Anda di halaman 1dari 21

BAB I

LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny S.

Jenis Kelamin : Perempuan

Usia : 70 Tahun

Alamat : Dsn Wedilelo

Status : Menikah

Masuk RS : 09 Oktober 2017

No. CM : 1718375221

II. ANAMNESIS
a. Keluhan Utama

Perut membesar, begah/perut terasa penuh.

b. Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien datang ke IGD dengan keluhan perut membesar. Pasien juga merasakan perut
terasa begah/penuh. Pasien juga merasakan sesak napas. Perut sudah mulai membesar sekitar
1 tahun yang lalu. Nyeri (-). Mual (+) muntah (-). BAB dan BAK tidak ada keluhan. BAK
warna jernih.

c. Riwayat Penyakit Dahulu

Riwayat hipertensi, diabetes mellitus, penyakit jantung disangkal. Riwayat pungsi asites
1 bulan yang lalu.

1
d. Riwayat Penyakit Keluarga

Riwayat hipertensi, diabetes mellitus, penyakit jantung disangkal oleh keluarga.

e. Riwayat Personal Sosial

Pasien memiliki kebiasaan meminum jamu /obat herbal.

f. Anamnesis system

Kepala dan leher : tidak ada keluhan.

Respirasi : tidak ada keluhan.

Gastrointestinal : BAB cair (-)

Perkemihan : BAK tidak ada keluhan. warna urin jernih (+)

Ekstremitas : Akral hangat.

III. PEMERIKSAAN FISIK


 Status Generalisata

Keadaan umum Compos mentis

Tanda Vital:
Tekanan darah 146/88 mmHg
Nadi 89 x/ menit
Suhu 36o C
Pernafasan 20 x/ menit
SpO2 sistemik 97%

Kepala Normosefali, tidak terdapat hematom

Pupil isokor (3mm/3mm), reflek cahaya (+/+),


Mata Conjungtiva Anemis (+/+), Sklera Ikterik (-/-),
penglihatan tidak kabur, palpebra edem

Telinga Dbn

Hidung Dbn

2
Tidak ditemukan adanya deviasi trakhea, tidak ada
Tenggorokan
nyeri telan

Leher Tidak terdapat pembesaran kelenjar getah bening

S1-S2 ireguler, tidak ditemukan bising atau suara


Cor
tambahan jantung

Bentuk paru simetris, tidak terdapat jejas dan


kelainan bentuk, tidak ada ketinggalan gerak, tidak
Pulmo ada nyeri tekan pada lapang paru, perkusi sonor,
suara dasar vesikuler (+/+), suara ronkhi (-/-), suara
wheezing (-/-)

Distensi (+), nyeri tekan (+), bising usus (+), pekak.


Pekak beralih. Tes Undulasi (-). Tidak teraba
splenomegali. Caput Medusa (-). Spider Naevi (-)

Abdomen

Pitting edema (+), eritema palmaris (-) dan akral


Ekstremitas
hangat (+)

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG


1. Pemeriksaan Laboratorium (09/10/2017)
PEMERIKSAAN HASIL NILAI RUJUKAN SATUAN
HEMATOLOGI

3
Leukosit 6.06 4.5 – 11 103/uL
Eritrosit 3.05 4–5 106/uL
Hemoglobin 9.01 14 – 18 g/dL
Hematokrit 27.3 38.00 – 47.00 %
MCV 89.4 86 – 108 fL
MCH 29.8 28 – 31 pg
MCHC 33.4 30 – 35 g/dL
Trombosit 346 150 – 450 103/uL

HITUNG JENIS
Eosinofil 2.3 1–6 %
Basofil 0.5 0.0 – 1.0 %
Limfosit 24.3 %
20 – 45
Monosit 4.5 %
Neutrofil 68.4 2–8 %
82.5
KIMIA
Ureum 85 10 – 50 mg/dL
Creatinin 1.6 1.0 – 1.3 mg/dL
SGOT 13 <31 U/l
SGPT 10 <32 U/l
Glukosa Darah Sewaktu 127 <140 mg/dl
Protein total 6.9 6.6-8.7 g/dl
Albumin 3.2 3.5-4.2 g/dl
Globulin 3.70

2. Pemeriksaan Laboratorium (10/010/2017)

PEMERIKSAAN HASIL NILAI RUJUKAN SATUAN


IMUNO/SEROLOGI
HBs Ag (Rapid) Negative Negative
Anti HCV Total Negative Negative

V. PEMERIKSAAN USG ABDOMEN (HEPAR/LIEN/PANKREAS GINJAL)


 Hepatomegali dengan tanda awal sirosis disertai gambaran
congestive failure dengan gambaran cholelithiasis dan cholesistitis dan ascites
permagna.

