2. Epidimiologi
Tuberkulosis adalah salah satu penyakit menular yang menjadi perhatian di
dunia. Dengan berbagai upaya pengendalian yang telah dilakukan, insidens dan
kematian akibat turberkulosis sudah menurun. Pada tahun 2014 tuberkulosis
diperkirakan menyerang 9,6 juta orang dan menyebabkan kematian 1,2 juta jiwa. India,
Indonesia dan China merupakan negara dengan penderita tuberkulosis terbesar di dunia
(Kementerian Kesehatan RI, 2016). Tuberkulosis adalah salah satu dari sepuluh penyakit
yang menyebabkan angka kematian terbesar di dunia. Pada tahun 2015 jumlah penderita
TB baru di seluruh dunia sekitar 10,4 juta yaitu laki – laki 5,9 juta, perempuan 3,5 juta
dan anak – anak 1,0 juta. Diperkirakan 1.8 juta meninggal antara lain 1,4 juta akibat TB
dan 0,4 juta akibat TB dengan HIV (WHO, 2016). TB adalah masalah kesehatan dunia,
WHO melaporkan sejak dahulu dan faktanya menurut estimasi WHO prevalensi TB
setiap tahun selalu meningkat. Epidemiologi TB di Indonesia, walaupun prevalensinya
menunjukkan penurunan yang signifikan survey epidemiologi tahun 1980 – 2004 secara
nasional telah mencapai target yang sudah ditetapkan tahun 2015 yaitu 221 per 100.000
penduduk dan WHO memprediksikan kurang lebih 690.000 tau 289/1000 terdapat
penderita TB di Indonesia. TB merupakan penyebab kematian kedua setelah stroke pada
usia 15 tahun ke atas dan penyebab kematian pada bayi dan balita (Nizar, 2017).
Sumber infeksi yang paling sering adalah manusia yang mengekskresikan dari
saluran pernafasan sejumlah besar bakteri M. tuberculosis. Riwayat kontak ( contoh
dalam keluarga ) dan sering terpapar ( petugas medis ) menyebabkan kemungkinan
tertular melalui droplet. Kerentanan terhadap bakteri M. tuberculosis merupakan faktor
yang ditentukan oleh resiko untuk mendapatkan infeksi dan resiko munculnya penyakit
klinis setelah infeksi terjadi. Orang beresiko tinggi terkena TB yaitu bayi, usia lanjut,
kurang gizi, daya tahan tubuh yang rendah, dan orang yang mempunyai penyakit
penyerta (Brooks, Carroll, Butel, Morse, &Mietzner, 2010).
3. Etiologi
TB paru disebabkan oleh kuman Mycobacteriumtuberculosis yang dapat
ditularkan ketika seseorang penderita penyakit paru aktif mengeluarkan
organisme.Individu yang rentan menghirup droplet dan menjadi terinfeksi.Bakteria di
transmisikan ke alveoli dan memperbanyak diri. Reaksi inflamasi menghasilkan eksudat
di alveoli dan bronkopneumonia, granuloma, dan jaringan fibrosa (Smeltzer&Bare,
2015).Ketika seseorang penderita TB paru batuk, bersin, atau berbicara, maka secara tak
sengaja keluarlah droplet nuklei dan jatuh ke tanah, lantai, atau tempat lainnya. Akibat
terkena sinar matahari atau suhu udara yang panas, droplet atau nuclei tadi menguap.
Menguapnya droplet bakteri ke udara dibantu dengan pergerakan angin akan membuat
bakteri tuberkulosis yang terkandung dalam dropletnuklei terbang ke udara. Apabila
bakteri ini terhirup oleh orang sehat, maka orang itu berpotensi terkena bakteri
tuberkulosis (Muttaqin Arif, 2012). Menurut Smeltzer&Bare (2015), Individu yang
beresiko tinggi untuk tertular virus tuberculosis adalah:
1. Mereka yang kontak dekat dengan seseorang yang mempunyai TB aktif.
2. Individu imunnosupresif (termasuk lansia, pasien dengan kanker, mereka yang
dalam terapi kortikosteroid, atau mereka yang terinfeksi dengan HIV).
