Anda di halaman 1dari 53

1

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Kimia adalah ilmu yang mempelajari tentang struktur, susunan, sifat,

perubahan materi, serta energi yang menyertainya. Ilmu kimia juga tidak

hanya mempelajari sifat zat, tetapi berusaha mencari prinsip yang mengatur

sifat-sifat materi tersebut serta merumuskan materi untuk menerangkan

mengapa hal itu terjadi (Purba, 2006).

Guru mempunyai tugas untuk memilih model dan metode

pembelajaran yang tepat sesuai dengan materi yang disampaikan demi

tercapainya tujuan pendidikan. Sampai saat ini masih banyak ditemukan

kesulitan-kesulitan yang dialami siswa di dalam mempelajari kimia.

Hasil observasi yang dilakukan di SMA Negeri 5 Mataram yang telah

dilaksanakan pada tanggal 13 Pebruari 2018, selama proses pembelajaran guru

sering menggunakan waktu pelajaran dengan kegiatan membahas tugas-tugas,

lalu memberi pelajaran baru, dan memberi tugas kepada siswa. Pembelajaran

seperti di atas yang rutin dilakukan hampir tiap hari dapat dikategorikan

sebagai 3M, yaitu membosankan, membahayakan dan merusak seluruh minat

siswa. Hal ini didukung hasil wawancara langsung dan menyebarkan angket

kepada 2 (dua) orang guru kimia kelas XI dan 30 (tiga puluh) orang siswa,

diketahui bahwa siswa masih kerap dibelajarkan dengan model pembelajaran

konvensional yang proses belajarnya terpusat pada guru dan menggunakan

metode ceramah.

1
2

Aspek berpikir kritis dan berpikir kreatif belum menjadi perhatian bagi

guru di sekolah tersebut untuk dilatihkan pada proses pembelajaran di dalam

kelas, hal tersebut tergambarkan pada hasil analisis angket responden yang

menunjukkan bahwa pembelajaran di kelas belum melatih siswa menemukan

konsep sendiri, kemampuan berpikir siswa belum dilatih dengan diberikan

masalah untuk dipecahkan, belum membiasakan siswa untuk melakukan

observasi, tetapi lebih banyak dibelajarkan dengan metode ceramah dan

pemberian contoh-contoh berupa narasi.

Hal tersebut diperkuat dari hasil wawancara dan petikan hasil ulangan

harian diketahui bahwa hasil belajar kimia sebagian besar siswa kelas XI IPA

masih berada di bawah nilai KKM yang telah ditentukan. Data hasil ulangan

harian pada mata pelajaran kimia pada Tabel 1.1 di bawah ini.

Tabel 1.1
Nilai Ulangan Harian Mata Pelajaran Kimia Semester Ganjil
Kelas XI SMA Negeri 8 Mataram Tahun Pelajaran 2017/2018

Jumlah Siswa Ketuntasan


Nilai
No Kelas Klasikal
KKM
Rata-rata
Tuntas Tidak Tuntas
1 XI1 68,9 20 orang 11 orang 64,52% 75
2 XI2 65,7 22 orang 9 orang 70,98%
(Sumber: Arsip Siswa Kelas XI SMA Negeri 8 Mataram Tahun Pelajaran
2017/2018)

Tabel 1.1 di atas membuktikan bahwa kedua kelas secara keseluruhan

masih banyak siswa yang tidak tuntas, sehingga menuntut guru lebih kreatif

dalam menerapkan model pembelajaran yang tepat juga harus memperhatikan

kondisi dan keadaan siswa ketika menerima materi pelajaran. Menyikapi

permasalahan tersebut, dibutuhkan formulasi pembelajaran yang tepat dan


3

sesuai sehingga proses pembelajaran yang dilalui siswa dapat berdampak pada

semakin meningkatnya kemampuan berpikir kritis dan berpikir kreatif siswa,

yang tentunya akan berkorelasi dengan hasil belajar siswa.

Dilihat dari penggunaan perangkat pembelajaran kimia, ditemukan

beberapa fakta tentang kelemahan, yakni tidak sesuai dengan kebutuhan siswa,

kurang berorientasi pada kompetensi dasar, kurang melatih siswa untuk aktif

dan mandiri, materi yang diberikan cakupannya terlalu luas. Perangkat

pembelajaran yang digunakan belum memfasilitasi siswa untuk berpikir kritis

dan berpikir kreatif, salah satu contohnya yakni LKS yang hanya berisi

ringkasan materi, contoh soal, dan latihan. Selain itu, perangkat pembelajaran

yang digunakan bukan hasil pengembangan dari guru sekolah tersebut akan

tetapi diperoleh dari penerbit yang telah disediakan sehingga terkadang tidak

sesuai dengan kebutuhan dan kondisi siswa dan belum menyentuh keterkaitan

antara materi dengan konteks dalam kehidupan sehari-hari siswa, hal yang

demikian membuat siswa merasa kurang tertarik mengikuti proses

pembelajaran.

Salah satu upaya untuk memfasilitasi perkembangan kemampuan

berpikir kritis dan berpikir kreatif siswa sekolah menengah atas, maka perlu

dilakukan kegiatan pengembangan perangkat pembelajaran berbasis Reading,

Questioning, and Answering (RQA) dipadu Creative Problem Solving (CPS),

perangkat yang dikembangkan meliputi silabus, RPP, LKS, instrumen

kemampuan berpikir kritis, dan instrumen kemampuan berpikir kreatif.


4

Hasil penelitian Safitri (2016), mengemukakan bahwa model RQA

menekankan siswa untuk menyiapkan materi dan pengetahuan awal sebelum

proses pembelajaran berlangsung. Haerullah & Usman (2013), bahwa

penggunaan model RQA dalam proses belajar mengajar dapat meningkatkan

hasil belajar siswa. Penelitian Suprapto, Zubaidah, & Corebima (2017), bahwa

model pembelajaran RQA lebih baik dari pada model pembelajaran

konvensional, karena mampu meningkatkan pemahaman konsep, kreativitas,

dan kemampuan berpikir siswa.

Penerapan model RQA menunjukkan adanya pengaruh positif terhadap

kemampuan berpikir kritis siswa (Priantari, 2014), namun penerapan model

ini memiliki kelemahan dalam pelatihan sikap kerjasama dan kolaborasi

siswa. Kelemahan tersebut dapat dikurangi dengan adanya pengintegrasian

dengan model pembelajaran Creative Problem Solving (CPS). Model CPS

memaksimalkan keterampilan siswa dalam pemecahan masalah diikuti dengan

penguatan keterampilan dalam berpikir, berinovasi, dan menciptakan solusi

(Pepkin, 2004).

Penelitian Hajiyakhchali (2013), mengemukakan bahwa penggunaan

model CPS dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis dan kemampuan

pemecahan masalah siswa. Penelitian Robitah (2014), bahwa model CPS

memberikan kesempatan bagi siswa untuk berpikir kritis dan mengorganisasi

gagasan kreatif dalam rangka penyelesaian masalah. Penelitian Maftukhin,

Dwijanto, & Veronica (2014), bahwa terdapat pengaruh positifaktivitas siswa


5

yang memperoleh materi pembelajaran dengan model pembelajaran CPS

berbantuan CD pembelajaran terhadap kemampuan berpikir kritis siswa.

Pengintegrasian kedua model ini diharapkan mampu mengoptimalkan

pemberdayaan kemampuan berpikir kritis peserta dan melatih kemampuan

siswa dalam bekerjasama dan kolaborasi antar siswa, dengan mengembangkan

perangkat pembelajaran berbasis model RQA dipadu CPS. Berdasarkan

penjabaran tersebut, kemampuan berpikir kritis dan berpikir kreatif siswa yang

dibelajarkan melalui model RQA dipadu CPS diharapkan dapat memberikan

informasi yang mendukung integrasi kedua model tersebut dalam upaya

pemberdayaan kemampuan berpikir kritis dan berpikir kreatif siswa.

Berdasarkan uraian tersebut, maka peneliti mengadakan penelitian

dengan judul Pengembangan Perangkat Pembelajaran Kimia Berbasis

Reading, Questioning, and Answering (RQA) Dipadu Creative Problem

Solving (CPS) Untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis dan

Berpikir Kreatif Siswa SMA.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka rumusan masalah

dalam penelitian pengembangan ini adalah Bagaimana kevalidan, kepraktisan,

dan efektifitas perangkat pembelajaran kimia berbasis Reading, Questioning,

and Answering (RQA) dipadu Creative Problem Solving (CPS) yang telah

dikembangkan untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis dan berpikir

kreatif siswa SMA?


6

C. Tujuan Pengembangan

Tujuan dalam penelitian ini yaitu mengetahui kevalidan, kepraktisan,

dan efektifitas perangkat pembelajaran kimia berbasis Reading, Questioning,

and Answering (RQA) dipadu Creative Problem Solving (CPS) yang telah

dikembangkan untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis dan berpikir

kreatif siswa SMA.

D. Pentingnya Pengembangan

Secara teoritis, hasil pengembangan ini diharapkan dapat melahirkan

konsep-konsep baru guna menambah sumber dan bahan informasi ilmiah

mengenai perangkat pembelajaran kimia yang dikembangkan berbasis RQA

dipadu CPS dalam meningkatkan kemampuan berpikir kritis dan berpikir

kreatif, serta sebagai informasi penelitian dan pengkajian lebih lanjut.

Secara praktis, bagi guru dan siswa, dapat meningkatkan mutu

pembelajaran dengan menggunakan metode mengajar yang inovatif dan

menyenangkan, serta menciptakan situasi belajar yang dapat memotivasi siswa

sehingga dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis dan berpikir kreatif.

