Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Ilmu kalam adalah salah satu nama atau sebutan untuk ilmu yang
membicarakan ajaran-ajaran dasar agama Islam. Nama lain untuk ilmu ini banyak

macamnya sesuai dengan segi penekanannya atau dari sisi mana memandangnya.

Misalnya, disebut dengan nama ‘Ilm Ushul al-Din, karena ilmu ini membicarakan

tentang pokok-pokok (ushul) kepercayaan agama Islam. ilmu kalam tidak muncul

begitu saja tetapi melalui proses yang cukup lama serta peristiwa demi peristiwa yang

melatar belakangi munculnya (lahirnya) ilmu kalam. Adapun sebab-sebab munculnya

ilmu kalam yaitu persoalan politik tentang pergantian khalifah dan juga menyangkut

peristiwa pembunuhan Usman bin Affan. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi

Munculnya Ilmu Kalam dapat dibagi menjadi dua , yaitu faktor dari dalam ( internal)

dan faktor dari luar ( external).

Ketika Nabi Muhammad wafat sebagai kepala pemerintahan perhatian umat

terpusat pada masalah pergantian beliau sebagai kepalah pemerintahan, demi tetap

tegak dan berlanjutnya Negara Madina yang baru didirikan. Pemakaman jenazah

Nabi terlaksana justru setelah persoalan politik ini, pengganti kepala Negara,

rampung dimusyawarahkan. Dari sinilah awal timbulnya persoalan Khilafah, dan

pergantian Nabi sebagai kepala Negara atau pemerintah. didalam perkembangannya


dari masa ke masa juga melahirkan bermacam-macam pandangan di kalangan tokoh

pemikir politik dalam dunia Islam.1

Tiga puluh tahun pertama pasca wafatnya Nabi merupakan periode

ketegangan sosial politik antar aliran politik dalam Islam. Masalah-masalah muncul

di antara kaum muslimin bukan hanya soal kepemimpinan politik, tetapi juga apa dan

siapa yang mempresentasikan sebagai pemegan otoritas agama. Sebagai kaum

muslim tetap ingin berpegang pada perintah dan semangat agama, dan menghindari

perselisihan yang terjadi antar umat Islam dengan tetap pada posisi netral secara

politik. Sebagian yang lain justru bersikap terbalik , berselisih pendapat siapa yang

dikatakan sebagai muslim yang benar dan siapa yang bukan. 2

Zaman Nabi Muhammad saw merupakan cermin kehidupan Islam yang

murni. Setelah beliau wafat keadaan seperti ini masih terus berlanjut di bawah

kendali khalifah yang pertama, Abu Bakar al-Shiddieq. Selanjutnya

kepemimpinan beralih kepada Umar bin Khattab, yang mana telah membawa

Islam kepada kejayaannya. Setelah khalifah Umar bin khattab wafat dan

digantikan oleh Usman bin Affan sebagai khalifah ketiga, keadaan yang semula

harmonis dan tentram berangsur-angsur memudar bahkan mulai timbul benih-

benih kekacauan.

1
Amin Nurdin, dan Afifi Fauzi Abbas, Sejarah Pemikiran Islam (Cet.II; Jakarta: Imprint
Bumi Aksara, 2014), h. 1-2.

2
Abdullah Saeed, Pemikiran Islam: Sebuah Pengantar (Cet. I; Yokyakarta: Baitul Hikmah
Press, 2014), h.150.
Masa pemerintahan khalifah Usman merupakan titik kulminasi

kejayaan khulafa al-rasyidun, di mana pada masa itu mulai timbul benih-benih

permusuhan yang pada akhirnya menjadi penyebab kematian khalifah Usman.

Beberapa hari setelah terbunuhnya khalifah Usman, stabilitas

keamanan kota Madinah menjadi rawan. Ibn Harb memegang keamanan

ibukota selama kira-kira lima hari sampai terpilihnya khalifah baru. Kemudian

khalifah Ali bin Abi Thalib tampil menggantikan Usman sebagai khalifah. 3

Jadi sebab kemunculan ilmu kalam di picu oleh persoalan politik yang

menyangkut peristiwa pembunuhan Utsman bin Affan yang berbuntut pada

penolakan Mu’awiyah atas kekhalifaan Ail bin Abi Thalib. Keteganggan antara

Mu’awiyah dan Ali bin Abi Thalib memuncak menjadi perang siffin yang berakhir

dengan keputusan tahkim atau arbitrase. Untuk itu penting bagi kita untuk

mengetahui sebab-sebab munculnya ilmu kalam agar supaya kita mengetahui

bagaimana sejarah perjalanan atau peristiwa yang melatar belakangi adanya ilmu

kalam sejak dari zaman Rasulullah, sampai akhir pemerintahan khalifah ke empat

dari pemerintahan khulafaur Ar-Rasyidin sehingga tejadinya perseteruan antara

muawiyah bin abi sufyan dengan khalifah yang sah pada saat itu yang dijabat oleh Ali

bin abi thalib yang memuncak menjadi perang siffin dan diakhiri dengan tahkim.

