Anda di halaman 1dari 13

Definisi

 Kejang adalah perubahan fungsi otak mendadak dan sementara sebagai

akibat dari aktivitas neuronal yang abnormal dan pelepasan listrik

serebral yang berlebihan.

 Demam ialah meningkatnya temperature tubuh secara abnormal

 Kejang demam (febrile convulsion) ialah bangkitkan kejang yang terjadi

pada kenaikan suhu tubuh yang disebabkan oleh suatu proses

ekstrakranium.

 Kejang demam adalah kejang yang terjadi padausia antara 3 bulan hingga

5 tahun yang berkaitan dengan demam, namun tanpa adanya tanda-

tanda infeksi intracranial atau penyebab yang jelas. (Roy, Meadow, 2005)

 Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu

tubuh (suhu mencapai >380C). kejang demam dapat terjadi karena proses

intracranial maupun ekstrakranial. Kejang demam terjadi pada 2-4%

populasi anak berumur 6 bulan sampai dengan 5 tahun (Amid dan Hardhi,

NANDA NIC-NOC, 2013).

 Menurut Marvin A. Fishman (2007), kejang demam terjadi pada 2-4%

anak usia di bawah 6tahun. Kriteria diagnostik mencakup: kejang pertama

yang dialami oleh anak berkaitan dengan suhu yang lebih tinggi dari pada

38°C; anak berusia kurang dari 6tahun; tidak ada tanda infeksi atau

peradangan susunan saraf pusat; anak tidak menderita gangguan

metabolik sistemik akut. Kejang demam bersifat dependen-usia, biasanya


terjadi pada anak berusia antara 9 dan 20 bulan; kejang jarang dimulai

sebelum usia 6 bulan.

 Kejang demam merupakan gangguan transien pada anak yang terjadi

bersamaan dengan demam. Keadaan ini merupakan salah satu gangguan

neurologik yang paling sering dijumpai pada anak-anak dan menyerang

sekitar 4% anak. Kebanyakan serangan kejang terjadi setelah usia 6 bulan

dan biasanya sebelum usia 3 tahun dengan peningkatan frekuensi

serangan pada anak-anak yang berusia kurang dari 18 bulan. Kejang

demam jarang terjadi setelah usia 5 tahun. (Dona L.Wong, 2008)

 Kejang demam adalah serangan kejang yang terjadi karena kenaikan suhu

tubuh suhu rektal di atas 38°C. (Riyadi dan Sujono, 2009)

Etiologi

Hingga kini belum diketahui secara pasti demam kejang disebabkan infeksi

saluran nafas atas, otitis fedia, gastroenteritis, dan infeksi saluran kemih, kejang

tidak selalu tmbul pada suhu tinggi dapat menyebabkan kejang. (Mansjoer Arief,

2000).

Kejang ini ditimbulkan oleh demam dan cenderung muncul saat awal-awal

demam. Penyabab ini yang paling sering adalah infeksi saluran nafas atas. (Roy,

Meadow,2005).

Kejang demam biasanya dicetuskan oleh infeksi serupa, infeksi virus pada

telinga, faring atau saluran cerna. (Merenstein Gerald, 2001).


Faktor-faktor lain yang mempengaruhi etiologi kejang demam ialah umur,

kenaikan suhu tubuh, faktor genetik dan gangguan sistem saraf pusat sebelum

dan sesudah lahir.

Kenaikan suhu tubuh biasanya berhubungan dengan penyakit saluran nafas

bagian atas, radang telinga tengah, radang paru, gastroenteritis dan infeksi

saluran kencing, kejang dapat pula terjadi pada bayi mengalami kenaikan suhu

sesudah vaksinasi terutama vaksinasi terhadap bentuk rejan. Kadang-kadang

juga terjadi setelah vaksinasi tampak akan tetapi angka kejadian kejang demam

pasca vaksinasi tampak lebih kecil (1,9%) bila dibandingkan dengan angkat

kejadian bila menderita penyakitnya sendiri (7,7%).