4
 Tak tampak gambaran massa maupun nodul intrahepatal
 Tak tampak gambaran cholestasis intrahepatal
 Tak tampak gambaran pleural effusion bilateral.
 Gambaran lesi kistik di suprapubic suspect kista ovarii dengan
gambaran moderate hidronefrosis dextra et sinistra.

VI. DIAGNOSIS
Diagnosis Kerja :
- Sirosis Hepatis
- Cholelithiasis
- Cholesistitis
- Kista Ovarii
- Hidronefrosis Dextra et Sinistra

VII. PENATALAKSANAAN
1. Infus Asering 500ml
2. Infus D5 20 tpm
3. Inj. Ranitidin 2x1
4. Inj Furosemide 10 mg 1x1
5. Omeprazole 20 mg
6. Curcuma 200 mg 3x14
7. Furosemide 40 mg
8. Pungsi ascites tgl 11/10/2017

5
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1. SIROSIS HEPATIS
a. Definisi
Sirosis adalah suatu keadaan patologis yang menggambarkan stadium akhir fibrosis
hepatik yang berlangsung progresif yang ditandai dengan distorsi dari arsitektur hepar dan
pembentukan nodulus regeneratif. Gambaran ini ter jadi akibat nekrosis hepatoselular.
Jaringan penunjang retikulin kolaps disertai deposit jaringan ikat, distorsi jaringan vaskular,
dan regenerasi nodularis parenkim hati.3

Sirosis hati secara klinis dibagi menjadi sirosis hati kompensata yang berarti belum
adanya gejala klinis yang nyata dan sirosis hati dekompensata yang ditandai gejala- gejala
dan tanda klinis yang jelas. Sirosis hati kompensata merupakan kelanjutan dari proses

6
hepatitis kronik dan pada satu tingkat tidak terlihat perbedaannya secara klinis. Hal ini hanya
dapat dibedakan melalui pemeriksaan biopsi hati. 3

b. Klasifikasi dan Etiologi

Sirosis secara konvensional diklasifikasikan sebagai makronodular (besar nodul lebih dari
3 mm) atau mikronodular (besar nodul kurang dari 3 mm) atau campuran mikro dan
makronodular. Selain itu juga diklasifikasikan berdasarkan etiologi, fungsional namun ha1 ini
juga kurang memuaskan. 3

Sebagian besar jenis sirosis dapat diklasifikasikan secara etiologis dan morfologis
menjadi: 1). alkoholik, 2) kriptogenik dan post hepatitis (pasca nekrosis), 3) biliaris, 4)
kardiak, dan 5) metabolik, keturunan, dan terkait obat. 3

Etiologi dari sirosis hati disajikan dalam Tabel 1. Di negara barat yang tersering akibat
alkoholik sedangkan di Indonesia terutama akibat infeksi virus hepatitis B maupun C. Hasil
penelitian di Indonesia menyebutkan virus hepatitis B menyebabkan sirosis sebesar 40-50%,
dan virus hepatitis C 30-40%, sedangkan 10-20% penyebabnya tidak diketahui dan termasuk
kelompok virus bukan B dan C (non B-non C). Alkohol sebagai penyebab sirosis di Indonesia
mungkin fiekuensinya kecil sekali karena belurn ada datanya. 3

c. Epidemiologi

Lebih dari 40 % pasien sirosis asimtomatis. Pada keadaan ini sirosis ditemukan waktu
pemeriksaan rutin kesehatan atau pada waktu autopsi. Keseluruhan insidensi sirosis di
Amerika diperkirakan 360 per 100.000 penduduk. Penyebabnya sebagian besar akibat
penyakit hati alkoholik maupun infeksi virus kronik. Hasil penelitian lain menyebutkan
perlemakan hati akan mengakibatkan steatohepatitis nonalkoholik (NASH, prevalensi 4%)
dan berakhir dengan sirosis hati dengan prevalensi 0,3 %.3

Prevalensi sirosis hati akibat steatohepatitis alkoholik dilaporkan 0,3 % juga. Di Indonesia
data prevalensi sirosis hati belum ada, hanya laporan-laporan dari beberapa pusat pendidikan
saja. Di RS Dr. Sardjito Yogyakarta jumlah pasien sirosis hati berkisar 4,l % dari pasien yang
dirawat di Bagian Penyakit Dalam dalam kurun waktu 1 tahun (2004) ( tidak dipublikasi). Di

