Anda di halaman 1dari 37

BAB I

PENDAHULUAN

Kejang demam merupakan penyakit kejang yang paling sering dijumpai pada
anak. Kejang demam pada umumnya dianggap tidak berbahaya dan sering tidak
menimbulkan gejala sisa, akan tetapi bila kejang berlangsung lama sehingga
menimbulkan hipoksia pada jaringan Susunan Saraf Pusat (SSP), dapat menyebabkan
adanya gejala sisa di kemudian hari. Namun kejang merupakan penyebab terbanyak
anak masuk ke rumah sakit dengan angka morbiditas dan mortalitas yang tinggi.
Frekuensi dan lamanya kejang sangat penting untuk diagnosa serta tatalaksana
kejang. Perlu ditanyakan kapan kejang terjadi, apakah kejang yang terjadi baru
pertama kali atau sudah pernah kejang sebelumnya. Bila anak sudah pernah kejang,
tanyakan kembali berapa kali terjadi dan saat anak berumur berapa.Kemudian sifat
kejang perlu ditanyakan, apakah kejang bersifat klonik, tonik, umum ataupun fokal.
Selain itu, lama serangan, kesadaran pada waktu kejang dan pasca kejang juga
penting untuk ditanyakan. Gejala lain yang menyertai juga ditanyakan, termasuk
demam, muntah, lumpuh, penurunan kesadaran atau kemunduran kepandaian. Pada
neonatus perlu ditanyakan riwayat kehamilan ibu serta kelahiran bayi.1,2
Kejang demam merupakan gangguan kejang yang paling lazim pada masa anak,
dengan prognosa yang cukup baik.Jumlah penderita kejang demam diperkirakan
mencapai 2–5% dari jumlah penduduk di Amerika Serikat, Amerika Selatan, dan
Eropa Barat. Namun di Asia dilaporkan penderitanya lebih tinggi, yaitu sekitar 20%
di antara jumlah penderita mengalami kejang demam kompleks yang harus ditangani
secara lebih teliti.Bila dilihat jenis kelamin penderita, kejang demam sedikit
lebihbanyak menyerang anak laki-laki.2

1
BAB II
STATUS PEDIATRIK

I. Identitas
Nama : An. DT
Umur : 7 bulan
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Rantau Raju Ma. Jambi
Nama Ayah : Tn. S
Nama Ibu : Ny. A
Agama : Islam
Tanggal Masuk : 03 September 2018

II. Anamnesis
Alloanamnesis dilakukan dengan ibu penderita, pada tanggal 03 September
2018
A. Riwayat Penyakit Sekarang
1. Keluhan Utama : Kejang selama 1 menit sebanyak 3 kali SMRS
2. Keluhan Tambahan : Demam dan batuk
3. Riwayat Perjalanan Penyakit:
Os datang dengan kejang, berdasarkan anamnesis dengan ibu os, os
mengalami batuk dan pilek sejak kurang lebih 2 hari SMRS.Batuk dan pilek
juga disertai demam . Demam dirasakan tiba-tiba tinggi, demam tidak
hilang timbul. Pagi hari SMRS, os mengalami kejang dirumah. Kejang
dirumah sebanyak 3 kali. Diantara 2 kejang os tidak sadar. Kejang dirasakan
kurang lebih 1 menit. Suhu tidak diketahui saat kejang. Saat kejang, mata os
melihat keatas, kejang seluruh tubuh. Os dibawa ke rumah sakit

2
bhayangkara. Setelah kejang, kesadaran os pulih kembali. BAB dan BAK
lancar, mencret (-), mual (-), muntah (-).
4. Riwayat Penyakit Dahulu :
- Os belum pernah mengalami keluhan yang sama sebelumnya
- Riwayat trauma kepala (-)
5. Riwayat Penyakit Keluarga :
Abang kandung Os pernah mengalami keluhan yang sama

B. Riwayat Sebelum Masuk Rumah Sakit


1. Riwayat Kehamilan dan Kelahiran
Masa kehamilan :Aterm
Partus :Spontan
Tempat :Rumah
Ditolong oleh :Dukun
Tanggal : 13 Januari 2018
Berat badan lahir :3200 gram
Panjang badan :Tidak diketahui
2. Riwayat Makanan
Sejak lahir os mendapatkan ASI sampai sekarang dan disertai dengan makan
lain seperti bubur, daging, ikan, telur, tahu, tempe, sayur, dan buah.
3. Riwayat Imunisasi
BCG :+
DPT :-
Polio :-
Campak :-
Hepatitis :-
Kesan : Imunisasi dasar tidak lengkap
4. Riwayat Pertumbuhan

3
Berat badan lahir : 3200 gram
Panjang badan lahir : Orang tua os lupa
Lingkar kepala lahir : Orang tua os tidak tahu
Lingkar perut lahir : Orang tua os tidak tahu
Berat badan : 9 kg
Panjang badan : 72 cm
Lingkar kepala : 47 cm
5. Riwayat perkembangan
Gigi pertama :- Berbicara :-
Tengkurap : 6 bulan Sering mimpi :-
Merangkak : - Aktifitas :+
Duduk :- Membangkang :-
Berdiri :- Ketakutan :-
Berjalan :-
6. Status gizi
Usia 7 bulan dengan berat badan 9 kg dan panjang badan 72 cm
BB/PB : -2SD - +2SD Normal
BB/U : -2SD- +2SD  Gizi baik
PB/U : -2SD - +2SD Normal
7. Riwayat penyakit yang pernah diderita
Parotitis :- Muntah berak : -
Pertusis :- Asma :-
Difteri :- Cacingan :-
Tetanus :- Patah tulang :-
Campak :- Jantung :-
Varicella :- Sendi bengkak : -
Thypoid :- Kecelakaan :-
Malaria :- Operasi :-

4
DBD :- Keracunan :-
Demam menahun :- Sakit kencing : -
Radang paru :- Sakit ginjal :-
TBC :- Alergi :-
Kejang :- Perutkembung: +
Lumpuh :- Otitis Media : -
Batuk/pilek :+ Ikterik :-

III. Pemeriksaan Fisik


A. Pemeriksaan Fisik Umum
Keadaan umum :Tampak sakit berat
Kesadaran :Pasien datang saat kejang
Posisi : Terlentang
BB : 9 kg
PB : 72 cm
Gizi : Baik
Edema :-
Sianosis :-
Dyspneu :-
Ikterus :-
Anemia :-
Suhu : 38,0oC
Respirasi : 26 x/menit
Tipe pernafasan : Abdominotorakal
Turgor : Baik
Tekanan darah :-
Nadi :
Frekuensi : 108 x/menit

5
Kulit
Warna : kuning langsat Vesikula :-
Hipopigmentasi :- Pustula :-
Hiperpigmentasi :- Sikatriks :-
Ikterus :- Edema :-
Bersisik :- Eritema :-
Makula :- Hemangioma :-
Papula :- Ptechiae :-

