Anda di halaman 1dari 6

PENDAHULUAN Infeksi terkait pelayanan kesehatan [health care-associated

infection/nosokomial] di NICU merupakan infeksi yang didapatkan di rumah sakit


ketika pasien mendapatkan pengobatan karena kondisi lainnya. Walaupun infeksi ini
jarang menyebabkan kematian dibandingkan infeksi onset awal lainnya, gangguan ini
dipertimbangkan sebagai akibat dari masalah kesehatan dan ekonomi. Kebanyakan
infeksi ini terjadi di NICU karena prosedur dan instrumen yang dibutuhkan untuk
kepentingan hidup pasien anak. Karenanya, mungkin saja untuk mengurangi tingkat
infeksi ini dengan cara membatasi beberapa epnggunaan prosedur. Selain itu, infeksi
ini tidak lagi diterima jika terjadi pada neonatal intensive care. Namun, sangat
memungkinkan bagi dokter untuk mengurangi resiko infeksi ini dengan cara
melakukan prosedur invasif hanya pada saat dibutuhkan dan dengan cara yang paling
aman. Terdapat beberapa bukti yang mendukung konsep strategi proaktif untuk
mencegah infeksi pada NICU, walaupun data yang mendukung intervensi dengan
kontrol khusus untuk neonatus masih terbatas. Walaupun neonatus memang
mempunyai tingkat kerentanan tertentu, ada alasan untuk mempercayai bahwa
intervensi terbukti efektif untuk pasien anak atau dewasa di ICU, namun tidak begitu
unutk NICU. Karena berbagai masalah unik yang terjadi pada neonatus, intervensi
masih membutuhkan sarana dan penelitian lebih lanjut sebelum diterapkan.
Higienitas tangan tetap menjadi metode paling efektif untuk mengurangi infeksi
nosokomial. Rumah sakit dengan tingkat kepatuhan higienitas tangan mempunyai
tingkat infeksi melalui darah yang lebih rendah; namun tingkat kepatuhan dari praktik
higienitas tangan masih terbilang tidak optimal. Penelitian meta-analysis
menyimpulkan bahwa program pendidikan dan tim peningkatan kualitas multi-
disiplin dapat terbukti efektif untuk meningkatkan tingkat kepatuhan dalam prosedur
higienitas tangan; namun, untuk setiap dari 33 penelitian memasukkan lebih dari 1
intervensi, dan sangat sulit untuk menentukan metodemana yang paling efisien.
Center for Disease Control and Prevention (CDC) mempublikasikan panduan untuk
higienitas tangan dalam tempat pelayanan kesehatan di tahun 2002. Walaupun
panduan ini sudah disetujui oleh masyrakat luas dan digunakan oleh anggota dari
National Nosocomial Infection Surveillance System, sebuah analisa menyatakan
bahwa penerapan dari panduan ini tidak memiliki dampak bermakna untuk tingkat
kepatuhan dalam prosedur higienitas tangan (nilai rata-rata, 56.6%).
Panduan untuk Perawatan Perinatal edisi keenam, menyarakan untuk
penggunaan sabun antiseptik atau gel berbasis alkohol, atau sabun untuk sanitasi
tangan rutin, jika tangan mengalami kontaminasi yang tidak terlihat. Jika tangan
mengalami kontaminasi yang terlihat, mereka harus membersihkan tangannya
terlebih dahulu dengan sabun dan air. Larson et al membandingkan efektifitas dari
cuci tangan tradisional dengan antiseptik dan sanitasi tangan dengan alkohol dalam
mengurangi perkembangan bakteri. Tidak terdapat perbedaan dalam nilai rata-rata
hitung mikroba pada tangan suster atau tingkat infeksi diantara pasien NICU; namun
kondisi tangan perawat terbukti lebih baik pada pemberian alkohol. Penelitian lainnya
menyatakan bahwa efektifitas dari produk berbasis alkohol, namun tidak terdapat data
yang membuktikan bahwa prosedur ini lebih baik. Tingkat kepatuhan higienitas
tangan bisa membaik jika kita menggunakan produk berbasis alkohol untuk setiap
tempat tidur pasien anak.
Pada bulan Mei 2009, World Health Organization mempublikasikan kosensus
baru yang menyarakan tentang higienitas tangan. Panduan ini menyediakan tinjauan
komprehensi terkait higienitas tangan dalam pelayanan kesehatan dan bukti berbasis
kosensus untuk penerapan yang nyaa. Saran dari kosensus dikategorikan berdasarkan
dari CDC/Healthcare Infection Control Practice Advisory Committe grading system
(Tabel 1 dan 2). Sebagian daftar dari rekomendasi ini sesuai dengan penerapan di
NICU dan ditampilkan di Tabel 3.
Pencegahan infeksi central-atau infeksi yang berhubungan dengan aliran darah
Infeksi darah akibat pemakaian kateter merupakan infeksi rumah sakit
(nosokomial) yang paling sering ditemukan di NICU. Infeksi central line (infus)
terjadi sebagian besar karena teknik yang buruk pada saat pemasangan dan
penempatan kateter. Usaha utuk mengurangi tingakt kejadian infeksi ini biasanya
menurun berdasarkan 1-5 kategori: (1) panduan klinis untuk pemasangan dan
pemeliharaan infus; (2) pemakaian antibiotik profilaksis (termasuk terapi antibiotik
bertahap); (3) pelembab topikal untuk mengurangi penetrasi bakteri; (4) pemberian
ASI; dan (5) menutupi [gowning] pengunjung dan pasien. Tujuan dari program ini
adalah untuk mengurangi tingkat infeksi dari infus hingga mencapai angka nol.
Baik cholrheifdine (2%) dan povidoneiodine dianjurkan untuk antispetik kulit
pada bayi berusia 2 bulan ke atas, namun, chlorhexidine tidak disetujui oleh bagian
US Food and Drug Administration untuk bayi berusia dibawah 2 bulan. Pada