Selanjutnya kita dapat mengambil pelajaran dari peristiwa-peristiwa tersebut.

Adapun makalah ini dapat saya buat dengan membaca, menelaah dan

membandingkan buku-buku yang televan kemudian kami analisis apa adanya

3
Ali Murfodi, Islam di Kawasan Kebudayaan Arab (Jakarta: Logos, 1997), h. 64.
sehinggah menambah informasi dari berbagai pihak. Dan bagi anda pembaca dapat

memperluas wawasan cakrawala berfikir dalam menagkap atau memahami makna-

makna ilmu kalam dari sudut pandang masing-masing dan dapat menerimah

pebedaan-perbedaan yang ada.

B. Rumusan Masalah

Berdasar dari urain latar belakang yang telah dikemukakan, maka yang
menjadi rumusan masalah pokok adalah, bagiamana Sejarah Munculnya

Pemikiran Kalam (Teologi)

Sebagai rumusan sub-sub masalah yang akan dikaji adalah,

1. Pengertian Pemikiran Islam (Teologi)

2. Faktor Penyebab Munculnya Pemikiran Islam


BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Pemikiran Kalam

Secara etimologi, kalam artinya pembicaraan, yakni pembicaraan dengan


menggunakan logika. Sehingga ciri utama dari ilmu kalam adalah Rasionalitas atau

logika searah dengan bahasa yunani logos yang berarti pembicaraan dalam bahasa

arab disebut dengan manthiq menurut. M. Abduh Ilmu kalam membicarakan

tentang wujud Allah (Sifat-sifat wajib, dan mesti ada pada –Nya dan sifat-sifat

mustahil atau tidak ada padanya ) dan juga membicarakan tentang rosul-rosul Allah

yang telah ditetapkannya serta sifat-sifat yang pasti ada padanya dan sifat-sifat yang

tidak mungkin ada padanya .

Salah satu istilah yang paling sering digunakan untuk menyebut teologi

Islam adalah ilmu kalam. Dalam bahasa arab istilah kalam mempunyai beberapa

pengertian. Kalau diterjemahkan secara umum kalam artinya pembicara, perdebatan

dan diskusi. Secarah harfiah kalam artinya perkataan dan percakapan. 4 Sedangkan
secara terminology bahwa ilmu kalam ialah ilmu yang membicarakan tentang wujud

Allah, sifat-sifat yang mesti ada pada-Nya, sifat-sifat yang tidak ada pada-Nya dan

sifat-sifa yang mesti ada pada-Nya.

Kalam berarti “kata-kata”. Kaum teolog Islam berdebat dengan kata-kata

dalam mempertahankan pendapat dan pemikirannya sehingga teolog disebut sebagai

mutakallim yaitu ahli debat yang pintar mengolah kata. Ilmu kalam juga diartikan

4
Murtadha Muthahhri, Mengenal Ilmu Kalam (Cet.I: Jakarta: Pustaka Zahra, 2002), h.25.
sebagai teologi Islam atau ushuluddin, ilmu yang membahas ajaran-ajaran dasar dari

agama. Mempelajari teologi akan memberi seseorang keyakinan yang mendasar dan

tidak mudah digoyahkan.

Menurut Husein Tripoli bahwa ilmu Kalam adalah ilmu yang membicarakan

bagaimana menetapkan kepercayaan-kepercayaan keagamaan dengan bukti-bukti

yang yakin. Istilah kalam ini digunakan untuk teologi karena pembicaraan,

perdebatan dan diskusi yang dimaksud adalah terkait persoalan-persoalan teologis.