7
Medan dalam kurun waktu 4 tahun dijumpai pasien sirosis hati sebanyak 819 (4 %) pasien
dari seluruh pasien di Bagian Penyakit Dalam. 3

d. Patologi dan Patogenesis

Sirosis alkoholik atau secara historis disebut sirosis Laennec ditandai oleh pembentukan
jaringan parut yang difus, kehilangan sel-sel hati yang uniform, dan sedikit nodul regeneratif.
Sehingga kadang-kadang disebut sirosis mikronodular. Sirosis mikronodular dapat pula
diakibatkan Mekanisme cedera hati alkoholik masih belum pasti. oleh cedera hati lainnya.
Tiga lesi hati utama akibat induksi Diperkirakan mekanismenya sebagai berikut: 1). Hipoksia
alkohol adalah 1). Perlemakan hati alkoholik, 2). Hepatitis sentrilobular, metabolisme
asetaldehid etanol alkoholik, dan 3). Sirosis alkoholik. 3

8
Tabel 1. Sebab-sebab Sirosis dan/atau Penyakit Hati Kronik.3

Perlemakan Hati Alkoholik

Steatosis atau perlemakan hati, hepatosit teregang oleh vakuola lunak dalam sitoplasma
berbentuk makrovesikel yang mendorong inti hepatosit ke membran sel. 3

Hepatitis Alkoholik

Fibrosis perivenular berlanjut menjadi sirosis panlobular akibat masukan alkohol dan
destruksi hepatosit yang berkepanjangan. Fibrosis yang terjadi dapat berkontraksi di tempat
cedera dan merangsang pembentukan kolagen. Di daerah periportal dan perisentral timbul
septa jaringan ikat seperti jaring yang akhirnya menghubungkan triad portal dengan vena
sentralis. Jalinan jaringan ikat halus ini mengelilingi massa kecil sel hati yang masih ada yang
kemudian mengalami regenerasi dan membentuk nodulus. Namun demikian kerusakan sel
yang terjadi melebihi perbaikannya. Penimbunan kolagen terus berlanjut, ukuran hati
mengecil, berbenjol-benjol (nodular) menjadi keras, terbentuk sirosis alkoholik. 3

Mekanisme cedera hati alkoholik masih belum pasti. Diperkirakan mekanismenya


sebagai berikut: 1). Hipoksia sentrilobular. Metabolisme asetaldehid etanol meningkatkan
konsumsi oksigen lobular, terjadi hipoksemia relatif dan cedera sel di daerah yang jauh dari
aliran darah yang teroksigenasi (misal daerah perisentral); 2). Infiltrasi/aktivitas neutrofil
terjadi pelepasan chemoattractans neutrofil oleh hepatosit yang memetabolisme etanol.
Cedera jaringan dapat terjadi dari neutrofil dan hepatosit yang melepaskan intermediet
oksigen reaktif, proteasa, dan sitokin; 3). Formasi acetal- dehyde-protein adducts berperan
sebagai neoantigen, dan menghasilkan limfosit yang tersensitisasi serta antibodi spesifik yang
menyerang hepatosit pembawa antigen ini; 4). Pembentukan radikal bebas oleh jalur
alternatif dari metabolisme etanol, disebut sistem yang mengoksidasi enzim mikrosomal. 3

Patogenesis fibrosis alkoholik meliputi banyak sitokin, antara lain faktor nekrosis tumor,
interleukin-1 , PDGF, dan TGF-beta. Asetaldehid kemunglunan mengaktifasi sel stelata tetapi
bukan suatu faktor patogenik utama pada fibrosis alkoholik. 3

Sirosis Hati Pasca Nekrosis

9
Gambaran patologi hati biasanya mengkerut, berbentuk tidak teratur, dan terdiri dari
nodulus sel hati yang dipisahkan oleh pita fibrosis yang padat dan lebar. Gambaran
mikroskopik konsisten dengan gambaran makroskopik. Ukuran nodulus sangat bemariasi,
dengan sejumlah besar jaringan ikat memisahkan pulau parenkim regenerasi yang
susunannya tidak teratur. 3

Patogenesis sirosis hati menurut penelitian terakhir, memperlihatkan adanya peranan sel
stelata (stellate cell). Dalam keadaan normal sel stelata mempunyai peran dalam
keseimbangan pembentukan matriks ekstraselular dan proses degradasi. Pembentukan
fibrosis menunjukkan perubahan proses keseimbangan. Jika terpapar faktor tertentu yang
berlangsung secara terus menerus (misal: hepatitis virus, bahan-bahan hepatotoksik), maka
sel stelata akan menjadi sel yang membentuk kolagen. Jika proses berjalan terus maka
fibrosis akan berjalan terus di dalam sel stelata, dan jaringan hati yang normal akan diganti
oleh jaringan ikat. 3