E. Spesifikasi Produk yang Dikembangkan

Produk yang diharapkan dan dikembangkan adalah perangkat

pembelajaran kimia berbasis RQA dipadu CPS. Perangkat pembelajaran kimia

terdiri atas silabus, Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), dan Lembar


7

Kegiatan Siswa (LKS). Spesifikasi produk yang dikembangkan secara rinci

disajikan pada Tabel 1.2.

Tabel 1.2.
Spesifikasi Perangkat Pembelajaran Kimia Berbasis Reading, Questioning,
and Answering (RQA) Dipadu Creative Problem Solving (CPS)

Produk yang
No. Uraian Isi
dikembangkan
1 Silabus Silabus mengacu pada materi Kimia
dan mengaitkan dengan model
pembelajaran berbasis RQA dipadu
CPS
2 Rencana Pelaksanaan Matrik berupa perencanaan
Pembelajaran (RPP) pelaksanaan pembelajaran (RPP)
dengan model pembelajaran
berbasis RQA dipadu CPS yang
memuat tentang Identitas sekolah,
KI, KD, IPK, tujuan, materi
pembelajaran, pendekatan, model,
dan metode, langkah-langkah
pembelajaran RQA dipadu CPS,
sumber belajar, dan penilaian.
3 Lembar Kegiatan Siswa Lembar Kegiatan Siswa (LKS)
(LKS) memuat tentang petunjuk praktikum
yang mengarah pada peningkatan
kemampuan berpikir kritis dan
berpikir kreatif siswa dengan
mengikuti langkah-langkah dengan
model pembelajaran berbasis RQA
dipadu CPS

F. Asumsi dan Keterbatasan Pengembangan

Asumsi dan keterbatasan pengembangan dalam penelitian ini adalah:

1. Asumsi Pengembangan

Asumsi dalam pengembangan ini adalah:


8

a. Perangkat Pembelajaran kimia dengan model pembelajaran berbasis

RQA dipadu CPS, meliputi Silabus, Rencana Pelaksanaan

Pembelajaran (RPP), dan Lembar Kegiatan Siswa (LKS) yang berupa

produk pengembangannya dapat digunakan sebagai pedoman dalam

proses belajar mengajar.

b. Produk yang dihasilkan dapat meningkatkan mutu pembelajaran

dengan menggunakan metode mengajar yang inovatif dan

menyenangkan.

c. Produk yang dihasilkan membantu siswa dalam meningkatkan

kemampuan berpikir kritis dan berpikir kreatif.

2. Keterbatasan Pengembangan

Keterbatasan pengembangan dalam penelitian ini adalah:

a. Perangkat Pembelajaran yang dikembangkan hanya pada materi kimia

pokok bahasan asam dan basa.

b. Produk yang dihasilkan diproduksi secara massal.

c. Penelitian dan pengembangan menggunakan prosedur pengembangan

model 4-D (four D model).

d. Uji efektifitas produk dilaksanakan pada Uji Lapangan Terbatas

dengan subyek penelitian adalah siswa.

G. Definisi Operasional

Definisi operasional yang digunakan dalam penelitian ini yaitu sebagai

berikut:
9

1. Pengembangan adalah susatu proses atau langkah-langkah dalam

mengembangkan suatu produk atau menyempurnakan produk yang telah

ada.

2. Perangkat pembelajaran adalah perencanaan proses pembelajaran yang

digunakan sebagai acuan dalam mengelola pembelajaran pada tingkat

satuan pendidikan sehingga memungkinkan siswa untuk belajar, yang

dikembangkan berupa silabus, Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP),

dan Lembar Kerja Siswa (LKS).

3. Reading, Questioning, and Answering (RQA) merupakan model

pembelajaran yang berlandaskan pada sintaks reading (membaca), siswa

diminta membaca terkait materi yang akan di ajarkan, questioning

(membuat pertanyaan), siswa diminta membuat pertanyaan terkait hasil

membaca yang masih belum pahami dan answering (menjawab), dan

siswa menjawab sendiri pertanyaan yang telah dibuatnya

4. Creative Problem Solving (CPS) adalah suatu model pembelajaran yang

melakukan pemusatan pada pembelajaran dari keterampilan pemecahan

masalah, yang diikuti dengan penguatan keterampilan yang mencakup

penemuan fakta, penemuan masalah, penemuan gagasan, penemuan

jawaban, dan penentuan jawaban.

5. Berpikir kritis merupakan segala aktivitas mental yang membantu

merumuskan atau memecahkan masalah, membuat keputusan atau

memenuhi keinginan untuk memahami. Indikator berpikir kritis meliputi

interpretasi, analisis, evaluasi, inferensi, dan penjelasan.


10

6. Berpikir kreatif adalah kemampuan menganalisis sesuatu berdasarkan data

atau informasi yang tersedia dan menemukan banyak kemungkinan

jawaban terhadap satu masalah yang penekananya pada kuantitas,

ketepatgunaan, dan keragaman jawaban. Indikator berpikir kreatif meliputi

kelancaran, kelenturan, keaslian, dan kerincian.


11

BAB II
KAJIAN TEORI

A. Kajian Teori

1. Kemampuan Berpikir Kritis

Kemampuan berpikir kritis merupakan salah satu modal dasar atau

modal intelektual yang sangat penting bagi setiap orang, selain itu menurut

Ibrahim (2007) kemampuan ini merupakan bagian yang fundamental

dalam kematangan manusia. Berpikir kritis adalah berpikir secara

beralasan dan reflektif dengan menekankan pembuatan keputusan tentang

apa yang harus dipercayai dan dilakukan (Hassoubah, 2002).

Berpikir kritis merupakan kegiatan menganalisis ide atau gagasan ke

arah yang lebih spesifik, membedakan secara tajam, memilih,

mengidentifikasi, mengkaji dan mengembangkannya ke arah yang lebih

sempurna. Proses mental ini menganalisis ide dan informasi yang

diperoleh dari hasil pengamatan, pengalaman, akal sehat atau komunikasi.

Orang yang berpikir kritis akan mengevaluasi dan kemudian

menyimpulkan suatu hal berdasarkan fakta untuk membuat keputusan.

Menurut Hassoubah (2002) salah satu ciri orang yang berpikir kritis akan

selalu mencari dan memaparkan hubungan antara masalah yang

didiskusikan dengan masalah atau pengalaman lain yang relevan.

Robert Ennis (Morgan 1999) memberikan definisi berpikir kritis

adalah berpikir reflektif yang berfokus pada pola pengambilan keputusan

tentang apa yang harus diyakini dan harus dilakukan. Robert Ennis

11
12

(Morgan 1999) memberikan definisi berpikir kritis adalah berpikir reflektif

yang berfokus pada pola pengambilan keputusan tentang apa yang harus

diyakini dan harus dilakukan.

Kemampuan berpikir kritis merupakan kemampuan yang sangat

penting. Hal ini di seperti yang diungkapkan oleh Soeprapto (2001)

“Kemampuan berpikir kritis merupakan kemampuan yang sangat esensial

untuk kehidupan, pekerjaan dan berfungsi efektif dalam semua aspek

kehidupan lainnya. Berpikir kritis telah lama menjadi tujuan pokok dalam

pendidikan sejak 1942. Penelitian dan berbagai pendapat tentang hal itu,

telah menjadi topik pembicaraan dalam sepuluh tahun terakhir”. Jadi dapat

dikatakan bahwa berpikir kritis merupakan kemampuan yang sangat

penting bagi kehidupan sehingga dijadikan sebagai tujuan pokok dalam

pendidikan.

Berpikir kritis adalah aktivitas terampil, yang bisa dilakukan dengan

lebih baik atau sebaliknya, dan pemikiran kritis yang baik akan memenuhi

beragam standar intelektual, seperti kejelasan, relevansi, kecukupan,

koherensi, dan lain-lain (Fisher, 2009). Keterampilan berpikir kritis juga

dapat dipandang sebagai salah satu modal dasar atau modal intelektual

yang sangat penting bagi setiap orang. Oleh karena itu, pengembangan

keterampilan berpikir kritis dalam dunia pembelajaran menjadi sangat

penting untuk dikembangkan di sekolah-sekolah pada setiap jenjang

pendidikan
13

Berdasarkan pendapat para ahli di atas, maka dapat disimpulkan

bahwa kemampuan berpikir kritis merupakan kemampuan yang sangat

penting bagi setiap orang yang digunakan untuk memecahkan masalah

kehidupan dengan berpikir serius, aktif, teliti dalam menganalisis semua

informasi yang mereka terima dengan menyertakan alasan yang rasional

sehingga setiap tindakan yang akan dilakukan adalah benar.

Menurut Facione (1997) mengemukakan indikator berpikir kritis

yaitu:

a. Interpretasi, adalah memahami dan mengekspresikan makna atau

signifikan dari berbagai macam pengalaman, situasi, data,

kejadiankejadian, penilaian, kebiasaan atau adat, kepercayaan-

kepercayaan, aturan-aturan, prosedur atau kriteria-kriteria.

b. Analisis, adalah mengidentifikasi hubungan-hubungan inferensional

yang dimaksud dan aktual diantara pernyataan-pernyataan, pertanyaan-

pertanyaan, konsep-konsep, deskripsi-deskripsi.

c. Evaluasi, adalah menaksir kredibilitas pernyataan-pernyataan atau

representasi-representasi yang merupakan laporan-laporan atau

deskripsi-deskripsi dari persepsi, pengalaman, penilaian, opini dan

menaksir kekuatan logis.

d. Inference, mengidentifikasi dan memperoleh unsur-unsur yang masuk

akal, membuat dugaan-dugaan dan hipotesis, dan menyimpulkan

konsekuensi-konsekuensi dari data


14

e. Penjelasan, mampu menyatakan hasil-hasil dari penjelasan seseorang,

mempresentasikan penalaran seseorang dalam bentuk argumen

argumen yang kuat.