3. Pengguna obat-obat IV dan alkhoholik.
4. Individu tanpa perawatan kesehatan yang adekuat (tunawisma; tahanan; etnik dan
ras minoritas, terutama anak-anak di bawah usia 15 tahun dan dewasa muda antara
yang berusia 15 sampai 44 tahun).
5. Dengan gangguan medis yang sudah ada sebelumnya (misalkan diabetes, gagal
ginjal kronis, silikosis, penyimpangan gizi).
6. Individu yang tinggal didaerah yang perumahan sub standar kumuh.
7. Pekerjaan (misalkan tenaga kesehatan, terutama yang melakukan aktivitas yang
beresiko tinggi.
4. Klasifikasi
Penentuan klasifikasi penyakit dan tipe pasien tuberculosis memerlukan suatu “definisi
kasus” yang meliputi empat hal, yaitu:
1. Lokasi atau organ tubuh yang sakit, paru atau ekstra paru.
2. Bakteriologi (hasil pemeriksaan dahak secara mikroskopis): BTA positif atau BTA
negatif; BTA = Basil Tahan Asam.
3. Tingkat keparahan penyakit: ringan atau berat.
4. Riwayat pengobatan TB sebelumnya, baru atau sudah pernah diobati.
6. Patofisiologis
Kuman Mikrobacterium Tuberkulosis Paru masuk kedalam tubuh melalui saluran
pernafasan, saluran pencernaan, dan luka terbuka pada kulit, kebanyakan infeksi
Tuberkulosis Paru terjadi melalui udara (air borne), yaitu melalui inhalasi droplet
yang mengandung kumankuman basil tuberkel yang berasal dari orang yang
terinfeksi. (Bahar, 2008) Basil Tuberkel yang mencapai permukaan alveolus
biasanya diinhalasi terdiri dari satu sampai tiga gumpalan basil yang lebih besar
cenderung tertahan di saluran hidung dan cabang besar bronkus dan tidak
menyebabkan penyakit.Setelah berada dalam ruang alveolus biasanya dibagian
bawah lobus atau paru-paru, atau dibagian atas lobusbawah.Basil tuberkel ini
membangkitkan reaksi peradangan.Leukosit poli morfonuklear tampak pada tempat
tersebut dan memfagosit bacteria namun tidak membunuh organisme
tersebut.Sesudah hari-hari pertama maka leukosit diganti oleh makrofag. Alveoli
yang terserang akan mengalami konsolidasi dan timbul gejala pneumonia akut.
Pneumonia seluler ini dapat sembuh dengan sendirinya sehingga tidak ada sisa yang
tertinggal, atau proses dapat juga berjalan terus, dan bakteri terus difagosit atau
berkembang biak didalam sel. Basil juga menyebar melalui getah bening menuju ke
kelenjar bening regional. Makrofag yang mengadakan infiltrasi menjadi lebih
panjang dan sebagian bersatu sehingga membentuk sel tuberkel epiteloit, yang
dikelilingi oleh fosit. Reaksi ini biasanya membutuhkan waktu 10 sampai 20
hari.(Bahar, 2008)
7. WOC (Web Of Caution
RESIKO INFEKSI
Penyebaran klasifikasi
hematogen limpogen
KETIDAKEFEKTIFAN
BERISHAN JALAN
Mengganggu perfusi
NAFAS JALAN
Peritonium
GANGGUAN
Difusi O2
PERTUKARA GAS
Asam lambung ↑
Mual,anoreksia
KETIDAKSEIMBANGAN NUTRISI
KURANG DARI KEBUTUHAN
TUBUH
8. Pemeriksaan Fisik
1) Kepala
a. Bentuk kepala ; makrosefali atau mikrosefali
b. Tulang tengkorak
Anencefali : tidak ada tulang tengkorak
Encefalokel : tidak menutupnya fontanel occipital
Fontanel anterior menutup : 18 bulan
Fontanel posterior : menutup 2 – 6 bulan
Caput succedeneum : berisi serosa , muncul 24 jam pertama dan hilang
dalam 2 hari
Cepal hematoma : berisi darah,muncul 24 – 48 jam dan hilang 2 – 3
minggu
c. Distribusi rambut dan warna
Jika rambut berwearna / kuning dan gampang tercabut merupakan indikasi
adanya gangguan nutrisi
d. Ukuran lingkar kepala 33 – 34 atau < 49 dan diukur dari bagian frontal
kebagian occipital.
