Anda di halaman 1dari 17

I.

DEFINISI KATARAK
Katarak merupakan abnormalitas pada lensa mata berupa kekeruhan lensa
yang menyebabkan tajam penglihatan penderita berkurang. Katarak lebih sering
dijumpai pada orang tua, dan merupakan penyebab kebutaan nomor 1 di seluruh
dunia. Penuaan merupakan penyebab katarak yang terbanyak, tetapi banyak juga
factor lain yang mungkin terlibat, antara lain : trauma, toksin, penyakit sistemik (mis;
diabetes), merokok, dan herediter. Kata katarak berasal dari Yunani “katarraktes”
yang berarti air terjun. Dalam bahasa Indonesia disebut bular dimana seperti tertutup
air terjun akibat lensa yang keruh. Katarak sendiri sebenarnya merupakan kekeruhan
pada lensa akibat hidrasi, denaturasi protein, dan proses penuaan.sehingga
memberikan gambaran area berawan atau putih.3,8
Kekeuruhan ini menyebabkan sulitnya cahaya untuk mencapai retina,
sehingga penderita katarak mengalami gangguan penglihatan dimana objek terlihat
kabur. Mereka mengidap kelainan ini mungkin tidak menyadari telah mengalami
gangguan katarak apabila kekeruhan tidak terletak dibagian tengah lensanya.3,8

Gangguan penglihatan yang dirasakan oleh penderita katarak tidak terjadi


secara instan, melainkan terjadi berangsur-angsur, sehingga penglihatan penderita
terganggu secara tetap atau penderita mengalami kebutaan. Katarak tidak menular
dari satu mata ke mata yang lain, namun dapat terjadi pada kedua mata secara
bersamaan.3,8
Katarak biasanya berkembang lambat selama beberapa tahun dan pasen
mungkin meninggal sebelum diperlukan pembedahan. Apabila diperlukan
pembedahan maka pengangkatan lensa akan memperbaii ketajaman penglihtan pada
> 90% kasus.sisanya mungkin mengalami kerusakan retina atau mengalami penyulit
pasca bedah serius misalnya glaukoma, ablasio retina, atau infesi yang menghambat
pemulihan daya pandang.3,8

II. EPIDEMIOLOGI
Lebih dari 90% kejadian katarak merupakan katarak senilis. 20-40% orang usia
60 tahun ke atas mengalami penurunan ketajaman penglihatan akibat kekeruhan
lensa. Sedangkan pada usia 80 tahun ketas insidensinya mencapai 60-80%. Prevalensi
katarak kongenital pada negara maju berkisar 2-4 setiap 10000 kelahiran. Frekuensi
katarak laki-laki dan perempuan sama besar. Di seluruh dunia, 20 juta orang
mengalami kebutaan akibat katarak.5

III. ETIOLOGI DAN FAKTOR RISIKO


Penyebab tersering dari katarak adalah proses degenerasi, yang menyebabkan
lensa mata menjadi keras dan keruh. Pengeruhan lensa dapat dipercepat oleh faktor
risiko seperti merokok, paparan sinar UV yang tinggi, alkohol, defisiensi vit E,
radang menahun dalam bola mata, dan polusi asap motor/pabrik yang mengandung
timbal.3,8
Cedera pada mata seperti pukulan keras, tusukan benda, panas yang tinggi, dan
trauma kimia dapat merusak lensa sehingga menimbulkan gejala seperti katarak.8
Katarak juga dapat terjadi pada bayi dan anak-anak, disebut sebagai katarak
kongenital. Katarak kongenital terjadi akibat adanya peradangan/infeksi ketika hamil,
atau penyebab lainnya. Katarak juga dapat terjadi sebagai komplikasi penyakit infeksi
dan metabolik lainnya seperti diabetes mellitus.3