Berdasarkan Glaser (1990) indikator berfikir kritis meliputi

mengenal masalah, menemukan cara dalam menangani masalah,

mengumpulkan dan menyusun informasi yang diperlukan, mengenal

asumsi-asumsi dan nilai-nilai yang yang tidak dinyatakan, memahami dan

menggunakan bahasa yang tepat dan jelas, menganalisis data, menilai

fakta dan mengevaluasi pernyataan, mengenal hubungan logis antara

masalah-masalah, dan membuat penilaian yang tepat dan kualitas tertentu

dalam kehidupan sehari-hari.

Selanjutnya Ennis (1991) mengidentifikasi 12 indikator berpikir

kritis yang dikelompokannya dalam lima besar aktivitas sebagai berikut:

a. Memberikan penjelasan sederhana, yang berisi; memfokuskan

pertanyaan, menganalisis pertanyaan dan bertanya, serta menjawab

pertanyaan tentang suatu penjelasan atau pernyataan

b. Membangun keterampilan dasar, yang terdiri atas mempertimbangkan

apakah sumber dapat dipercaya atau tidak dan mengenai serta

mempertimbangkan suatu laporan hasil observasi.

c. Menyimpulkan yang terdiri atas kegiatan mendeduksi,

mempertimbangkan hasil induksi, dan menentukan nilai pertimbangan


15

d. Memberikan penjelasan lanjut, yang terdiri atas mengidentifikasi

istilahistilah dan deinisi pertimbangan dan juga dimensi, serta

mengidentifikasi asumsi

e. Mengatur strategi dan teknik, yang terdiri atas menentukan tindakan

dan berinteraksi dengan orang lain

Berdasarkan penjabaran indikator berfikir kritis menurut para ahli,

penulis menggunakan teori Facione seperti terdapat pada Tabel 2.1 sebagai

berikut.

Tabel 2.1.
Indikator Keterampilan Berpikir Kritis

No Kelompok Indikator
1 Interpretasi
Mampumengungkapkan makna dari data hasil
percobaan atau fenomena yang diperoleh dengan
benar sesuai dengan konsep yang ada
2 Analisis Mampu mengidentifikasi hubungan dari beberapa
data atau fenomena yang diperoleh dengan
konsep yang sedang dipelajari
3 Evaluasi Mampu memberikan penilaian atau tanggapan
terhadap hasil interpretasi dan analisis dari
kelompok (teman) yang melakukan presentasi
4 Inferensi Mampu memilih dan mempertimbangkan data
yang akan digunakan dalam membuat hipotesis
dan kesimpulan
5 Penjelasan Mampu membuat hipotesis berdasarkan rumusan
masalah yang ada
Sumber: Facione (1997)

2. Kemampuan Berpikir Kreatif

Berpikir selalu berkaitan dengan proses mengeksplorasi gagasan atau

ide, membentuk berbagai kemungkinan-kemungkinan atau alternatif-

alternatif yang bervariasi dan menemukan solusi. Sementara itu, kreatifitas

didefinisikan sebagai kemampuan untuk melihat sesuatu dengan cara yang


16

baru, melihat masalah dengan kemungkinan yang belum pernah ada

sebelumnya dan sering mengembangkan sesuatu yang baru, unik dan

solusi yang efektif untuk suatu permasalahan (McGregor, 2007).

Kreatifitas merupakan interaksi antara individu dengan lingkungannya

yang dapat ditingkatkan melalui pendidikan (Munandar, 1992).

Kemampuan dalam berpikir merupakan salah satu tujuan pendidikan

yang sedang berkembang saat ini yang tidak hanya menekankan capaian

substansi keilmuan tetapi juga harus memberikan penekanan pada

berbagai dimensi keterampilan, salah satunya keterampilan dalam belajar

dan berinovasi. Untuk melatih keterampilan belajar dan berinovasi

diperlukan kreatifitas yaitu kreatif dalam berpikir dan beraktivitas serta

mampu melahirkan dan menerapkan inovasi-inovasi (Wasis, 2016).

Berpikir kreatif adalah suatu kemampuan berpikir yang berawal dari

adanya kepekaan terhadap situasi yang sedang dihadapi, bahwa situasi itu

terlihat atau teridentifikasi adanya masalah yang ingin harus diselesaikan.

Selanjutnya ada unsur originalitas gagasan yang muncul dalam benak

seseorang terkait dengan apa yang teridentifikasi (Sabandar, 2008).

Berpikir kreatif adalah memuat empat proses utama yaitu: eksplorasi,

menemukan, memilih, dan menerapkan (Papu, 2010).

Berdasarkan pendapat ahli di atas, maka dapat disimpulkan bahwa

berpikir kreatif merupakan kemampuan seseorang untuk melahirkan

sesuatu yang baru yang berupa gagasan atau ide yang baru atau yang

berbeda dengan sebelumnya.


17

Indikator berfikir kreatif penulis menggunakan teori Munandar

(1999), seperti terdapat pada Tabel 2.2 sebagai berikut.

Tabel 2.2
Indikator Kemampuan Berpikir Kreatif

Aspek Indikator
Fluence (Kefasihan) Lancar mengungkapkan gagasan-gagasannya
dan dapat dengan cepat melihat kesalahan dan
kelemahan dari suatu objek atau situasi
Flexibility Memberikan bermacam-macam penafsiran
(Kelenturan) terhadap suatu gambar, cerita atau masalah,
serta jika diberi suatu masalah biasanya
memikirkan bermacam cara yang berbeda
untuk menyelesaikannya dan mampu
menggolongkan hal-hal menurut pembagian
(kategori) yang berbeda
Originality Setelah membaca atau mendengar gagasan-
(Kebaruan) gagasan, bekerja untuk menyelesaikan yang
baru
Elaboration Mencari arti yang lebih mendalam terhadap
(Kerincian) jawaban atau pemecahan masalah dengan
melakukan langkah-langkah yang terperinci,
dan mengembangkan atau memperkaya
gagasan orang lain, serta mencoba/menguji
detail-detail atau arah yang akan ditempuh
Sumber: Munandar (1999)

3. Reading, Questioning, and Answering (RQA) yang dipadu Creative

Problem Solving (CPS)

a. Reading, Questioning, And Answering (RQA)

Reading, Questioning, and Answering (RQA) merupakan model

pembelajaran yang berlandaskan pada teori pembelajaran

konstruktivisme dan baru dikembangkan (Bahtiar, 2014). Ahli lain

mengungkapkan bahwa RQA merupakan strategi pembelajaran dengan

langkah awal pembelajaran siswa dituntut untuk membaca materi yang

akan dipelajari, membuat dan menyusun pertanyaan yang berkaitan


18

dengan materi pembelajaran, kemudian mencoba menjawab

pertanyaan tersebut (Priantari, 2014).

Strategi ini memiliki sintaks pembelajaran yang

berkesinambungan dan saling menunjang. Fase-fase dalam RQA yang

dimulai dengan Reading (membaca) sudah merupakan keterampilan

dasar dalam belajar, Questioning (menyusun pertanyaan) adalah

keterampilan yang diperoleh sebagai hasil dari membaca dan membuat

resume. Ketika memahami materi maka siswa mampu menjawab

(Answering) sejumlah pertanyaan yang terkait. Ketiga komponen ini

jika dipadu maka akan menjadi suatu kemampuan dan kecakapan

berfikir (Astuti & Corebima, 2016).

Sintaks RQA adalah 1) Reading (membaca), siswa diminta

membaca terkait materi yang akan di ajarkan; 2) Questioning

(membuat pertanyaan), siswa diminta membuat pertanyaan terkait

hasil membaca yang masih belum dipahami; 3) Answering

(menjawab), siswa menjawab sendiri pertanyaan yang telah dibuatnya

(Davoudi, 2015).

Nur & Ari (2016), mengemukakan bahwa 1) Reading

(membaca), secara individual siswa memang “dipaksa” secara serius

membaca serta memahami isi bacaan, selanjutnya berupaya

menemukan bagian dari isi bacaan yang substansial atau sangat

substansial; 2) Questioning (membuat pertanyaan), kegiatan siswa

pada tahap ini adalah dengan mengajukan pertanyaan yang muncul


19

dari pikirannya setelah melewati tahapan sebelumnya yaitu Reading.

Dengan cara ini siswa akan tetap fokus membaca dan mengingat

materi dengan lebih baik, pertanyaan yang dituliskan bukanlah

pertanyaan yang jawabannya sudah ada dalam ringkasan, pendahuluan,

atau kesimpulan. Bahan acuan untuk membuat pertanyaan adalah 5 W

(What, When, Where, Why, Whose) dan 1 H (How). Substansi yang

ditanyakan adalah yang penting atau sangat penting terkait dengan

materi bacaan yaitu virus dan protista. Jumlah pertanyaan disesuaikan

dengan pokok bahasan, seluruh pertanyaan itu dibuat secara tertulis

dan bersifat individual; 3) Answering (menjawab), siswa menjawab

sendiri pertanyaan yang telah dibuatnya, yang merupakan proses

kognitif yang penting dalam meningkatkan hasil belajar siswa.