B. Pemeriksaan Fisik Khusus


KEPALA KONJUNGTIVA
Bentuk : Normocephal Pelebaran vena :-
Rambut : Lurus Perdarahan subkonjungtiva :-
Warna : Hitam Infeksi :-
Lingkar kepala : 47 cm Bitot spot :-
Mudah rontok :- Xerosis :-
Kehalusan : Halus Ulkus :-
Alopesia :- Refleks :-
Sutura : Dbn SKLERA
Fontanella mayor : Tidak cekung Ikterus :-
Fontanella minor :-

Cracked pot sign :- IRIS


Cranio tabes :- Bentuk : Bulat
Isokor :+
MUKA Refleks chy lgsg : +/+
Roman muka : Dbn Refleks chy tdk lgsg : +/+
Bentuk muka : Dbn

6
Sembab :- TELINGA
Simetris :+ Bentuk : Simetris
Kebersihan : Cukup
ALIS Sekret : Minimal
Kerapatan : Dbn Tophi :-
Mudah rontok :- Membran timpani : Dbn
Alopesia :- Nyeri tekan mastoid : -
Nyeri tarik daun telinga :-
MATA
Sorot mata : Dbn HIDUNG
Hipertelorism :- Bentuk : Dbn
Sekret :- Napas cuping hidung : -
Epifora :- Saddle nose :-
Pernanahan :- Gangren :-
Endophtalmus :- Coryza :-
Exophtalmus :- Mukosa edema :-
Nistagmus :- Epistaksis :-
Starbismus :- Deviasi septum :-
Cekung :-

C. Anamnesa Organ
KEPALA JANTUNG DAN PARU
Sakit kepala :- Nyeri dada :-
Rambut rontok :- Sifat :-
Lain-lain :- Penjalaran :-
Sesak napas :-
MATA Batuk pilek :+
Rabun senja :- Sputum :-

7
Mata merah :- Batuk darah :-
Bengkak :- Sembab :-
Kebiruan :-
TELINGA Keringat mlm hari :-
Nyeri :- Sesak mlm hari :-
Sekret :- Berdebar :-
Ggn pendengaran :- Sakit saat bernapas :-
Tinitus :- Napas Ierbunyi :-
Sakit kepala sebelah :-
HIDUNG Dingin ujung jari :-
Epistaksis :- Penglihatan berkurang :-
Kebiruan :- Bengkak sendi :-
Penciuman : Dbn
ABDOMEN
GIGI-MULUT HEPAR
Sakit gigi :- Tinja spt dempul :-
Sariawan :- Sakit kuning :-
Gangguan mengecap : - Kencing warna tua :-
Gusi berdarah :- Kuning di sklera&kulit :-
Sakit membuka mulut : - Perut kembung :-
Rhagaden :- Mual/muntah :-
Lidah kotor :-
LAMBUNG DAN USUS
TENGGOROKAN Nafsu makan : Baik
Sakit menelan :- Frekuensi/jumlah : 3x/dbn
Suara serak :- Perut kembung :-
Mual/muntah :-
LEHER Isi :-

8
Kaku kuduk :- Frekuensi :-
Tortikolis :- Jumlah :-
Parotitis :- Muntah darah :-
Mencret :-
MULUT Konsistensi :-
BIBIR Frekuensi :-
Bentuk : Dbn Jumlah :-
Warna : Merah muda Tinja berdarah :-
Ukuran : Dbn Tinja berlendir :-
Bibir kering :- Dubur keluar :-
Rhagaden :- Sukar BAB :-
Cheilosis :- Sakit perut :-
Sianosis :- Lokasi :-
Labioschiziz :- SIfat :-
Bengkak :-
Vesikel :- GINJAL DAN UROGENITAL
Oral trush :- Sakit kuning : -
Trismus :- Warna keruh :-
Bercak koplik :- Frekuensi miksi : Normal
Palatoschizis :- Jumlah : Dbn
GIGI Sembab klp mata : -
Kebersihan :- Edema tungkai :-
Karies :-
Hutchinson :- LIDAH
Gusi : Dbn Bentuk : Dbn
Gerakan : Dbn
FARING-TONSIL Tremor :-
Warna : Hiperemis (+) Warna : Dbn

9
Edema :- Selaput :-
Selaput :- Hiperemis :-
Pembesaran tonsil : - Atropi papil :-
Ukuran : T1-T1 Makroglosia :-
Simetris :+ Mikroglosia :-

ENDOKRIN LEHER
Sering minum :- INSPEKSI
Sering kencing :- Struma :-
Sering makan :- Bendungan vena :-
Keringat dingin :- Pulsasi :-
Tanda pubertas prekoks: - Limphadenopati :-
Tortikolis :-
Bullneck :-
Parotitis :-

PALPASI
Kaku kuduk :-
Pergerakan : Dbn
Struma :-
THORAX DEPAN DAN PARU JANTUNG
INSPEKSI STATIS INSPEKSI
Bentuk : Dbn Vousure cardiac :-
Simetris :+ Ictus cordis : Tidak tampak
Vousure cardiac :- Pulsasi jantung: Tidak tampak
Clavicula : Dbn
Sternum : Dbn PALPASI
Bendungan vena :- Ictus cordis : Dbn

10
Tumor :- Thrill :-
Sela iga : Tidak melebar Defek pulmonal :-
Aktivitas jantung ka : Dbn
Aktivitas jantung ki : Dbn
INSPEKSI DINAMIS
Gerakan : Dbn PERKUSI
Bentuk pernapasan : Abdominotoracal Batas kiri : Sulit dinilai
Retraksi :- Batas kanan : Sulit dinilai
Supraklavikula :- Batas atas : Sulit dinilai
Intercostal :- Batas bawah : Sulit dinilai
Subcostal :-
Epigastrium :- AUSKULTASI
BUNYI JANTUNG
PALPASI Bunyi jantung I : Reguler
Nyeri tekan :- Mitral :+
Fraktur iga :- Trikuspid :+
Tumor :- Bunyi jantung II : Reguler
Krepitasi :- Pulmonal :+
Stemfremitus : ka=ki Aorta :+

PERKUSI BISING JANTUNG


Bunyi ketuk : Sonor Fase bising :-
Nyeri ketuk :- Bentuk bising :-
Batas paru-hati : Dbn Derajat bising :-
Peranjakan :- Lokasi/punctum max :-
Penjalaran bising :-
AUSKULTASI Kualitas bising :-
Bunyi nafas pokok : Vesikuler Pericardial friction rub :-