IV. PATOFISIOLOGI
Perubahan fisik dan kimia dalam lensa mengakibatkan hilangnya
transparansi. Perubahan dalam serabut halus multipel (zonula) yang memanjang dari
badan siliar ke sekitar daerah di luar lensa. Perubahan kimia dalam protein lensa
dapat menyebabkan koagulasi, sehingga mengakibatkan pandangan dengan
menghambat jalannya cahaya ke retina. Salah satu teori menyebutkan terputusnya
protein lensa normal disertai influks air ke dalam lensa. Proses ini mematahkan
serabut lensa yang tegang dan mengganggu transmisi sinar. Teori lain mengatakan
bahwa suatu enzim mempunyai peran dalam melindungi lensa dari
degenerasi. Jumlah enzim akan menurun dengan bertambahnya usia dan tidak ada
pada kebanyakan pasien yang menderita katarak.3,8

Terdapat 2 teori yang menyebabkan terjadinya katarak yaitu teori hidrasi dan
sklerosis:
1. Teori hidrasi terjadi kegagalan mekanisme pompa aktif pada epitellensa yang berada
di subkapsular anterior, sehingga air tidak dapatdikeluarkan dari lensa. Air yang
banyak ini akan menimbulkan bertambahnya tekanan osmotik yangmenyebabkan
kekeruhan lensa.6
2. Teori sklerosis lebih banyak terjadi pada lensa manula dimana serabutkolagen terus
bertambah sehingga terjadi pemadatan serabut kolagendi tengah. Makin lama serabut
tersebut semakin bertambah banyak sehingga terjadilah sklerosis nukleus lensa.6
Perubahan yang terjadi pada lensa usia lanjut:8
1. Kapsula
a. Menebal dan kurang elastic (1/4 dibanding anak)
b. Mulai presbiopiac
c. Bentuk lamel kapsul berkurang atau kabur
d. Terlihat bahan granular
2. Epitel-makin tipis
a. Sel epitel (germinatif pada ekuator bertambah besar dan berat)
b. Bengkak dan vakuolisasi mitokondria yang nyata
3. Serat lensa
a. Serat irregular
b. Pada korteks jelas kerusakan serat sel
c. Brown sclerotic nucleus, sinar UV lama kelamaan merubah proteinnukelus lensa,
sedang warna coklat protein lensa nucleusmengandung histidin dan triptofan
disbanding normal
d. Korteks tidak berwarna karenai kadar asam askorbat tinggi dan menghalangi foto
oksidasi.
Sinar tidak banyak mengubah protein pada serat muda. Perubahan fisik dan kimia
dalam lensa mengakibatkan hilangnya transparasi, akibat perubahan pada serabut
halus multipel yang memanjang dari badan siliar ke sekitar daerah di luar lensa,
misalnya menyebabkan penglihatan mengalami distorsi. Pada protein lensa
menyebabkan koagulasi, sehingga mengakibatkan pandangan dengan penghambatan
jalannya cahaya ke retina.8

V. KLASIFIKASI
Morfologi Maturitas Onset
Kapsular Insipien Kongenital
Subkapsular Intumesen Infantile
Kortikal Immatur Juvenile
Supranuklear Matur Presenile
Nuklear Hipermatur Senile
Polar Morgagni
KATARAK SENILIS
1. Definisi dan Epidimiologi
Katarak senilis merupakan tipe katarak didapat yang timbul karena proses degeneratif
dan umum terjadi pada pasien di atas 50 tahun. Pada usia 70 tahun, lebih dair 90%
individu mengalami katarak senilis. Umumnya mengenai kedua mata dengan salah
satu mata terkena lebih dulu.3
Faktor-faktor yang mempengaruhi onset, tipe, dan maturasi katarak senilis antara
lain:3
1. Herediter
2. Radiasi sinar UV
3. Faktor makanan
4. Krisis dehidrasional
5. Merokok