2). Muka
a. simetris kiri kanan
b. Tes nervus 7 ( facialis )
Sensoris : Menyentuhkan air dingin atau air hangat daerah maksilla
dan mandibula dan menyebutkan apa yang dirasakan.
Motorik : pasien diminta mengerutkan dahi,kemudian menutup mata
kuat-kuat sementara jari-jari pemeriksa menahan kedua kelopak mata
agar tetap terbuka
c. Tes nervus 5 ( trigeminus )
Sensorik : menyentuhkan kapas pada daerah wajah dan apakah ia
merasakan sentuh tersebut
Motorik : menganjurkan klien untuk mengunyah dan pemeriksa
meraba otot masenter dan mandibula.
3). Mata
a. Simetris kanan kiri
b. Alis tumbuh umur 2-3 bulan
c. Kelopak mata :
Oedema
Ptosis : celah kelopak matamenyempit karena kelopak mata atas
turun.
Enof : kelopak mata mnyempit karena kelopak mata atas dan bawah
tertarik kebelakang.
Exoptalmus : pelebaran celah kelopak mata, karena kelopak mata atas
dan bawah tertarik kebelakang.
d. Pemeriksaan nervus II ( optikus), test konfrontasi dan ketajaman
penglihatan.
Sebagai objek mempergunakan jari
Pemeriksa dan pasaien duduk berhadapan ,mata yang akan
diperiksa berhadapan dengan mata pemeriksa ,yang biasanya
berlawanan, mata kiri dengan mata kanan,pada garis ketinggian
yang sama.
Jarak antara keduanya berkisar 60 – 100 cm. Mata yang lain
ditutup,obyek mulai digerakkkan oleh pemeriksa mulai dari
samping telinga ,apabila obyek sudah tidak terlihat oleh
pemeriksa maka secara normal obyek tersebut dapat dillihat oleh
pasien.
Anak dapat disuruh membaca atau diberikan Snellen Chart.
e. Pemeriksaan nervus III ( Oculomotoris refleks cahaya)
Pen light dinyalakan mulai dari samping) atrau, kemudian cahaya
diarahkan pada salah satu pupil yang akan diperiksa, maka akan
ada rekasi miosis.
Apakah pupil isokor kiri atau kanan
f. Pemeriksaan Nervus IV ( Troclearis ) pergerakan bola mata
Menganjurkan klien untuk melihat ke atas dan ke bawah.
Pemeriksaan nervus VI ( Abdusen )
Menganjurkan klien untuk melihat ke kanan dan ke kiri.
g. Pemeriksaan nervus V( Trigeminus) Refleks kornea
Tutup mata yang satu dengan penutup
Minta klien untuk melirik kearah laterosuperior ( mata yang tidak
diperiksa
Sentuhkan pilinan kapas pada kornea, respon refleks berupa
kedipan kedua mata secara cepat.
Glaberal refleks: mengetuk dahi diantara kedua mata,hasil positif
bila tiap ketukan mengakibatkan kedua mata klien berkedip.
Doll eye refleks : bayi dipalingkan dan mata akan ikut ,tapi hanya
berfookus pada satu titik.
