Anda di halaman 1dari 7

Clinical Science Session

Epistaksis

Oleh:

Aishah Shalimar Putri 1740312111

Farah Mutiara 1740312211

Preseptor:

dr. Bonny Murizky

BAGIAN ILMU PENYAKIT TELINGA HIDUNG TENGGOROK


BEDAH KEPALA DAN LEHER
RSUP DR. M. DJAMIL PADANG
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG
2018
DOKTER MUDA THT-KL PERIODE NOVEMBER-DESEMBER 2018 1

Clinical Science Session


Epistaksis
Aishah SP, Farah M

PENDAHULUAN paling atas adalah kubah tulang yang tak dapat


digerakkan, dibawahnya terdapat kubah kartilago
A. Latar Belakang
yang sedikit dapat digerakkan dan yang paling
Epistaksis merupakan perdarahan dari hidung bawah adalah lobulus hidung yang mudah
yang banyak dijumpai sehari-hari baik pada anak digerakkan. Bentuk hidung luar seperti piramid
maupun usia lanjut. Epistaksis seringkali dengan bagian dari atas ke bawah yaitu : 1)
merupakan gejala atau manifestasi penyakit lain. pangkal hidung (bridge), 2) batang hidung (dorsum
Kebanyakan ringan dan sering dapat berhenti nasi), 3) puncak hidung (hip), 4) ala nasi, 5)
sendiri tanpa memerlukan bantuan medis, tetapi kolumnela, dan 6) lubang hidung (nares anterior).
epistaksis berat walaupun jarang, merupakan Hidung luar dibentuk oleh kerangka tulang dan
kegawatdaruratan yang dapat berakibat fatal tulang rawan yang di lapisi oleh kulit, jaringan ikat
1
apabila tidak ditangani. dan beberapa otot kecil yang berfungsi untuk
Epistaksis didefinisikan sebagai perdarahan melebarkan atau menyempitkan lubang hidung.
dari lubang hidung, rongga hidung, atau nasofaring. Kerangka tulang terdiri dari : 1) tulang hidung (os
Epistaksis terjadi karena pecahnya pembuluh nasal), 2) prosesus frontalis, 3) prosesus nasalis
darah di dalam hidung. Dapat terjadi spontan atau os frontalis; sedangkan kerangka tulang rawan
disebabkan oleh trauma. Epistaksis dapat dibagi terdiri atas beberapa pasang tulang rawan yang
menjadi 2 kategori, berdasarkan lokasi perdarahan: terletak di bagain paling bawah hidung, yaitu 1)
anterior (di depan hidung) atau posterior (di sepasang kartilago nasalis lateralis superior, 2)
2
belakang hidung). sepasang kartilago nasalis lateralis inferior yang
Sekitar 60% dari populasi pernah mengalami disebut juga sebagai kartilago ala mayor dan, 3)
1,3,4,5
epistaksis pada beberapa waktu, dengan 6% tepi anterior kartilago septum.
membutuhkan perhatian medis. Penyebab
epistaksis biasanya idiopatik (tidak diketahui), Hidung Dalam
tetapi bisa juga disebabkan oleh trauma,
penggunaan obat, tumor, atau operasi hidung / Bagian hidung dalam terdiri dari struktur yang
2
sinus. membentang dari os.internum di sebelah anterior
hingga koana di posterior, yang memisahkan
Batasan Masalah rongga hidung dari nasofaring. Kavum nasi terbagi
Batasan masalah makalah ini yaitu membahas oleh septum, dinding lateral yang terdapat konka
definisi, epidemiologi, etiologi dan faktor risiko, superior, konka media, dan konka inferior. Celah
patofisiologi, manifestasi klinis, diagnosis, tatalaksana, antara konka inferior dengan dasar hidung
komplikasi dan prognosis dari epistaksis. dinamakan meatus inferior, berikutnya celah
antara konka media dan inferior disebut meatus
Tujuan Penulisan media dan sebelah atas konka media disebut
3,4,5
meatus superior.
Tujuan penulisan Clinical Science Session ini
adalah untuk mengetahui anatomi dan fisiologi
hidung, serta, definisi, epidemiologi, etiologi,
patogenesis, diagnosis, tatalaksana, komplikasi
dan prognosis epistaksis.