Keunggulan strategi Reading, Questioning, and Aswering (RQA)

adalah dapat meningkatkan budaya membaca mahasiswa yang masih

minim. Menurut Astutu & Corebima (2016) bahwa implementasi

strategi pembelajaran Reading, Questioning, and Aswering (RQA)

terbukti mampu memaksa siswa membaca materi pembelajaran yang

ditugaskan, sehingga pembelajaran yang dirancang dapat terlaksana

dengan baik, serta pemahaman terhadap materi pembelajaran berhasil

ditingkatkan hampir 100 %.

Penerapan model RQA menunjukkan adanya pengaruh positif

terhadap keterampilan berpikir kritis siswa sebesar 26 %, namun


20

penerapan model ini memiliki kelemahan dalam pelatihan sikap

kerjasama dan kolaborasi siswa (Priantari, 2014).

Berdasarkan pendapat para ahli di atas, maka dapat disimpulkan

bahwa Reading, Questioning, and Aswering (RQA) adalah strategi

pembelajaran yang melatih siswa untuk bertanya dan membuat

pertanyaan serta melatih siswa untuk dapat kritis dalam menjawab dan

menanggapi suatu permasalahan berupa pertanyaan.

b. Creative Problem Solving (CPS)

Pada pertengahanan 1950, para pebisnis dan pendidik berkumpul

bersama di Annual Creative Problem Solving Institute yang

dikoordinasi oleh Osborn di Bufallo, yang mana dari perkumpulan

tersebut melahirkan sebuah program yang dikenal dengan Creative

Problem Solving (Parnes). Dalam program ini ada enam criteria yang

dijadikan landasan utama dan sering disingkat dengan OFPISA:

Objective, Finding, Fact Finding, Idea Finding, Solution Finding, dan

Acceptence Finding.

Osborn orang pertama yang memperkenalkan struktur Creative

Problem Solving (CPS) sebagai metode untuk menyelesaikan masalah

secara kreatif. Menurut Osborn, hampir semua upaya pemecahan

masalah selalu melibatkan keenam karakteristik tersebut. Dalam

konteks pembelajaran, Creative Problem Solving juga melibatkan

keenam tahap tersebut untuk dapat dilakukan oleh siswa. Guru dalam

Creative Problem Solving bertugas untuk mengarahkan upaya


21

pemecahan masalah secara kritis. Ia juga bertugas untuk menyediakan

materi pelajaran atau topik diskusi yang dapat merangsang siswa untuk

berpikir kritis dalam memecahkan masalah (Miftahul, 2013).

Robitah (2014) Model Creative Problem Solving (CPS) adalah

suatu model pembelajaran yang melakukan pemusatan pada

pembelajaran dari keterampilan pemecahan masalah, yang diikuti

dengan penguatan keterampilan. Ketika dihadapkan dengan suatu

pertanyaan, siswa dapat melakukan keterampilan memecahkan

masalah untuk memilih dan mengembangkan tanggapannya. Tidak

hanya dengan cara menghafal tanpa dipikir, keterampilan memecahkan

masalah memperluas proses berpikir.

Menurut Aris (2014), mengatakan bahwa Creative Problem

Solving (CPS) merupakan variasi dari pembelajaran dengan

pemecahan masalah melalui teknik sistematik dalam

mengorganisasikan gagasan kreatif untuk menyelesaikan suatu

permasalahan.

Creative Problem Solving adalah suatu metode menciptakan

pembelajaran dimana siswa menerima masalah yang dapat merangsang

siswa menyelesaikannya secara kreatif sehingga dapat digunakan

dalam kehidupan sehari-hari. Guru hanya beperan sebagai motivator

dan pembimbing siswa dalam menyelesaikan masalah (Shaheen,

2010). Pemecahan masalah secara kreatif seperti bagaimana

kemampuan untuk membentuk kombinasi ide-ide baru untuk


22

memenuhi kebutuhannya dalam memberi keputusan dan menghasilkan

karya dari apa yang ditemukan.

Berdasarkan pendapat para ahli di atas, maka dapat disimpulkan

bahwa Creative Problem Solving (CPS) adalah suatu model

pembelajaran yang melakukan pemusatan pada pengajaran dan

keterampilan pemecahan masalah yang diikuti dengan pemecahan

masalah yang diikuti dengan penguatan keterampilan.

Menurut Miftahul (2013), sintak proses Creative Problem

Solving berdasarkan kriteria OFPISA (Objective, Finding, Fact

Finding, Idea Finding, Solution Finding, dan Acceptence Finding)

model Osborn-Parnes dapat dilihat berikut:

1) Objective Finding

Siswa dibagi ke dalam kelompok-kelompok. Siswa

mendiskusikan situasi permasalahan yang diajukan guru dan

membrainstroming sejumlah tujuan atau sasaran yang bisa

digunakan untuk kerja kreatif mereka. Sepanjang proses ini siswa

diharapkan bisa membuat suatu konsensus tentang sasaran yang

hendak dicapai kelompoknya.

2) Fact Finding

Siswa membrainstroming semua fakta yang mungkin

berkaitan dengan sasaran tersebut. Guru mendaftar setiap

perspektif yang dihasilkan oleh siswa. Guru memberi waktu

kepada siswa untuk berefleksi tentang fakta-fakta apa saja yang


23

menurut mereka paling relevan dengan sasaran dan solusi

permasalahan.

3) Problem Finding

Salah satu aspek terpenting dari kreativitas adalah

mendefinisikan kembali perihal permasalahan agar siswa bisa lebih

dekat dengan masalah sehingga memungkinkannya untuk

menemukan solusi yang lebih jelas.

4) Idea Finding

Langkah ini, gagasan-gagasan siswa didaftar agar siswa bisa

melihat kemungkinan menjadi solusi atas situasi permasalahan. Ini

merupakan langkah brainstorming yang sangat penting. Setiap

usaha siswa harus diapresiasi sedemikian rupa dengan penulisan

setiap gagasan, tidak peduli seberapa relevan gagasan tersebut akan

menjadi solusi. Setelah gagasan-gagasan terkumpul, cobalah

meluangkan beberapa saat untuk menyortir mana gagasan yang

potensial dan yang tidak potensial sebagai solusi. Tekniknya adalah

evaluasi cepat atas gagasan-gagasan tersebut untuk menghasilkan

hasil sortir gagasan yang sekiranya bisa menjadi pertimbangan

solusi lebih lanjut.

5) Solution Finding

Tahap ini, gagasan-gagasan yang memiliki potensi terbesar

dievaluasi bersama. Salah satu caranya adalah dengan

membrainstroming kriteria-kriteria yang dapat menentukan seperti


24

apa solusi yang terbaik itu seharusnya. Kriteria ini dievaluasi

hingga ia menghasilkan penilaian yang final atas gagasan yang

pantas menjadi solusi atas situasi permasalahan.

6) Acceptance Finding

Tahap ini, siswa mulai mempertimbangkan isu-isu nyata

dengan cara berpikir yang sudah mulai berubah. Siswa diharapkan

sudah memiliki cara baru untuk menyelesaikan berbagai masalah

secara kreatif. Gagasan-gagasan mereka diharapkan sudah bisa

digunakan tidak hanya untuk menyelesaikan masalah, tetapi juga

untuk mencapai kesuksesan.

Tabel 2.3.
Skenario Pembelajaran Creative Problem Solving

Tahap Creative Langkah-langkah Aktivitas Prestasi


Problem pembelajaran Pembelajaran
Solving
Penemuan 1. Memberikan pertanyaan Menanggapi
Fakta pemandu, bercerita dan pertanyaan, menge
meminta siswa mukakan pengetahuan
mengemukakan tanggapan dan pemahaman yang
untuk menanamkan berhubungan dengan
pengetahuan dan pemahaman konsep.
siswa pada suatu konsep
2. Menjelaskan tujuan dan
pembelajaran yang akan
dilakukan
Penemuan 2. Menanggapi pertanyaan, 1. Melakukan tanya
Masalah mengemukakan pengetahuan jawab tentang
dan pemahaman yang materi yang akan
berhubungan dengan konsep. dipelajari
Penemuan 3. Siswa dalam kelompok 2. Melakukan
Gagasan menyampaikan tanggapan pengamatan,
atau pendapat atau percobaan, dan
memecahkan masalah dari diskusi untuk
guru memperoleh
pengalaman
25

langsung sesuai
petunjuk dan arahan
Penemuan 4. Siswa berpikir dan mencari 3. Melakukan
Jawaban alternatif jawaban yang benar perbandingan dan
untuk memecahkan masalah analisis terhadap
pendapatpendapat
yang telah diberikan
oleh anggota
kelompok untuk
mencari jawaban
yang relatif benar.
Penentuan 5. Guru memberi masukan 4. Melakukan
Jawaban terhadap pendapat anak dan penyaringan konsep
memberikan pengertian yang benar dan
tentang penyelesain yang salah serta
benar mengungkapkan
kelemahan dan
kelebihan
5.
Sumber: Miftahul (2013).

Kelebihan dan kelemahan Creative Problem Solving (CPS) yaitu

sebagai berikut:

1) Kelebihan

Menurut Robitah (2010), kelebihan Model CPS sama halnya

seperti kelebihan model-model pembelajaran yang berbasis pada

pemecahan masalah pada umumnya, Subakir (2013) menyebutkan

keunggulan-keunggulan tersebut antara lain bahwa pemecahan

masalah: merupakan teknik yang cukup bagus untuk memahami isi

pelajaran, dapat menantang kemampuan siswa serta memberikan

kepuasan untuk menemukan, dapat meningkatkan aktivitas

pembelajaran siswa; dapat membantu siswa bagaimana

mentransfer pengetahuan mereka untuk memahami masalah dalam

kehidupan nyata, dapat membantu siswa untuk mengembangkan


26

pengetahuan barunya dan bertanggung jawab dalam pembelajaran

yang mereka lakukan, disamping juga dapat mendorong untuk

melakukan evaluasi sendiri baik terhadap hasil maupun proses

belajarnya, bisa memperlihatkan kepada siswa bahwa setiap mata

pelajaran, pada dasarnya merupakan cara berfikir dan sesuatu yang

harus dimengerti oleh siswa, bukan sekedar belajar dari guru atau

dari buku-buku saja; dianggap lebih menyenangkan dan disukai

siswa, bisa mengembangkan kemampuan siswa untuk berpikir

kritis dan mengembangkan kemampuan mereka untuk

menyesuaikan dengan pengetahuan baru.

