Anda di halaman 1dari 20

A.

Konsep Dasar Penyakit


1. Definisi
Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit menular yang menyerang paru yang
disebabkan oleh kuman dari kelompok Mycobacterium yaitu Mycobacterium
Tuberculosis. TB Paru merupakan penyakit dengan tingkat morbiditas tinggi dan sangat
mudah menyebar di udara melalui sputum (air ludah) yang dibuang sembarang di jalan
oleh penderita TB Paru. Oleh sebab itu TB Paru harus ditangani dengan segera dan hati-
hati apabila ditemukan kasus tersebut di suatu wilayah. TB Paru sampai saat ini masih
menjadi salah satu masalah kesehatan masyarakat di dunia walaupun upaya
pengendalian dengan strategi DOTS (DirectObserved Treatment,
Shorcoursechemotherapy) telah diterapkan di banyak negara sejak tahun 1995
(Kemenkes RI, 2014).
Tuberkulosis merupakan infeksi yang disebabkan oleh
Mycobacteriumtuberculosis yang dapat menyerang pada berbagai organ tubuh mulai
dari paru dan organ di luar paruseperti kulit, tulang, persendian, selaput otak, usus serta
ginjal yang sering disebut dengan ekstrapulmonal TBC (Chandra,2012).
Tuberkulosis atau TB paru adalah suatu penyakit menular yang paling sering
mengenai parenkim paru, biasanya disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis.TB
paru dapat menyebar ke setiap bagian tubuh, termasuk meningen, ginjal, tulang dan
nodus limfe (Smeltzer&Bare, 2015).Selain itu paru adalah penyakit yang disebabkan
oleh Mycobacteriumtuberculosis, yakni kuman aerob yang dapat hidup terutama di paru
atau di berbagai organ tubuh lainnya yang mempunyai tekanan parsial oksigen yang
tinggi (Tabrani
Rab, 2010).

2. Epidimiologi
Tuberkulosis adalah salah satu penyakit menular yang menjadi perhatian di
dunia. Dengan berbagai upaya pengendalian yang telah dilakukan, insidens dan
kematian akibat turberkulosis sudah menurun. Pada tahun 2014 tuberkulosis
diperkirakan menyerang 9,6 juta orang dan menyebabkan kematian 1,2 juta jiwa. India,
Indonesia dan China merupakan negara dengan penderita tuberkulosis terbesar di dunia
(Kementerian Kesehatan RI, 2016). Tuberkulosis adalah salah satu dari sepuluh penyakit
yang menyebabkan angka kematian terbesar di dunia. Pada tahun 2015 jumlah penderita
TB baru di seluruh dunia sekitar 10,4 juta yaitu laki – laki 5,9 juta, perempuan 3,5 juta
dan anak – anak 1,0 juta. Diperkirakan 1.8 juta meninggal antara lain 1,4 juta akibat TB
dan 0,4 juta akibat TB dengan HIV (WHO, 2016). TB adalah masalah kesehatan dunia,
WHO melaporkan sejak dahulu dan faktanya menurut estimasi WHO prevalensi TB
setiap tahun selalu meningkat. Epidemiologi TB di Indonesia, walaupun prevalensinya
menunjukkan penurunan yang signifikan survey epidemiologi tahun 1980 – 2004 secara
nasional telah mencapai target yang sudah ditetapkan tahun 2015 yaitu 221 per 100.000
penduduk dan WHO memprediksikan kurang lebih 690.000 tau 289/1000 terdapat
penderita TB di Indonesia. TB merupakan penyebab kematian kedua setelah stroke pada
usia 15 tahun ke atas dan penyebab kematian pada bayi dan balita (Nizar, 2017).
Sumber infeksi yang paling sering adalah manusia yang mengekskresikan dari
saluran pernafasan sejumlah besar bakteri M. tuberculosis. Riwayat kontak ( contoh
dalam keluarga ) dan sering terpapar ( petugas medis ) menyebabkan kemungkinan
tertular melalui droplet. Kerentanan terhadap bakteri M. tuberculosis merupakan faktor
yang ditentukan oleh resiko untuk mendapatkan infeksi dan resiko munculnya penyakit
klinis setelah infeksi terjadi. Orang beresiko tinggi terkena TB yaitu bayi, usia lanjut,
kurang gizi, daya tahan tubuh yang rendah, dan orang yang mempunyai penyakit
penyerta (Brooks, Carroll, Butel, Morse, &Mietzner, 2010).