penelitian randomisasi, penggunaan dari chlorhexidine impregnated gauze dressing
(0.5% chlorhexidine gluconate dalam larutan alkohol 70%) pada bayi dengan berat
badan sangat rendah bisa mengurangi kolonisasi bakteri pada kateter infus
dibandingkan dengan penggunaan 10% povidone iodine scrub namun tidak
mengurangi tingkat kejadian dari infeksi infus. Karenanya, pada kelompok
chlorhexidine, dermatitis kontak terjadi pada 15% neonatus dengan berat kurang dari
1000 g. Pada penelitian meta analisis yang membandingkan larutan chlorhexidine
gluconate dengan larutan povidone iodine, penurunan resiko keseluruhan (untuk
infeksi central-line) dengan chlorhexidine gluconate dibandingkan dengan larutan
povidone-iodine diperkirakan sekitar 50%
Kontaminasi ekstraluminal dari jalur intrakutan juga mempunyai peran dalam
infeksi pemasangan kateter infus dan terjadi beberapa minggu setelah pemasangan.
Kateter akan menjadi lebih mobile (bergerak) setelah 1 minggu pemasangan dan bisa
terlepas dari tempat penusukan, sehingga bisa menarik organisme ke dalam jalur
kateter. Teknik untuk mengurangi kontaminasi ekstraluminal termasuk penerapan
higienitas tangan, pemasangan kateter aseptik (termasuk degnan pemakaian sterile
barrier maksimal untuk pemasangan kateter dan perawatannya), penggunaan
antiseptik topikal, dan penggunaan sterile dressing. Walaupun dressing (pembersihan)
transparent juga bisa menyajikan gambaran pada tempat pemasangan kateter, hal ini
jgua terbukti bisa menurunkan infeksi. Bagian pemasangan kateter harus dipantau
secara visual atau palpasi untuk harian, dan harus dibersihkan ulang setiap minggu.
Pada neonatus, terdapat data yang menunjukkan bahwa tunnel catether mempunyai
resiko infeksi yang lebih rendah dibandingkan non-tunnel catether.
Setelah pemasangan selama 1 minggu, kolonisasi intraluminal setelah
manipulasi hub dan kontaminasi mempunyai peran dalam terjadinya infeksi pada
infus. Mahieu et al menyatakan bahwa frekuensi dari manipulasi kateter dapat
berkaitan langsung dengan frekuensi aliran darah. Penggunaan tubing (tabung) untuk
memasukkan produk darah atau emulsi lemak harus diganti setiap hari. Tubing
dengan menggunakan infus dekstrosa atau asam amino harus diganti setiap 4-7 hari.
Sangat penting untuk membuka seluruh kateter vena central jika penggunaannya
tidak lagi dibutuhkan. Banyak NICU yang melepaskan catether central ketika volume
dari makanan enteral sudah mencapai 80-100 ml/kg/hari. Pemberian obat antibiotik
topikal atau krim tidak boleh digunakan pada tempat pemasangan kateter.
Panduan untuk pencegahan infeksi akibat kateter infus sudah pernah
dipublikasikan. Panduan ini menyatakan saran tertentu untuk penggunaan catether
umbilical. Tingkat bukti dari panduan ini ditampilkan di bawah (Tabel 4).
Saat ini, terdapat penerapan terfokus dari “NICU care bundles” untuk
mengurangi tingkat infeksi nosokomial. Care bundles merupakan sekelompok
intervensi (diambil dari penelitian pada pasien dewasa atau rekomendasi dari
organisasi profesional) yang terbukti efektif. Pendekatan multiple ini dapat
mengurangi tingkat kejadian sepsis di rumah sakit untuk setiap pusat kesehatan jika
bisa diterapkan.
Coagulase-negative staphylococcus merupakan bakteri yang paling sering
menyebabkan infeksi pada infus di Amerika Serikat. Karenanya, penggunaan
vancomycin intravena dengan dosis rendah (dengan kosentrasi dibawah kosentrasi
inhibitor minimal) dianjurkan untuk mengurangi tingkat kejadian bakterimia yang
diakibatkan oleh coagulase-negative staphylococci. Lima penelitian randomisasi
klinis dengan pemberian vancomycin dosis-rendah pada neonatus prematur sudah
dilakukan, dimana semuanya dilakukan diatas tahun 1990. Pada 4 penelitian, terdapat
penurunan yang bermakna secara statistik untuk tingakt kejadian sepsis coagulase-
negative staphylococcal (resiko relatif [RR[, 0.11; 95% confidence interval [CI],
0.05-0.24); namun, tidak terdapat perebdaan bermakna dalam tingkat mortalitas dan
lama perawatan. Penggunaan dari terapi antibiotik bertahap juga diteliti. Cairan
antibiotik yang mengandung vancomycin akan dimasukkan ke dalam lume catether
untuk mengurangi kolinisasi intralumina. Kebanaykan penelitian randomisasi dari
terapi antibiotik ini sudah selesai dilakukan pada pasien dewasa dan anak yang lebih
besar. Meta-analysis dari penelitian ini menunjukkan adanya penurunan bermakna
dari infeksi di aliran darah (RR, 0.49; 95% CI, 0.26–0.95)
Penggunaan vancmycin sebagai solusi antibiotik (dimasukkan seteoah beberapa
periode flusing [pemasukan cairan] melalui catether) menunjukkan keuntungan yang
besar. Sebuah penelitian dari pemberian terapi antibiotik ini pada populasi nenatus
menunjukkan adanya penurunan bermakna dari infeksi aliran darah (RR, 0.13; 95%
CI, 0.01–0.57). Tidak terdapat peningkatan dari resistensi vancomycin pada saat
penelitian ini dilakukan; namun penelitian ini tidak mempunyai kekuatan yang cukup
untuk menjawab pertanyaan ini. Karena pertimbangan dari pengembangan organisme
yang resisten-vancomycin atau terapi antiviotik, penelitian lebih lanjut masih
disarankan.