11
Bunyi nafas tambahan :-

THORAX BELAKANG
INSPEKSI STATIS PERKUSI
Bentuk : Dbn Bunyi ketuk : Sonor
Processus spinosus : Dbn Nyeri ketuk :-
Scapula : Dbn Batas paru-hati :-
Skoliosis :- Peranjakan :-
Khiposis :-
Lordosis :- AUSKULTASI
Gibus :- Bunyi nafas pokok :Vesikuler
Bunyi nafas tambahan: -
PALPASI
Nyeri tekan :-
Fraktur iga :-
Tumor :-
Stemfremitus : Ka=ki

ABDOMEN
INSPEKSI PERKUSI
Bentuk : Datar, soepel Bunyi ketuk : Timpani
Umbilikus : Dbn Nyeri ketuk :-
Ptechie :- Meteorismus :-
Spider nevi :-
Bendungan vena :- AUSKULTASI
Gambaran usus :- Bising usus :+

12
Gambaran persistaltik usus: - Ascites :-
Turgor : < 2 detik
HEPAR
PALPASI Pembesaran :-
Nyeri tekan :- Konsistensi : Lunak
Nyeri lepas :- Permukaan : Rata
Defens muskular :- Tepi : Tumpul
Nyeri tekan :-
LIEN
Pembesaran :- GINJAL
Konsistensi :- Pembesaran :-
Permukaan : Dbn Permukaan : Dbn
Nyeri tekan :- Nyeri tekan :-

LIPAT PAHA DAN GENITAL ALAT KELAMIN


Kulit : Dbn Hernia :-
Kelenjar getah bening : - Bengkak :-
Edema :-
Sikatriks :-
Desensus testikulorum: -
Genitalia : Dbn
Anus :+

SYARAF DAN OTOT EXTREMITAS SUPERIOR


Hilang rasa :- INSPEKSI
Kesemutan :- Bentuk : Dbn
Otot lemas :- Deformitas :-
Otot pegal :- Edema :-

13
Lumpuh :- Trofi :-
Badan kaku :- Pergerakan :Baik
Tidak sadar :- Tremor :-
Mulut mencucu :- Chorea :-
Trismus :- Lain-lain :-
Kejang :+
Lama : ± 1 menit EXTREMITAS INFERIOR
Frekuensi : 3 kali INSPEKSI
Jenis kejang : Seluruh tubuh Bentuk : Dbn
Post iktal : Sadar Deformitas :-
Panas :- Edema :-
Riwayat kejang keluarga: - Trofi :-
Kejang pertama usia : - Pergerakan : Baik
Riwayat trauma kepala: - Tremor :-
Chorea :-
Lain-lain :-

PEMERIKSAAN NEUROLOGIS
Tanda perangsang selaput otak
Kaku kuduk : - Refleks tendon biseps :+
Brudzinsky I :- Reflekstendon triseps :+
Brudzinsky II :- Refleks tendon patella :+
Kernig :- Refleks tendon achilles :+
Tonus : Eutoni Refleks patologis :-
Kekuatan : 5/5

IV. Pemeriksaan Penunjang


Tanggal : 03 September 2018

14
Pemeriksaan darah rutin
Leukosit :7.29 (9.00-30.00)
Eritrosit : 3.60 (3.50-7.00)
HGB : 9.7 (17.0 – 20.0)
HCT : 26.2 (38 – 68)
MCV : 72,9 (95.0-125.0)
MCH : 26.8 (30.0-42.0)
MCHC : 36.8 (30.0-34.0)
PLT : 259 (150-400)
GDS : 242 mg/dl

V. Pemeriksaan Anjuran
1. CT scan kepala
2. Lumbal pungsi
3. Pemeriksaan elektroensefalografi (EEG)

VI. Diagnosis Banding


1. Kejang Demam Kompleks ec viral infection
2. Meningitis
3. Enchepalitis

VII. Diagnosis Kerja


Kejang Demam Kompleks e.c viral infection

VIII. Penatalaksanaan
- O2 Canule Nasal 2 l/i
- IVFD RL 12gtt/i (makro)
- Diazepam Supp 5mg  08.25 WIB

15
Advice dr. William, Sp.A, di IGD
- IVFD RL 10gtt Makro
- PCT Syr (3 x 1 Cth)
- Ceftazidine 2 x 300mg IV
- Jika suhu >38,5  PCT 100mg/6 jam IV
Diazepam 1mg IV/8 jam extra
- Jika suhu >39  Dexamethasone 2,5mg IV/ 8 jam extra
- Racikan : Mukolitik, Ketotifen, vit. C, tremenza (3 x 1 Pulv)

IX. Prognosis
Quo ad vitam : Dubia ad bonam
Quo ad fungtionam : Dubia ad bonam

X. Follow Up
04 September 2018
S : Demam masih tinggi , Batuk (+) Pilek (+), kejang (-)
O : T : 39,4
A : KDK ec Viral Infection
P : terapi teruskan

05 September 2018
S : demam sudah turun, Batuk ( + ), Pilek (+), Kejang (-)
O : T : 37.2
A : KDK e.c Viral Infection
P : Pasien Pulang Atas Permintaan Sendiri
- Cefixime 2 x 2 cc

16
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

3.1. Definisi
Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi karena kenaikan suhu
tubuh (suhu rektal di atas 38oC) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranial.
Perlu diperhatikan bahwa demam harus terjadi mendahului kejang. Umumnya terjadi
pada anak usia 6 bulan-5 tahun, puncaknya pada usia 14-18 bulan. Menurut
consensus statement of febrile seizures, kejang demam adalah suatu kejadian pada
bayi dan anak biasanya terjadi antara umur 3 bulan dan 5 tahun berhubungan dengan
demam tetapi tidak terbukti adanya infeksi intrakranial atau penyebab
tertentu.Definisi kejang demam menurut International Leagea Against Epilepsy
(ILAE) adalah kejang yang terjadi setelah usia 1 bulan yang berkaitan dengan demam
yang bukan disebabkan oleh infeksi susunan saraf pusat, tanpa riwayat kejang
sebelumnya pada masa neonatus dan tidak memenuhi kriteria tipe kejang akut lainnya
misalnya karena keseimbangan elektrolit akut.2-9
Kejang demam terjadi pada 2-5% anak berumur 6 bulan – 5 tahun.Anak yang
pernah mengalami kejang tanpa demam, kemudian kejang demam kembali tidak
termasuk dalam kejang demam.Kejang disertai demam pada bayi berumur kurang
dari 1 bulan tidak termasuk dalam kejang demam melainkan termasuk ke kejang
neonatus.Bila anak berumur kurang dari 6 bulan atau lebih dari 5 tahun mengalami
kejang didahului demam, pikirkan kemungkinan lain misalnya infeksi SSP, atau
epilepsi yang kebetulan terjadi bersama demam.6

3.2. Epidemiologi
Insiden kejang demam di negara barat berkisar antara 3-5%. Di Asia berkisar
antara 4,47% di Singapura sampai 9,9% di Jepang. Sekitar 80% kejang demam yang
terjadi diantaranya adalah kejang demam sederhana. Kejang demam terjadi pada 2-