2. Patofisiologi
Komposisi lensa sebagian besar berupa air dan protein yaitu kristalin. Kristalin α dan
β adalah chaperon, yang merupakan heat shock protein. Heat shock protein berguna
untuk menjaga keadaan normal dan mempertahankan molekul protein agar tetap
inaktif sehingga lensa tetap jernih. Lensa orang dewasa tidak dapat lagi mensintesis
kristalin untuk menggantikan kristalin yang rusak, sehingga dapat menyebabkan
terjadinya kekeruhan lensa.6,8
Mekanisme terjadi kekeruhan lensa pada katarak senilis yaitu:
1. Katarak senilis kortikal
Terjadi proses dimana jumlah protein total berkurang, diikuti dengan penurunan
asam amino dan kalium, yang mengakibatkan kadar natrium meningkat. Hal ini
menyebabkan lensa memasuki keadaan hidrasi yang diikuti oleh koagulasi protein.5
Pada katarak senilis kortikal terjadi derajat maturasi sebagai berikut:
- Derajat separasi lamelar
Terjadi demarkasi dari serat kortikal akibat hidrasi. Tahap ini hanya dapat
diperhatikan menggunakan slitlamp dan masih bersifat reversibel.8
- Katarak insipien
Merupakan tahap dimana kekeruhan lensa dapat terdeteksi dengan adanya
area yang jernih diantaranya. Kekeruhan dapat dimulai dari ekuator ke arah sentral
(kuneiform) atau dapat dimulai dari sentral (kupuliform).3,5
Kekeruhan pada katarak imatur belum mengenai seluruh bagian lensa. Volume lensa
dapat bertambah akibat meningkatnya tekanan osmotik, bahan lensa yang
degeneratif, dan dapat terjadi glaukoma sekunder.3,5
- Katarak matur
Kekeruhan pada katarak matur sudah mengenai seluruh bagian lensa. Deposisi
ion Ca dapat menyebabkan kekeruhan menyeluruh pada derajat maturasi ini. Bila
terus berlanjut, dapat menyebabkan kalsifikasi lensa.3,5
- Katarak hipermatur
Pada stadium ini protein-protein di bagian korteks lensa sudah mencair.
Cairan keluar dari kapsul dan menyebabkan lensa menjadi mengerut.3,5
- Katarak Morgagni
Merupakan kelanjutan dari katarak hipermatur, di mana nukleus lensa
menggenang bebas di dalam kantung kapsul. Pengeretuan dapat berjalan terus dan
menyebabkan hubungan dengan zonula Zinii menjadi longgar.3,5

Perbedaan stadium katarak


Insipien Imatur Matur Hipermatur
Kekeruhan Ringan Sebagian Seluruh Masif
Cairan lensa Normal Bertambah Normal Berkurang
(air masuk) (air keluar)
Iris Normal Terdorong Normal Tremulans
Bilik mata Normal Dangkal Normal Dalam
depan
Sudut bilik Normal Sempit Normal Terbuka
mata
Shadow test - + - Pseudops
Penyulit - Glaukoma - Uveitis +
Glaukoma

2. Katarak senilis nuklear


Terjadi proses sklerotik dari nukleus lensa. hal ini menyebabkan lensa menjadi
keras dan kehilangan daya akomodasi.
Maturasi pada katarak senilis nuklear terjadi melalui proses sklerotik, dimana lensa
kehilangan daya elastisitas dan keras, yang mengakibatkan menurunnya kemampuan
akomodasi lensa, dan terjadi obtruksi sinar cahaya yang melewati lensa mata.
Maturasi dimulai dari sentral menuju perifer. Perubahan warna terjadi akibat adanya
deposit pigmen. Sering terlihat gambaran nukleus berwarna coklat (katarak
brunesens) atau hitam (katarak nigra) akibat deposit pigmen dan jarang berwarna
merah (katarak rubra).5,6