Miftahul (2013), kelebihan model CPS meliputi melatih

siswa untuk mendesain suatu penemuan, berpikir dan bertindak

kreatif, memecahkan masalah yang dihadapi secara realistis,

mengidentifikasi dan melakukan penyelidikan, menafsirkan dan

mengevaluasi hasil pengamatan, merangsang perkembangan

kemajuan berpikir siswa untuk menyelesaiakan masalah yang

dihadapi dengan tepat, dan dapat membuat pendidikan sekolah

lebih relevan dengan kehidupan, khususnya dunia kerja.

2) Kekurangan

a) Beberapa pokok bahasan sangat sulit untuk menerapkan

metode pembelajaran ini. Misalnya keterbatasan alat-alat

laboraturium menyulitkan siswa untuk melihat dan mengamati

serta menyimpulkan kejadian atau konsep tersebut.


27

b) Memerlukan alokasi waktu yang lebih panjang dibandingkan

dengan metode pembelajaran yang lain (Maftukhin, Dwijanto,

Veronica, 2014).

B. Kerangka Berpikir

Paradigma pendidikan nasional adalah suatu cara memandang dan

memahami pendidikan nasional, dan dari sudut pandang ini kita mengamati

dan memahami masalah dan permasalahan yang dihadapi dalam pendidikan

nasional, dan mencari cara mengatasi permasalahan tersebut. Secara universal

memasuki abad 21, terjadi pergeseran paradigma global dalam pola berfikir

yaitu dari pola berfikir yang bersifat komplementalistik dan fragmentalistik

kepada pola berfikir yang bersifat holistic dan pada gilirannya berpengaruh

terhadap paradigma berfikir dalam dunia pendidikan termasuk di dalamnya

peran serta dosen.

Tantangan abad 21 individu perlu memiliki kompetensi dalam 5

keterampilan utama, yakni: (1) mampu menyesuaikan (adaptability); (2)

keterampilan komunikasi kompleks (complex communication skills); (3)

keterampilan pemecahan masalah (problem-solving skills); (4) keterampilan

mengatur diri sendiri (self-management and self-development); dan (5) sistem

berfikir (systems thinking). Membangun siswa agar memiliki keterampilan

tersebut merupakan suatu tantangan tersendiri bagi dosen. Paradigma

pembelajaran lama sudah tidak bisa lagi dipertahankan. Inovasi pembelajaran

lebih mengarah pada pembelajaran yang berpusat pada siswa (student


28

centered) yang prosesnya dirancang dan dikondisikan untuk siswa agar

belajar. Hubungan antara pendidik dengan siswa menjadi hubungan yang

saling belajar dan saling membangun. Prinsip-prinsip pembelajaran dari

berpusat pada guru menuju student center dan constructivisme learning, dari

satu arah menuju interaktif, dari isolasi menuju lingkungan jejaring, dari pasif

menuju aktif menyelidiki, dari abstrak menuju konteks dunia nyata, dari

hubungan satu arah bergeser menuju kolaboratif, dari pemikiran faktual

menuju kritis, dan dari penyampaian pengetahuan menuju pertukaran

pengetahuan.

Model pembelajaran yang dapat digunakan dalam memaksimalkan

kemampuan berfikir siswa diantaranya adalah model RQA dipadu CPS. Kedua

model ini memiliki sintaks pembelajaran yang berkesinambungan dan saling

menunjang. Fase-fase dalam RQA yang dimulai dengan Reading (membaca)

sudah merupakan keterampilan dasar dalam belajar, Questioning (menyusun

pertanyaan) adalah keterampilan yang diperoleh sebagai hasil dari membaca

dan membuat resume. Fase Creative Problem Solving berdasarkan kriteria

OFPISA (Objective, Finding, Fact Finding, Idea Finding, Solution Finding,

dan Acceptence Finding).

Keunggulan model Reading Questioning Answering (RQA) adalah

dapat meningkatkan budaya membaca siswa yang masih minim. Keunggulan

model CPS adalah dapat menciptakan pembelajaran dimana siswa menerima

masalah yang dapat merangsang siswa menyelesaikannya secara kreatif

sehingga dapat digunakan dalam kehidupan sehari-hari.


29

Pengintegrasian kedua model ini, kerena ketika memahami materi

maka siswa mampu menjawab (Answering) sejumlah pertanyaan yang terkait.

Ketiga komponen ini jika dipadu maka akan menjadi suatu kemampuan dan

kecakapan berfikir. Selain itu, karena model pembelajaran ini dapat

menciptakan anak yang dapat menyelesaikan masalah dengan sendiri secara

kreatif. Selain itu, pengintegrasian kedua model ini, akan memudahkan peran

guru sebagai motivator dan membimbing siswa dalam menyelesaikan masalah

dengan mandiri. Mengembangkan kemampuan siswa untuk berpikir kritis dan

berpikir kreatif serta dapat mengembangkan kemampuan siswa untuk

menyesuaikan dengan pengetahuan baru.


30

BAB III
METODE PENELITIAN

A. Model Penelitian dan Pengembangan

Penelitian ini termasuk dalam penelitian dan pengembangan

pendidikan (Educational Research and Developmen) yaitu suatu metode untuk

menghasilkan produk tertentu dan menguji keefektifan produk tersebut.

Penelitian dilakukan untuk membuat produk kemudian menguji keefektifan

produk tersebut. Produk yang dimaksud berupa perangkat pembelajaran kimia

berbasis RQA dipadu CPS yang membantu meningkatkan kemampuan

berpikir kritis dan berpikir kreatif siswa.

Pengembangan yang dimaksud dalam penelitian ini merupakan proses

pengembangan produk berupa perangkat pembelajaran kimia berbasis RQA

dipadu CPS. Perangkat pembelajaran kimia yang dihasilkan merupakan hasil

dari analisis kebutuhan yang perlu diuji validitas dan efektivitasnya sehingga

dapat digunakan guru dalam mengelola pembelajaran. Model yang digunakan

untuk mengembangkan perangkat pembelajaran dalam penelitian ini adalah

model 4-D (four D model). Thiagrajan et al (1974) menjelaskan model 4-D

(four D model) memiliki 4 tahap, yaitu: (1) Tahap pendefinisian (define)

merupakan tahapan yang bertujuan untuk menetapkan dan mendefinisikan

syarat-syarat pembelajaran. Beberapa kegiatan pada tahap pendefiniasian

adalah analisis masalah, analisis siswa, analisis tugas, analisis konsep, dan

merumuskan tujuan pembelajaran. (2) Tahap perancangan (design) merupakan

tahapan yang bertujuan untuk menyiapkan draft atau tipe perangkat

30
31

pembelajaran. Beberapa kegiatan pada tahap ini adalah merumuskan tujuan

pengembangan perangkat pembelajaran dan menentukan rancangan awal

perangkat pembelajaran. (3) Tahap pengembangan (develop) merupakan tahap

yang bertujuan untuk menghasilkan perangkat pembelajaran yang sudah

direvisi berdasarkan masukan dari para ahli dibidang pendidikan kimia. Pada

tahap ini juga akan dilakukan uji coba terbatas di sekolah yang telah

ditetapkan oleh peneliti terhadap perangkat pembelajaran yang telah

dikembangkan. (4) Tahap pendiseminasian (disseminate) bertujuan untuk

menggunakan perangkat pada skala yang lebih luas melibatkan banyak

sekolah dan guru lain. Dalam penelitian ini tahap penyebaran berupa

penggunaan perangkat pembelajaran pada saat penelitian untuk menguji

efektivitas perangkat, menyerahkan perangkat pembelajaran yang telah

direvisi ke sekolah, dan publikasi hasil penelitian pada jurnal yang diakreditasi

nasional.

B. Rancangan Model Pengembangan

Rancangan pengembangan perangkat pembelajaran kimia berbasis

RQA dipadu CPS mengacu pada langkah-langkah dalam model penelitian dan

pengembangan model 4-D (four D model). Rincian hal-hal yang akan

dilakukan pada masing-masing tahap dalam mengembangkan perangkat

pembelajaran berbasis RQA dipadu CPS, yaitu Pertama Tahap Pendefinisian

(Define), meliputi analisis masalah, analisis siswa, analisis tugas, analisis

konsep, merumuskan tujuan pembelajaran, Kedua Tahap Perancangan


32

(Design) meliputi merumuskan tujuan pengembangan perangkat

pembelajaran, rancangan awal perangkat pembelajaran, Ketiga Tahap

Pengembangan (Development) terdiri dari validasi perangkat pembelajaran,

pembelajaran di kelas, dan Keempat Tahap Penyebaran (disseminate).

C. Prosedur Pengembangan

Prosedur penelitian yang dilakukan mengacu pada langkah-langkah

dalam model penelitian dan pengembangan model 4-D (four D model). Tahap-

tahap tersebut dapat dirangkum pada gambar 3.1 berikut ini.


