggulangannya secara terpadu di wilayah
penerima dan pengirim. Setiap saat pasti ada sejumlah gepeng yang kena
razia dan dikembalikan ke daerah asal setelah melalui pembinaan.
Penanggulangan gepeng akan mampu mewujudkan stabilitas
nasional, khususnya stabilitas dalam bidang pertahanan dan keamanan
sehingga diperlukan suatu studi yang mampu menggambarkan secara utuh.
1.1.2. TUJUAN
Tujuan pembuatan makalah ini adalah sebagai UAS mata kuliah
Analisi Masalah Sosial di STKS bandung.
2
BAB II
URAIAN
2.1. URAIAN
4
berbagai cara dan alasan untuk mengharap belas kasihan dari orang lain
serta mengganggu ketertiban umum.
5
1. Anak sampai usia dewasa (laki-laki/perempuan) usia 18-59 tahun,
tinggal di sembarang tempat dan hidup mengembara atau
menggelandang di tempat-tempat umum, biasanya di kota-kota besar.
2. Tidak mempunyai tanda pengenal atau identitas diri, berperilaku
kehidupan bebas/liar, terlepas dari norma kehidupan masyarakat pada
umumnya.
3. Tidak mempunyai pekerjaan tetap, meminta-minta atau mengambil
sisa makanan atau barang bekas.
Karakteristik Pengemis :
1. Anak sampai usia dewasa (laki-laki/perempuan) usia 18-59 tahun.
2. Meminta-minta di rumah-rumah penduduk, pertokoan, persimpangan
jalan (lampu lalu lintas), pasar, tempat ibadah dan tempat umum
lainnya.
3. Bertingkah laku untuk mendapatkan belas kasihan ; berpura-pura
sakit, merintih dan kadang-kadang mendoakan dengan bacaan-
bacaan ayat suci, sumbangan untuk organisasi tertentu.
4. Biasanya mempunyai tempat tinggal tertentu atau tetap, membaur
dengan penduduk pada umumnya.
6
2.1.4. ANALISIS PENYEBAB
Permasalahan sosial gelandangan dan pengemis merupakan
akumulasi dan interaksi dari berbagai permasalahan seperti hal hal
kemiskinan, pendidikan rendah, minimnya keterampilan kerja yang dimiliki,
lingkungan, sosial budaya, kesehatan dan lain sebagaianya. Masalah ini
merupakan salah satu Masalah Sosial Strategis, karena dapat menyebabkan
beberapa masalah lainnya dan juga bersifat penyakit di masyarakat.
Ada 3 pokok penyebab permasalahan dari masalah Gelandangan dan
Pengemis ini yang dapat diuraikan sebagai berikut :
7
3. Kebijakan pemerintah
Kebijakan-kebijakan pemerintah juga merupakan factor-faktor
penyebab dari masalah Gelandangan dan Pengemis ini. Kebijakan-
kebijakan yang dikeluarkan pemerintah juga terkadang dianggap tidak
pro dengan rakyat. Berkaitan dengan Gelandangan dan Pengemis ada
banyak peraturan-peraturan dan kebijakan-kebijakan tentang ini, namun
lebih berorientasi pada larangan-larangan mengemis ditempat umum,
tapi bukan mengenai upaya-upaya dalam menangani masalah
Gelandangan dan Pengemis ini. Pemerintah hanya menganggap
masalah sosial bersumber dari individunya. Konsekuensi ini dapat
membebaskan pemerintah dari "tuduhan" sebagai sumber masalah.
Karena faktor penyebabnya adalah individual, maka upaya pemecahan
masalah akan lebih banyak bersifat kuratif.
Ketiga faktor itu hanyalah embrio awal yang melahirkan gepeng,
namun dalam perkembangannya faktor lahirnya gepeng selain faktor di atas,
masalah gepeng juga berhubungan dengan budaya yang lahir dari komunitas
yang lama terbentuk. Atau merupakan masalah yang dating dari akibat
keturunan yang tidak dapat berkembang dalam menangani masalah-masalah
utama dalam hidupnya.
Bisa diartikan juga bahwa Gepeng (Gelandangan dan Pengemis) telah
berkembang menjadi sebuah gaya hidup (life style) bagi orang-orang miskin
yang tidak berpendidikan, tidak memiliki life skill, dan orang-orang yang,
orang-orang broken home, orang cacat dan pengangguran. Cara instan
tersebut merupakan bentuk adaptasi masyarakat miskin terhadap
konsekuensi pembangunan yang melahirkan masalah sosial.