17
4% populasi anak usia 6 bulan-5 tahun. Kejang demam paling sering pada usia 17-23
bulan, dimana 70-75% kasus kejang demam adalah kejang demam sederhana,
sedangkan 20-25% nya adalah kejang demam kompleks. Penelitian oleh Farrel dan
Goldman menunjukkan bahwa kejang fokal muncul pada 4% dari semua kejang
demam, kejang yang berlangsung lebih dari 15 menit pada 8% kasus, dan lebih dari
30 menit pada 4-5% kasus. Kejang berulang yang terjadi dalam 24 jam muncul pada
16% kasus. Sedikit lebih banyak terjadi pada laki-laki dibanding perempuan. 2,6,7

3.3. Klasifikasi
Secara klinis, klasifikasi kejang demam dibagi menjadi dua, yaitu:4,6,8,11,12
1. Kejang Demam Sederhana (Simple Febrile Seizure)
- Kejang demam yang berlangsung singkat, <15 menit, dan umumnya akan berhenti
sendiri. Anak dapat telihat mengantuk setelah kejang.
- Kejang berbentuk umum tonik dan atau klonik, tanpa gerakan fokal.
- Kejang tidak berulang dalam waktu 24 jam.
- Kejang demam sederhana merupakan 80% di antara seluruh kejang demam.

2. Kejang Demam Kompleks(Complex Febrile Seizure)


Kejang demam dengan salah satu ciri berikut ini:
- Kejang lama > 15 menit
- Kejang fokal atau parsial satu sisi, atau kejang umum didahului kejang parsial
- Berulang atau lebih dari 1 kali dalam 24 jam
Kejang lama adalah kejang yang berlangsung lebih dari 15 menit atau kejang
berulang lebih dari 2 kali dan di antara bangkitan kejang anak tidak sadar. Kejang
lama terjadi pada 8% kejang demam.Kejang fokal adalah kejang parsial satu sisi, atau
kejang umum yang didahului kejang parsial.Kejang berulang adalah kejang 2 kali
atau lebih dalam 1 hari, diantara 2 bangkitan kejang anak sadar. Kejang berulang
terjadi pada 16% di antara anak yang mengalami kejang demam.

18
Gambar 3.1 Gambaran Kejang

Dahulu Livingston membagi kejang demam menjadi 2 golongan, yaitu kejang


demam sederhana (simple febrile convulsion) dan epilepsi yang diprovokasi oleh
demam (epilepsy triggered of by fever).Ciri-ciri kejang demam sederhana menurut
Livingston adalah:
1. Kejang bersifat umum
2. Lamanya kejang berlangsung singkat (kurang dari 15 menit)
3. Usia waktu kejang demam pertama muncul kurang dari 6 tahun
4. Frekuensi serangan 1-4 kali dalam satu tahun
5. EEG normal
Kejang demam yang tidak sesuai dengan cirri tersebut diatas digolongkan
sebagai epilepsy yang dicetuskan oleh demam.

3.4. Etiologi dan Faktor Resiko


Beberapa teori dikemukakan mengenai penyebab terjadinya kejang demam, dua
diantaranya adalah karena lepasnya sitokin inflamasi (IL-1-beta), atau hiperventilasi
yang menyebabkan alkalosis dan meningkatkan pH otak sehingga terjadi kejang.
Kejang demam juga diturunkan secara genetik sehingga eksitasi neuron terjadi lebih
mudah. Pola penurunan genetik masih belum jelas, namun beberapa studi

19
menunjukkan keterkaitan dengan kromosom tertentu seperti 19p dan 18q13-21,
sementara studi lain menunjukkan pola autosomal dominan. Demam yang memicu
kejang berasal dari proses ekstrakranial, paling sering disebakan karena infeksi
saluran napas akut, otitis media akut, roseola, infeksi saluran kemih, dan infeksi
saluran cerna.3,6

Tabel 3.1 Etiologi Kejang Pada Anak

Terdapat beberapa faktor yang berperan dalam etiologi kejang demam, yaitu:
1. Faktor demam

20
Gambar 3.2 Faktor demam
Demam ialah hasil pengukuran suhu tubuh diatas 37,o8C aksila atau diatas
38,3oC rectal. Demam dapat disebabkan oleh berbagai sebab, tetapi yang tersering
pada anak disebabkan oleh infeksi dan infeksi virus merupakan penyebab terbanyak.
Demam merupakan faktor utama timbulnya bangkitan kejang.6
Kenaikan suhu tubuh berpengaruh terhadap nilai ambang kejang dan
eksitabilitas neural, karena kenaikan suhu tubuh berpengaruh pada kanal ion dan
metabolisme seluler serta produksi ATP. Setiap kenaikan suhu tubuh satu derajat
celcius akan meningkatkan metabolism karbohidrat sebesar 10-15%, sehingga
meningkatkan kebutuhan glukosa dan oksigen.6,12
Demam tinggi akan mengakibatkan hipoksia jaringan termasuk jaringan otak.
Pada keadaan hipoksia, otak akan kekurangan energi sehingga mengganggu fungsi
normal pompa Na+. Permeabilitas membran sel terhadap Na+ meningkat sehingga
menurunkan nilai ambang kejang dan memudahkan timbulnya bangkitan kejang.
Demam juga dapat merusak neuron GABA-ergik sehingga fungsi inhibisi
terganggu.Bangkitan kejang demam banyak terjadi pada kenaikan suhu tubuh
berkisar 38,9oC-39,9oC (40-56%). Bangkitan kejang terjadi pada suhu tubuh 37oC-
38,9oC sebanyak 11% dan sebanyak 20% kejang demam terjadi pada suhu tubuh
diatas 40oC.6,12

2. Faktor usia
Tahap perkembangan otak dibagi 6 fase yaitu :
a. Neurulasi
b.Perkembangan prosensefali
c. Proliferasi neuron
d.Migrasi neural
e. Organisasi
f. Mielinisasi

21
Tahapan perkembangan otak intrauteri dimulai fase neurulasi sampai migrasi
neural. Fase perkembangan organisasi dan mielinisasi masih berlanjut sampai tahun-
tahun pertama paskanatal. Kejang demam terjadi pada fase perkembangan tahap
organisasi sampai mielinisasi. Fase perkembangan otak merupakan fase yang rawan
apabila mengalami bangkitan kejang, terutama fase perkembangan organisasi.Pada
keadaan otak belum matang (developmental window), reseptor untuk asam glutamat
seabagi reseptor eksitator padat dan aktif, sebaliknya reseptor GABA sebagai
inhibitor kurang aktif, sehingga otak belum matang eksitasi lebih dominan dibanding
inhibisi.6,12
Corticotrophin releasing hormon (CRH) merupakan neuropeptid eksitator,
berpotensi sebagai prokonvulsan. Pada otak belum matang kadar CRH di hipokampus
tinggi dan berpotensi untuk terjadi bangkitan kejang apabila terpicu oleh
demam.Anak pada masa developmental window merupaka masa perkembangan otak
fase organisasi yaitu saat anak berusia kurang dari 2 tahun. Pada masa ini, apabila
anak mengalami stimulasi berupa demam, maka akan mudah terjadi bangkitan
kejang.Sebanyak 4% anak akan mengalami kejang demam dan 90% kasus terjadi
pada anak antara usia 6 bulan sampai dengan 5 tahun, dengan kejadian paling sering
pada anak usia 18 sampai dengan 24 bulan.6,12