33

PENDEFENISIA
N
Analisis
Masalah

Analisis
Siswa

PERANCANGA
Analisis Analisis
Siswa Siswa
Spesifikasi Tujuan

N
Pembelajaran
Pemeilihan
Format
Rancangan Awal Perangkat
Pembelajaran
Draf 1 Draf Awal Perangkat

PENGEMBANGAN
Konsultasi ke Pembimbing

Draf 1 Revisi 1

Uji Validasi Ahli

Draf 1 Revisi 2

Perangkat
Pembelajaran
Analisis Uji Coba

Revisi

Uji Coba Terbatas

Gambar 3.1. Model Pengembangan Perangkat Pembelajaran 4 D Diadaptasi dari


Trianto (2007) Pengemasan dan PENYEBARA
Penyebaran N
34

Rincian hal-hal yang akan dilakukan pada masing-masing tahap

dalam mengembangkan perangkat RQA dipadu CPS dapat dijelaskan

sebagai berikut:

a. Tahap Pendefinisian (Define)

1) Analisis Masalah

Analisis masalah dalam penelitian dan pengembangan ini

bertujuan untuk memunculkan dan menetapkan masalah yang

dihadapi oleh siswa dalam pembelajaran kimia di SMA sehingga

muncul kebutuhan dasar yang diperlukan dalam mengembangkan

perangkat. Dari masalah dan kebutuhan tersebut selanjutnya

disusun alternatif pengembangan perangkat pembelajaran yang

relevan untuk menyelesaikan masalah tersebut. Beberapa hal yang

perlu diperhatikan dalam memunculkan masalah adalah kurikulum,

tantangan masa depan dan kondisi saat ini..

Permasalahan yang sangat mendasar di SMA Negeri 8

Mataram adalah belum tersedianya perangkat pembelajaran yang

dapat membimbing siswa untuk belajar aktif melalui kegiatan

ilmiah dalam menemukan dan membangun konsep serta melatih

kemampuan berfikir tingkat tinggi siswa, pembelajaran lebih

cenderung berpusat pada guru sehingga hal ini bertentangan

dengan tuntutan kurikulum 2013 yang menekankan pembelajaran

berpusat pada siswa. Jika masalah tersebut tidak ditemukan

penyelesaiannya, akan berdampak pada rendahnya prestasi belajar


35

siswa dan dapat menghasilkan lulusan yang kurang berkualitas

sehingga tidak mampu menjawab tantangan masa depan yaitu

menjadi manusia yang mandiri, menguasai sains, dan teknologi.

2) Analisis Siswa

Analisis siswa dilakukan untuk mengetahui karakteristik

siswa yang meliputi tingkat perkembangan kognitif siswa dan

sosiokultural. Perkembangan kognitif siswa menurut teori Piaget

ditentukan oleh manipulasi dan interaksi aktif anak dengan

lingkungannya. Menurut teori ini siswa SMA terletak pada tahap

operasional formal, artinya siswa telah mampu berpikir dengan

cara yang lebih abstrak dan logis, pada tahap ini siswa mampu

meningkatkan kemampuan berpikir kritis dan berpikir kreatif

secara sistematis. Oleh karena itu, siswa SMA Negeri 8 Mataram

dapat diarahkan untuk belajar dengan tahapan Model RQA dipadu

CPS

Analisis sosiokultural siswa SMA Negeri 8 Mataram dapat

dilihat dari perbedaan yang dimiliki. Berdasarkan penelusuran

dokumen buku induk siswa, diperoleh data bahwa pekerjaan orang

tua siswa kelas XI terbagi menjadi empat jenis yaitu PNS, petani,

buruh tani, pedagang. Sedangkan menurut suku, siswa dibagi

menjadi tiga suku yaitu suku Sasak, suku Jawa, dan suku Bali.

Namun demikian, walaupun ada perbedaan pengetahuan, latar

belakang keluarga, dan suku dalam kelompok siswa namun mereka


36

memiliki tingkat perkembangan kognitif yang relatif sama. Hal

inilah yang nantinya akan digunakan sebagai bahan pertimbangan

untuk mengembangkan perangkat pembelajaran agar perbedaan

yang ada tersebut dapat disatukan.

3) Analisis Tugas

Kegiatan analisis tugas dilakukan untuk menentukan isi

dari perangkat pembelajaran. Dalam menentukan isi perangkat

pembelajaran, perlu dianalisis materi yang ada pada kurikulum

2013 yaitu asam dan basa. Hasil analasis akan dijelaskan ke dalam

buku ajar siswa dan lembar kegiatan RQA dipadu CPS. Tugas-

tugas yang telah disusun diharapkan dapat membimbing siswa

untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan.

4) Analisis konsep

Analisis konsep pada materi asam dan basa bertujuan untuk

mengidentifikasi konsep esensial yang akan diajarkan sehingga

dapat disusun secara sistematik dalam peta konsep berdasarkan

silabus dari Kurikulum 2013. Peta konsep yang disusun tersebut

diharapkan dapat memudahkan siswa dalam memahami materi.

5) Merumuskan Tujuan Pembelajaran

Hasil analisis kompetensi dasar dan indikator pada asam

dan basa digunakan sebagai acuan untuk merumuskan tujuan

pembelajaran. Rangkaian tujuan ini merupakan dasar untuk

menyusun tes dan desain perangkat pembelajaran. Tujuan


37

pembelajaran berdasarkan hasil dari analisis kompetensi dasar

(KD) dan pokok bahasan materi asam dan basa.

b. Tahap Perancangan (Design)

Tahap ini dilakukan untuk merancang dan membuat perangkat

pembelajaran kimia berbasis RQA dipadu CPS, tahap perancangan

meliputi:

1) Merumuskan tujuan pengembangan perangkat pembelajaran

Perangkat pembelajaran berbasis RQA dipadu CPS

merupakan pedoman bagi guru dan siswa dalam mengelola

pembelajaran kimia di kelas. Oleh karena itu, tujuan utama

pengembangan perangkat pembelajaran adalah untuk

menyelesaikan permasalahan yang terjadi di SMA Negeri 8

Mataram seperti belum tersedianya perangkat pembelajaran yang

dapat membimbing siswa belajar aktif dalam menemukan dan

membangun konsep melalui kegiatan ilmiah, serta mampu berpikir

tingkat tinggi. Untuk mengetahui perangkat pembelajaran yang

digunakan dapat menyelesaikan masalah di SMA, perlu disusun tes

kemampuan berpikir kritis dan berpikir kritis untuk mengukur

tercapainya tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan.

2) Rancangan awal perangkat pembelajaran

Rancangan awal perangkat dilakukan sebelum uji coba.

Kegiatan yang dilakukan pada tahap ini adalah pemilihan format

perangkat pembelajaran kimia dengan mengkaji format-format


38

yang sudah ada, penyusunan perangkat pembelajaran, konsultasi

dengan pembimbing, dan dihasilkan rancangan awal perangkat

pembelajaran kimia. Deskripsi perangkat pembelajaran yang

dikembangkan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

a) Silabus

Silabus dalam penelitian ini merupakan penjabaran dari

kompetensi dasar 3.10 yaitu Menganalisis sifat larutan

berdasarkan konsep asam basa dan/atau pH larutan dan 4.10

yaitu mengajukan ide/gagasan tentang penggunaan indikator

yang tepat untuk menentukan keasaman asam/basa atau titrasi

asam/basa, yang digunakan sebagai panduan dalam

mengembangkan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP).

b) Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)

Rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) merupakan panduan

yang berisi langkah-langkah yang akan dilakukan guru dalam

kegiatan pembelajaran di kelas. Kegiatan pembelajaran pada

RPP disusun berdasarkan tahap RQA dipadu CPS. RPP yang

dikembangkan dalam penelitian ini terdiri dari lima kali

pertemuan. Empat kali pertemuan dengan aloksi waktu 2 x 45

menit dan satu kali pertemuan dengan alokasi waktu 3 x 45

menit.
39

c) Lembar Kegiatan Siswa (LKS)

Lembar Kegiatan Siswa dalam penelitian ini merupakan

panduan bagi siswa dalam mengembangkan kemampuan

berpikir kritis dan berpikir kreatif siswa berdasarkan tujuan

yang hendak dicapai. Kegiatan siswa pada LKS tersebut

menggambarkan setiap tahapan RQA dipadu CPS.

d) Tes Kemampuan Berpikir Kritis

Tes kemampuan berpikir kreitis merupakan tes yang digunakan

untuk mengukur kemampuan berpikir kritis siswa. Tes tersebut

disusun merujuk pada aspek berpikir kritis yaitu interpretasi,

analisis, evaluasi, inferensi, dan penjelasan (Facione, 1997).

Tes kemampuan berpikir kritis ini berjumlah masing-masing 7

butir soal uraian yang diberikan di awal sebelum pembelajaran

dan di akhir setelah pembelajaran.

e) Tes Kemampuan Berpikir Kreatif

Tes kemampuan berpikir kreatif merupakan tes yang digunakan

untuk mengukur kemampuan berpikir kreatif siswa. Tes

tersebut disusun merujuk pada aspek berpikir kreatif yaitu

aspek fluence (kelancaran), flexibility (kelenturan), originality

(keaslian), dan elaboration (kerincian) (Munandar, 1992). Tes

kemampuan berpikir kreatif ini berjumlah masing-masing 12

butir soal uraian yang diberikan di awal sebelum pembelajaran

dan di akhir setelah pembelajaran.