3. Etiologi
TB paru disebabkan oleh kuman Mycobacteriumtuberculosis yang dapat
ditularkan ketika seseorang penderita penyakit paru aktif mengeluarkan
organisme.Individu yang rentan menghirup droplet dan menjadi terinfeksi.Bakteria di
transmisikan ke alveoli dan memperbanyak diri. Reaksi inflamasi menghasilkan eksudat
di alveoli dan bronkopneumonia, granuloma, dan jaringan fibrosa (Smeltzer&Bare,
2015).Ketika seseorang penderita TB paru batuk, bersin, atau berbicara, maka secara tak
sengaja keluarlah droplet nuklei dan jatuh ke tanah, lantai, atau tempat lainnya. Akibat
terkena sinar matahari atau suhu udara yang panas, droplet atau nuclei tadi menguap.
Menguapnya droplet bakteri ke udara dibantu dengan pergerakan angin akan membuat
bakteri tuberkulosis yang terkandung dalam dropletnuklei terbang ke udara. Apabila
bakteri ini terhirup oleh orang sehat, maka orang itu berpotensi terkena bakteri
tuberkulosis (Muttaqin Arif, 2012). Menurut Smeltzer&Bare (2015), Individu yang
beresiko tinggi untuk tertular virus tuberculosis adalah:
1. Mereka yang kontak dekat dengan seseorang yang mempunyai TB aktif.
2. Individu imunnosupresif (termasuk lansia, pasien dengan kanker, mereka yang
dalam terapi kortikosteroid, atau mereka yang terinfeksi dengan HIV).
3. Pengguna obat-obat IV dan alkhoholik.
4. Individu tanpa perawatan kesehatan yang adekuat (tunawisma; tahanan; etnik dan
ras minoritas, terutama anak-anak di bawah usia 15 tahun dan dewasa muda antara
yang berusia 15 sampai 44 tahun).
5. Dengan gangguan medis yang sudah ada sebelumnya (misalkan diabetes, gagal
ginjal kronis, silikosis, penyimpangan gizi).
6. Individu yang tinggal didaerah yang perumahan sub standar kumuh.
7. Pekerjaan (misalkan tenaga kesehatan, terutama yang melakukan aktivitas yang
beresiko tinggi.

4. Klasifikasi
Penentuan klasifikasi penyakit dan tipe pasien tuberculosis memerlukan suatu “definisi
kasus” yang meliputi empat hal, yaitu:
1. Lokasi atau organ tubuh yang sakit, paru atau ekstra paru.
2. Bakteriologi (hasil pemeriksaan dahak secara mikroskopis): BTA positif atau BTA
negatif; BTA = Basil Tahan Asam.
3. Tingkat keparahan penyakit: ringan atau berat.
4. Riwayat pengobatan TB sebelumnya, baru atau sudah pernah diobati.

Beberapa istilah dalam definisi kasus:


1. Kasus TB : Pasien TB yang telah dibuktikan secara mikroskopis atau didiagnosis
oleh dokter.
2. Kasus TB pasti (definitif) : pasien dengan biakan positif untuk Mycobacterium
tuberculosis atau tidak ada fasilitas biakan, sekurang-kurangnya 2 dari 3
spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif.

Kesesuaian paduan dan dosis pengobatan dengan kategori diagnostik sangat


diperlukan untuk:
1. Menghindari terapi yang tidak adekuat (undertreatment) sehingga mencegah
timbulnya resistensi,
2. Menghindari pengobatan yang tidak perlu (overtreatment) sehingga
meningkatkan pemakaian sumber daya lebih biaya efektif (cost-effective).
3. Mengurangi efek samping.

a. Klasifikasi berdasarkan organ tubuh yang terkena:


 Tuberkulosis paru
Tuberkulosis paru adalah tuberkulosis yang menyerang jaringan
(parenkim) paru, tidak termasuk pleura (selaput paru) dan kelenjar pada
hilus.
 Tuberkulosis ekstra paru
Tuberkulosis yang menyerang organ tubuh lain selain paru, misalnya
pleura, selaput otak, selaput jantung (pericardium), kelenjar lymfe, tulang,
persendian, kulit, usus, ginjal, saluran kencing, alat kelamin, dan lain-lain.
b. Klasifikasi berdasarkan hasil pemeriksaan dahak mikroskopis, yaitu pada TB
Paru:
1. Tuberkulosis paru BTA positif
a. Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif.
b. satu spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan foto toraks dada
menunjukkan gambaran tuberkulosis.
c. Satu spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan biakan kuman TB
positif.
d. Satu atau lebih spesimen dahak hasilnya positif setelah 3 spesimen dahak
SPS pada pemeriksaan sebelumnya hasilnya BTA negatif dan tidak ada
perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT.
2. Tuberkulosis paru BTA negative
Kasus yang tidak memenuhi definisi pada TB paru BTA positif. Kriteria
diagnostik TB paru BTA negatif harus meliputi:
a. Paling tidak 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA negative.
b. Foto toraks abnormal menunjukkan gambaran tuberkulosis.
c. Tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT.
d. Ditentukan (dipertimbangkan) oleh dokter untuk diberi pengobatan.