3. Manifestasi Klinis
Manifestasi dari gejala yang dirasakan oleh pasien penderita katarak terjadi secara
progresif dan merupakan proses yang kronis. Gangguan penglihatan bervariasi,
tergantung pada jenis dari katarak yang diderita pasien.3,5
Gejala pada penderita katarak adalah sebagai berikut:
1. Penurunan visus
2. Silau
3. Perubahan miopik
4. Diplopia monocular
5. Halo bewarna
6. Bintik hitam di depan mata

Tanda pada penderita katarak adalah sebagai berikut:3


1. Pemeriksaan visus berkisar antara 6/9 sampai hanya persepsi cahaya
2. Pemeriksaan iluminasi oblik
3. Shadow test
4. Oftalmoskopi direk
5. Pemeriksaan sit lamp

Derajat kekerasan nukleus dapat dilihat pada slit lamp sebagai berikut.

4. Diagnosa
Diagnosa katarak senilis dapat dibuat dari hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik.
Pemeriksaan laboratorium preoperasi dilakukan untuk mendeteksi adanya penyakit-
penyakit yang menyertai, seperti DM, hipertensi, dan kelainan jantung.6,8
Pada pasien katarak sebaiknya dilakukan pemeriksaan visus untuk mengetahui
kemampuan melihat pasien. Visus pasien dengan katarak subcapsuler posterior dapat
membaik dengan dilatasi pupil. Pemeriksaan adneksa okuler dan struktur intraokuler
dapat memberikan petunjuk terhadap penyakit pasien dan prognosis penglihatannya.6
Pemeriksaan slit lamp tidak hanya difokuskan untuk evaluasi opasitas lensa tetapi
dapat juga struktur okuler lain, misalnya konjungtiva, kornea, iris, bilik mata depan.
Ketebalan kornea harus diperiksa dengan hati-hati, gambaran lensa harus dicatat
dengan teliti sebelum dan sesudah pemberian dilator pupil, posisi lensa dan intergritas
dari serat zonular juga dapat diperiksa sebab subluksasi lensa dapat mengidentifikasi
adanya trauma mata sebelumnya, kelainan metabolik, atau katarak hipermatur.
Pemeriksaan shadow test dilakukan untuk menentukan stadium pada katarak senilis.
Selain itu, pemeriksaan ofthalmoskopi direk dan indirek dalam evaluasi dari
intergritas bagian belakang harus dinilai.8
5. Diagnosis Banding
Katarak kongenital yang bermanifestasi sebagai leukokoria perlu dibedakan dengan
kondisi lain yang menyebabkan leukokoria, seperti retinoblastoma, retinopathy of
prematurity, atau persistent hyperplastic primary vitreus (PHPV).5
6. Tatalaksana
Penatalaksanaan definitif untuk katarak senilis adalah ekstraksi lensa. Bergantung
pada integritas kapsul lensa posterior, ada 2 tipe bedah lensa yaitu intra capsuler
cataract ekstraksi (ICCE) dan ekstra capsuler cataract ekstraksi (ECCE).8
Indikasi
Indikasi penatalaksanaan bedah pada kasus katarak mencakup indikasi
visus,medis, dan kosmetik.8
1. Indikasi visus; merupakan indikasi paling sering. Indikasi ini berbeda pada tiap
individu, tergantung dari gangguan yang ditimbulkan oleh katarak terhadap aktivitas
sehari-harinya.
2. Indikasi medis; pasien bisa saja merasa tidak terganggu dengan kekeruhan pada lensa
matanya, namun beberapa indikasi medis dilakukan operasi katarak seperti glaukoma
imbas lensa (lens-induced glaucoma), endoftalmitis fakoanafilaktik, dan kelainan
pada retina misalnya retiopati diabetik atau ablasio retina.
3. Indikasi kosmetik; kadang-kadang pasien dengan katarak matur meminta ekstraksi
katarak (meskipun kecil harapan untuk mengembalikan visus) untuk memperoleh
pupil yang hitam.
VI PROGNOSIS
Tindakan pembedahan secara defenitif pada katarak senilis dapat memperbaiki
ketajaman penglihatan pada lebih dari 90% kasus. Sedangkan prognosis penglihatan
untuk pasien anak-anak yang memerlukan pembedahan tidak sebaik prognosis untuk
pasien katarak senilis. Adanya ambliopia dan kadang-kadang anomali saraf optikus
atau retina membatasi tingkat pencapaian pengelihatan pada kelompok pasien ini.
Prognosis untuk perbaikan ketajaman pengelihatan setelah operasi paling buruk pada
katarak kongenital unilateral dan paling baik pada katarak kongenital bilateral
inkomplit yang proresif lambat.4
I DEFINISI AFAKIA
Afakia adalah suatu keadaan dimana mata tidak mempunyai lensa
sehingga mata tersebut menjadi hipermetropia tinggi. Karena pasien
memerlukan pemakaian lensa yang tebal, maka akan memberikan keluhan
pada mata tersebut sebagai berikut:7
a. Benda yang dilihat menjadi lebih besar 25% dibanding normal
b. Terdapat efek prisma lensa tebal, sehingga benda terlihat seperti melengkung
c. Pada penglihatan terdapat keluhan seperti badut di dalam kotak atau fenomena
jack in the box, dimana bagian yang jelas terlihat hanya pada bagian sentral,
sedang penglihatan tepi kabur. Dengan adanya keluhan di atas maka pada
pasien hipermetropia dengan afakia diberikan kacamata sebagai berikut:7
a. Pusat lensa yang dipakai letaknya tepat pada tempatnya
b. Jarak lensa dengan mata cocok untuk pemakaian lensa afakia
c. Bagian tepi lensa tidak mengganggu lapang pandangan
d. Kacamata tidak terlalu berat.