40

f) Lembar Observasi Kemampuan Berpikir Kritis dan Berpikir

Kreatif

Lembar observasi kemampuan berpikir kritis dan berpikir

kreatif digunakan untuk mengukur keterlaksanaan kemampuan

berpikir kritis dan berpikir kreatif siswa.

c. Tahap Pengembangan (Development)

Setelah rancangan awal perangkat pembelajaran disusun, tahap

berikutnya adalah tahap pengembangan. Tahap ini dimaksudkan untuk

menyempurnakan dra Setelah rancangan awal perangkat pembelajaran

disusun, tahap berikutnya adalah tahap pengembangan. Tahap ini

dimaksudkan untuk menyempurnakan draf awal perangkat

pembelajaran melalui umpan balik ahli dan revisi. Oleh karena itu,

tahap ini dilanjutkan dengan uji coba selama dua kali yaitu uji coba

kelompok kecil melibatkan 10 siswa dan uji coba kelompok terbatas

melibatkan SMA Negeri 8 Mataram pada kelas XI IPA 1 dengan jumlah

siswa 30 orang. Hal ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas

perangkat pembelajaran yang telah disempurnakan berdasarkan

masukan dari ahli. Tahapan uji coba ini terdiri dari:

1) Validasi perangkat pembelajaran

Validasi perangkat pembelajaran dilakukan oleh validator

ahli yang berkompeten di bidang pendidikan kimia. Validator akan

memberikan saran pada perangkat pembalajaran yang telah

dikembangkan. Saran dari validator tersebut digunakan untuk


41

perbaikan pada perangkat pembelajaran sebelum dilakukan uji

coba skala terbatas.

2) Pembelajaran di kelas

Uji coba terbatas dan uji efektifitas dilakukan di SMA

Negeri 8 Mataram. Uji coba terbatas dilakukan pada 18 orang

siswa kelas XI SMA Negeri 8 Mataram. Sedangkan uji coba

efektifitas dilakukan di SMA Negeri 8 Mataram. Peneliti memilih

siswa di sekolah ini sebagai subyek penelitian dengan beberapa

pertimbangan yang ditemukan pada saat kegiatan observasi.

Rancangan yang digunakan yaitu desain penelitian merupakan

bentuk rancangan yang digunakan dalam melakukan prosedur

penelitian. Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini

adalah pre-experimental designs (nondesigns) dengan desain one-

group pretest-posttest design. Sampel pada uji coba ini yakni

seluruh siswa pada satu kelas yang dijadikan obyek dalam

penelitian, yang artinya sampel tidak dipilih secara random. Pada

desain ini terdapat pre test sebelum diberi perlakuan, dan post test

setelah diberi perlakuan, sehingga hasil perlakuan dapat diketahui

lebih akurat, karena dapat membandingkan dengan keadaan

sebelum diberi perlakuan. Desain ini dapat dilihat pada Tabel 3.1
42

Tabel 3.1
Desain Penelitian

Pre-Test Perlakuan Post-Test


O1 X1 O2
(Sugiyono, 2017)
Keterangan:
O1: Pemberian tes awal pada kelas yang diajar dengan perangkat
pembelajaran kimia berbasis Reading, Questioning, and
Answering (RQA) dipadu Creative Problem Solving (CPS)
yang dikembangkan
O2: Pemberian tes akhir pada kelas yang diajar dengan perangkat
pembelajaran kimia berbasis Reading, Questioning, and
Answering (RQA) dipadu Creative Problem Solving (CPS)
yang dikembangkan

d. Tahap Penyebaran (disseminate)

Tahap penyebaran perangkat pembelajaran dilakukan dengan

melakukan seminar, publikasi, dan penyebaran.

D. Instrumen Pengumpulan Data

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

1. Instrumen Validasi

Terdapat enam jenis instrument validasi yang digunakan, yaitu

validasi silabus, validasi Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP),

validasi Lembar Kerja Siswa (LKS), validasi penilaian produk, validasi

test soal berpikir kritis, dan validasi test soal berpikir kreatif, dengan skala

Likert dengan penilaian sebagai berikut:

Sangat Baik (SB) :5

Baik (B) :4

Cukup (SB) :3
43

Kurang (SB) :2

Sangat Kurang (SB) : 1

(Sumber: Widyoko, 2009).

2. Instrumen Kepraktisan

Instrumen kepraktisan dilakukan untuk memperoleh data-data

tentang kepraktisan perangkat pembelajaran yang dikembangkan.

Instrumen kepraktisan meliputi lembar observasi kemampuan berpikir

kritis, lembar observasi kemampuan berpikir kreatif, validasi respon siswa,

validasi respon guru, dan lembar penilaian pelaksanaan pembelajaran.

Selengkapnya dapat dijabarkan sebagai berikut:

a. Instrumen Kepraktisan Lembar Observasi Kemampuan Berpikir Kritis

dan Berpikir Kreatif

Instrumen kepraktisan lembar observasi kemampuan berpikir

kritis dan berpikir kreatif siswa terdiri dari lembar pengamatan yang

diisi oleh observer selama proses pembelajaran dengan indikator

meliputi interpretasi, analisis, evaluasi, inferensi, dan penjelasan

dengan dua alternatif jawaban yaitu:

1) Jika deskriptor yang muncul tepat dan disampaikan dengan Bahasa

yang mudah dipahami diberi skor 4

2) Jika deskriptor yang muncul tepat namun Bahasa yang digunakan

sulit untuk dipahami diberi skor 3

3) Jika deskriptor yang muncul kurang tepat diberi skor 2

4) Jika deskriptor yang muncul belum tepat diberi skor 1


44

b. Instrumen Kepraktisan Respon Siswa, Guru, dan Pelaksanaan

Pembelajaran

Instrumen kepraktisan respon siswa, guru, dan pelaksanaan

pembelajaran diberikan kepada siswa pada akhir penelitian. Instrumen

ini bertujuan untuk mengetahui kualitas kepraktisan berdasarkan

respon dan tanggapan siswa, guru, dan pelaksanaan pembelajaran

terhadap aspek kebermanfaatan dan kemudahan perangkat

pembelajaran berbasis RQA dipadu CPS yang telah dikembangkan

untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis dan berpikir kreatif.

Instrumen kepraktisan respon siswa disusun berdasarkan skala

Guttman dengan dua alternatif jawaban yaitu:

Ya :1

Tidak :0

(Sumber: Widyoko, 2009).

E. Teknik Analisis Data

Data-data yang telah diperoleh dalam penelitian ini dianalisis melalui

tahapan berikut ini:

1. Analisis Data Kevalidan

Teknik analisis data kevalidan, meliputi Analisis kevalidan silabus,

rpp, LKS, angket penilaian soal kemampuan berpikir kritis dan berpikir

kreatif, dan penilaian produk.


45

Jawaban setiap item instrumen kevalidan menggunakan skala Likert

sesuai dengan penskoran pada instrumen. Skor kemudian dihitung untuk

menentukan peresentase dari komponen kevalidan dengan persamaan

sebagai berikut:

S
P k   x 100%
N

Keterangan:

P(k) = Persentase komponen

S = Jumlah skor komponen hasil penelitian

N = Jumlah skor maksimum

(Sumber: Widyoko, 2009)

Peresentase yang telah diperoleh kemudian ditransformasikan ke

dalam interval untuk memperoleh kriteria penilaian. Penentuan kriteria

dilakukan dengan cara berikut:

1) Menentukan skor terendah yaitu 1

2) Menentukan skor tertinggi yaitu 5

3) Menentukan persentase skor ideal (skor maksimum) yaitu

5
x 100%  100%
5

4) Menentukan persentase skor terendah (skor minimum) yaitu

1
x 100%  20%
5

5) Menentukan range yaitu 100%  20%  80%

6) Menentukan kelas interval yaitu 5 kelas.


46

80%
7) Menentukan panjang interval yaitu 16%
5

Berdasarkan perhitungan di atas, maka rentang persentase dan

kriteria kualitatif dapat ditetapkan pada Tabel 3.2.

Tabel 3.2.
Rentang Persentase dan Kriteria

Persentase Kriteria
85 %-100 % Sangat Baik
69 %-84 % Baik
53 %-68 % Cukup
37 %-52 % Kurang
20-36 % Sangat Kurang
(Sumber: Widyoko, 2009)

2. Analisis Data Kepraktisan

a. Analisis Data Kepraktisan Respon Siswa, Guru, dan Penilaian

Pelaksanaan Pembelajaran

Jawaban setiap item instrumen kepraktisan respon siswa, guru,

dan penilaian pelaksanaan pembelajaran menggunakan skala Guttman

sesuai dengan penskoran pada instrumen. Skor kemudian dihitung

untuk menentukan peresentase dari komponen kepraktisan dengan

persamaan sebagai berikut:

S
P k   x 100%
N

Keterangan:

P(k) = Persentase komponen

S = Jumlah skor komponen hasil penelitian

N = Jumlah skor maksimum

(Sumber: Widyoko, 2009)


47

Peresentase yang telah diperoleh kemudian ditransformasikan ke

dalam interval untuk memperoleh kriteria penilaian. Penentuan kriteria

dilakukan dengan cara berikut:

1) Menentukan skor terendah yaitu 0

2) Menentukan skor tertinggi yaitu 1

3) Menentukan persentase skor ideal (skor maksimum) yaitu

1
x 100% 100%
1

4) Menentukan persentase skor terendah (skor minimum) yaitu

0
x 100%  0%
1

5) Menentukan range yaitu 100%  0% 100%

6) Menentukan kelas interval yaitu 5 kelas.

100%
7) Menentukan panjang interval yaitu  20%
5

Berdasarkan perhitungan di atas, maka rentang persentase dan

kriteria kualitatif dapat ditetapkan pada Tabel 3.3.