5. Tanda Dan Gejala


Tuberkulosis sering dijuluki “thegreat imitator” yaitu suatu penyakit yang
mempunyai banyak kemiripan dengan penyakit lain yang juga memberikan gejala
umum seperti lemah dan demam. Pada sejumlah penderita gejala yang timbul tidak
jelas sehingga diabaikan bahkan kadang-kadang asimtomatik. Gambaran klinik TBC
Paru dapat dibagi menjadi 3 golongan: Gejala respiratorik meliputi: 1) Batuk. Gejala
batuk timbul paling dini dan merupakan gangguan yang paling sering dikeluhkan.
Mula-mula bersifat non produktif kemudian berdahak bahkan bercampur darah bila
sudah ada kerusakan jaringan 2) Batuk darah. Darah yang dikeluarkan dalam dahak
bervariasi, mungkin tampak berupa garis atau bercak-bercak darah, gumpalan darah
atau darah segar dalam jumlah sangat banyak. Batuk darah terjadi karena pecahnya
pembuluh darah. Berat ringannya batuk darah tergantung dari besar kecilnya
pembuluh darah yang pecah. 3) Sesak Napas. Gejala ini ditemukan bila kerusakan
parenkim paru sudah luas atau karena ada hal-hal yang menyertai seperti efusi pleura,
pneumothorax. anemia dan lain-lain. 4) Nyeri dada. Nyeri dada pada TBC Paru
termasuk nyeri pleuritik yang ringan. gejalaini timbul apabila sistem persarafan di
pleura terkena. Gejala sistemik meliputi:
1. Demam. Merupakan gejala yang sering dijumpai biasanya timbul pada sore dan
malam hari mirip demam influenza, hilang timbul dan makin lama makin panjang
serangannya sedang masa bebas serangan makin pendek.
2. Gejala sistemik lain. Gejala sistemik lain ialah keringat malam, anoreksia,
penurunan berat badan serta malaise. Timbulnya gejala biasanya dalam beberapa
minggu-bulan, akan tetapi penampilan akut dengan batuk, panas, sesak napas
walaupun jarang dapat juga timbul menyerupai gejala pneumonia.
3. Gejala klinis Haemoptoe: Kita harus memastikan bahwa perdarahan dari
nasofaring dengan cara membedakan ciri-ciri sebagai berikut : 1) Batuk darah.
Darah dibatukkan dengan rasa panas di tenggorokanDarah berbuih bercampur
Darah segar berwarna merah mudah Darah bersifat alkalis Anemia kadang-kadang
terjadi. 2) Muntah darah. Darah dimuntahkan dengan rasa mual Darah bercampur
sisa makanan Darah berwarna hitam karena bercampur asam lambung Darah
bersifat asam Anemia sering terjadi. 3) Epistaksis. Darah menetes dari hidung
Batuk pelan kadang keluar Darah berwarna merah segar Darah bersifat alkalis
Anemia jarang terjadi. (Rustam, 2008)

6. Patofisiologis
Kuman Mikrobacterium Tuberkulosis Paru masuk kedalam tubuh melalui saluran
pernafasan, saluran pencernaan, dan luka terbuka pada kulit, kebanyakan infeksi
Tuberkulosis Paru terjadi melalui udara (air borne), yaitu melalui inhalasi droplet
yang mengandung kumankuman basil tuberkel yang berasal dari orang yang
terinfeksi. (Bahar, 2008) Basil Tuberkel yang mencapai permukaan alveolus
biasanya diinhalasi terdiri dari satu sampai tiga gumpalan basil yang lebih besar
cenderung tertahan di saluran hidung dan cabang besar bronkus dan tidak
menyebabkan penyakit.Setelah berada dalam ruang alveolus biasanya dibagian
bawah lobus atau paru-paru, atau dibagian atas lobusbawah.Basil tuberkel ini
membangkitkan reaksi peradangan.Leukosit poli morfonuklear tampak pada tempat
tersebut dan memfagosit bacteria namun tidak membunuh organisme
tersebut.Sesudah hari-hari pertama maka leukosit diganti oleh makrofag. Alveoli
yang terserang akan mengalami konsolidasi dan timbul gejala pneumonia akut.
Pneumonia seluler ini dapat sembuh dengan sendirinya sehingga tidak ada sisa yang
tertinggal, atau proses dapat juga berjalan terus, dan bakteri terus difagosit atau
berkembang biak didalam sel. Basil juga menyebar melalui getah bening menuju ke
kelenjar bening regional. Makrofag yang mengadakan infiltrasi menjadi lebih
panjang dan sebagian bersatu sehingga membentuk sel tuberkel epiteloit, yang
dikelilingi oleh fosit. Reaksi ini biasanya membutuhkan waktu 10 sampai 20
hari.(Bahar, 2008)
7. WOC (Web Of Caution

Udara tercemar Di hirup individu rentan Kurang Informasi


Mycobacterium tuberculosis

Masuk paru Kuranng Pengetahuan

Reaksi inflamasi atau HIPERTERMI


peradangan

Penumpukan eksudat dalam alveoli

Tuberkel Produksi secret berlebihan

Meluas Mengalami Secret susah Bersin


perkeruan dikeluarkan

RESIKO INFEKSI
Penyebaran klasifikasi
hematogen limpogen
KETIDAKEFEKTIFAN
BERISHAN JALAN
Mengganggu perfusi
NAFAS JALAN
Peritonium