II EPIDEMIOLOGI AFAKIA
Penelitian di Swedia pada tahun 1997-2001 menyebutkan bahwa satu
dari dua ratus operasi katarak adalah afakia. Alasan paling sering terjadinya
afakia yang tidak direncanakan adalah adanya masalah kapsul ketika operasi
dan prolaps vitreous.8

III ETIOLOGI AFAKIA


1. Absen lensa kongenital. Keadaan ini jarang.
2. Afakia setelah operasi pengangkatan lensa. Ini adalah penyebab
paling umum afakia.
3. Afakia karena absorbsi bahan lensa yang jarang dipalorkan setelah
trauma pada anak.
4. Trauma ekstrusi pada lensa. Ini juga jarang menyebabkan afakia
5. Dislokasi posterior lensa di badan vitreous menyebabkan afakia
optikal.

IV TANDA DAN GEJALA AFAKIA


Tanda dan gejala dari afakia adalah :
1.
Afakia menyebabkan tajam penglihatan menurun dekat dan jauh.
2. Visus 1/60 atau lebih rendah jika afakia tidak ada komplikasi
3. Limbal scar yang dapat ditemukan pada afakia akibat pembedahan
4. Pasien mengalami penurunan tajam penglihatan(biasanya hiperopia yang
sangat tinggi) yang dapat dikoreksi dengan lensa positif.
5. Bilik mata depan dalam
6. Iris tremulans
7. Jet black pupil
8. Test bayangan purkinje hanya memperlihatkan 2 bayangan (normalnya 4
bayangan)
9. Pemeriksaan fundus memperlihatkan diskus kecil hipermetropi
10. Retinoscopy memperlihatkan hipermetropi tinggi
11. Biasanya terlihat bekas operasi
12. Jika sudah mengalami komplikasi dapat ditemukan edema kornea,
peningkatan TIO, iritis, kerusakan iris, CME (cystoid macular edema)