Tabel 3.3.
Rentang Persentase dan Kriteria

Persentase Kriteria
81 %-100 % Sangat Baik
61 %-80 % Baik
41 %-60 % Cukup
21 %-40 % Kurang
0-20 % Sangat Kurang
(Sumber: Widyoko, 2009)

b. Analisis Data Kepraktisan Observasi Kemampuan Berpikir Kritis dan


48

Berpikir Kreatif

Jawaban setiap item instrumen data kepraktisan observasi

kemampuan berpikir kritis dan berpikir kreatif sesuai dengan

penskoran pada instrumen. Skor kemudian dihitung untuk menentukan

peresentase dengan persamaan sebagai berikut:

S
P k   x 100%
N

Keterangan:

P(k) = Persentase komponen

S = Jumlah skor komponen hasil penelitian

N = Jumlah skor maksimum (Sumber: Widyoko, 2009)

Peresentase yang telah diperoleh kemudian ditransformasikan ke

dalam interval untuk memperoleh kriteria penilaian. Penentuan kriteria

dilakukan dengan cara berikut:

1) Menentukan skor terendah yaitu 1

2) Menentukan skor tertinggi yaitu 4

3) Menentukan persentase skor ideal (skor maksimum) yaitu

4
x 100% 100%
4

4) Menentukan persentase skor terendah (skor minimum) yaitu

1
x 100%  25%
4

5) Menentukan range yaitu 100%  25%  75%

6) Menentukan kelas interval yaitu 5 kelas.


49

75%
7) Menentukan panjang interval yaitu 15%
5

Berdasarkan perhitungan di atas, maka rentang persentase dan

kriteria kualitatif dapat ditetapkan pada Tabel 3.4.

Tabel 3.4.
Rentang Persentase dan Kriteria

Persentase Kriteria
86 %-100 % Sangat Baik
71 %-85 % Baik
56 %-70 % Cukup
41 %-55 % Kurang
25-40 % Sangat Kurang
(Sumber: Widyoko, 2009)

3. Analisis Validitas, Reliabilitas dan Tingkat Kesukaran Soal

a. Validitas Instrumen

Uji validitas instrumen penelitian menggunakan Rasch Model.

Kriteria validitas dilihat dari nilai probalitas-nya semua butir soal diatas

5% (0,05) dikatakan valid

b. Reliabilitas Instrumen

Untuk menguji reliabilitas instrumen soal Instrumen yang

digunakan adalah pilihan ganda beralasan untuk menguji realibilitas

instrumen digunakan Rasch Model K-R 20 (Cronbach Alpa).

c. Tingkat Kesukaran

Data dianalisis menggunakan Rasch Model

4. Analisis Data Efektivitas


50

Uji efektifitas perangkat pembelajaran kimia berbasis Reading,

Questioning, and Answering (RQA) dipadu Creative Problem Solving

(CPS) yang telah dikembangkan untuk meningkatkan kemampuan berpikir

kritis dan berpikir kreatif siswa SMA, maka dilakukan analisis nilai gain

(N-gain) ternormalisasi. Perhitungan ini bertujuan untuk mengetahui

peningkatan nilai pre test dan post test.

Skor gain ternormalisasi atau n-gain adalah salah satu metode untuk

menganalisis hasil tes awal dan tes akhir dan merupakan indikator terbaik

untuk mengidentifikasi tingkat keefektifan perlakuan yang diberikan. Hasil

perhitungan N-gain diinterpretasikan sesuai kriteria pada Tabel 3.5.

Tabel 3.5.
Kriteria N-gain

Presentase Kategori
N-Gain = 0,7 Tinggi
0,7 > N-Gain = 0,3 Sedang
0,3 > N-Gain Rendah
(Sumber: Hake, 1999)
51

DAFTAR PUSTAKA

Aris, S, 2014. Model Pembelajaran Inovatif dalam Kurikulum 2013. Yogyakarta:


Ar-Ruzz Media.

Astuti dan Corebima, A.D. 2016. Analisis Persepsi Dosen Terhadap Strategi
Pembelajaran Reading Questiong And Answering (RQA) Dan Argument
Driven Inquiry (ADI) Pada Program Studi Pendidikan Biologi Di Kota
Makassar. Jurnal Pendidikan Pascasarjana Pendidikan Biologi
Universitas Negeri Malang. 13-14

Bahtiar. 2014. Pengaruh Pembelajaran Think Pair Share (TPS) dan Reading
Questioning Answering (RQA) terhadap Sikap Sosial, Keterampilan
Metakognisi dan Penguasaan Konsep Biologi untuk Pendidikan
Multietnis pada Siswa SMA di Ternate. Disertasi. Malang: Universitas
Negeri Malang.

Davoudi, M. 2015. Critical Review of the Models of Reading Comperhension with


a Focus on Situtation Models. Sabzevari University, Sabzevari, Iran. 7
(5): 12.

Ennis, RH. 1991. Critical Thinking. New Jersey: Pretince Hall.

Fisher, A. 2009. Berpikir Kritis. Jakarta: Erlangga.

Haerullah, A dan Usman, F. 2013. Pengaruh Penerapan Model Reading,


Questioning, And Answering (RQA) Terhadap Pengetahuan Metakognitif
Siswa Kelas XI IPA SMA Negeri 2 Kota Ternate. Jurnal Pendidikan
Biologi FKIP Unkhair. 2 (1): 182.

Hajiyakhchali, A. 2013. The efects of Creative Problem Solving Process Training


on Academic Well-being of Shaid Chamran University Studens. Near
East University, Cyprus. 2 (54): 54.

Hake. 1999. Analyzing Change/Gain Scores. Indiana University.

Hassoubah, Z. I. 2002. Mengasah Pikiran Kreatif dan Kritis. Jakarta: Nuansa

Ibrahim. 2007. Kecakapan Hidup: Keterampilan Berpikir Kritis.

Maftukhin, Dwijanto, Veronica. 2014. Keefektifan Model Pembelajaran Creative


Problem Solving Berbantuan CD Pembelajaran Terhadap Kemampuan
Berpikir Kritis. Unnes Journal of Mathematics Education Jurusan
Matematika, FMIPA, Universitas Negeri Semarang, Indonesia. 3 (1): 34.
52

McGregor, D. 2007. Developing Thinking Developing Learning. Poland:


OpenUniversity Press.

Miftahul, H. 2013. Model-Model Pengajaran dan Pembelajaran. Yogyakarta:


Pustaka Pelajar.

Morgan. 1999. Learning to think things through: A guide to critical thinking in


the curriculum. Upper Saddle River, NJ: Prentice-Hall

Munandar, U. 1999. Mengembangkan Bakat dan Kreativitas Anak Sekolah:


Penuntun bagi Guru dan Orang Tua. Jakarta: PT. Gramedia.

Nur, I, A & Ari, I, H. 2016. Model Pembelajaran Reading Questioning and


Answering (RQA) Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Learning
Model Reading Questioning and Answering (RQA) to Improve Students
Achievement. Jurnal Biologi dan Pembelajaran Biologi, Pendidikan
Biologi FKIP Universitas Muhammadiyah Jember. 1 (1): 4

Priantari, I. 2014. Pengaruh Strategi RQA dipadu dengan TPS Terhadap


Kemampuan Berpikir Kritis Mahasiswa Prodi Pendidikan Biologi
Universitas Muhammadiyah Jember Mata Kuliah Genetika Tahun
Akademik 2012-2013. Tesis tidak diterbitkan. Malang: Universitas
Negeri Malang.

Purba M. 2006. Kimia Untuk SMA kelas X. Jakarta: Erlangga

Robitah, A. 2014. Pengaruh Model Pembelajaran Biologi Berbasis Inkuiri dan


Creative Problem Solving (CPS) Terhadap Kemampuan Berpikir Kreatif,
Keterampilan Proses Ilmiah dan Hasil Belajar Kognitif Siswa Kelas X.
Tesis Tidak Diterbitkan. Malang: Universitas Negeri Malang.

Safitri, D. 2016. Pengaruh Strategi Reading Questioning And Answering (RQA)


Dipadukan Dengan Think Pair Share (TPS) Terhadap Hasil Belajar
Siswa Kelas VIII Smp Negeri 2 Colomadu Pada Materi Sistem
Peredaran Darah Tahun Pelajaran 2015/2016. Jurnal Pendidikan
Universitas Muhammadiyah Surakarta. 25 (7).

Shaheen, R. 2010. Creativity and Education. Scientific Research Creative


Education,1 (3), 166-169.

Soeprapto, 2001. Membuat Manusia Berpikir Kreatif Dan Inovatif. Bandung:


Nuansa.
53

Subakir, B. 2013. Peningkatan Berpikir Kreatif dan Hasil Belajar Kimia Melalui
Pendekatan Creative Problem Solving (CPS). Jurnal Pendidikan Kimia
Jurusan Pendidikan Kimia-Pascasarjana Universitas Negeri Medan. 2
(2): 56

Sugiyono, 2017. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung:


Alfabeta.

Suprapto, Zubaidah, & Corebima. 2017. Pengaruh Model Pembelajaran Reading,


Questioning, And Answering (RQA) Dipadu Think Pair Share (TPS)
Terhadap Keterampilan Berpikir Kreatif Siswa Pada Pembelajaran
Biologi. Jurnal Ilmiah Universitas Muhammadiyah Malang. 3-5.

Thiagarajan, S, M, I. 1974. Instructional Development for Teacher of


Exceptional Children. Blomington: Indiana University.

Widoyoko, S. 2009. Evaluasi Program Pembelajaran.

Anda mungkin juga menyukai