Metode Penulisan
Penulisan referat ini menggunakan metode
tinjauan kepustakaan yang merujuk pada berbagai
literatur.

TINJAUAN PUSTAKA
A. Anatomi Hidung
Hidung luar

Hidung bagian luar yang menonjol pada garis


Gambar 1. Anatomi hidung
tengah di antara pipi dan bibir atas. Struktur hidung
luar dibedakan atas tiga bagian, pada bagian yang

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas


DOKTER MUDA THT-KL PERIODE NOVEMBER-DESEMBER 2018 2

Vaskularisasi Rongga Hidung Epistaksis anterior sering mengenai daerah


plexus Kiesselbach. Epistaksis anterior lebih
Pembuluh darah utama di hidung berasal mudah terlihat sumber perdarahannya sehingga
dari arteri karotis interna (AKI) dan karotis eksterna mudah diatas dibandingkan epistaksis posterior.
(AKE). Arteri optalmika, yang merupakan cabang Batas yang membagi antara epistaksis anterior
dari AKI, bercabang dua menjadi arteri ethmoidalis dan epistaksis posterior adalah ostium sinus
anterior dan posterior. Cabang anterior lebih besar 4
maksilaris.
dibanding cabang posterior dan pada bagian
medial akan melintasi atap rongga hidung, untuk Persyarafan Hidung
mendarahi bagian superior dari septum nasi dan
dinding lateral hidung. AKE bercabang menjadi Bagian depan dan atas rongga hidung
arteri fasialis dan arteri maksilaris interna. Arteri dipersyarafi oleh n.etmoidalis anterior, yang
fasialis memperdarahi bagian anterior hidung merupakan cabang dari n.nasosiliaris, yang
6
melalui arteri labialis superior. berasal dari n.ofthalmikus (N.V-1). Rongga hidung
lainnya sebagian besar mendapat persyarafan
Arteri maksilaris interna di fossa sensoris dari n.maksila melalui ganglion
pterigopalatina bercabang menjadi arteri sfenopalatinum. Ganglion sfenopalatinum selain
sfenopalatina, arteri nasalis posterior dan arteri memberikan persyarafan sensoris juga
palatina mayor. Arteri sfenopalatina memasuki memberikan persyarafan vasomotor atau otonom
rongga hidung pada bagian posterior konka media, untuk mukosa hidung. Ganglion ini menerima
memperdarahi daerah septum dan sebagian serabut- serabut sensoris dari n.maksila (N.V-2),
6
dinding lateral hidung. serabut parasimpatis dari n.petrosus superfisialis
mayor dan sebarut-serabut simpatis dari
n.petrosus profundus. Ganglion sfenopalatinum
terletak di belakang dan sedikit di atas ujung
posterior konka media. Nervus olfaktorius turun
dari lamina kribrosa dari permukaan bawah bulbus
olfaktorius dan kemudian berakhir pada sel - sel
reseptor penghidu pada mukosa olfaktorius di
1
daerah sepertiga atas hidung.

Fisiologi Hidung

Udara yang dihirup akan mengalami


Gambar 2. Vaskularisasi Dinding Nasal Lateral humidifikasi oleh palut lendir. Suhu udara yang
Anterior melalui hidung di atur sehingga berkisar 37 C.
Fungsi pengatur suhu ini dimungkinkan oleh
Pada bagian anterior septum, anastomosis banyaknya pembuluh darah di bawah epitel dan
dari arteri sfenopalatina, palatina mayor, adanya permukaan konka dan septum yang luas.
ethmoidalis anterior dan labialis superior (cabang Partikel debu, virus, bakteri dan jamur yang terhirup
dari arteri fasialis), membentuk plexus Kiesselbach bersama udara akan disaring di hidung oleh:
atau Little’s area. Pada posterior dinding lateral rambut (vibrissae) pada vestibulum nasi, silia,
hidung, bagian akhir dari konka media terdapat palut lendir. Debu dan bakteri akan melekat pada
plexus Woodruff yang merupakan anastomosis palut lendir dan partikel - partikel yang besar akan
dari arteri sfenopalatina, nasalis posterior dan dikeluarkan dengan reflek bersin.
1
6
faringeal asendens.
Fungsi Penghidu
Hidung bekerja sebagai indera penghidu dan
pengecap dengan adanya mukosa olfaktorius pada
atap rongga hidung, konka superior dan sepertiga
bagian atas septum. Partikel bau dapat mencapai
daerah ini dengan cara difusi dengan palut lendir
arau bila menarik napas dengan kuat. Fungsi
hidung untuk membantu indera pengecap adalah
untuk membedakan rasa manis yang berasal dari
1
berdagai macam bahan.