Kalam merupakan bidang pengetahuan agama yang mengkaji tentang dasar

keyakinan, dalil-dalil, dan pembelaan atas serangan terhadap pondasi keimanan

Islam. Menurut Ibnu Khaldun (1333-1404) bahwa ilmu kalam atau ilmu tauhid ialah

ilmu yang berisi alasan-alasan yang mempertahankan kepercayaan-kepercayaan

iman, dengan menggunakan dalil-dalil pikiran dan berisi bantahan-bantahan terhadap

orang-orang yang menyeleweng dari kepercayaan salaf dan ahl Sunnah.5

Ilmu kalam disebut juga ilmu tauhid karena tujuannya ialah menetapkan ke

Esa’an Allah dalam zat dan perbuatan-Nya dalam menjadikan alam semesta dan

hanya allah yang menjadi tempat tujuan terakhir alam ini.

Ilmu kalam juga dinamakan ilmu aqaid atau ilmu usuluddin. Karena
persoalan kepercayaan yang menjadi pokok ajaran agama itulah menjadi pokok

pembicaraan. Ilmu kalam ini menyerupai ilmu teologi sebagai mana diketahui,

membahas ajaran-ajaran dasar dari suatu agama. Dalam hal ini kalam tidak berkaitan

5
Sahilun dan A. Nasir, Pengantar Ilmu Kalam (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1996),
h.3.
dengan bidang hukum, melaingkan fokus pada system keyakinan (aqidah) yang

menjadi pondasi agama Islam.6

B. Faktor Penyebab Munculnya Pemikiran Islam

Ilmu kalam sebagai ilmu yang berdiri sendiri dan belum dikenal pada masa

Nabi Muhammad saw maupun pada sahabat-sahabatnya akan tetapi baru dikenal pada

masa berikutnya, setelah ilmu-ilmu ke Islaman yang lain satu persatu muncul dan

setelah orang banyak membicarakan tentang kepercayaan alam gaib Metafisika. Kita

tidak bisa memahami ilmu kalam dengan baik kalau kita tidak mengetahui faktor

yang mempengarui munculnya. Faktor itu banyak tapi, penulis hanya mengolongkan

dua bagian yaitu : Faktor Internal dan Faktor Eksternal.

1. Faktor Internal

a. Dorongan dan Pemahaman Al-Qur’an.

Al-Qur’an sendiri disamping ajakannya kepada tauhid dan mempercayai

kenabian dan hal-hal lain yang berhubungan dengan itu. Menyinggung pula

golongan-golongan dan agama-agama yang ada pada masa Nabi Muhammad saw.

Yang mempunyai kepercayaan-kepercayaan yang tidak benar. 7

Faktor internal ini yang mengundang berbeda pendapat dan senantiasa

mengajak berfikir.8Sehingga tuntutan berfikir itulah yang menyebabkan umat Islam

pada saat itu menentukan sesuatu dengan menggunakan fikirannya tanpa

6
Abdullah Saeed. Pemikiran Islam (Sebuah Pengantar), h.150.
7
Ahmad Hanafi, Teologi Islam (Ilmu Kalam) (Cet.XII; Jakarta: Bulan Bintang. 2001), h. 7
8
Drs. Adeng Muchtar Ghazali, Perkembangan Ilmu Kalam: Faktor Internal (Bandung:
Pustata Setia, 2005), h. 39
mengembalikan hasil pemikirannya pada Al-Qur’an, sehingga mengakibatkan

perpecahan diantara umat Islam pada saat itu.

b. Persoalan Politik

Pada masa pemerintahan dua khalifah pertama, Abu Bakar dan Umar, roda

pemerintahan berjalan dengan baik dan kehidupan politik dapat dikatakan cukup

tenang, pada saat berakhir kepemimpinan khalifah Abu Bakar dan Umar maka
timbulah perselisihan diantara beberapa golongan. Faktor penyebab timbulnya

pemikiran dalam Islam disebabkan persoalan politik demi memperebutkan kekuasan

untuk menduduki jabatan sebagai kepala pemerintahan.

Namun pada masa khalifah Utsman keadaan mulai berubah terutama pada

12 tahun masa pemerintahannya. Khalifah Utsman bin Affan tidak berbeda dengan

dua khalifah pendahulunya. Namun sayang, keluarganya dari Bani Umayah terus

merongrong dan Utsman sendiri lemah menghadapi rongrongan serta ambisi keluarga

tersebut sehingga ia terpaksa memberikan kedudukan dan fasilitas kepada mereka.9

Utsman mengangkat mereka sebagai gubernur di berbagai daerah kekuasaan


Islam. Gubernur-gubernur yang sebelumnya diangkat oleh Umar bin al-Khaththab,

khalifah yang tidak pernah memikirkan kepentingan keluarganya kemudian Utsman

memberhentikannya lalu digantikan oleh orang-orang dari pihak keluarganya.10

9
Abu-Fath Muhammad Abdul Karim Bin Abi Bakr Ahmad al-Syahrastani, al-Milal wa al-
Nihal, (Beirut: Dar al-Fikr, t.th), h.24.