Beberapa ahli mengungkapkan beberapa factor penyebab terjadinya
Gepeng tersebut, yaitu factor internal dan eksternal, berikut adalah :
1. Factor internal
Maksudnya adalah factor internal dan keluarga yang menyebabkan
terjadinya Gepeng ini. Factor-faktor tersebut adalah :
kemiskinan individu dan keluarga; yang mencakup penguasaan
lahan yang terbatas dan tidak produktif, keterbatasan
penguasaan aset produktif, keterbatasan penguasaan modal
usaha;
umur;
rendahnya tingkat pendidikan formal;
ijin orang tua;
8
rendahnya tingkat ketrampilan (“life skill”) untuk kegiatan
produktif;
sikap mental.
2. Factor eksternal
kondisi hidrologis;
kondisi pertanian;
kondisi prasarana dan sarana fisik;
akses terhadap informasi dan modal usaha;
kondisi permisif masyarakat di kota;
kelemahan
Faktor-faktor penyebab ini dapat terjadi secara parsial dan juga
secara bersama-sama atau saling mempengaruhi antara satu faktor dengan
faktor yang lainnya.
Factor-faktor lain juga yang ikut menyebabkan terjadinya masalah ini
adalah :
1. Masalah kemiskinan.
Kemiskinan menyebabkan seseorang tidak mampu memenuhi
kebutuhan dasar minimal dan menjangkau pelayanan umum sehingga
tidak dapat mengembangkan kehidupan pribadi maupun keluarga
secara layak.
2. Masalah Pendidikan.
Pada umumnya tingkat pendidikan gelandangan dan pengemis relatif
rendah sehingga menjadi kendala untuk memperoleh pekerjaan yang
layak.
3. Masalah keterampilan kerja.
Pada umumnya gelandangan dan pengemis tidak memiliki keterampilan
yang sesuai dengan tuntutan pasar kerja.
4. Masalah sosial budaya.
Ada beberapa faktor sosial budaya yang mengakibatkan seseorang
menjadi gelandangan dan pengemis.
5. Rendahnya harga diri.
Rendahnya harga diri kepada sekelompok orang, mengakibatkan tidak
dimiliki rasa malu untuk minta-minta.
6. Sikap pasrah pada nasib.
Mareka menganggap bahwa kemiskinan adalah kondisi mereka sebagai
gelandangan dan pengemis adalah nasib, sehingga tidak ada kemauan
untuk melakukan perubahan.
7. Kebebasan dan kesenangan hidup menggelandang.
9
2.1.5. DAMPAK MASALAH GELANDANGAN DAN PENGEMIS
1. Terhadap Individu
Tidak mendapat akses pendidikan
Tidak dapat mengakses pelayanan kesehatan
Tidak dapat bersosialisasi dengan masyarakat luas
Tidak dapat memberikan aspirasi dalam demokrasi karena tidak
memiliki KTP
Tidak dapat menerima bantuan dari pemerintah
2. Terhadap Keluarga
Kepala keluarga tidak dapat memenuhi perannya sebagai kepala
keluarga
Terjadi ketimpangan dalam keluarga
Timbul masalah baru dalam keluarga seperti kriminalitas
Tidak dapat memutuskan rantai kemiskinan keluarga karena anak
tidak bias mendapat fasilitas pendidikan
3. Terhadap Masyarakat
Gelandangan dan pengemis pada umumnya tidak memiliki tempat
tinggal tetap, tinggal di wilayah yang sebanarnya dilarang dijadika
tepat tinggal, seperti : taman taman, bawah jembatan dan pingiran kali.
Oleh karna itu mereka di kota besar sangat mengangu ketertiban
umum, ketenangan masyrakat dan kebersihan serta keindahan kota.
Gelandangan dan pengemis yang hidupnya berkeliaran di jalan jalan
dan tempat umum, kebnayakan tidak memiliki kartu identitas (KTP/KK)
yang tercatat di kelurahan (RT/RW) setempat dan sebagian besar dari
mereka hidup bersama sebagai suami istri tampa ikatan perkawinan
yang sah.
Maraknya gelandangan dan pengemis di suatu wilayah dapat
menimbulkan kerawanan sosial mengagu keamanan dan ketertiban di
wilayah tersebut.
10
programnya. Namun pada umumnya program ini tidak dapat membuat efek
jera terhadap para Gelandangan dan pengemis.
Masyarakat menginginkan satu program yang benar-benar pro dengan
rakyat dalam mengentaskan masalah ini, juga bagaimana untuk dapat
mengembangkan masyarakat miskin untuk dapat hidup sejahtera agar
masalah Gelandangan dan Pengemis ini tidak berulang.
Berikut adalah beberapa program yang telah ada, antara lain :
1. Panti
Merupakan bentuk penanganan gelandangan dan pengemis dengan
menyediakan sarana tempat tinggal dalam satu atap yang dihuni oleh
beberapa keluarga.