Sirosis hati yang disebabkan oleh etiologi lain frekuensinya sangat kecil sehingga tidak
dibicarakan di sini. 3

e. Manifestasi Klinis

Gejala-gejala Sirosis

Stadium awal sirosis sering tanpa gejala sehingga kadang ditemukan pada waktu pasien
melakukan pemeriksaan kesehatan rutin atau karena kelainan penyakit lain. Gejala awal
sirosis (kompensata) meliputi perasaan mudah lelah dan lemas, selera makan berkurang,
perasaan perut kembung, mual, berat badan menurun, pada laki-laki dapat timbul impotensi,
testis mengecil, buah dada membesar, hilangnya dorongan seksualitas. Bila sudah lanjut
(sirosis dekompensata), gejala-gejala lebih menonjol terutama bila timbul komplikasi
kegagalan hati dan hipertensi porta, meliputi hilangnya rambut badan, gangguan tidur, clan
demam tak begitu tinggi. Mungkin disertai adanya gangguan pembekuan darah, perdarahan
gusi, epistaksis, gangguan siklus haid, ikterus dengan air kemih benvarna seperti teh pekat,
muntah darah danlatau melena, serta perubahan men- tal, meliputi mudah lupa, sukar
konsentrasi, bingung, agitasi, sampai koma. 3

Temuan Klinis

10
Temuan klinis sirosis meliputi, spider angio maspider- angiomata (atau spider
telangiektasi), suatu lesi vaskular yang dikelilingi beberapa vena-vena kecil. Tanda ini sering
ditemukan di bahu, muka, dan lengan atas. Mekanisme terjadinya tidak diketahui, ada
anggapan dikaitkan dengan peningkatan rasio estradiolltestosteron bebas. Tanda ini juga bisa
ditemukan selama hamil, malnutrisi berat, bahkan ditemukan pula pada orang sehat, walau
umumnya ukuran lesi kecil. 3

Eritema Palmaris, warna merah saga pada thenar dan hipothenar telapak tangan. Hal ini
juga dikaitkan dengan perubahan metabolisme hormon estrogen. Tanda ini juga tidak spesifik
pada sirosis. Ditemukan pula pada kehamilan, artritis reumatoid, hipertiroidisme, dan
keganasan hematologi. 3

Perubahan kuku-kuku Muchre berupa pita putih horisontal dipisahkan dengan warna
normal kuku. Mekanismenya juga belum diketahui, diperkirakan akibat hipoalbuminemia.
Tanda ini juga bisa ditemukan pada kondisi hipoalbuminemia yang lain seperti sindrom
nefrotik. 3

Jari gada lebih sering ditemukan pada sirosis bilier. - Osteoartropati hipertrofi suatu
periostitis proliferatif kronik, menimbulkan nyeri. 3

Kontraktur Dupuytren akibat fibrosis fasia palmaris - menimbulkan kontraksi fleksi jari-
jari berkaitan dengan alkoholisme tetapi tidak secara spesifik berkaitan dengan sirosis. Tanda
ini juga bisa ditemukan pada pasien diabetes melitus, distrofi refleks simpatetik, dan perokok
yang juga mengkonsumsi alkohol. 3

Ginekomastia secara histologis berupa proliferasi benigna jaringan glandula mammae


laki-laki, kemungkinan akibat peningkatan androstenedion. Selain itu, ditemukan juga
hilangnya rambut dada dan aksila pada laki-laki, sehingga laki-laki mengalami perubahan ke
arah feminisme. Kebalikannya pada perempuan menstruasi cepat berhenti sehingga dikira
fase menopause. 3

Atrofi testis hipogonadisme menyebabkan impotensi dan infertil. Tanda ini menonjol pada
alkoholik sirosis dan hemokromatosis.3

11
Hepatomegali-ukuran hati yang sirotik bisa membesar, normal, atau mengecil. Bilamana
hati teraba, hati sirotik teraba keras dan nodular. 3

Splenomegali sering ditemukan terutama pada sirosis yang penyebabnya nonalkoholik.


Pembesaran ini akibat kongesti pulpa merah lien karena hipertensi porta. 3

Asites, penimbunan cairan dalam rongga peritonium akibat hipertensi porta dan
hipoalbuminemia. Caput medusa juga sebagai akibat hipertensi porta. 3

Fetor hepatikum, bau napas yang khas pada pasien sirosis disebabkan peningkatan
konsentrasi dimetil sulfid akibat pintasan porto sistemik yang berat. 3

Ikterus-pada kulit dan membran mukosa akibat bilirubinemia. Bila konsentrasi bilirubin
kurang dari 2-3 mgl dl tak terlihat. Warna urin terlihat gelap seperti air teh. Asterixis-bilateral
tetapi tidak sinkron berupa gerakan mengepak-ngepak dari tangan, dorsofleksi tangan. 3

Tanda-tanda lain yang menyertai di antaranya:

 Demam yang tak tinggi akibat nekrosis hepar.