4). Hidung
h. Posisi hidung apakah simetris kiri kanan
i. Jembatan hidung apakah ada atau tidak ada, jika tidak ada diduga
downsyndrome.
j. Cuping hidung masih keras pada umur < 40 hari
k. Pasase udara : gunakan kapas dan letakkan di depan hidung , dan apabila
bulu kapas bergerak, berarti bayi bernafas.
l. Gunakan speculum untuk melihat pembuluh darah mukosa, secret,
poliup,atau deviasi septum.
m. Pemeriksaan nervus I ( Olfaktoris)
n. Tutup salah satu lubang hidung klien ,berikan bau bauan , lalu klien
diminta untuk menyebutkan bau apa.Tiap hidung diuji secara terpisah.
5). Mulut
9). Abdomen
12). Pelvis
13). Lutut
14). Kaki
9. Pemeriksaan Penunjang
1. Uji TuberkulinUji tuberkulin merupakan uji paling penting untuk menentukan
apakahanak sudah terinfeksi tuberkel basilus atau tidak. Prosedur yang
dianjurkanadalah Uji Mantoux, yang menggunakan derifat protein murni (PPD,
Purified protein derifatif). Dosis standar adalah 5 unit tuberkulin dalam 0,1 ml
larutan, diinjeksi secara intradermal. Pembacaan uji tuberkulin dilakukan 48-72
jamsetelah penyuntikan dan di ukur diameter melintang dari indurasi yang
terjadi.Hasil dianggap positif bila terdapat indurasi dengan 5 mm keatas, bila 4
mmnegatif, 5-9 mm masih dianggap meragukan, tetapi jika 10 mm keatas
jelas positif. b.
2. Pemeriksaan RadiologisPada anak dengan uji tuberkulin positif dilakukan
pemeriksaan radiologis.Secara rutin dilakukan foto rontgen paru, dan untuk
diagnosis tidak cukup hanya pemeriksaan radiologis tetapi diperlukan juga data
klinis.c.
3. Pemeriksaan bakteriologisDitemukannya basil tuberkulosis akan memastikan
diagnosis tuberkulosis.Bahan-bahan yang digunakan untuk pemeriksaan
bakteriologis ialah :
a. Bilasan lambung
b. Sekret bronkus
c. Sputum (pada anak yang besar)
d. Cairan pleurad.
4. Uji BCG : Di Indonesia BCG diberikan secara langsung tanpa didahului
ujituberkulin. Bila ada anak yang mendapat BCG langsung terdapat reaksi
lokalyang besar dalam waktu kurang dari 7 hari setelah penyuntikan berarti
perludicurigai adanya tuberkulosis. Pada anak dengan tuberkulosis BCG
akanmenimbulkan reaksi lokal yang lebih cepat dan besar oleh karena itu,
reaksiBCG dapat dijadikan alat diagnostik.Vaksin BCG,Vaksin BCG diletakkan
pada ruang/tempat bersuhu 20oc - 8oc serta pelindung dari cahaya. Pemberian
vaksin BCG biasanya dilakukan secara injeksi intradermal atau intrakutan pada
lengan bagian atas atau injeksi perkutan sebagai alternatif bayi usia muda yang
mungkin sulit menerima injeksi terdermal. Dosis yang digunakan sebagai
berikut:
a. Untuk infant atau anak-anak kurang dari 12 bulan diberikan satu dosis
vaksinBCG sebanyak 0,05 mg.
b. Untuk anak-anak di atas 12 bulan dan dewasa diberikan satu dosis
vaksinBCG sebanyak 0,1
10. Penatalaksanaan
Beberapa hal penting dalam tatalaksana TB anak adalah :
a. Obat TB diberikan dalam panduan obat tidak boleh diberikan sebagai
monoterapi
b. Pemberian gizi yang adekuat
c. Mencari penyakit penyerta dan jika ada ditatalaksana secara simultan
11. Komplikai
Komplikasi yang dapat timbul antara lain :
a. TB milier
b. Meningitis TB
c. Efusi pleura
d. Pneumotoraks
e. Bronkiektasis
f. Atelektasis
B. Konsep Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian Keperawatan
a. Data pasien : nama, umur, jenis kelamin, pekerjaan, alamat, tanggal masuk rumah
sakit.