GANGGUAN
Difusi O2
PERTUKARA GAS

Asam lambung ↑

Mual,anoreksia

KETIDAKSEIMBANGAN NUTRISI
KURANG DARI KEBUTUHAN
TUBUH
8. Pemeriksaan Fisik
1) Kepala
a. Bentuk kepala ; makrosefali atau mikrosefali
b. Tulang tengkorak
 Anencefali : tidak ada tulang tengkorak
 Encefalokel : tidak menutupnya fontanel occipital
 Fontanel anterior menutup : 18 bulan
 Fontanel posterior : menutup 2 – 6 bulan
 Caput succedeneum : berisi serosa , muncul 24 jam pertama dan hilang
dalam 2 hari
 Cepal hematoma : berisi darah,muncul 24 – 48 jam dan hilang 2 – 3
minggu
c. Distribusi rambut dan warna
Jika rambut berwearna / kuning dan gampang tercabut merupakan indikasi
adanya gangguan nutrisi
d. Ukuran lingkar kepala 33 – 34 atau < 49 dan diukur dari bagian frontal
kebagian occipital.
2). Muka
a. simetris kiri kanan
b. Tes nervus 7 ( facialis )
 Sensoris : Menyentuhkan air dingin atau air hangat daerah maksilla
dan mandibula dan menyebutkan apa yang dirasakan.
 Motorik : pasien diminta mengerutkan dahi,kemudian menutup mata
kuat-kuat sementara jari-jari pemeriksa menahan kedua kelopak mata
agar tetap terbuka
c. Tes nervus 5 ( trigeminus )
 Sensorik : menyentuhkan kapas pada daerah wajah dan apakah ia
merasakan sentuh tersebut
 Motorik : menganjurkan klien untuk mengunyah dan pemeriksa
meraba otot masenter dan mandibula.
3). Mata
a. Simetris kanan kiri
b. Alis tumbuh umur 2-3 bulan
c. Kelopak mata :
 Oedema
 Ptosis : celah kelopak matamenyempit karena kelopak mata atas
turun.
 Enof : kelopak mata mnyempit karena kelopak mata atas dan bawah
tertarik kebelakang.
 Exoptalmus : pelebaran celah kelopak mata, karena kelopak mata atas
dan bawah tertarik kebelakang.
d. Pemeriksaan nervus II ( optikus), test konfrontasi dan ketajaman
penglihatan.
 Sebagai objek mempergunakan jari
 Pemeriksa dan pasaien duduk berhadapan ,mata yang akan
diperiksa berhadapan dengan mata pemeriksa ,yang biasanya
berlawanan, mata kiri dengan mata kanan,pada garis ketinggian
yang sama.
 Jarak antara keduanya berkisar 60 – 100 cm. Mata yang lain
ditutup,obyek mulai digerakkkan oleh pemeriksa mulai dari
samping telinga ,apabila obyek sudah tidak terlihat oleh
pemeriksa maka secara normal obyek tersebut dapat dillihat oleh
pasien.
 Anak dapat disuruh membaca atau diberikan Snellen Chart.
e. Pemeriksaan nervus III ( Oculomotoris refleks cahaya)
 Pen light dinyalakan mulai dari samping) atrau, kemudian cahaya
diarahkan pada salah satu pupil yang akan diperiksa, maka akan
ada rekasi miosis.
 Apakah pupil isokor kiri atau kanan
f. Pemeriksaan Nervus IV ( Troclearis ) pergerakan bola mata
 Menganjurkan klien untuk melihat ke atas dan ke bawah.
 Pemeriksaan nervus VI ( Abdusen )
 Menganjurkan klien untuk melihat ke kanan dan ke kiri.
g. Pemeriksaan nervus V( Trigeminus) Refleks kornea
 Tutup mata yang satu dengan penutup
 Minta klien untuk melirik kearah laterosuperior ( mata yang tidak
diperiksa
 Sentuhkan pilinan kapas pada kornea, respon refleks berupa
kedipan kedua mata secara cepat.
 Glaberal refleks: mengetuk dahi diantara kedua mata,hasil positif
bila tiap ketukan mengakibatkan kedua mata klien berkedip.
 Doll eye refleks : bayi dipalingkan dan mata akan ikut ,tapi hanya
berfookus pada satu titik.

4). Hidung
h. Posisi hidung apakah simetris kiri kanan
i. Jembatan hidung apakah ada atau tidak ada, jika tidak ada diduga
downsyndrome.
j. Cuping hidung masih keras pada umur < 40 hari
k. Pasase udara : gunakan kapas dan letakkan di depan hidung , dan apabila
bulu kapas bergerak, berarti bayi bernafas.
l. Gunakan speculum untuk melihat pembuluh darah mukosa, secret,
poliup,atau deviasi septum.
m. Pemeriksaan nervus I ( Olfaktoris)
n. Tutup salah satu lubang hidung klien ,berikan bau bauan , lalu klien
diminta untuk menyebutkan bau apa.Tiap hidung diuji secara terpisah.

5). Mulut

a. Bibir kering atau pecah – pecah


b. Periksa labio schizis
c. Periksa gigi dan gusi apakah ada perdarahan atau pembengkakan
d. Tekan pangkal lidah dengan menggunakan spatel, hasil positif bila ada
refleks muntah ( Gags refleks)
e. Perhatikan ovula apakah simetris kiri dan kanan
f. Pemeriksaan nervus X ( VAGUS )
g. Tekan lidah dengan menggunakan spatel, dan anjurkan klien untuk
memngatakan “ AH “ dan perhatikan ovula apakah terngkat.
h. Pemeriksaan nervus VII ( facialis) sensoris
 Tetesi bagian 2/3 anterior lidah dengan rasa asin, manis dan pahit,
kemudian menentukan zat apa yang dirasakan dan 1/3 bagian
belakang lidah untuk pemeeriksaan Nervus IX.
 Pemeriksaan Nervus XI Hipoglosus
 Menyuruh pasien untuk menjulurkan lidah lurus lurus kemudian
menarik dengan cepat dan disuruh menggerakkan lidah ke kiri dan ke
kanan dan sementara itu pemeriksa melakukan palpasi pada kedua pipi
untuk merasakan kekuatn lidah.
 Rooting refleks : bayi akan mencari benda yang diletakkan disekitar
mulut dan kemudian akan mengisapnya.
 Dengan memakai sarung tangan, masukkan jari kelingking kedalam
mulut, raba palatum keras dan lunak apabila ada lubang berarti labio
palato shizis,kemudian taruh jari kelingking diatas lidah , hasil positif
jika ada refleks mengisap (Sucking Refleks)
6). Telinga