 Batu pada vesika felea akibat hemolisis
 Pembesaran kelenjar parotis terutama pada sirosis alkoholik, ha1 ini akibat
sekunder infiltrasi lemak, fibrosis, dan edema. 3

Diabetes melitus dialami 15 sampai 30% pasien sirosis. Hal ini akibat resistensi insulin
dan tidak adekuatnya sekresi insulin oleh sel beta pankreas. 3

f. Gambaran Laboratoris
Adanya sirosis dicurigai bila ada kelainan pemeriksaan laboratorium pada waktu
seseorang memeriksakan kesehatan rutin, atau waktu skrining untuk evaluasi keluhan
spesifik. Tes fungsi hati meliputi aminotransferase, alkali fosfatase, gamma glutamil
transpeptidase, bilirubin, albumin, dan waktu protrombin. 3

Aspartat aminotransferase (AST) atau serum glutamil oksalo asetat (SGOT) dan alanin
aminotransferase (ALT) atau serum glutamil piruvat transaminase (SGPT) meningkat tapi tak
begitu tinggi. AST lebih meningkat daripada ALT, namun bila transaminase normal tidak
mengenyampingkan adanya sirosis. 3

12
Alkali fosfatase, meningkat kurang dari 2 sampai 3 kali batas normal atas. Konsentrasi
yang tinggi bisa ditemukan pada pasien kolangitis sklerosis primer dan sirosis bilier primer. 3

Gamma-glutamil transpeptidase (GGT), konsentrasinya seperti halnya alkali fosfatase


pada penyakit hati. Konsentrasinya tinggi pada penyakit hati alkoholik kronik, karena alkohol
selain menginduksi GGT mikrosomal hepatik, juga bisa menyebabkan bocornya GGT dari
hepatosit. 3

Bilirubin, konsentrasinya bisa normal pada sirosis hati kompensata, tapi bisa meningkat
pada sirosis yang lanjut. 3

Albumin, sintesisnya terjadi di jaringan hati, konsentrasinya menurun sesuai dengan


perburukan sirosis. 3

Globulin, konsentrasinya meningkat pada sirosis. Akibat sekunder dari pintasan, antigen
bakteri dari sistem porta ke jaringan limfoid, selanjutnya menginduksi produksi
imunoglobulin. 3

Waktu protrombin mencerminkan derajatltingkatan disfungsi sintesis hati, sehingga pada


sirosis memanjang. 3

Natrium serum menurun terutama pada sirosis dengan asites, dikaitkan dengan
ketidakmampuan ekskresi air bebas. 3

Kelainan hematologi anemia, penyebabnya bisa bermacam-macam, anemia normokrom,


normositer, hipokrom mikrositer atau hipokrom makrositer. Anemia dengan trombositopenia,
lekopenia, dan netropenia akibat splenomegali kongestif berkaitan dengan hipertensi porta
sehingga terjadi hipersplenisme. 3

Pemeriksaan radiologis barium meal dapat melihat varises untuk konfirmasi adanya
hipertensi porta. Ultrasonografi (USG) sudah secara rutin digunakan karena pemeriksaannya
non invasif dan mudah digunakan, namun sensitivitasnya kurang. Pemeriksaan hati yang bisa
dinilai dengan USG meliputi sudut hati, permukaan hati, ukuran, homogenitas, dan adanya
massa. Pada sirosis lanjut, hati mengecil dan nodular, permukaan irregular, dan ada
peningkatan ekogenitas parenkim hati. Selain itu USG juga bisa untuk melihat asites,

13
splenomegali, trombosis vena porta dan pelebaran vena porta, serta skrining adanya
karsinoma hati pada pasien sirosis. 3

Tomografi komputerisasi, informasinya sama dengan USG, tidak rutin digunakan karena
biayanya relatif mahal. 3

Magnetic resonance imaging, peranannya tidak jelas dalam mendiagnosis sirosis selain
mahal biayanya. 3

Diagnosis
Pada stadium kompensasi sempurna kadang-kadang sangat sulit menegakkan diagnosis
sirosis hati. Pada proses lanjutan dari kompensasi sempurna mungkin bisa ditegakkan
diagnosis dengan bantuan pemeriksaan klinis yang cermat, laboratorium biokimialserologi,
dan pemeriksaan penunjang lainnya. Pada saat ini penegakan diagnosis sirosis hati terdiri atas
pemeriksaan fisis, laboratorium, dan USG. Pada kasus tertentu diperlukan pemeriksaan biopsi
hati atau peritoneoskopi karena sulit membedakan hepatitis kronik aktif yang berat dengan
sirosis hati dini. 3

Pada stadium dekompensata diagnosis kadangkala tidak sulit karena gejala dan tanda-
tanda klinis sudah tampak dengan adanya komplikasi. 3

g. Komplikasi

Morbiditas dan mortalitas sirosis tinggi akibat komplikasinya. Kualitas hidup pasien
sirosis diperbaiki dengan pencegahan dan penanganan komplikasinya. 3