2. Liposos
Lingkungan Pondok Sosial (Liposos) merupakan bentuk penanganan
gelandangan dan pengemis yang lebih mengedepankan sistim hidup
bersama didalam lingkungan sosial sebagaimana layaknya kehidupan
masyarakat pada umumnya.
3. Transit home
Merupakan bentuk penanganan gelandangan dan pengemis yang
bersifat sementara sebelum mendapatkan pemukiman tetap di tempat
yang telah disediakan.
4. Pemukiman
Merupakan bentuk penanganan gelandangan dan pengemis dengan
menyediakan tempat tinggal yang permanen di lokasi tertentu.
5. Transmigrasi
Merupakan bentuk penanganan gelandangan dan pengemis dengan
menyediakan fasilitas tempat tinggal baru di lokasi lain terutama di luar
pulau Jawa.
Dan beberapa program kebijakan pemerintah seperti larangan
mengemis di tempat umum, operasi Yustisi di Jakarta bagi orang-orang yang
tidak memiliki KTP yang berpotensi menjadi Gelandangan dan Pengemis, dan
program-program lainnya. Program lain adalah dalam bentuk penguatan
ekonomi keluarga dan peningkatan pendidikan.
12
Ada beberapa system sumber yang dapat dihubungkan dengan
gelandangan dan pengemis, seperti :
1. Dinas Sosial
Untuk menyelesaikan masalah-masalah tersebut diperlukan dinas social
agar dapat memberikan penyuluhan dan melaksanakan program-program
pemerintah dalam menangani maslah tersebut.
2. Dinas perhubungan
Dinas perhubungan juga harus jelas dalam penanganan isu-isu
perpindahan masyarakat desa ke kota yang semakin membludak. Dinas
perhubungan sebaiknya membatasi orang dari desa yang tidak jelas
statusnya menuju kota besar. Dinas perhubungan juga dapat digunakan
untuk memulangkan sejumlah gelandangan dan pengemis tersebut
kembali ke kampung halamannya.
3. BPS
BPS harusnya memberikan data yang actual tentang kemiskinan agar
dapat diprediksi dan potensi bertambahnya Gelandangan dan Pengemis,
juga agar masyarakat miskin tersebut dapat menerima bantuan-bantuan
dari pemerintah.
4. Dinas Pendidikan
Dinas pendidikan diharapkan memberikan kesempatan untuk kepada
masyarakat miskin terutama Gelandangan dan Pengemis untuk dapat
mengakses pendidikan agar dapat mendapatkan pendidikan yang layak
untuk meningkatkan kesejahteraannya.
16
BAB III
PENUTUP
3.1. KESIMPULAN
Perilaku menggepeng erat kaitannya dengan urbanisasi, dan
urbanisasi erat kaitannya dengan adanya kesenjangan pembangunan wilayah
pedesaan dan perkotaan. Semasih adanya kesenjangan ini maka urbanisasi
akan sulit dibendung dan akan memberi peluang munculnya kegiatan sector
informal seperti kegiatan menggepeng.
Pada hakikatnya tidak ada norma social yang mengatur perilaku
menggepeng. Kegiatan menggepeng umumnya dilakukan ibu-ibu yang
disertai dengan anak-anaknya. Mereka umumnya relative muda dan termasuk
dalam tenaga kerja yang produktif.
Pendidikan keluarga gepeng pada umumnya rendah. Ini disebabkan
karena susahnya masyarakat miskin dalam mengakses pendidikan, juga
termasuk karena anak usia sekolah terpaksa menggelandang dan mengemis
untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Akhirnya kebodohan dan kemiskinan
pun seakan menjadi sebuah turunan pada keluarga tersebut.
Adanya peran aktif dari berbagai kalangan dalam hal ini dalam
pengentasan kemiskinan dan juga masalah Gelandangan dan pengemis ini.
Ada beberapa langkan yang mungkin dapat diterapkan antara lain adalah
tetap menertibkan para Gelandangan-gelandangan dan Pengemis tersebut
dan berusaha untuk mengembalikan ke kampung halamannya. Berikutnya
adalah mengembangkan usaha-usaha dari desa asal agar tidak terulang
permasalahan tersebut, atau dalam kata lain tidak membuat semacam
ketimpangan pembangunan antara kota dan desa.
pemenuhan kebutuhan spiritual untuk memelihara sikap idealis yang
telah ada di masyarakat.
17
3.2. DAFTAR PUSTAKA
http://bambang-rustanto.blogspot.com/2012/04/penelitian-sosial-gelandangan-
pengemis.html (diakses tanggal 28 mei 2012, pukul 16.50)
18