a. Simetris kiri dan kanan


b. Daun telinga dilipat, dan lama baru kembali keposisi semula menunjukkan
tulang rawan masih lunak
c. Canalis auditorious ditarik kebawah kemudian kebelakang,untuk melihat
apakah ada serumen atau cairan
d. Pemeriksaan tes nervus VIII (Acustikus)
e. menggesekkan rambut, atau tes bisik.
f. Mendengarkan garpu tala (Tes Rinne,Weber)
g. Starter refleks :tepuk tangan dekat telinga, mata akan berkedip.
7). Leher.
a. Lipatan leher 2-3 kali lipat lebih pendek dari orang dewasa.
b. Periksa arteri karotis
c. Vena Jugularis
d. Posisi pasien semifowler 45 dan dimiringkan,tekan daerah nodus krokoideus
maka akan tampak adanya vena.
 Taruh mistar pada awal dan akhir pembesaran vena tersebut kemudian
tarik garis imajiner untuk menentukan panjangnya.
 Raba tiroid : daerah tiroid ditekan,dan p[asien disuruh untuk menelan,
apakah ada pembesaran atau tidak.
 Tonick neck refleks : kedua tangan ditarik, kepala akan mengimbangi.
 Neck rigting refleks refleks : posisi terlentang,kemudian tangan ditarik
kebelakang,pertama badan ikut berbalik diikuti dengan kepala.
 Pemeriksaan nervus XII (Asesoris)
 Menganjurkan klien memalingkan kepala, lalu disuruh untuk menghadap
kedepan ,pemeriksa memberi tahanan terhadap kepala.sambil meraba otot
sternokleidomasatodeus.
8). Dada
a. Bentuk dada apakah simetris kiri dan kanan
b. Bentuk dada barrel anterior – posterior dan tranversal hampir sama 1:1
dan dewasa 1: 2
c. Suara tracheal : pada daerah trachea, intensitas tinggi, ICS 2 1:1
d. Suara bronchial : pada percabangan bronchus, pada saat udara masuk
intensitas keraspada ICS 4-5 1:3
e. Suara broncho vesikuler : pada bronchus sebelum alveolus, intensitas
sedang ICS 5.
 suara vesikuler : pada seluruh bagian lateral paru, intensitas rendah 3:1
 Wheezing terdengar pada saat inspirasi dan rales pada saat ekspirasi
 Perkusi pada daerah paru suara yang ditimbulkan adalah sonor
f. Apeks jantung pada mid klavikula kiri intercostals 5
g. Batas jantung pada sternal kanan ICS 2 ( bunyi katup aorta), sternal kiri
ICS 2 ( bunyi katup pulmonal), sternal kiri ICS 3-4 ( bunyi katup
tricuspid), sternal kiri mid klavikula ICS 5 ( bunyi katup mitral).
h. Perkusi mpada daerah jantung adalah pekak.

9). Abdomen

a. Tali pusat : Dua arteri satu vena


b. Observasi adanya pembengkakan atau perdarahan.
c. Observasi vena apakah terbayang atau tidak.
d. Observasi distensi abdomen
e. Terdengar suara peristaltic usus.
f. Palpasi pada daerah hati, teraba 1 – 2 cm dibawah costa, panjangnya pada
garis media clavikula 6 – 12 cm
g. Palpasi pada daerah limpa pada kuadran kiri atas
h. Perkusi pada daerah hati suara yang ditimbulkan adakah pekak Perkusi
pada daerah
i. Lambung suara yang ditimbulkan adalah timpani
j. Refleks kremaster : gores pada abdomen mulai dari sisi lateral kemedial
terlihat kontraksi.
10). Punggung.
a. Susuri tulang belakang , apakah ada spina bivida okulta : ada lekukan
pada lumbo sacral,tanpa herniasi dan distribusi lanugo lebih banyak.
b. Spina bivida sistika : dengan herniasi , meningokel ( berisi meningen dan
CSF) dan mielomeningokel ( meningen + CSF + saraf spinal).
c. Rib hum and Flank: dalam posisi bungkuk jika tulang belakang
rata/simetris( scoliosis postueral) sedangkan jika asimetris atau bahu tinggi
sebelah danvertebra bengkok ( scoliosis structural) skoliometer >40
11). Tangan
a. Jumlah jari – jari polidaktil ( .> dari 5 ) , sindaktil ( jari – jari bersatu)
b. Pada anak kuku dikebawakan, dan tidak patah , kalau patah diduga
kelainan nutrisi
c. Ujung jaru\i halus
d. Kuku klubbing finger < 180 ,bila lebih 180 diduga kelainan system
pernafasan
e. Grasping refleks : meletakkan jari pada tangan bayi, maka refleks akan
menggengam.
f. Palmar refleks : tekan pada telapak tangan ,akan menggengam

12). Pelvis

a. CDH : test gluteal , lipatan paha simetris kiri kanan


b. Ortholani test : lutut ditekuk sama tinggi/tidak
c. Barlow test : kedua lutut ditekuk dan regangkan kesamping akan terdengar
bunyi klik
d. Tredelenburg test : berdiri angkat satu kaki, lihat posisi pelvis apakah
simetris kiri dan kanan
e. Waddling gait : jalan seperti bebek.
f. Thomas test : lutut kanan ditekuk dan dirapatkan kedada,sakit dan lutut
kiri akan terangkat

13). Lutut

a. Ballotemen patella : tekan mendorong kuat akan menimbulkan bunyi klik


jika ada cairan diantaranya
b. Mengurut kantong supra patella kebawah akan timbul tonjolan pada
kedua sisi tibia jika ada cairan diduga ada atritis
c. Reflek patella, dan hamstring.