3. Riwayat keluarga
Belum dapat dipastikan cara pewarisan sifat genetik terkait dengan kejang
demam. Pewarisan gen secara autosomal dominan paling banyak ditemukan sekitar
60-80%.Apabila salah satu orang tua memiliki riwayat kejang demam maka anaknya
berisiko sebesar 20-22%. Apabila kedua orang tua mempunyai riwayat pernah
menderita kejang demam maka resikonya meningkat menjadi 59-64%. Sebaliknya
apabila kedua orangtuanya tidak mempunyai riwayat kejang demam maka risiko
terjadi kejang demam hanya 9%. Pewarisan kejang demam lebih banyak oleh ibu
dibandingkan ayah yaitu 27% : 7%.6,11,12

22
4. Faktor prenatal dan perinatal
Usia ibu kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun dapat mengakibatkan
berbagai komplikasi kehamilan dan persalinan. Komplikasi kehamilan diantaranya
hipertensi dan eklamsia, sedangkan gangguan pada persalinan diantaranya trauma
persalinan. Hipertensi pada ibu dapat menyebabkan aliran darah ke plasenta
berkurang sehingga berakibat keterlambatan pertumbuan intrauterine, prematuritus
dan BBLR. Komplikasi persalinan diantaranya partus lama. Keadaan tersebut dapat
mengakibatkan janin dengan asfiksia sehingga akan terjadi hipoksia dan iskemia.
Hipoksia mengakibatkan lesi pada daerah hipokampus, rusaknya faktor inhibisi dan
atau meningkatnya fungsi neuron eksitasi, sehingga mudah timbul kejang bila ada
rangsangan yang memadai seperti demam.6,12

5. Faktor paskanatal
Risiko untuk perkembangan kejang akan menjadi lebih tinggi bila serangan
berlangsung bersamaan dengan terjadinya infeksi sistem saraf pusat seperti
meningitis, ensefalitis, dan terjadinya abses serta infeksi lainnya. Ensefalitis virus
berat seringkali mengakibatkan terjadinya kejang. Di Negara-negara barat penyebab
yang paling umum adalah virus herpes simplex (tipe 1) yang menyerang lobus
temporalis.Selain infeksi, ditemukan bukti bahwa cedera kepala memicu kejadian
kejang demam pada anak sebesar 20,6%.6,12

3.5. Patofisiologi
Faktor yang dapat menjelaskan mekanisme terjadinya kejang yaitu zat yang
dikenal sebagai gama-aminobutyric acid (GABA). GABA adalah salah satu jenis
neurotransmitter inhibisi utama di susunan saraf pusat. Ketidakseimbangan antara
eksitasi dan inhibisi di otak serta penurunan fungsi GABA dapat
menimbulkan terjadinya kejang.6,7Menurunnya hambatan potensial aksi oleh
GABA disebabkan karena beberapa faktor tertentu, yang meliputi:6,8,9,11,12

23
1. Menurunnya kecepatan pelepasan GABA, misalnya karena menurunnya enzim
pembentuk GABA.
2. Menurunnya efisiensi GABA oleh karena perubahan lingkungan seperti
demam atau anoksia.
3. Meningkatnya bahan eksogen dan endogen yang memblok aksi pasca
sinaps GABA dan hambatan lepas muatan.
Hambatan atau penurunan dari GABA dapat secara langsung
menginduksiterjadinya ledakan lepas muatan yang menyebabkan kejang.
Neurotransmittereksitatori akan membuka saluran ion natrium sehingga
meningkatkan pemasukannatrium, hal ini menyebabkan depolarisasi dan
meningkatkan kecepatan lepasmuatan. Neurotransmitter inhibitori, dalam hal ini
GABA akan membuka saluranion klorida, menyebabkan pemasukan ion klorida,
menimbulkan hiperpolarisasidan menurunkan kecepatan lepas muatan neuron.
Kenaikan suhu 1oC pada keadaan demam akan mengakibatkan kenaikanmetabolisme
basal 10-15% dan kebutuhan oksigen 20%. Akibatnya terjadi perubahan
keseimbangan dari membran sel otak. Dalam waktu singkat terjadilepasan muatan
listrik. Lepasnya muatan listrik yang cukup besar dapat meluas keseluruh sel di
dekatnya dengan bantuan neurotransmitter, sehingga terjadi kejang.Di tingkat
membran sel, fokus kejang memperlihatkan beberapa fenomenabiokimiawi, seperti
berikut:
-
Instabilitas membran sel saraf sehingga sel lebih mudah mengalami pengaktifan.
-
Neuron-neuron hipersensitif dengan ambang untuk melepaskan muatan menurun
dan apabila terpicu akan melepaskan muatan secara berlebihan.
-
Kelainan polarisasi yang disebabkan oleh kelebihan asetilkolin atau defisiensi
GABA.
-
Ketidakseimbangan ion yang mengubah keseimbangan asam-basa atau elektrolit,
yang menggangu homeostasis kimiawi neuron sehingga terjadi kelainan pada
depolarisasi neuron. Gangguan keseimbanagn ini menyebabkan peningkatan

24
berlebihan neurotransmitter eksitatori atau deplesi neurotransmiter
inhibitorik.6,8,9,10,12

Gambar 3.3 Patofisiologi Kejang Demam

3.6. Manifestasi Klinis


Kejang selalu didahului oleh naiknya suhu tubuh dengan cepat. Pada kejang
demam sederhana, tipe kejang berupa kejang umum klonik atau tonik-klonik.
Seringkali kejang berhenti sendiri. Setelah kejang berhenti, anak tidak memberi reaksi
apapun untuk sejenak, tetapi setelah beberapa detik atau menit anak terbangun dan
sadar kembali tanpa defisit neurologis. Adanya tanda kejang demam fokal atau parsial
selama maupun sesudah kejang (misalnya pergerakan satu tungkai saja, atau satu
tungkai terlihat lebih lemah dibanding yang lain) menunjukkan kejang demam
kompleks, dapat diikuti oleh hemiparesis sementara (hemiparesis todd) yang
berlangsung beberapa jam sampai beberapa hari.4,6