Tanda dan gejala

1. Kejang Demam Sederhana (Simple Febrile Seizure), dengan ciri-ciri gejala

klinis sebagai berikut:

 Kejang berlangsung singkat, < 15 menit

 Kejang umum tonik dan atau klonik

 Umumnya berhenti sendiri

 Tanpa gerakan fokal atau berulang dalam 24 jam


2. Kejang Demam Komplikata (Complex Febrile Seizure), dengan ciri-ciri gejala

klinis sebagai berikut:

 Kejang lama, > 15 menit

 Kejang fokal atau parsial satu sisi, atau kejang umum didahului kejang

parsial

 Berulang atau lebih dari 1 kali dalam 24 jam

Klasifikasi

Kejang yang merupakan pergerakan abnormal atau perubahan tonus

badan dan tungkai dapat diklasifikasikan menjadi 2 bagian yaitu; kejang parsial

sederhana dan kejang parsial kompleks.

 Kejang parsial sederhana

Kesadaran tidak terganggu dapat mencakup satu atau dua hal sebagai

berikut;

1. Tanda-tanda motoris; kedutan pada wajah, tangan atau salah satu sisi tubuh;

umumnya gerakan setiap kejang sama

2. Tanda atau gejala otonomik; muntah, berkeringat, muka merah, dilatasi pupil.

3. Gejala sematosensoris atau sensoris khusus; mendengar musik, merasa seakan

jatuh dari udara, parestesia.

4. Gejala psikik; dejavu, rasa takut, visi panoramik.


 Kejang parsial kompleks

Terdapat gangguan kesadaran, walaupun pada awalnya sebagai kejang

parsial simpleks. Dapat mencangkup otomatisme atau gerakan otomatik;

mengecap0ecapkan bibir, mengunyah, gerakan mencongkel yang berulang-ulang

pada tangan, dan gerakan tangan lainnya. Dapat tanpa otomatisme tatapan

terpaku. (Cecily L.Betz dan Linda A.Sowden, 2002)


Patofisiologi
Pemeriksaan penunjang

 Glukosa Darah : Hipoglikemia merupakan predisposisi kejang (N <>BUN :

Peningkatan BUN mempunyai potensi kejang dan merupakan indikasi

nepro toksik akibat dari pemberian obat.

 Elektrolit:K,Na

Ketidakseimbangan elektrolit merupakan predisposisi kejang

Kalium(N3,80–5,00meq/dl)

Natrium ( N 135 – 144 meq/dl )

 Cairan Cerebo Spinal : Mendeteksi tekanan abnormal dari CCS tanda

infeksi, pendarahan penyebab kejang. Hal ini dilakukan untuk

menyingkirkan kemungkinan adanya meningitis, terutama pada pasien

kejang demam yang pertama. Pada bayi yang masih kecil seringkali gejala

meningitis tidak jelas sehingga harus dilakukan lumbal pungsi pada bayi

yang berumur kurang dari 6 bulan dan dianjurkan untuk yang berumur

kurang dari 18 bulan.

 Skull Ray : Untuk mengidentifikasi adanya proses desak ruang dan adanya

lesi

 Tansiluminasi : Suatu cara yang dikerjakan pada bayi dengan UUB masih

terbuka (di bawah 2 tahun) di kamar gelap dengan lampu khusus untuk

transiluminasi kepala.

 EEG : Untuk pemeriksaan ini dirasa kurang mempunyai nilai prognostik.

EEG abnormal tidak dapat digunakan untuk menduga kemungkinan

terjadinya epilepsi atau kejang demam yang berulang dikemudian hari.


Saat ini pemeriksaan EEG tidak lagi dianjurkan untuk pasien kejang

demam yang sederhana. Pemeriksaan laboratorium rutin tidak dianjurkan

dan dikerjakan untuk mengevaluasi sumber infeksi.Teknik untuk menekan

aktivitas listrik otak melalui tengkorak yang utuh untuk mengetahui fokus

aktivitas kejang, hasil biasanya normal.