Komplikasi yang sering dijumpai antara lain peritonitis bakterial spontan, yaitu infeksi
cairan asites oleh satu jenis bakteri tanpa ada bukti infeksi sekunder intra abdominal.
Biasanya pasien ini tanpa gejala, namun dapat timbul demam dan nyeri abdomen. 3

Pada sindrom hepatorenal, terjadi gangguan fungsi ginjal akut berupa oliguri, peningkatan
ureum, kreatinin tanpa adanya kelainan organik ginjal. Kerusakan hati lanjut menyebabkan
penurunan perfusi ginjal yang berakibat pada penurunan filtrasi glomerulus. 3

Salah satu manifestasi hipertensi porta adalah varises esofagus. Duapuluh sampai 40 %
pasien sirosis dengan varises esofagus pecah yang menimbulkan perdarahan. Angka

14
kematiannya sangat tinggi, sebanyak duapertiganya akan meninggal dalam waktu satu tahun
walaupun dilakukan tindakan untuk menanggulangi varises ini dengan beberapa cara. 3

Ensefalopati hepatik, merupakan kelainan neuropsikiatrik akibat disfungsi hati. Mula-


mula ada gangguan tidur (insomnia dan hipersomnia), selanjutnya dapat timbul gangguan
kesadaran yang berlanjut sampai koma. 3

Pada sindrom hepatopulmonal terdapat hidrotoraks dan hipertensi portopulmonal. 3

h. Pengobatan

Etiologi sirosis mempengaruhi penanganan sirosis. Terapi ditujukan mengurangi progresi


penyakit, menghindarkan bahan-bahan yang bisa menambah kerusakan hati, pencegahan dan
penanganan komplikasi. Bilamana tidak ada koma hepatik diberikan diet yang mengandung
protein IgkgBB dan kalori sebanyak 2000-3000 kkalihari. 3

Tatalaksana pasien sirosis yang masih kompensata ditujukan untuk mengurangi progresi
kerusakan hati. Terapi pasien ditujukan untuk menghilangkan etiologi, di antaranya: alkohol
dan bahan-bahan lain yang toksik dan dapat mencederai hati dihentikan penggunaannya.
Pemberian asetaminofen, kolkisin, dan obat herbal bisa menghambat kolagenik. 3

Pada hepatitis autoimun bisa diberikan steroid atau imunosupresif. 3

Pada hemokromatosis flebotomi setiap minggu sampai konsentrasi besi menjadi normal
dan diulang sesuai kebutuhan. 3

Pada penyakit hati nonalkoholik; menurunkan berat badan akan mencegah terjadinya
sirosis. 3

Pada hepatitis B, interferon alfa dan lamivudin (analog nukleosida) merupakan terapi
utama. Lamivudin sebagai terapi lini pertama diberikan 100 mg secara oral setiap hari selama
satu tahun. Namun pemberian lamivudin setelah 9- 12 bulan menimbulkan mutasi YMDD
sehingga terjadi resistensi obat. Interferon alfa diberikan secara suntikan subkutan 3 MIU,
tiga kali seminggu selama 4-6 bulan, namun ternyata juga banyak yang kambuh. 3

15
Pada hepatitis C kronik; kombinasi interferon dengan ribavirin merupakan terapi standar.
Interferon diberikan secara suntikan subkutan dengan dosis 5 MIU tiga kali seminggu dan
dikombinasi ribavirin 800-1000 mgl hari selama 6 bulan. 3

Pada pengobatan fibrosis hati; pengobatan antifibrotik pada saat ini lebih mengarah
kepada peradangan dan tidak terhadap fibrosis. Di masa datang, menempatkan sel stelata
sebagai target pengobatan dan mediator fibrogenik akan merupakan terapi utama. Pengobatan
untuk mengurangi aktifasi dari sel stelata bisa merupakan salah satu pilihan. Interferon
mempunyai aktivitas antifibrotik yang dihubungkan dengan pengurangan aktivasi sel stelata.
Kolkisin memiliki efek anti peradangan dan mencegah pembentukan kolagen, namun belum
terbukti dalam penelitian sebagai anti fibrosis dan sirosis. Metotreksat dan vitamin A juga
dicobakan sebagai anti fibrosis. Selain itu, obat-obatan herbal juga sedang dalam penelitian. 3