10
Harun Nasution, Teologi Islam, Sejarah Analisa Perbandingan, (Jakarta: UI Press, 1972),
h.4.
Kebijakan politik Utsman yang merangkul anak keluarga ini menimbulkan

rasa tidak simpatik terhadap dirinya. Para sahabat yang semula menyokong Utsman,

setelah melihat sifat dan tindakan yang kurang tepat itu, kini mulai menjauh darinya.

Sementara itu, perasaan tidak senang muncul pula di daerah-daerah. Terutama di

Mesir, sebagai reaksi tidak senang terhadap dijatuhkan Umar bin al-ash sebagai

jabatan gubernur untuk digantikan oleh Abdullah bin sa’ad bin abi sarah, salah

seorang keluarga Utsman, sekitar lima ratus orang berkumpul lalu bergerak menuju
madina untuk melakukan aksi protes.

Pembangkangan Muawiyah ini rupanya juga berakhir pada bentrokan

senjata. Peperangan yang terjadi antar pasukan Khalifa Ali dan pasukan Muawiyah,

dalam sejarah Islam dikenal sebagai perang Shiffin.11

Di tengah-tengah berkecambuknya peperangan, bala tentara Khalifah Ali

terus bergerak maju dan berhasil mendesak pasukan Muawiyah sehingga yang

disebut terakhir dapat dipastikan akan kalah dan bersiap-siap meninggalkan medan

pertempuran. Namun, Amr bin al-Ash, orang kepercayaan dan tangan kanan

Muawiyah yang terkenal politikus licik, menggunakan siasat untuk berdamai dengan

mengangkat kitab suci al-Qur’an diujung tombak. Pihak Ali kini dihadapkan kepada

salah satu dua pilihan, yaitu apakah arus menerima tawaran damai atau harus

menolak. Karena tahu bahwa itu hanya siasat dan tipu muslihat ketika terdesak dan

akan kalah, dan tetap melanjutkan serbuan yang akan menghasilkan kemenagan.

11
Prof.Dr.A. Syalabi, Sejarah kebudayaan Islam 1 (Cet. VI; Jakarta: PT. Pustaka Al-Husna
Baru, 2013), h.259.
Setelah melalui pertimbangan akhirnya khalifah Ali walaupun diselimuti

semacam perasaan terpaksa, menerima tawaran damai,12 dan selanjutnya diadakan

tahkim atau Arbitrase. Untuk melaksanakan tahkim tersebut, ditunjuk satu orang

wakil masing-masing pihak, Amr bin al-Ash mewakili pihak Muawiyah dan Abu

Musa bin al-Asy’ari mewakili pihak Ali. Menurut sejarah, kedua wakil pelaksana

tahkim tersebut sebenarnya telah bersepakat menjatuhkan kedua pembukat yang

sedang bertikai, Ali dan Muawiyah. Ketika hasil tahkim akan diumumkan, Amr bin
al-Ash mempersilahkan Abu Musa al-Asy’ari sebagai yang lebih tua, tambil lebih

dulu untuk mengumumkan kepada khalayak apa yang telah mereka sepakati yaitu

menjatuhkan Ali dan Muawiyah. Namun ketika giliran berbicara tiba kepada Amr bin

al-Ash, ternyata tokoh yang licik ini berkhianat dan berbelok dari apa yang telah

disepakati, ia hanya mengulangi keputusan menjatuhkan Ali dan dan menolak

menjatuhkan Muawiyah bahkan langsung membaiatnya sebagai khalifah pengganti

Utsman.13

Sikap Ali yang menerima tipu muslihat Amr bin ash untuk mengadakn

arbitrase, sungguhpun dalam keadaan terpaksa, tidak disetujui oleh sebagian dari

tentaranya. Mereka berpendapat bahwa hal serupa itu tidak dapat diputuskan oleh

arbitrase manusia. Putusan hanya daatang dari Allah dengan kembali kepada hukum-

hukum yang ada dalam Alquran. La-hukma illa lillah ( tidak ada hukum sealin dari

12
Ahmad Amin, Fajr al-Islam, (Kairo: Maktabah al-Nahdah al-Misriyah, 1965), h. 256.

13
Dr. M. Amin Nurdin, dan Dr. Afifi Fauzi Abbas. Sejarah Pemikiran Islam.. h. 4-5.
hukum Allah). Atau La hakama illa Allah tidak ada pengantara selain Allah ),

menjadi semboyan mereka. 14

Mereka memandang Ali bin Abi Thalib telah berbuat salah, dan oleh karena

itu mereka meninggalkan barisannya. Golongan mereka inilah dalam sejarah Islam

terkenal dengan nama al khawarij, yaitu orang yang keluar dan memisahkan diri

atau seceders.