Infeksi fungi (jamur) invasif juga berperan dalam 9-12% infeksi nosokomial
pada bayi dengan berat badan kurang dari 1500 gr. Pada penelitian prospektif di
National Institute for Child Health and Human Development research network, 9%
dari bayi dengan berat kurang dari 1000 gr mengalami candidiasis. Kematian atau
gangguan perkembangan neurologis terjadi pada 73% dari bayi tersebut. Pemberian
fluconazole profilaksis dianjurkan untuk mengurangi dari tingkat kejadian penyakit
invasif fungal. Rasional dari pencegahan kolonisasi fungal pada bayi dengan resiko
tinggi dapat mengurangi resiko penyakit invasif. Meta analisa dari 5 penelitian yang
membandingkan pemberian fluconazole sistemik dengan placebo, yang dilakukan
menunjukkan adanya penurunan yang bermakna secara statistik, terkait tingkat
kejadian infeksi invasif fungal (RR, 0.48; 95% CI, 0.31–0.73), namun, tidak terdapat
perbedaan bermakna terkait tingkat kematian sebelum pasien pulang dari rumah sakit,
dan juga data masih kurang untuk menilai hasil dari perkembangan neurologis pasien.
Terdapat sebuah pertimbangan dimana penggunaan azole untuk mencegah infeksi
fungal dapat menyebabkan peningkatan resistensi fluconazole atau toksisitas,
terutama pada bayi prematur yang masih mempunyai keterbatasan data terkait
farmakokinetik.
Pada berbagai NICU, terdapat sebuah peraturan untuk perawat dan pengunjung
untuk menggunakan gown (semacam pakaian steril) saat masuk ke tempat perawatan.
8 penelitian yang memantau keuntungan dari pemakaian gowning. Meta analisa
menyatakan bahwa tidak terdapat efek bermakna dalam pemakaian gowning untuk
mengurangi tingkat kejadian infeksi nosokomial sistemik (RR, 1.24; 95% CI, 0.90–
1.71). Karena alasan ini, gown tidak dibutuhkan untuk tindakan rutin di NICU oleh
perawat atau pengunjung. Peralatan pelindung personal lainnya mungkin dibutuhkan
di ruang isolasi terhadap beberapa patogen atau kondisi klinis tertentu, dan pada saat
dilakukan aktivitas atau prosedur tertentu.

Anda mungkin juga menyukai