14). Kaki

a. Lipatan kaki apakah 1/3, 2/3, bagian seluruh telapak kaki


b. Talipes : kaki bengkok kedalam.
c. Clubfoot : otot-otot kaki tidak sama panjang, kaki jatuh kedepan
d. Refleks babinsky
e. Refleks Chaddok
f. Staping Refleks

9. Pemeriksaan Penunjang
1. Uji TuberkulinUji tuberkulin merupakan uji paling penting untuk menentukan
apakahanak sudah terinfeksi tuberkel basilus atau tidak. Prosedur yang
dianjurkanadalah Uji Mantoux, yang menggunakan derifat protein murni (PPD,
Purified protein derifatif). Dosis standar adalah 5 unit tuberkulin dalam 0,1 ml
larutan, diinjeksi secara intradermal. Pembacaan uji tuberkulin dilakukan 48-72
jamsetelah penyuntikan dan di ukur diameter melintang dari indurasi yang
terjadi.Hasil dianggap positif bila terdapat indurasi dengan 5 mm keatas, bila 4
mmnegatif, 5-9 mm masih dianggap meragukan, tetapi jika 10 mm keatas
jelas positif. b.
2. Pemeriksaan RadiologisPada anak dengan uji tuberkulin positif dilakukan
pemeriksaan radiologis.Secara rutin dilakukan foto rontgen paru, dan untuk
diagnosis tidak cukup hanya pemeriksaan radiologis tetapi diperlukan juga data
klinis.c.
3. Pemeriksaan bakteriologisDitemukannya basil tuberkulosis akan memastikan
diagnosis tuberkulosis.Bahan-bahan yang digunakan untuk pemeriksaan
bakteriologis ialah :
a. Bilasan lambung
b. Sekret bronkus
c. Sputum (pada anak yang besar)
d. Cairan pleurad.
4. Uji BCG : Di Indonesia BCG diberikan secara langsung tanpa didahului
ujituberkulin. Bila ada anak yang mendapat BCG langsung terdapat reaksi
lokalyang besar dalam waktu kurang dari 7 hari setelah penyuntikan berarti
perludicurigai adanya tuberkulosis. Pada anak dengan tuberkulosis BCG
akanmenimbulkan reaksi lokal yang lebih cepat dan besar oleh karena itu,
reaksiBCG dapat dijadikan alat diagnostik.Vaksin BCG,Vaksin BCG diletakkan
pada ruang/tempat bersuhu 20oc - 8oc serta pelindung dari cahaya. Pemberian
vaksin BCG biasanya dilakukan secara injeksi intradermal atau intrakutan pada
lengan bagian atas atau injeksi perkutan sebagai alternatif bayi usia muda yang
mungkin sulit menerima injeksi terdermal. Dosis yang digunakan sebagai
berikut:
a. Untuk infant atau anak-anak kurang dari 12 bulan diberikan satu dosis
vaksinBCG sebanyak 0,05 mg.
b. Untuk anak-anak di atas 12 bulan dan dewasa diberikan satu dosis
vaksinBCG sebanyak 0,1

10. Penatalaksanaan
Beberapa hal penting dalam tatalaksana TB anak adalah :
a. Obat TB diberikan dalam panduan obat tidak boleh diberikan sebagai
monoterapi
b. Pemberian gizi yang adekuat
c. Mencari penyakit penyerta dan jika ada ditatalaksana secara simultan

Tatalaksana medikamentosa TB anak terdiri dari terapi (pengobatan) dan


profilaksis (pencegahan). Terapi TB diberikan pada anak yang sakit TB, sedangkan
profilaksis TB diberikan pada anak yang kontak TB (profilaksis primer) atau anak yang
terinfeksi TB tanpa sakit TB (profilaksis sekunder) . (Depkes RI, 2010) Hal yang perlu
diperhatikan dalam pemberian obat tuberkulosis pada anak yaitu pemberian obat tahap
intensif atau lanjutan diberikan setiap hari, dosis obat disesuaikan dengan berat badan
anak, pengobatan tidak boleh terputus dijalan. (Wirawan, 2010) Untuk terapi tuberkulosis
terdiri dari dua fase yaitu fase intensif (awal) dengan panduan 3-5 OAT selama 2 bulan
awal dan fase lanjutan dengan panduan 2 OAT (INH-Rifampisin) hingga 6-12 bulan.
Fase intensif (awal) pasien mendapat obat setiap hari dan perlu diawasi secara langsung
untuk mencegah terjadinya resistensi obat, bila pengobatan fase intensif diberikan secara
tepat biasannya pasien menular menjadi tidak menular dalam kurun waktu 2 minggu,
sebagian besar pasien tuberkulosis BTA positif menjadi BTA negatif (konversi) dalam 2
bulan sedangkan untuk fase lanjutan pasien mendapat jenis obat lebih sedikit namun
dalam jangka waktu yang lebih lama, tahap ini penting untuk membunuh kuman persister
sehingga mencegah terjadinya kekambuhan. (Pusponegoro et all, 2010; (Depkes RI,
2010) Obat Anti Tuberkulosis (OAT) yang biasa digunakan yaitu Isoniazid, Rifampisin,
Piranizamid, Etambutol dan Streptomisin. Terapi OAT untuk tuberkulosis paru yaitu
INH, Rifampisisn, Pirazinamid selama 2 bulan fase intensif dilanjutkan INH dan
Rifampisin hingga 6 bulan terapi (2HRZ-4HR). Efek samping OAT jarang dijumpai pada
anak jika dosis dan cara pemberiannya benar. Efek samping yang biasa muncul yaitu
hepatotoksisitas dengan gejala ikterik, keluhan ini biasa muncul pada fase intensif
(awal). (Depkes RI, 2011)