Karena memandang Ali bersalah dan berbuat dosa, mereka melawan Ali.

Ali sekarang menghadapi dua musuh, yaitu Muawiyah dari satu pihak dan Khawarij

dari pihak lainnya. Karena selalu mendapat serangan dari pihak kedua ini, Ali terlebih

dahulu memusatkan usahanya untuk menghancurkan kaum khawarij tetapi setelah

mereka ini kalah, tentara Ali telah terlalu capek untuk meneruskan pertempuran

dengan Muawiyah. Muawiyah tetap berkuasa di Damaskus dan setelah Ali bin Abi

Thalib wafat, ia dengan mudah dapat memperoleh pengakuan sebagai khalifah umat

Islam ditahun 661 M.

Persoalan-persoalan yang terjadi dalam lapangan politik sebagai

digambarkan di atas inilah terakhirnya membawa kepda timbulnya persoalan-

persoalan teologi. Timbullah persoalan siapa yang kafir dan siapa yang bukan kafir

dalam arti siapa yang telah keluar dari Islam dan siapa yang masih tetap dalam Islam.

14
Dr. H. Muhammad Hasbi, Ilmu Kalam ( Cet. I; Yokyakarta: Mitra Cendekia, 2010), h. 9
     

   

Dari ayat inilah ia mengambil semboyan la hukma illa lillah (tidak ada

hukum selain hukum Allah) yang menjadi semboyan kaum khawarij karena putusan

hanya datang dari Allah dengan kembali kepada hukum-hukum yang ada dalam al-

Qur’an.

Persoalan ini menimbulkan tiga aliran dalam Islam:

a. Khawarij

Mengatakan bahwa orang berdosa besar adalah kafir. Dalam arti keluar dari

Islam atau tegasnya murtad dan oleh karena itu ia wajib dibunuh.

b. Aliran Murji’ah

Menegaskan bahwa orang yang berbuat dosa besar tetap masih mukin dan

bukan kafir. Adapun soal dosa yang dilakukannya, terserah pada Allah SWT untuk

mengampuni atau tidak mengampuninya.

c. Mu’tazilah

Aliran yang tidak menerima pendapat di atas. Bagi mereka yang berdosa

besar bukan kafir dan bukan mu’min. Orang yang serupa ini kata mereka mengambil

posisi diantara kedua posisi mu’min dan kafir atau yang disebut dengan al manzilah

bain al manzilatain.15 (posisi diantara dua posisi).

15
Dr. H. Muhammad Hasbi. Ilmu Kalam, h. 41
2. Faktor Eksternal

Faktor ini muncul dari luar umat Islam, yaitu :

a. Akibat adanya pengaruh keagamaan dari luar Islam.

Disamping faktor internal mendorong dan mempengaruhi kemnculan

persoalan-persoalan kalam juga ada faktor eksternal berupa paham-paham

keagamaan non muslim tertentu yang mempengaruhi dan ikut mewarnai sebagian

paham di lingkungan umat Islam.


Paham keagamaan non-Islam yang dimaksudkan adalah paham keagamaan

yahudi dan nasrani, sebagaimana pendapat H.A.R Gibb yang mengatakan bahwa

sejak Islam tersebar luas, terjadi kontak dengan lingkungan lokalnya. Di Syiria

misalnya, pemikiran Islam mulai dipengaruhi oleh pemikiran Kristen Hellenistik, dan

di Irak dipengaruhi oleh doktrin-doktrin Gnostik. Demikian pula pandangan

Goldziher orang jerman yang ahli ketimuran dan ahli Islam, sebagaimana dikutip oleh

Abu Bakar aceh, yang mengatakan bahwa banyak ucapan dan cara berfikir

kenasranian dimasukkan ke dalam hadits-hadits yang dikatakan berasal dari

Muhammad.16

b. Filsafat Yunani
Buku – buku karya filosofi yunani di samping banyak membawa manfaat

juga ada sisi negatifnya bila di tangan kalangan yang tidak punya pondasi yang kuat

tentang akidah dan syariat Islam. Sehingga terdapat keinginan oleh umat Islam untuk

membantah alasan – alasan mereka memusuhi Islam.