Fungsi Fonetik
Resonansi oleh hidung penting untuk kualitas
Gambar 3. Vaskularisasi Dinding Nasal Lateral suara ketika berbicara dan menyanyi. Sumbatan
Posterior

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas


DOKTER MUDA THT-KL PERIODE NOVEMBER-DESEMBER 2018 3

1,6
hidung akan menyebabkan resonansi berkurang morbilli juga dapat disertai epistaksis.
atau hilang, sehingga terdengar suara sengau Epistaksis juga dapat disebabkan oleh
(rhinolalia). Terdapat 2 jenis rhinolalia yaitu neoplasma seperti hemangioma dan angiofibroma
rhinolalia aperta yang terjadi akibat kelumpuhan yang lebih sering menyebabkan epistaksis berat.
anatomis atau kerusakan tulang di hidung dan Kelainan kongenital seperti teleangiektasis
mulut. Yang penting sering terjadi yaitu karena hemoragik herediter (HHT Osler-Rendu- Weber
stroke dan rhinolalia oklusa yang terjadi akibat disease) dan Von Willenbrand disease juga dapat
sumbatan benda cair (ketika pilek) atau padat menyebabkan epistaksis. Kelainan pembuluh
1
(polip, tumor, benda asing) yang menyumbat. darah seperti yang terjadi pada arteriosklerosis,
nefritis kronik, sirosis hepatis atau diabetes melitus
Refleks Nasal dapat menyebabkan epistaksis. Kelainan
Mukosa hidung merupakan reseptor refleks pembuluh darah kongenital juga sering
yang berhubungan dengan saluran cerna, menyebabkan terjadinya epistaksis, pembuluh
kardiovaskular pernapasan. Iritasi mukosa hidung darah menjadi lebih lebar dan tipis, jaringan ikat
akan menyebabkan refleks bersin dan napas dan sel selnya lebih sedikit. Kelainan pada darah
berhenti. Rangsang bau tertentu akan yang dapat menyebabkan epistaksis antara lain
menyebabkan sekresi kelenjar liur, lambung, dan leukemia, trombositopenia, dan bermacam anemia
1 1,4
pankreas. serta hemofilia.
Kelainan sistemik kardiovaskuler seperti
B. Epistaksis hipertensi hebat dapat berakibat epistaksis berat
Definisi yang fatal. Perubahan tekanan atmosfir seperti
Epistaksis adalah perdarahan akut yang saat seseorang berada ditempat yang cuacanya
berasal dari hidung, rongga hidung atau sangat dingin atau kering sering terjadi epistaksis
nasofaring. Epistaksis disebabkan oleh kelainan ringan karena keringnya mukosa hidung dan
lokal maupun sistemik dan sumber perdarahan perubahan hormonal pada wanita hamil atau
1
yang paling sering dan pleksus Kiessel-bach.
6 menopause juga dapat menyebabkan epistaksis.
Epistaksis berdasarkan sumber perdarahan
Epidemiologi terbagi atas epistaksis anterior dan posterior.
Epistaksis adalah kondisi umum yang terjadi Epistaksis anterior kebanyakan berasal dari
pada 7% hingga 14% dari populasi umum setiap pleksus Kisselbach di septum bagian anterior atau
tahun. Kebanyakan pasien yang mengalami dari arteri etmoidalis anterior. Perdarahan pada
epistaksis tidak mencari pertolongan medis karena septum anterior biasanya ringan karena keadaan
perdarahannya ringan dan biasanya berhenti mukosa yang hiperemis atau kebanyakan
dengan cepat. Insiden tampaknya lebih tinggi pada mengorek hidung khususnya pada anak, namun
laki-laki daripada perempuan dan lebih sering umumnya dapat berhenti sendiri. Epistaksis
4
terjadi pada musim dingin daripada musim panas. Posterior berasal dari arteri etmoidalis posterior
Epistaksis diperkirakan terjadi pada 60% atau arteri sfenopalatina. Perdarahan biasanya
orang di seluruh dunia selama masa hidup mereka, lebih hebat dan jarang bisa berhenti sendiri. Sering
dan sekitar 6% dari mereka yang mengalami terjadi pada pasien hipertensi, arteriosklerosis
epistaksis mencari pengobatan medis. Prevalensi atau pasien dengan peyakit kardiovaskuler karena
meningkat untuk anak-anak kurang dari 10 tahun pecahnya arteri sfenopalatina.
1