11. Komplikai
Komplikasi yang dapat timbul antara lain :
a. TB milier

b. Meningitis TB

c. Efusi pleura

d. Pneumotoraks

e. Bronkiektasis

f. Atelektasis
B. Konsep Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian Keperawatan
a. Data pasien : nama, umur, jenis kelamin, pekerjaan, alamat, tanggal masuk rumah
sakit.
b. Data penanggung jawab : nama, umur, jenis kelamin, pekerjaan, hubungan dengan
pasien.
c. Alasan masuk rumah sakit : keluhan utama, riwayat penyakit sekarang, riwayat
penyakit dahulu, riwayat penyakit keluarga
d. Pola fungsional kesehatan (Gordon)
 Pemeliharaan dan persepsi terhadap kesehatan :Bagaimanakah pasien
mempresepsikan keadaan kesehatan nya saat ini
 Pola Nutrisi/metabolic :Bagaimanakah makan/minum pasien, bagaimanakah
kemampuan menelan pasien dan apakah pasin nafsu makan nya bagus?
 Pola eliminasi :Apakah terdapat peningkatan/penurunan BAB/BAK dan apakah
terdapat masalah pada saat BAB/BAK?
 Pola aktivitas dan latihan :Apakah klien mengalami gangguan aktivitas setelah
sakit?
 Pola tidur dan istirahat :Apakah waktu tidur cukup, apakah terdapat gangguan
tidur?
 Pola kognitif-perseptual :Adakah penurunan kemampuan mengingat atau
disorientasi?
 Pola presepsi diri / konsep diri :Apakah mengalami gangguan konsep diri ?
 Pola seksual dan reproduksi : Bagaimanakah hubungan dengan pasangan dan
bagaimanakah kemapuan reproduksi?
 Pola peran-hubunga : Bagaimanakah peran setelah sakit dari sebelum nya?
 Pola manajemen koping stress :Bagaimanakah pasien / keluarga menghadapi
masalah kesehatan yang dihadapi / manajemen stress?
 Pola keyakinan-nilai :Ada tidak keyakinan yang menghambat penyembuhan?
e. Pemeriksaan fisik
a. Keadaan umum : kesadaran, penampilan di hubungkan dengan usia, ekspresi
wajah, kebersihan secara umum dan tanda tanda vital
b. Head to toe
 Insfeksi dan palpasi : meliputi kulit/ integument, kepala/rambut, kuku,
mata, hidung, telinga, mulut dan gusi, leher, perineum dan genetalia, dan
ekstremitas atas dan bawah
 Insfeksi- palpasi- perkusi- auskultasi : meliputi Dada atau toraks dan
jantung
 Insfeksi- auskultasi- palpasi- perkusi : Abdomen
c. Pemeriksaan diagnostic
 Pemeriksaan rontgen
 Pemeriksaan laboratorium
 Penatalaksaan medis

2. Diagnosa
a. Gangguan pertukaran gas b/d proses infeksi
b. Hipertermia b/d penyakit.
c. Bersihan jalan nafas tidak efektif b/d obstruksi jalan nafas (peningkatan
produksi muskus/secret).
d. Resikoinfeksi b/d agen virus/bakteri (penyebaran).
e. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d anoreksia