25
Perbedaan kejang demam demam sederhana (KDS) dan kompleks (KDK) dapat
dilihat pada tabel berikut.6

Tabel 3.2 Perbedaan kejang demam sederhana dan kompleks


No Klinis KDS KDK
1 Durasi < 15 menit > 15 menit
2 Tipe kejang Umum Umum/fokal
3 Berulang dalam satu episode 1 kali >1 kali
4 Defisit neurologis - ±
5 Riwayat keluarga kejang demam ± ±
6 Riwayat keluarga kejang tanpa demam ± ±
7 Abnormalitas neurologis sebelumnya ± ±

3.7. Diagnosis4,6,8
Diagnosis kejang demam ditegakkan setelah penyebab kejang yang lain dapat
disingkirkan yaitu meliputi meningitis, ensefalitis, trauma kepala, ketidak seimbangan
elektrolit, dan penyebab kejang akut lainnya. Dari beberapa diagnosis banding
tersebut, meningitis merupakan penyebab kejang demam yang lebih mendapat
perhatian. Angka kejadian meningitis pada kejang yang disertai demam yaitu 2-
5%.Kejang disertai demam adalah hal yang sering terjadi pada anak. Banyak
diantaranya disebabkan proses intrakranium yang yang berbahaya ataupun proses
sistemik. Kondisi-kondisi ini harus dapat dibedakan dengan segera dari kejang
demam.9
a. Anamnesis4,6,8,12
- Waktu terjadi kejang durasi, frekuensi, interval antara 2 serangan kejang, sifat
kejang (fokal atau umum)
- Bentuk kejang (tonik, klonik, tonik-klonik)
- Kesadaran sebelum dan sesudah kejang (menyingkrikan diagnosis
meningoensefalitis)
- Riwayat demam (sejak kapan, timbul mendadak atau perlahan, menetap atau
naik turun)

26
- Menentukan penyakit yang mendasari teradinya demam (ISPA, OMA, GE)
- Riwayat kejang sebelumnya (kejang disertai demam maupun tidak disertai
demam atau epilepsi)
- Riwayat gangguan neurologis (menyingkirkan diagnosis epilepsi)
- Riwayat keterlambatan pertumbuhan dan perkembangan
- Trauma kepala
b. Pemeriksaan Fisik
- Kesadaran: apakah terdapat penurunan kesadaran
- Tanda vital terutama suhu
- Manifestasi kejang yang terjadi, misal: pada kejang multifokal yang
berpindah-pindah atau kejang tonik, yang biasanya menunjukkan adanya
kelainan struktur otak
- Kesadaran tiba-tiba menurun sampai koma dan berlanut dengan
hipoventilasi, henti nafas, kejang tonik, posisi deserebrasi, reaksi pupil
terhadap cahaya negative, dan terdapatnya kuadriparesisflasid mencurigakan
terjadinya perdarahan intraventrikular
- Pada kepala apakah terdapat fraktur, depresi atau mulase kepala berlebihan
yang disebabkan oleh trauma
- Ubun-ubun besar yang tegang dan menonjol menunjukkan adanya
peninggian tekanan intracranial yang dapat disebabkan oleh pendarahan
subarachnoid atau subdural. Pada bayi yang lahir dengan kesadaran menurun,
perlu dicari luka atau bekas tusukan janin di kepala atau fontanel anterior
yang disebabkan karena kesalahan penyuntikan obat anastesi pada ibu
- Terdapatnya stigma berupa jarak mata yang lebar atau kelainan kraniofasial
yang mungkin disertai gangguan perkembangan korteks serebri
- Transluminasi kepala yang positif dapat disebabkan oleh penimbunan cairan
subdural atau kelainan bawaan seperti parensefali atau hidrosefalus

27
- Pemeriksaan untuk menentukan penyakit yang mendasari terjadinya demam
(ISPA, OMA, GE)
- Pemeriksaan reflex patologis
- Pemeriksaan tanda rangsang meningeal (menyingkirkan diagnosis
meningoensefalitis)
c. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium tidak dikerjakan secara rutin pada kejang demam,
tetapi dapat dikerjakan untuk mengevaluasi sumber infeksi penyebab demam.
Pemeriksaan laboratorium yang dapat dikerjakan atas indikasi misalnya darah perifer,
elektrolit, dan gula darah.
- Darah tepi lengkap
- Elektrolit, glukosa darah, diare, muntah, hal lain yang dapat mengganggu
keseimbangan elektrolit atau gula darah
- Pemeriksaan fungsi hati dan ginjal untuk mendeteksi gangguan metabolism
- Kadar TNF alfa, IL-1 alfa dan IL-6 pada CSS, jika meningkat dapat dicurigai
ensefalitis akut/ensefalopati
d. Pemeriksaan Penunjang
- Pungsi lumbal
Pemeriksaan cairan serebrospinal dilakukan untuk menegakkan atau
menyingkirkan kemungkinan meningitis. Berdasarkan bukti-bukti terbaru,
saat ini pemeriksaan pungsi lumbal tidak dilakukan secara rutin pada
anak berusia <12 bulan yang mengalami kejang demam sederhana dengan
keadaan umum baik.Indikasi pungsi lumbal, yaitu:
1. Terdapat tanda dan gejala rangsang meningeal
2. Terdapat kecurigaan adanya infeksi SSP berdasarkan anamnesis dan
pemeriksaan klinis

28
3. Dipertimbangkan pada anak dengan kejang disertai demam yang
sebelumnya telah mendapat antibiotik dan pemberian antibiotic tersebut
dapat mengaburkan tanda dan gejala meningitis.
- Elektroensefalografi (EEG)
Indikasi pemeriksaan EEG yaitu untuk kejang demam yang bersifat fokal.
Dilakukan pada kejang fokal untuk menentukan adanya fokus
kejang di otak yang membutuhkan evaluasi lebih lanjut.
- Pencitraan
Pemeriksaan neuroimaging (CT scan atau MRI kepala) tidak rutin dilakukan
pada anak dengan kejang demam sederhana. Indikasi pemeriksaannya seperti
pada kelainan neurologis fokal yang menetap, misalnya hemiparesis atau
paresis nervus kranialis.2,4,6,10
e. Diagnosis Banding
Menghadapi seorang anak yang menderita demam dengan kejang harus
dipikirkan penyebab kejang itu di dalam atau di luar susunan saraf pusat. Kelainan di
dalam otak biasanya karena infeksi misalnya meningitis, ensefalitis, abses otak, dan
lain-lain. Oleh sebab itu perlu waspada untuk menyingkirkan dahulu apakah ada
kelainan organis di otak. Menegakkan diagnosa meningitis tidak selalu mudah
terutama pada bayi dan anak yang masih muda. Pada kelompok ini, gejala meningitis
sering tidak khas dan gangguan neurologisnya kurang nyata. Oleh karena itu agar
tidak terjadi kekhilafan yang berakibat fatal dapat dilakukan pemeriksaan cairan
serebrospinal yang umumnya diambil melalui pungsi lumbal baru setelah itu
dipikirkan apakah kejang demam ini tergolong dalam kejang demam atau epilepsi
yang diprovokasi oleh demam.6,10