 CT Scan : Untuk mengidentifikasi lesi cerebral infaik hematoma, cerebral

oedem, trauma, abses, tumor dengan atau tanpa kontras.

Penatalaksanaan

Dalam penanggulangan kejang demam ada 4 faktor yang perlu dikerjakan :

1. Memberantas kejang secepatnya

Bila pasien datang dalam keadaan status konvulsivus, obat pilihan utama

adalah diazepam yang diberikan secara intravena. Efek terapeutiknya sangat

cepat yaitu kira-kira 30 detik 5 menit dan efek toksik yang serius hampir tidak

dijumpai apabila diberikan secara perlahan dan dosis tidak melebihi 50 mg per

suntikan. Dosis sesuai dengan BB < dari 10 kg 0,5-0,75 mg/kg BB dengan minimal

dalam spuit 7,5 mg dan di atas 20 kg 0,5 kg/kg BB. Biasanya dosis rata-rata yang

dipakai 0,3 mg/kg BB/kali dengan maksimum 5 mg pada anak berumur < dari 5

tahun dan 10 mg pada anak yang lebih besar.

2. Pengobatan penunjang

Sebelum memberantas kejang tidak boleh melupakan perlunya

pengobatan penunjang yaitu semua pakaian ketat dibuka, posisi kepala

sebaiknya miring untuk mencegah aspirasi isi lambung, usahakan jalan nafas

bebas untuk menjamin kebutuhan oksigen, bila perlu dilakukan intubasi atau
trakeostomi dan pengisapan lendir harus dilakukan secara teratur dan diberikan

oksigen.

3. Pengobatan rumit

Lanjutan pengobatan rumit tergantung dari pada keadaan pasien

pengobatan ini dibagi atas dua bagian yaitu :

a. Profilaksis intermiten

Untuk mencegah berulangnya kejang kembali dikemudian hari pasien

yang menderita kejang demam, sederhana diberikan obat campur anti konvulsan

dan antipirektika. Antikonvulsan yang diberikan ialah fenobarbital dengan dosis

4-5 mg/kg BB/hari. Obat anti piretika yang dipakai misalnya aspirin, dosis yang

diberikan 60 mg/tahun/kali, sehari diberikan 3 kali. Untuk bayi di bawah umur 6

bulan diberikan 10 mg/bulan/ kali, sehari diberikan 3 kali.

b. Profilaksis jangka panjang

Ini diberikan pada keadaan 1) Epilepsi yang diprovokas oleh demam, 2)

yang telah disepakati pada konsensus bersama ialah pada semua kejang demam

yang mempunyai ciri :

1) Terdapatnya gangguan perkembangan saraf seperti paralisis serebral retardasri

perkembangan dan mikrosefali.

2) Bila kejang berlangsung lebih dari 15 menit, bersifat fokal atau diikuti kelainan

saraf yang sementara atau menetap.

3) Bila terdapat riwayat kejang tanpa demam yang bersifat genetik pada orang tua

dan saudara kandung.


4) Pada kasus tertentu yang dianggap perlu yaitu bila kadang-kadang terdapat

kejang berulang atau kejang demam pada bayi berumur di bawah umru 12 bulan.

4. Mencari dan mengobati penyebab

Penyebab kejang demam sederhana maupun epilepsi yang diprovokasi

oleh demam biasanya adalah infeksi respiratorius bagian atas dan otitis media

akut. Pemberian antibiotik yang adekuat perlu untuk mengobati penyakit

tersebut. Secara akademis pasien kejang demam yang datang untuk pertama kali

sebaiknya dilakukan fungsi lumbal untuk menyingkirkan kemungkinan adanya

faktor infeksi di dalam otak misalnya meningitis. Pada pasien yang diketahui

kejang lama pemeriksaan lebih intensif seperti pungsi lumbal, darah lengkap,

gula darah, kalium, magnesium, kalsium, natrium dan faal hati. Bila perlu rontgen

foto tengkorak, EEG, ensefalografi dan lain-lain.