dan kemudian meningkat lagi setelah usia 35


5
tahun. C. Diagnosis
Etiologi dan Patofisiologi
Epistaksis sering timbul spontan dan idiopatik. Anamnesis
Namun kadang jelas disebabkan oleh trauma, Anamnesis lengkap dan cermat sangat
misalnya mengorek hidung, benturan ringan, bersin membantu dalam menentukan sebab perdarahan.
atau mengeluarkan ingus terlalu keras atau Tanyakan mengenai keluhan pasien yaitu keluar
sebagai akibat trauma yang lebih hebat seperti darah dari hidung atau riwayat keluar darah dari
kena pukul, jatuh, atau kecelakaan lalu lintas. hidung. Tambahkan pertanyaan spesifik seperti
Selain itu, epistaksis dapat di sebabkan oleh benda lokasi keluarnya darah (di depan rongga hidung
asing tajam, atau trauma pembedahan. Sumber atau ke tenggorok), jumlah perdarahan, frekuensi
perdarahan tersering berasal dari pleksus perdarahan, dan lama perdarahan. Tanyakan
Kiesselbach di septum bagian anterior. Secara faktor risiko yang terkait dengan epistaksis seperti
umum epistaksis juga dapat disebabkan oleh riwayat trauma, penyakit mendasar pada hidung
infeksi lokal seperti rinitis atau sinusitis. Bisa juga seperti rinosinusitis atau rinitis alergi. Penyakit
pada infeksi spesifik seperti rinitis jamur, sistemik yang diderita seperti kelainan pembuluh
tuberkulosis, lupus, sifilis, atau lepra. Infeksi darah, nefritis kronik, dan DBD. Riwayat
sistemik yang juga sering menyebabkan penggunaan obat NSAID, aspirin, warfarin, heparin
epistaksis ialah DBD, Demam tifoid, influenza, dan dan kortikosteroid semprot pada hidung. Keadaan