29
Tabel 3.3 Diagnosis Banding
No Kriteria banding Kejang demam Epillepsi Meningitis Ensefalitis
1 Demam Pencetusnya demam Tidak berkaitan Salah satu gejalanya
(Peningkatan suhu dengan demam demam (Demam
tubuh secara cepat terjadi bersamaan
diikuti oleh kejang) atau setelah kejang)
2. Defisit neurologi (-) (+) (+)
3. Kejang berulang (+) (+) (+)
4. Penurunan (+) (-) (+)
kesadaran

3.8. Tatalaksana Kejang4,6,8,12


Pada umumnya kejang berlangsung singkat (rerata 4 menit) dan pada
waktu pasien datang, kejang sudah berhenti. Apabila saat pasien datang
dalam keadaan kejang, obat yang paling cepat untuk menghentikan kejang
adalah diazepam intravena. Dosis diazepam intravena adalah 0,2-0,5 mg/kg
perlahan-lahan dengan kecepatan 2 mg/menit atau dalam waktu 3-5 menit,
dengan dosis maksimal 10 mg. Secara umum, penatalaksanaan kejang akut
mengikuti algoritma kejang pada umumnya.

30
Gambar 3.4 Tatalaksana Kejang

Obat yang praktis dan dapat diberikan oleh orangtua di rumah


(prehospital) adalah diazepam rektal. Dosis diazepam rektal adalah 0,5-0,75
mg/kg atau diazepam rektal 5 mg untuk anak dengan berat badan kurang
dari 12 kg dan 10 mg untuk berat badan lebih dari 12 kg. Bila setelah pemberian
diazepam rektal kejang belum berhenti, dapat diulang lagi dengan cara dan dosis yang
sama dengan interval waktu 5 menit.
Bila setelah 2 kali pemberian diazepam rektal masih tetap kejang, dianjurkan
ke rumah sakit. Di rumah sakit dapat diberikan diazepam intravena. Jika kejang masih
berlanjut, lihat algoritme tatalaksana status epileptikus. Bila kejang telah berhenti,
pemberian obat selanjutnya tergantung dari indikasi terapi antikonvulsan profilaksis.
- Antipiretik
Tidak ditemukan bukti bahwa penggunaan antipiretik mengurangi risiko
terjadinya kejang demam. Meskipun demikian, dokter neurologi anak di Indonesia
sepakat bahwa antipiretik tetap dapat diberikan. Dosis parasetamol yang digunakan
adalah 10-15 mg/kg/kali diberikan tiap 4-6 jam. Dosis ibuprofen 5-10 mg/kg/kali,
3-4 kali sehari.
- Antikonvulsan
Pemberian obat antikonvulsan intermiten yaitu obat antikonvulsan yang
diberikan hanya pada saat demam. Profilaksis intermiten diberikan pada kejang
demam dengan salah satu faktor risiko di bawah ini:
a. Kelainan neurologis berat, misalnya palsi serebral
b. Berulang 4 kali atau lebih dalam setahun
c. Usia <6 bulan
d. Bila kejang terjadi pada suhu tubuh kurang dari 39oC
e. Apabila pada episode kejang demam sebelumnya, suhu tubuh
meningkat dengan cepat.

31
Obat yang digunakan adalah diazepam oral 0,3 mg/kg/kali per oral atau rektal 0,5
mg/kg/kali (5 mg untuk berat badan <12 kg dan 10 mg untuk berat badan >12 kg),
sebanyak 3 kali sehari, dengan dosis maksimum diazepam 7,5 mg/kali. Diazepam
intermiten diberikan selama 48 jam pertama demam. Perlu diinformasikan pada
orangtua bahwa dosis tersebut cukup tinggi dan dapat menyebabkan ataksia,
iritabilitas, serta sedasi.
Pemberian obat antikonvulsan rumatanhanya diberikan terhadap kasus selektif
dan dalam jangka pendek.Indikasi pengobatan rumatan yaitu:
a. Kejang fokal
b. Kejang lama >15 menit
c. Terdapat kelainan neurologis yang nyata sebelum atau sesudah kejang, misalnya
palsi serebral, hidrosefalus, hemiparesis.
Kelainan neurologis tidak nyata, misalnya keterlambatan
perkembangan, bukam merupakan indikasi pengobatan rumatan.Kejang fokal atau
fokal menjadi umum menunjukkan bahwa anak mempunyai fokus organik yang
bersifat lokal. Pada anak dengan kelainan neurologis berat dapat diberikan edukasi
untuk pemberian terapi profilaksis intermiten terlebih dahulu, jika tidak
berhasil/orangtua khawatir dapat diberikan terapi antikonvulsan rumatan.
Antikonvulsan untuk pengobatan rumatan yang dapat diberikan yaitu obat
fenobarbital atau asam valproat setiap hari efektif dalam
menurunkan risiko berulangnya kejang. Pemakaian fenobarbital setiap hari dapat
menimbulkan gangguan perilaku dan kesulitan belajar pada 40-50% kasus. Obat
pilihan saat ini adalah asam valproat. Pada sebagian kecil kasus, terutama yang
berumur kurang dari 2 tahun, asam valproat dapat menyebabkan gangguan fungsi
hati. Dosis asam valproat adalah 15-40 mg/kg/hari dibagi dalam 2 dosis, dan
fenobarbital 3-4 mg/kg/hari dalam 1-2 dosis.

32
Pengobatan diberikan selama 1 tahun, penghentian pengobatan rumat
untuk kejang demam tidak membutuhkan tapering off, namun dilakukan
pada saat anak tidak sedang demam.

3.9. Edukasi6,8,10
Kejang merupakan peristiwa yang menakutkan bagi setiap orangtua. Pada
saat kejang, sebagian besar orangtua beranggapan bahwa anaknya akan
meninggal. Kecemasan tersebut harus dikurangi dengan cara diantaranya:
1. Tetap tenang dan tidak panik.
2. Longgarkan pakaian yang ketat terutama di sekitar leher.
3. Bila anak tidak sadar, posisikan anak miring. Bila terdapat muntah, bersihkan
muntahan atau lendir di mulut atau hidung.
4. Walaupun terdapat kemungkinan (yang sesungguhnya sangat kecil) lidah tergigit,
jangan memasukkan sesuatu kedalam mulut.
5. Ukur suhu, observasi, dan catat bentuk dan lama kejang.
6. Tetap bersama anak selama dan sesudah kejang.
7. Berikan diazepam rektal bila kejang masih berlangsung lebih dari 5 menit. Jangan
berikan bila kejang telah berhenti. Diazepam rectal hanya boleh diberikan satu
kali oleh orangtua.
8. Bawa ke dokter atau rumah sakit bila kejang berlangsung 5 menit atau
lebih, suhu tubuh lebih dari 40 derajat Celsius, kejang tidak berhenti
dengan diazepam rektal, kejang fokal, setelah kejang anak tidak sadar,
atau terdapat kelumpuhan.