3. Rencana Asuhan Keperawatan

No Diagnosa Rencana Tindakan Keperawatan


. Keperawatan Kriteria hasil Intervensi
1. Gangguan NOC: NIC:
pertukaran gas b/d Setelah dilakukan asuhan O: Obeservasi TTV anak,
proses infeksi keperawatan selama … x 24 keluhan utama, dan tanda-
jam, diharapkan kriteria hasil: tanda dari TB
1. Batuk pada anak N: Berikan terapi oksigen
berkurang humidifier bagi anak dengan
2. TTV dalam rentang dispnea
normal E: Berikan edukasi pada anak
dan keluarga tentang
penyakit TB
(pencegahannya, penularan,
dan tanda).
C: Kolaborasikan dengan dokter
dalam pemberian obat dan
tindakan intensif lainnya.
2. Hipertermia b/d NOC: NIC:
penyakit. Setelah dilakukan asuhan O: Obeservasi TTV anak,
keperawatan selama ... x 24 keluhan utama, tanda
jam, diharapkan kriteria hasil: hipertermi, dan monitor suhu
1. Suhu tubuh dalam minimal tiap 2 jam sekali.
rentang normal. N: Lakukan kompres anak pada
2. Nadi dan RR dalam rentang lipatan paha dan aksila, serta
normal. tingkatkan intake cairan dan
3. Tidak ada perubahan warna nutrisi
kulit dan tidak pusing. E: Berikan edukasi pada anak
dan keluarga tentang indikasi
dari hipertermi dan
mencegah keletihan akibat
panas.
C: Kolaborasikan dengan dokter
dalam pemberian obat.
3. Bersihan jalan nafas NOC: NIC:
tidak efektif b/d . Setelah dilakukan asuhan O: Obeservasi TTV anak,
obstruksi jalan nafas keperawatan selama ...x 24 keluhan utama, dan tanda-
(peningkatan jam, diharapkan kriteria hasil: tanda dari TB Paru
produksi 1. Menunjukkan jalan N: Berikan terapi O2 kepada px
muskus/secret). nafas yang paten (anak untuk memfasilitasi suction
merasa tidak tercekik, nasotrakeal, dan monitor
irama nafas, frekuensi status O2 anak.
pernafasan dalam
rentang normal, dan E: Berikan edukasi pada anak
tidak ada suara nafas dan keluarga tentang
abnormal). penyakit TB Paru
2. Mampu mengiden- (pencegahannya, penularan,
tifikasi dan mencegah dan tanda).
faktor yang dapat C: Kolaborasikan dengan dokter
menghambat jalan dalam pemberian obat dan
nafas. tindakan intensif lainnya
3. Mendemonstrasikan
batuk efektik dan suara
nafas bersih, tidak ada
sianonis dan dyspneu.

4. Resikoinfeksi b/d NOC: NIC:


agen virus/bakteri Setelah dilakukan asuhan O: Observasi TTV anak,
(penyebaran). keperawatan selama ... x 24 keluhan utama, serta tanda dan
jam, diharapkan kriteria hasil: gejala infeksi.
1. Anak bebas dari tanda N: Lukakan monitor kerentanan
dan gejala infeksi. terhadap infeksi, memberikan
2. Mendeskripsikan terapi antibiotik bila perlu. dan
proses penularan tingkatkan intake nutrisi.
penyakit, faktor yang
mempengaruhi E: Berikan edukasi kepada anak
penularan serta dan keluarga tentang tanda dan
penatalaksanaannya. gejala infeksi dan mencuci
3. Menunjukkan tangan sebelum dan sesudah
kemampuan untuk berkunjung pada pasien.
mencegah timbulnya C: Kolaborasikan dengan dokter
infeksi. dalam pemberian obat.

5. Ketidakseimbangan NOC : NIC :


nutrisi kurang dari Setelah dilakukan asuhan O: Observasi TTV anak, keluhan
kebutuhan tubuh keperawatan selama ... x 24 utama dan kaji adanya alergi
b/d anoreksia jam, diharapkan kriteria hasil: makanan.
1. Tidak ada tanda N: Berikan makanan yang terpilih
malnutrisi. (sudah dikonsultasikan dengan
2. Mampu ahli gizi), dan berikan substansi
mengindetifikasi gula.
kebutuhan nutrisi. E: Berikan edukasi pada anak dan
3. Menunjukkan keluarga tentang kebutuhan
peningkatan fungsi nutrisi serta anjurkan
pengecapan dan meningkatkan protein dan vit.
menelan. C.
4. Tidak terjadi C: Kolaborasikan dengan dokter
penurunan berat badan dalam pemberian obat, dan ahli
yang berarti. gizi dalam menentukan jumlah
kalori dan nutrisi.

.
DAFTAR PUSTAKA

http://www.depkes.go.id/resources/download/pusdatin/profil-kesehatan-indonesia/Profil-

Kesehatan-Indonesia-2016.pdf

(Diakses pada tanggal 30 Oktober 2018)

http://www.depkes.go.id/resources/download/general/Hasil%20Riskesdas%202013.pdf

(Diakses pada tanggal 30 Oktober 2018)

https://www.academia.edu/29136270/LAPORAN_PENDAHULUAN_TB PARU

(Diakses pada tanggal 31 Oktober 2018)

https://edoc.site/lp-ispa-pada-anak-pdf-free.html(Diakses pada tanggal 13 Oktober 2018)

file:///C:/Users/acer/Downloads/edoc.site_lp-ispa-pada-anak.pdf

(Diakses pada tanggal 31 Oktober 2018)

http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/124/jtptunimus-gdl-nurhadig2a-6164-2-babii.pdf

(Diakses pada tanggal 31 Oktober 2018)

https://www.academia.edu/18089494/Asuhan_Keperawatan_TB PARU

(Diakses pada tanggal 31 Oktober 2018)


LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA
PASIEN An. O DENGAN DIAGNOSA MEDIS TB PARU
DI RUANG SAKURA RUMAH SAKIT UMUM
KABUPATEN BULELENG

OLEH :

1. NI KADE SRI APRILIYANTI (16089014095)


2. IDA AYU PUTU SRI WAHYUNI (16089014097)
3. KETUT DIAN PADMA SARI (16089014039)
4. LUH PUTU EKA PRATIWI (16089014047)
5. DEWA MADE DIKA SANCAYA (16089014041)
6. PUTU FEBRI WINANDA (16089014049)
7. I GUSTI NGURAH EKA NUGRAHA (16089014046)

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BULELENG


PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN
2018

Anda mungkin juga menyukai