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas


DOKTER MUDA THT-KL PERIODE NOVEMBER-DESEMBER 2018 4

lingkungan tempat tinggal, apakah tinggal di daerah hentikan perdarahan, dan cari faktor penyebab
yang sangat tinggi, tekanan udara rendah / tinggal untuk mencegah berulang. Alat yang dapat
8
di lingkungan yang sangat kering. digunakan pada penatalaksanaan epistaksis ini
antara lain adalah lampu kepala, spekulum hidung
Pemeriksaan Fisik dan alat penghisap. Pasien diperiksa dalam
- Rinoskopi Anterior keadaan duduk, biarkan darah mengalir keluar dari
hidung sehingga bisa dimonitor. Jika keadaan
Pemeriksaan rinoskopi anterior dimulai dari pasien lemah makan dapat diperiksa dalam
vestibulum, mukosa hidung, septum nasi, dinding keadaan setengah duduk atau berbaring dengan
lateral hidung, konka inferior, dan konka media kepala ditinggikan. Perhatikan, jangan sampai
harus diperiksa dengan cermat untuk mengetahui darah mengalir ke saluran napas bawah. Pasien
8
sumber perdarahan. anak duduk dipangku, badan dan tangan dipeluk
- Rinoskopi Posterior agar tegak dan kepala di pegangi agar tidak
Rinoskopi posterior dilakukan untuk memeriksa 1,9
bergerak.
nasofaring karena penting pada pasien dengan
epistaksis berulang untuk menyingkirkan Perbaiki Keadaan Umum
kemungkinan neoplasma. Pada rinoskopi posterior Perhatikan keadaan umum pasien, nadi,
dapat dinilai koana, konka inferior, muara tuba napas, tekanan darah, serta jalan napas pasien.
4
eustachius, dan mukosa nasofaring. Apabila pernderita sangat lemah atau keadaan
- Vital Signs Terutama Tekanan Darah syok, pasien bisa berbaring dengan kepala
Pemeriksaan keadaan umum pada pasien dimiringkan. Lakukan resusitasi untuk
epistaksis harus diperhatikan, seperti nadi, 1
menstabilkan kondisi pasien.
pernafasan, serta tekanan darah. Apabila terjadi
kelainan dapat dilakukan pemasangan infus. Cari Sumber Perdarahan
Epistaksis posterior yang hebat dan berulang Sumber perdarahan dicari sembari
banyak terjadi pada pasien dengan hipertensi membersihkan hidung dari darah dan bekuannya
sehingga perlu dilakukan pengukuran tekanan dengan ala hisap. Kemudian pasang tampon
darah untuk menyingkirkan penyebab sementara yaitu kapas yang telah dibasahi dengan
1,8
hipertensinya. adrenalin 1/1000-1/10.000 dan pantocain atau
- Pemeriksaan Penunjang lidocain 2%, lalu dimasukkan ke dalam rongga
Pemeriksaan penunjang yang perlu dilakukan hidung untuk menghentikan perdarahan dan
adalah pemeriksaan darah lengkap, skrining mengurangi rasa nyeri pada saat tindakan
terhadap koagulopati apabila curiga defisiensi faktor selanjutnya. Tampon dibiarkan selama 10-15
koagulasi . Pemeriksaan Rongent kepala juga perlu menit. Setelah terjadi vasokonstriksi biasanya
7
dilakukan bila curiga keganasan atau trauma. dapat dilihat apakah perdarahan berasal dari
Nasoendoskopi dilakukan untuk evaluasi 1
bagian anterior atau posterior hidung.
bagian kavum nasi dan muara sinus secara Pedoman lain menjelaskan sumber
langsung menggunakan tampilan berkualitas tinggi. perdarahan dicari dengan bantuan alat penghisap
Ini adalah prosedur yang biasa dilakukan di bagian untuk menyingkirkan bekuan darah. Selanjutnya,
THT dan berfungsi sebagai alat diagnostik objektif kompresi hidung dan menutup lubang hidung yang
dalam mengevaluasi mukosa hidung, anatomi bermasalah dengan kasa atau kapas yang telah
sinonasal, dan patologi hidung. Nasoendoskopi direndam pada dekongestan topikal terlebih
dapat dilakukan dengan menggunakan teleskop dahulu. Penekanan langsung sebaiknya dilakukan
serat optik atau teleskop kaku. Nasoendoskopi terus- menerus setidaknya 5 menit atau sampai
memiliki peran yang jelas dalam identifikasi penyakit 20 menit. Miringkan kepala ke depan agar
sinonasal pada penderita ke poliklinik THT. mencegah darah mengalir ke bagian posterior
Prosedur pemeriksaan ini harus dilihat sebagai faring, hal ini untuk mencegah rasa mual dan
komponen penting dari pemeriksaan lengkap dari 12
obstruksi jalan nafas.
11
hidung dan sinus.
Hentikan Perdarahan
Diagnosis Banding Perdarahan Anterior

