Tridoyo Kusumastanto
Visi Presiden terpilih Jokowi untuk membangun Negara Maritim perlu dikaji dengan
cermat sehingga dapat dimplementasikan untuk kemakmuran rakyat Indonesia.
Kemaritiman adalah peradaban dunia karena kepentingan negara-negara di dunia akan
sangat ditentukan bagaimana pengelolaan dan pemanfaatan laut untuk kemakmuran
maupun keberlanjutan bangsa-bangsa di dunia. Demikian pula Indonesia yang 70 %
wilayahnya berupa laut dan lautan perlu meletakkan arah pembangunan sebagai Negara
Maritim. Nenek moyang bangsa Indonesia pernah mencapai abad keemasan sebagai negara
maritim pada saat Kerajaan Mataram dan Sriwijaya serta kerajaan lainnya di Nusantara
yang “menguasai laut” dari berbagai belahan bumi sehingga mendapatkan kemakmuran
bagi rakyatnya dari laut melalui aktivitas ekonomi maupun perdagangan global dengan
memanfaatkan laut. Zaman kejajayaan mariitim tersebut pudar pada masa penjajahan dan
berimbas sampai sekarang orientasi pembangunan kurang mengintegrasikan pembangunan
darat dan laut sebagai sebuah kekuatan pembangunan yang mensejahterakan bangsa
Indonesia.
Epistimologi Maritim
Dalam mengembalikan kejayaan nusantara maka Indonesia harus mengedepankan visi
pembangunan Negara Maritim. Indonesia sebagai sebuah Negara Maritim memiliki
kriteria: a) berdaulat di wilayah NKRI dan disegani negara lain atas wilayahnya, b)
menguasai seluruh wilayah darat, laut dan udara melalui “effective occupancy” dan
memiliki “sea power” yang diandalkan secara nasioal dan global, c) mampu mengelola dan
memanfaatkan berbagai potensi pembangunan sesuai aturan nasional dan internasional, d)
menghasilkan kemakmuran bagi segenap rakyat Indonesia. Dengan demikian maka
keterpaduan darat dan laut dalam pembangunan harus menjadi dasar spasial serta
berorientasi pada wawasan nasional maupun global dengan mengutamakan kepentingan
nasional. Perspektif pembangunan Negara Maritim juga didasari bahwa keberlanjutan
pembangunan guna mencapai keberlanjutan bangsa Indonesia.
Negara Maritim adalah negara yang berdaulat, menguasai, mampu mengelola dan
1
demikian apabila membicarakan negara maka digunakan istilah Negara Maritim karena
terkait dengan kata sifat yakni mengelola dan memanfaatkan laut untuk kejayaan
negaranya. Sedangkan kelautan adalah yang terkait dengan artian fisik dan properti
(physical property) yakni terkait dengan sumberdaya kelautan dan fungsi laut yang
digunakan untuk mencapai Negara Maritim. Visi kelautan adalah visi dalam
negara kepulauan dan wawasan keluar (outward looking) yakni mengembangkan berbagai
kemampuan bangsa untuk menguasai potensi laut secara global sesuai peraturan
memarjinalkannya. Hal ini dikarenakan sampai saat ini, kebijakan pemerintah di bidang
kelautan belum muncul sebagai sebuah arus utama (mainstream) kebijakan politik dan
Kelautan (Ocean Policy) yang diharapkan dapat mewujudkan tujuan untuk menjadi
negara negara maritim yang sejahtera. Dalam menjabarkan Ocean Policy menjadi sebuah
kebijakan-kebijakan nyata yang implentatif melalui Kebijakan Ekonomi Kelautan (Ocean Economic
Policy) , Kebijakan Tatakelola Kelautan (Ocean Governance Policy), Kebijakan Lingkungan Laut
2
(Ocean Environment Policy), Kebijakan Pengembangan Budaya Bahari (Maritim Culture Policy)
dan Kebijakan Keamanan Maritim (Matitime Security Policy) sehingga ke lima pilar tersebut
tersebut merupakan acuan pembangunan kelautan baik jangka pendek, menengah maupun
panjang dalam kerangka besar mengukir masa depan bangsa (Reframing the future). Dengan
demikian, pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya kelautan serta fungsi laut dapat
dilaksanakan secara holistik mensinergikan semua sektor yang berkaitan dengan pembangunan
nasional. Sehingga kelembagaan kementerian yang menangani laut yakni Kementerian Kelautan
Perikanan dan koordinasi dengan kementerian terkait lainnya harus diperkuat dan bukan
sebaliknya. Hal ini dikarenakan, pada dasarnya satu sektor dan sektor lainnya baik yang
memanfaatkan sumberdaya daratan, laut dan udara akan saling melengkapi dan mendukung
sehingga menghasilkan pemanfaatan pada tingkat optimal dari sumber kekayaan nasional dalam
(ocean based resource) dan fungsi laut secara bijaksana sebagai pendorong pertumbuhan
ekonomi dan peningkatan kesejahteraan rakyat Indonesia dengan didukung oleh pilar-pilar
ekonomi berbasis daratan (land based economy) yang tangguh dan mampu bersaing dalam
ekonomi di pesisir, laut dan lautan sebagai ekonomi kelautan (ocean economy) yang terdiri
dari 7 (tujuh) sektor yakni perikanan, pariwisata bahari, pertambangan laut, industri
secara spasial ekonomi kelautan adalah ke darat adalah wilayah kabupaten/kota pesisir dan
ke arah laut adalah wilayah laut sampai ZEE Indonesia serta Landas Kontinen Indonesia.