3.10. Prognosis4,6,10
Prognosis kejang demam secara umum sangat baik. Kejadian kecacatan
sebagai komplikasi kejang demam tidak pernah dilaporkan. Perkembangan
mental dan neurologis umumnya tetap normal pada pasien yang sebelumnya

33
normal. Kelainan neurologis dapat terjadi pada kasus kejang lama atau kejang
berulang, baik umum maupun fokal. Suatu studi melaporkan terdapat
gangguan recognition memory pada anak yang mengalami kejang lama. Hal
tersebut menegaskan pentingnya terminasi kejang demam yang berpotensi
menjadi kejang lama.
Kejang demam akan berulang kembali pada sebagian kasus. Faktor resiko
berulangnya kejang demam adalah:
1. Riwayat kejang demam atau epilepsi dalam keluarga
2. Usia kurang dari 12 bulan
3. Suhu tubuh kurang dari 39oC saat kejang
4. Interval waktu yang singkat antara awitan demam dengan terjadinya kejang.
5. Apabila kejang demam pertama merupakan kejang demam kompleks.
Bila seluruh faktor tersebut di atas ada, kemungkinan berulangnya
kejang demam adalah 80%, sedangkan bila tidak terdapat faktor tersebut
kemungkinan berulangnya kejang demam hanya 10-15%. Kemungkinan berulangnya
kejang demam paling besar pada tahun pertama.

34
BAB IV
ANALISA KASUS

Berdasarkan alloanamnesis pasien, pasien bayi perempuan usia 7 bulan,


dating ke IGD Rumah Sakit Bhayangkara Jambi pada tanggal 03 September 2018.
Pada kasus ini diambil beberapa pembahasan, yaitu
Pasien dating dengan kejang. Kejang dirasakan kurang lebih 1 menit dan telah
berulang lebih dari 3 kali sejak pagi hari sebelum pasien masuk rumah sakit. Saat
kejang mata pasien melihat keatas dan kejang dirasakan diseluruh tubuh. Menurut
pengakuan orangtua pasien, setelah 2 kali kejang pasien sempat tidak sadar. Kejang
didahului oleh demam tinggi. Hal ini sesuai dengan teori, dimana pada kejang demam
akan terjadi kenaikan suhu tubuh (diatas 38 ) yang disebabkan oleh suatu proses
ekstrakranial. Pada kejang demam kompleks didapatkan kejang berulang atau lebih
dari 1 kali dalam 24 jam, kejang bersifat parsial atau kejang umum yang didahului
oleh kejang parsial. Kejang demam biasanya terjadi pada bayi dan anak biasanya
terjadi antara umur 3 bulan sampai dengan 5 tahun.
Dari alloanamnesis juga didapatkan pasien sebelumnya batuk dan pilek 2 hari
yang lalu. Menurut teori, demam yang memicu kejang berasal dari proses
ekstrakranial, paling sering disebabkan karena infeksi saluran napas akut, otitis media
akut, roseola, infeksi saluran kemih, dan infeksi saluran cerna. Berdasarkan
pemeriksaan fisik tidak didapatkan defisit neurologis, yang menurut teori pada pasien
KDK bisa terdapat defisit neurologis dan bias juga tidak.
Salah satu diagnosis bandingnya adalah meningitis. Dimana dapat juga
didahului oleh infeksi pernafasan dan terjadi kejang. Namun pada meningitis
ditemukan kaku kuduk dan defisit neurologis. Sedangkan pada engsefalisitis juga
ditemukan kejang umum ataupun parsial dengan suhu tubuh yang naik mendadak
namun akan terjadi penurunan kesadaran.

35
Pemeriksaan anjuran yang dapat dilakukan adalah ct-scan kepala untuk
menyingkirkan adanya kelainan pada upacranial pada pasien . Pungsi lumbal
dilakukan untuk menyingkirkan diagnosis meningitis, sedangkan pemeriksaan EEG
dilakukan untuk melihat fokus kejang di otak.
Terapi yang diberikan yaitu IVFD RL10 TPM (makro) untuk memenuhi
kebutuhan air pasien. Diazepam diberikan sebagai anti kolfusan untuk menghentikan
kejang. Paracetamol Infus diberikan sebagai anti Piretic untuk menurunkan suhu
tubuh pasien dan mengurangi resiko terjadinya kejang demam. Ceftizidine diberikan.
Racikan mukolitik, ketotifen, vit. C dan tremenza diberikan.
Prognosis kejang demam secara umum sangat baik. Factor resiko terjadinya
kejang berulang pada pasien ini adalah interfal waktu yang singkat antara awitan
demam terjadinya kejang dan kejang demam pertama yang dialaminya merupakan
kejang demam kompleks.

36
DAFTAR PUSTAKA

1. Arif Mansjoer., d.k.k,. Kejang Demam di Kapita Selekta Kedokteran. Media


Aesculapius FKUI. Jakarta: 2000
2. Ismail S,dkk. Rekomendasi Penatalaksanaan Kejang Demam. Badan Penerbit
IDAI. Jakarta: 2016
3. Rumah Sakit Umum Dokter Soetomo. Pedoman Diagnosis dan Terapi Bag/Smf
Ilmu Kesehatan Anak. Edisi III. Jakarta: Rumah Sakit Umum Dokter Soetomo;
2008
4. Vestergaard M, Pedersen MG, Ostergaard JR, Pedersen CB, Olsen J, Christensen
J. Death in children with febrile seizures: a population-based cohort study.
Lancet.2008;372(9637):457-63
5. Pudjiadi AH, Latief A, penyunting. Buku Ajar Pediatric Gawat Darurat. Jakarta:
Badan penerbit IDAI; 2008
6. Hardiono DP, Dwi PW, Sofyan I, penyunting. KonsensusPenatalaksanaanKejang
Demam. Jakarta: Badan penerbit IDAI; 2006
7. Widyasari J. Kejang. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah;
2010
8. Punjiadi AH, Hegar B, Hardyastuti S, Idris NS, Gandaputra EP, Harmoniati ED,
penyunting. Pedoman Pelayanan Medis Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI).
Jakarta: Badan penerbit IDAI; 2011
9. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit, WHO, IDAI, dan Bakti
Husada; 2008
10. Wastoro DD, Muryawan M, Anindita. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak.
Semarang: Fakultas kedokteran UNDIP; 2011
11. Karen JM, Robert MK, Hal BJ, Richard EB. Nelson Ilmu Kesehatan Anak
Esensial. Edisi ke VI. Jakarta: Saunders Elsevier; 2011
12. WHO based childgrowth http://www.who.int/childgrowth/standars/

37

Anda mungkin juga menyukai