Pengobatan Sirosis Dekompensata

Asites: tirah baring dan diawali diet rendah garam. Konsumsi garam sebanyak 5,2 gram
atau 90 mmol/hari hari. Diet rendah garam dikombinasi dengan obat- obatan diuretik.
Awalnya dengan pemberian spironolakton dengan dosis 100-200 mg sekali sehari. Respons
diuretik bisa dimonitor dengan penurunan berat badan 0,5 kglhari, tanpa adanya edema kaki
atau 1 kglhari dengan adanya edema kaki. Bilamana pemberian spironolakton tidak adekuat
bisa dikombinasi dengan furosemid dengan dosis 20-40 mghari. Pemberian furosemid bisa
ditambah dosisnya bila tidak ada respons, maksimal dosisnya 160 mglhari. Parasentesis
dilakukan bila asites sangat besar. Pengeluaran asites bisa hingga 4-6 liter dan dilindungi
dengan pemberian albumin. 3

Ensefalopati hepatik; laktulosa membantu pasien untuk mengeluarkan amonia.


Neomisin bisa digunakan untuk mengurangi bakteri USUS penghasil amonia, diet protein
dikurangi sampai 0,5 gr/kg berat badan per hari, terutama diberikan yang kaya asam amino
rantai cabang. 3

Varises esofagus; sebelum berdarah dan sesudah berdarah bisa diberikan obat penyekat
beta (propranolol).Waktu perdarahan akut, bisa diberikan preparat somatosta-tin atau
oktreotid? diteruskan dengan tindakan sklerotera~atau ligasi endoskopi. 3

16
Peritonitis bakterial spontan; diberikan antibiotika seperti sefotaksim intravena,
amoksilin, atau aminoglikosida. 3

Sindrom hepatorenal; mengatasi perubahan sirkulasi darah di hati, mengatur


keseimbangan garam dan air. 3

Transplantasi hati; terapi definitif pada pasien sirosis dekompensata. Namun sebelum
dilakukan transplantasi ada beberapa kriteria yang hams dipenuhi resipien dahulu. 3

i. Prognosis
Prognosis pasien sirosis ditentukan oleh kelainan dasar yang menyebabkannya, perubahan
histopatologis yang ada serta komplikasi yang terjadi. Pasien sirosis memang merupakan
salah satu indikasi untuk dilakukan transplatasi hati karena memang secara anatomis tidak
dapat disembuhkan3.

Salah satu pegangan untuk memper-kirakan prognosis penderita dapat menggunakan


kriteria Child yang dihubung-kan dengan kemungkinan meng- hadapi operasi. Untuk Child
A, mortalitas antara 10%-15%, Child B kira-kira 30% dan Child C lebih dari 60% 4. 3

Tabel 2. Klasifikasi Sirosis Hepatis menurut kriteria Child-Pugh Score.5

Klasifikasi

Class A (Mild) : 5-6 poin

Class B (Moderate) : 7-9 poin

17
Class C (severe) : 10-15 poin

Prognosis jelek juga dihubungkan dengan hipoprotrombinemia persisten, asites terutama


bila membutuhkan dosis diuretik tinggi untuk mengontrolnya, gizi buruk, ikterus menetap,
adanya komplikasi neurologis, perdarahan dari varises esophagus dan albumin yang rendah 3.

2. ASITES
a. Definisi
Ascites adalah terjadinya akumulasi cairan yang berlebihan dalam rongga peritonium.
Akumulasi cairan mengandung protein tersebut terjadi karena adanya gangguan pada struktur
hepar dan aliran darah yang disebabkan oleh inflamasi, nekrosis fibrosis atau obstruksi
menyebabkan perubahan hemodinamis yang menyebabkan peningkatan tekanan limfatik
dalam sinusoid hepar, mengakibatkan transudasi yang berlebihan cairan yang kaya protein ke
dalam rongga peritonium. Peningkatan tekanan dalam sinusoid menyebabkan peningkatan
volume aliran ke pembuluh limpatik dan akhirnya melebihi kapasitas drainage sehingga
tejadi overflow cairan limpatik kedalam rongga peritonium.1
Cairan asites merupakan cairan plasma yang mengandung protein sehingga baik untuk
media pertumbuhan bakteri patogen, diantaranya enterobacteriaceae (E. Coli), bakteri gram
negatif, kelompok enterococcus.2
b. Terapi
Tata laksana umum
 Diet restriksi garam (rekomendasi: natrium 6-8g/hari);
 Restriksi asupan cairanmenjadi 1000 Ml/hari hanya direkomendasikan pada
pasien dengan hiponatremia dilusional )kadar Na+ serum <130mmol/L);
 Hindari penggunaan OAINS dan konsumsi alkohol.

18
 Pertimbangkan untuk penghentian penggunaan obat penghambat ACE, ARB,
dan penyekat B.4
Asites
 Parasentesis
 Pengurangan intake natrium 2000 mg/hari dan terapi diuretik (spironolakton
dan furosemid).2

BAB III

PEMBAHASAN

1. Pembahasan

Hasil anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan laboratorium maka didapatkan


diagnosis pasien yaitu Sirosis Hepatis Dekompensata. Diagnosis klinis SH dapat ditegakkan
melalui: asites dengan edema, serta rasio albumin dan globulin terbalik.