b. Data penanggung jawab : nama, umur, jenis kelamin, pekerjaan, hubungan dengan
pasien.
c. Alasan masuk rumah sakit : keluhan utama, riwayat penyakit sekarang, riwayat
penyakit dahulu, riwayat penyakit keluarga
d. Pola fungsional kesehatan (Gordon)
Pemeliharaan dan persepsi terhadap kesehatan :Bagaimanakah pasien
mempresepsikan keadaan kesehatan nya saat ini
Pola Nutrisi/metabolic :Bagaimanakah makan/minum pasien, bagaimanakah
kemampuan menelan pasien dan apakah pasin nafsu makan nya bagus?
Pola eliminasi :Apakah terdapat peningkatan/penurunan BAB/BAK dan apakah
terdapat masalah pada saat BAB/BAK?
Pola aktivitas dan latihan :Apakah klien mengalami gangguan aktivitas setelah
sakit?
Pola tidur dan istirahat :Apakah waktu tidur cukup, apakah terdapat gangguan
tidur?
Pola kognitif-perseptual :Adakah penurunan kemampuan mengingat atau
disorientasi?
Pola presepsi diri / konsep diri :Apakah mengalami gangguan konsep diri ?
Pola seksual dan reproduksi : Bagaimanakah hubungan dengan pasangan dan
bagaimanakah kemapuan reproduksi?
Pola peran-hubunga : Bagaimanakah peran setelah sakit dari sebelum nya?
Pola manajemen koping stress :Bagaimanakah pasien / keluarga menghadapi
masalah kesehatan yang dihadapi / manajemen stress?
Pola keyakinan-nilai :Ada tidak keyakinan yang menghambat penyembuhan?
e. Pemeriksaan fisik
a. Keadaan umum : kesadaran, penampilan di hubungkan dengan usia, ekspresi
wajah, kebersihan secara umum dan tanda tanda vital
b. Head to toe
Insfeksi dan palpasi : meliputi kulit/ integument, kepala/rambut, kuku,
mata, hidung, telinga, mulut dan gusi, leher, perineum dan genetalia, dan
ekstremitas atas dan bawah
Insfeksi- palpasi- perkusi- auskultasi : meliputi Dada atau toraks dan
jantung
Insfeksi- auskultasi- palpasi- perkusi : Abdomen
c. Pemeriksaan diagnostic
Pemeriksaan rontgen
Pemeriksaan laboratorium
Penatalaksaan medis
2. Diagnosa
a. Gangguan pertukaran gas b/d proses infeksi
b. Hipertermia b/d penyakit.
c. Bersihan jalan nafas tidak efektif b/d obstruksi jalan nafas (peningkatan
produksi muskus/secret).
d. Resikoinfeksi b/d agen virus/bakteri (penyebaran).
e. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d anoreksia
.
DAFTAR PUSTAKA
http://www.depkes.go.id/resources/download/pusdatin/profil-kesehatan-indonesia/Profil-
Kesehatan-Indonesia-2016.pdf
http://www.depkes.go.id/resources/download/general/Hasil%20Riskesdas%202013.pdf
https://www.academia.edu/29136270/LAPORAN_PENDAHULUAN_TB PARU
file:///C:/Users/acer/Downloads/edoc.site_lp-ispa-pada-anak.pdf
http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/124/jtptunimus-gdl-nurhadig2a-6164-2-babii.pdf
https://www.academia.edu/18089494/Asuhan_Keperawatan_TB PARU
OLEH :