3
Keanekaragaman sumberdaya di bidang kelautan terlihat dari jenis potensi yang
sumberdaya yang tidak dapat diperbaharui (non renewable) seperti sumberdaya minyak,
gas, dan berbagai jenis mineral lainnya. Ketiga, selain dua jenis sumberdaya tersebut, juga
terdapat berbagai macam fungsi dan jasa kelautan yang dapat dikembangkan untuk
(pasang surut, OTEC dll), industri kelautan/maritim, dan jasa lingkungan laut. Potensi
ekonomi diperkirakan minimal sebesar USD 171 milyar per tahun (Dekin, 2013) dan saat
ekonomi kelautan Indonesia. Potensi kekayaan pesisir dan laut belum menjadi basis
ekonomi bagi pembangunan nasional. Hal ini dapat dilihat dari masih relatif tidak
berkembangnya kontribusi ekonomi bidang kelautan dalam Produk Domestik Bruto (PDB)
nasional. Dibandingkan nilai ekonomi kelautan Jepang, Korea Selatan, Cina, dan Vietnam
yang mampu menyumbang hingga 48% bagi PDB nasionalnya, maka nampak ekonomi
kelautan Indonesia kurang berkembang walaupun potensi yang dimilikinya lebih besar.
Proporsi ini bisa dikatakan besar jika dilihat panjang pantai dan kekayaan laut mereka
memang relatif kecil jika dibandingkan Indonesia. Bila dilihat dari kontribusi bidang
kelautan dan perannya dalam kehidupan masyarakat cukup signifikan namun kurang
sejak tahun 1995-2005 kontribusi ekonomi bidang kelautan diperkirakan berkisar pada
20,06 % pada tahun 2000 hingga 22,42% dari total PDB pada tahun 2005, sektor
4
pertambangan (minyak, gas dan mineral) memberikan kontribusi terbesar diikuti perikanan
Sektor-sektor yang ada dalam bidang ekonomi kelautan ini memiliki nilai ICOR
(Incremental Capital Output Ratio) yang relatif baik. ICOR merupakan indikator untuk
mengukur sejauh mana efisiensi dari suatu investasi dimana semakin rendah angka ICOR
Input-Output 2005, bahwa nilai ICOR terendah terdapat pada sektor wisata bahari dengan
nilai indeks ICOR sebesar 3,01. Hal ini menunjukkan bahwa sektor wisata bahari
merupakan bidang yang paling efisien dalam penanaman investasi jika dibandingkan
dengan bidang lain. Dalam hal efesiensi penyerapan tenaga kerja dapat digunakan adalah
ILOR (Incremental Labour Output Ratio). Semakin besar nilai ILOR, maka penyerapan
tenaga kerjanya akan semakin tinggi. Perhitungan pada tahun 2005 menunjukkan koefisien
ILOR terbesar adalah sektor perikanan yaitu sebesar 14,02. Ini berarti sektor perikanan
adalah sektor yang memiliki daya serap tenaga kerja yang tinggi. Oleh karena itu,
pengembangan sektor ini akan mampu menjadi sebuah solusi bagi pengurangan angka
pengangguran. Kelautan adalah tumpuan masa depan Indonesia yang harus dikembangkan
secara lestari dan mampu mensejahterakan segenap komponen bangsa di tanah airnya
sendiri serta sebagai unsur utama dalam membangun Indonesia sebagai Negara Maritim.
Dengan demikian bidang kelautan sebagai arus utama dalam pembangunan Negara
Maritim, maka pendekatan kebijakan yang dilakukan harus dilaksanakan secara terpadu
antar sektor ekonomi dalam lingkup bidang kelautan maupun sektor ekonomi berbasis