Pada pasien ini ditemukan asites dengan edema, serta rasio albumin dan globulin terbalik.
Adanya splenomegali sulit dinilai karena keadaan abdomen terdistensi dan adanya varises
esofagus memerlukan pemeriksaan endoskopik.

Pengobatan definitif pada pasien dengan sirosis dekompensata ialah dengan transplantasi
liver. Tanpa transplantasi, pengobatan hanya paliatif, yaitu untuk mengurangi gejala subjektif.
Pasien dirawat dengan tatalaksana pemberian diet terutama bila pasien mengalami edema dan
asites. Hal ini dilakukan karena pada pasien dengan sirosis hati, kemampuan untuk
mengekskresi natrium mengalami penurunan.Selain diet, pemberian terapi pada pasien sirosis
dilakukan sesuai dengan keluhan. Pada pasien ini didapatkan keluhan mual, sehingga
diberikan injeksi Ranitidin 2x1 untuk meredakan keluhan mual.

19
Pada pasien ini komplikasi yang terjadi adalah asites dan edema. Asites dan edema pada
pasien ini ditandai dengan adanya keluhan perut membuncit yang semakin lama semakin
membesar, pembesaran pada perut diikuti dengan pembengkakan pada kedua tungkai.

Pada perkusi abdomen didapatkan adanya tanda shifting dullness yang mana merupakan
tanda khas dari asites. Pada asites pasien harus melakukan tirah baring dan terapi diuretik
yang diberikan adalah Furosemid dengan dosis 40mg/hari.

Parasintesis asites dilakukan apabila asites sangat besar. Biasanya pengeluarannya


mencapai 4-6 L. Asites bisa terjadi disebabkan penimbunan cairan dalam rongga dengan
sirosis hepatis, edema yang pertama akan muncul adalah pada bagian abdomen.

Pada sirosis hepatis terjadi jaringan fibrosis yangmengakibatkan terjadinya tahanan pada
vena porta akibatnya terjadi peningkatan tekanan dari vena tersebut. Akibat dari peningkatan
ini,terjadi pengalihan aliran darah ke pembuluh darah mesenterika sehingga terjadi filtrasi
bersih cairan keluar dari pembuluh darah kerongga peritoneum.Asites adalah komplikasi
yang paling umum dari SH.

2. Kesimpulan

Sirosis Hepatis (SH) merupakan penyakit kronis hepar yang irreversible yang ditandai
oleh fibrosis, disorganisasi struktur lobulus dan vaskuler, serta nodul regeneratif dari
hepatosit, yang merupakan hasil akhir kerusakan hepatoseluler.

Diagnosis klinis SH ditegakkan apabila ditemukan keadaan berupa eritema palmaris,


spider nevi, vena kolateral atau varises esofagus, asites dengan atau tanpa edema,
splenomegali, hematemesis dan melena, rasio albumin dan globulin terbalik.

Melakukan risk management pada setiap pasien amat penting.Dalam pengobatan definitif
pada pasien SH dekompensata adalah dengan transplantasi liver. Jika tidak memungkinkan
maka dilakukan pengobatan paliatif untuk mengurangi gejala dan mengurangi morbiditas.

20
DAFTAR PUSTAKA

1. McPhee, S.J., Lingappa, V.R., Ganong, W.F., and Lange, J.D., 1995.
Pathophysiology of Disease, an Introduction to Clinical Medicine, 1st edition,
Connecticut : Appleton & Lange

2. Sease, J.M., Timm, E.G., and Stragand, J.J. 2008. Portal Hypertension and
Cirrhosis. In : DiPiro, J.T., Talbert, R.L., Yee, G.C., Matzke, G.R., Wells, B.G.,
Posey, L.M., Pharmacotherapy : A Pathophysiologic Approach, Ed. 7th, New
York : McGrawhill Co

3. Sudoyo Aru W, Setiyohadi B, Alwi I, et al. Buku Ajar Ilmu Penyakit


Dalam. 5th rev ed. Suhendro, Nainggolan L,Chen K, et al. Jakarta: Interna
Publishing, 2009. 2773-2779 p.

4. Tanto C, Liwang F, Hanifati S, et al. Kapita Selekta Kedokteran. 4th rev


ed. Wibisono E, Susilo A, Nainggolan L. Jakarta: Media Aesculapius, 2016. 716-
721 p.

5. Durand F; Valla D, Assessment of Prognosis of Cirrhosis, 2008. Medscape.

21

Anda mungkin juga menyukai