Diagnosis banding pada epistaksis ini antara Perdarahan anterior seringkali berasal dari
lain adalah hemoptisis, varises esofagus yang pleksus Kisselbach di septum bagian depan.
berdarah, perdarahan basis cranii, karsinoma Apabila tidak berhenti dengan sendirinya,
4
nasofaring, dan angiofibroma pada hidung. perdarahan anterior, terutama pada anak, dapatt
dicoba dihentikan dengan menekan cuping hidung
dari luar selama 10-15 menit (Hippocratic
Tatalaksana
Manoeuvre), seringkali berhasil Bila sumber
Prinsip penatalaksanaan epistaksis antara lain perdarahan dapat terlihat, tempat asal perdarahan
perbaiki keadaan umum, cari sumber perdarahan, dikaustik dengan larutan Nitras Argenti (AgNO3)

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas


DOKTER MUDA THT-KL PERIODE NOVEMBER-DESEMBER 2018 5

25-30%. Sesudahnya area tersebut diberi krim


1,7,9
antibiotik.
Bila dengan cara ini perdarahan masih terus
berlangsung, maka perlu dilakukan pemasangan
tampon anterior yang dibuat dari kapas atau kasa
yang diberi pelumas vaselin atau salep antibiotik.
Pemakaian pelumas ini agar tampon mudah
dmasukkan sebanyak 2-4 buah, disusun dengan
teratur dan harus dapat menekan asal perdarahan.
Tampon dipertahankan selama 2x24 jam, harus
dikeluarkan untuk mencegah infeksi hidung.
Gambar 5. Tampon posterior
Selama 2 hari ini dilakukan pemeriksaan
penunjang untuk mencari faktor penyebab
Bila perdarahan berat dari kedua sisi, misalnya
epistaksis. Bila perdarahan masih belum berhenti
1 pada kasus angiofibroma, digunakan bantuan dua
dipasang tampon baru.
kateter masing-masing melalui kavum nasi kanan
dan kiri dan tampon posterior terpasang ditengah-
tengah nasofaring. Sebagai pengganti tampon
bellocq, dapat digunakan kateter Folley dengan
balon. Akhir akhir ini dikembangkan pula teknik
kauterisasi atau ligasi a.sfenopalatina dengan
9
panduan endoskop.

Komplikasi
Komplikasi dapat terjadi sebagai akibat dari
epistaksis atau akibat usaha penanggulangan
epistaksis. Akibat perdarahan hebat dapat terjadi
Gambar 4. Tampon anterior aspirasi darah ke dalam saluran nafas bawah, juga
dapat menyebabkan syok, anemia, dan gagal
Perdarahan Posterior ginjal. Turunnya tekanan darah secara mendadak
Perdarahan dari bagian posterior lebih sulit dapat menimbulkan hipotensi, hipoksia, iskemia
diatasi, sebab biasanya perdarahan hebat dan sulit serebri, insufisiensi koroner sampai infark miokard
dicari sumbernya dengan pemeriksaan rinoskopi sehingga dapat menyebabkan kematian. Akibat
anterior. Untuk menanggulangi perdarahan pembuluh darah yang terbuka dapat pula terjadi
1
posterior dilakukan pemasangan tampon posterior, infeksi.
yang disebut tampot Bellocq. Tampon ini dibuat dari Pemasangan tampon dapat menyebabkan
kasa padat dibentuk kubus atau bulat dengan rino-sinusitis, otitis media, septikemia atau toxic
diameter 3 cm. Pada tampon ini trikat 3 utas shcok syndrome. Oleh karena itu, harus selalu
benang, 2 buah di satu sisi dan sebuah di sisi diberikan antibiotik pada setiap pemasangan
berlawanan. Untuk pemasangan tampon posterior tampon hidung, dan setelah 2-3 hari tampon harus
pada perdarahan satu sisi, digunakan bantuan dicabut. Bila perdarahan masih berlanjut dipasang
1
kateter karet yang dimasukkan dari lubang hidung tampon baru.
sampai tampak di orofaring, lalu ditarik keluar dari Selain itu dapat terjadi hemotimpanum sebagai
mulut. Pada ujung kateter ini dikaitkan 2 benang akibat mengalirnya darah melalui tuba Eustachius,
tampon bellocq tadi kemudian kateter ditarik dan air mata berdarah (bloody tears) akibat
kembali melalui hidung sampai benang keluar dan mengalirnya darah secara retrograd melalui duktus
1
dapat ditarik. Tampon perlu didorong dengan nasolakrimalis.
bantuan jari telunjuk untuk dapat melewati palatum Pemasangan tampon posterior (tampon
mole masuk ke nasofaring. Bila masih ada Bellocq) dapat menyebabkan laserasi palatum
perdarahan, maka dapat ditambah tampon anterior mole atau sudut bibir, jika benang yang keluar dari
ke dalam kavum nasi. Kedua benang yang keluar mulut terlalu ketat dilekatkan pada pipi. Kateter
dari hidung diikat pada sebuah gulungan kain kasa balon atau tampon balon tidak boleh dipompa
di depan nares anterior, supaya tampon yang terlalu keras karena dapat menyebabkan nekrosis
1
terletak di nasofaring tetap di tempatnya. Benang mukosa hidung atau septum.
lain yang keluar dari mulut diikatkan secara
longgar pada pipi pasien. Gunanya ialah untuk KESIMPULAN
menarik tampon keluar melalui mulut setelah 2-3
hari. Hati-hati mencabut tampon karena dapat 1. Epistaksis merupakan kejadian yang cukup sering
menyebabkan laserasi mukosa.
1,8 dijumpai di klinik yang harus mendapatkan
tatalaksana saat pertama kali datang ke fasilitas
kesehatan