16
Achmad-Cahyadi,http://.blogspot.co.id/2011/10/latar-belakangfaktor-timbulnya-
ilmu.html, 16 September 2015
BAB III

PENUTUP

A. Simpulan

Dari pembahasan di atas dan sebagai akhir uraian maka penulis simpulkan

sebagai berikut:
Ilmu kalam merupakan cabang ilmu yang membahas tentang hakikat segala

sesuatu yang ada, dan membahas tentang keagamaan yang menyangkut persoalan

keyakinan serta tentang ketuhanan dengan melalui diskusi perdebatan dan lain

sebagainya.

Bahwa yang menyebabkan munculnya pemikiran kalam desebabkan karena

dua faktor yaitu faktor internal dan eksternal tapi beberapa literature penulis baca

yang paling mendominasi yaitu adalah faktor politik. Bahwa Perbedaan yang

bergolak antar aliran yang berkisar masalah theology Islam di motori oleh tendensi

politik dan keta-assuban kepada mazhab atau aliran yang mereka anut. Berawal dari

perbedaan pendapat tentang siapa yang patut dan pantas menjadi kandidat terbaik

yang mampu menggantikan Rasulullah, sebagai pemimpin spiritual dan pemimpin

ummat pada masa itu.

Perbedaan ini mengalami puncaknya pada masa kepemimpinan ali bin abi

thalib dimana kubu Muawiyah bin abu sofyan yang tidak mengakui beliau sebagai

khalifah sehingga berujung pada peperangan antara keduanya dimana peperangan

tersebut dimenangkan oleh ali bin thalib, namun kubu Muawiyah menawarkan untuk

diadakan perundingan yang biasa kita kenal peristiwa tahkim atau arbitrase (baca:
Harun Nasution). dari hasil perundingan tersebut juru runding Muawiyah mengangkat

secara aklamasi Muawiyah bin Abu sofyan menjadi Khalifah yang tentu saja dari

pihak ali bin abi thalib tidak terima. dari peristiwa inilah lahir aliran-aliran seperti

khawarij, syiah, dan murji’ah dan beberapa aliran yang muncul setelahnya.

B. Implikasi

Mengamati peristiwa tersebut diatas maka penulis dapat menarik sebuah


benang merah bahwa munculnya aliran teologi tidak serta merta berlandaskan al-

Quran dan Hadis namun di barengi dengan kepentingan politik yang bersumber dari

kekecewaan terhadap pemimpin yang tidak mengkafer semua keinginan mereka.

dengan situasi yang minoritas maka mereka membangun sebuah kelompok mayoritas

dengan cara melakukan doktrin atau dogma.


DAFTAR PUSTAKA

Amin, Ahmad. al-Islam, Kairo: Maktabah al-Nahdah al-Misriyah, 1965.

Cahyadi –Achmad. http://.blogspot.co.id/2011/10/latar-belakangfaktor-timbulnya-


ilmu.html. 16 September 2015.
Fath, Abu Muhammad Abdul Karim Bin Abi Bakr Ahmad al-Syahrastani, al-Milal
wa al-Nihal, Beirut: Dar al-Fikr, t.th
Hanafi, Ahmad. Teologi Islam (Ilmu Kalam). Cet.XII; Jakarta: Bulan Bintang. 2001.

Harun, Nasution Teologi Islam, Sejarah Analisa Perbandingan. Jakarta: UI Press,


1972

Hasbi, Muhammad. Ilmu Kalam. Cet. I; Yokyakarta: Mitra Cendekia, 2010.

Mufrodi, Ali. Islam di Kawasan Kebudayaan Arab. Jakarta: Logos, 1997.


Muthahhri, Murtadha. Mengenal Ilmu Kalam. Cet. I; Jakarta: Pustaka Zahra, 2002.
Nurdin, Amin dan Afifi Fauzi. Sejarah Pemikiran Islam. Cet.II; Jakarta: Imprint
Bumi Aksara, 2014.
Nasir A dan Sahilun. Pengantar Ilmu Kalam. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,
1996.
Saheed, Abdullah. Pemikiran Islam: Sebuah Pengantar. Cet. I; Yokyakarta: Baitul
Hikmah Press, 2014.
Syalabi A. Sejarah kebudayaan Islam 1. Cet. VI; Jakarta: PT. Pustaka Al-Husna
Baru, 2013.

Anda mungkin juga menyukai