Pencegahan

a. Pencegahan berkala (intermitten) untuk kejang demam sederhana. Beri

diazepam dan antipiretika pada penyakit-penyakit yang disertai d emam.

b. Pencegahan kontinu untuk kejang demam komplikata

Dapat digunakan :

– Fero barbital : 5-7 mg/kg/24 jam dibagi 3 dosis

– Fenitorri : 2-8 mg/kg/24 jam dibagi 2-3 dosis

– Klonazepam : (indikasi khusus)


Diagnosa keperawatan

 Hipertermi berhubungan dengan proses penyakit (terganggunya sistem

termoregulasi).

 Risiko cedera berhubungan dengan adanya kejang

 Kurang pengetahuan orang tua tentang kondisi, prognosis, penatalaksanaan

dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan kurangnya informasi

Intervensi keperawatan

1. Hipertermi b.d efek langsung dari sirkulasi endotoksin pada hipotalamus

Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan suhu dalam rentang norma

NOC : Themoregulation

a. Suhu tubuh dalam rentang normal

b. Nadi dan RR dalam rentang normal

c. Tidak ada perubahan warna kulit dan tidak warna kulit dan tidak pusing

NIC : Temperatur regulation

a. Monitor suhu minimal tiap 2 jam

b. Rencanakan monitor suhu secara kontinyu

c. Monitor tanda –tanda hipertensi

d. Tingkatkan intake cairan dan nutrisi

e. Monitor nadi dan RR

2. Resiko tinggi terhadap cidera b.d aktivitas kejang

Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama poroses keperawatan

diharapkan resiko cidera dapat di hindari, dengan kriteria hasil

NOC: Pengendalian Resiko


a. Pengetahuan tentang resiko

b. Monitor lingkungan yang dapat menjadi resiko

c. Monitor kemasan personal

d. Kembangkan strategi efektif pengendalian resiko

e. Penggunaan sumber daya masyarakat untuk pengendalian resiko

NIC : mencegah jatuh

a. identifikasi faktor kognitif atau psikis dari pasien yang dapat menjadiakn

potensial jatuh dalam setiap keadaan

b. identifikasi mkarakteristik dari lingkungan yang dapat menjadikan potensial

jatuh

c. monitor cara berjalan, keseimbangan dan tingkat kelelahan dengan ambulasi

d. instruskan pada pasien untuk memanggil asisten kalau mau bergerak

3. Kurang pengetahuan orang tua tentang kondisi, prognosis,

penatalaksanaan dan kebutuhan pengobatan b.d kurang informasi

Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan keluarga mengerti tentang

kondisi pasien

NOC : knowledge ; diease proses

a. Keluarga menyatakan pemahaman tentang penyakit kondisi prognosis dan

program pengobatan

b. Keluarga mampu melaksanakan prosedur yang dijelaskan secara benar

c. Keluarga mampu menjelaskan kembali apa yang dijelaskan perawat/ tim

kesehatan lainya

NIC : Teaching : diease process


a. Berikan penilaian tentang penyakit pengetahuan pasien tentang proses

penyakit yang spesifik

b. Jelaskan patofisiologi dari penyakit dan bagaimana hal ini berhubungan dengan

anatomi fisiologi dengan cara yang tepat

c. Gambarkan tanda dan gejala yang biasa muncul pada penyakit, dengan cara

yang tepat

d. Identifikasikan kemungkinan dengan cara yang tepat

Daftar Pustaka

Mansjoer, dkk. (2000). Kapita Selekta Kedokteran.

Merenstein, Gerald. 2001. Buku pegangan pediatrik. Edisi 17. Widya Medika. Jakarta

Roy, Meadow.2005. Notes pediatrik Edisi 7. Erlangga. Jakarta

Anda mungkin juga menyukai