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas


DOKTER MUDA THT-KL PERIODE NOVEMBER-DESEMBER 2018 6

2. Epistaksis anterior lebih sering ditemukan


dibanding dengan epistaksis posterior, namun
gejala epistaksis posterior lebih berat daripada
epistaksis anterior, terutama dari volume darah
yang keluar dan tatalaksananya
3. Prinsip penatalaksanaan epistaksis harus
difokuskan pada penghentian perdarahan dengan
minimal intervensi untuk menilai kondisi sumber
perdarahan

DAFTAR PUSTAKA
1. Soetjipto D, Wardani RS .Hidung Dalam : Buku
Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung
Tenggorokan Kepala dan Leher. Edisi
Ketujuh. Jakarta, FKUI : 118-122, 131-
135.2012
2. D, Jeffrey, G, Rohit. Epistaxis. American
Rhinologic Society. 2015.
3. Dhingra PL. Disease of era nose and
throat.Elsevier. New Delhi. India, pp: 129 -
135.2007
4. Johnson JT, Rosan AC, et al. Bailey’s Head and
Neck Sugery : Otolaryngology, Lippincott
William. Ed 5. 1(32): 501- 507. 2014
5. Schlosser RJ (2009) Epistaxis. New England
Journal Of Medicine [serial online]. Diakses 11
November 2018. Tersedia dari :
http://content.nejm.org/cgi/content/full/360/8/7
84.
6. Budiman BJ, Hafiz A. Epistaksis dan Hipertensi
: Adakah hubungannya. Bagian Ilmu THT-KL
FK UNAND RSUP M Djamil. Padang. 2012
7. Munir D, Haryono Y, Rambe AYM. Epistaksis.
Medan: Majalah Kedokteran Nusantara. 39(3):
274-278. 2006
8. Kemenkes RI . Panduan Praktis Klinis Bagi
Dokter di Fasilitas Pelayanan Kesehatan
Primer. Kemenkes. Jakarta. 2014
9. Bidasari I, Saragih R. Tatalaksana Epistaksis
pada Anak. Sari pediatri, 9(2):75-79. 2007
10. Chan Y, Goddard JC, KJ Lee . Essential
Otolaryngology Ed. 11: Head and Neck Surgery.
United State. MC Grew Hill Education, pp: 500-
501. 2012
11. Punagi AQ. 2017. Epistaksis, Diagnosis dan
Penatalaksanaan terkini. Digi Pustaka:
Makassar.
12. Lubis B, Saragih RA. 2007. Tatalaksana
epistaksis berulang pada anak. Sari Pediatri.
Vol. 9 (2): 75-9.

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas

Anda mungkin juga menyukai