V OPTIK PADA AFAKIA


Optik pada afakia dapat dibagi menjadi 5, yaitu:9
1. Perubahan data kardinal mata
Perubahan optik yang terjadi setelah pengangkatan lensa adalah:
a. Mata menjadi hipermetropi tinggi
b. Penurunan total power pada mata menjadi +44 D dari +60 D
c. Titik fokus anterior menjadi 23,3 mm didepan kornea
d. Titik fokus posterior 31 mm dibelakang cornea (panjang anterior
posterior bola mata 24 mm)
e. Dua titik prinsipal hampir terletak di permukaan anterior kornea
f. Titik nodul sangat dekat dengan yang lain dan terletak 7,75mm
dibelakang permukaan anterior kornea

Sumber: Dr Sunita Agarwal, Dr Athiya Agarwal, David J. Apple,


M.D.Textbook of Ophthalmology. India: Jaypee Brothers Medical
Publisher. 2002
2. Pembentukan bayangan pada afakia
Pada afakia, bayangan yang terbentuk membesar 33%. Panjang fokus
anterior pada emetrop adalah 17,05 mm, sedangkan pada afaki adalah 23,22
mm. Rasio panjang fokus anterior emetrop dan afakia adalah
23,22/17,05=1,32, artinya bayangan yang terbentuk pada afakia 1,32 kali
lebih besar (33%) dibandingkan pada emetrop.
3. Tajam penglihatan pada afakia
4. Akomodasi pada afakia terjadi kehilangan akomodasi karena tidak terdapat
lensa
5. Penglihatan binokular dan afakia
Afakia monokuler pada anak terjadi aniseikonia sebesar 30% disebabkan oleh
anisometropia.
VI PENATALAKSANAAN AFAKIA
Afakia dapat dikoreksi menggunakan lensa kontak, kacamata, atau
operasi. Kacamata afakia hanya dapat digunakan jika kondisinya afakia
bilateral, jika hanya satu mata maka akan terjadi perbedaan ukuran bayangan
pada kedua mata (aniseikonia). Jika pasien tidak dapat memakai lensa kontak
atau kaca mata, maka dipertimbangkan penanaman lensa intraokuler
(pseudofakia). Dan diperlukan tatalaksana untuk komplikasi.9

Tabel perbedaan mata normal (1), koreksi katarak dengan lensa


intraokuler bilik mata belakang (2), lensa kontak (3), dan kacamata katarak
(4)
 Indikasi :
o Afakia bilateral
o Pasien dengan myopia tinggi (kekuatan IOL kurang dari 8D)
o Akan dilakukan operasi katarak
o Ketika pasien menolak operasi implantasi IOL

VII PROGNOSIS
Prognosis untuk afakia adalah bagus jika tidak terjadi komplikasi
seperti edema kornea, glaukoma sekunder, CME (cystoid macular edema).
Namun, pada afakia terjadi peningkatan resiko ablasio retina, khususnya pada
miopi tinggi dan jika kapsul posterior tidak intak.9
DAFTAR PUSTAKA
1. Ilyas S. Ilmu Penyakit Mata. Edisi ke-3. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2010.
2. Vaughan DG, Asbury T, Riordan Eva P. Oftalmologi Umum. Edisi 14.
Jakarta: Widya Medika, 2000.
3. Kanski JJ, Bowling B. Clinical Ophthalmology : A Systemic Approach. 7th ed. China:
Elsevier : 2011. (e-book)
4. Ocampo VVD. Cataract, Senile : Differential Diagnosis and Workup. 2009. Diakses dari
http://emedicine.medscape.com/article/1210914-overview, tanggal 08 Februari 2014.
5. Pascolini D, Mariotti SP. Global estimates of visual impairment:2010. BR J Ophthalmol.
2011.
6. Scanlon VC, Sanders T. Indra. In. : Komalasari R, Subekti NB, Hani A, editors. Buku Ajar
Anatomi dan Fisiologi. 3rd ed. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2007.
7. Ilyas, Sidarta. Kelainan Refrakasi dan Koreksi Penglihatan. Jakarta : Balai
Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2004.
8. Lundström M, Brege KG, Florén I, Lundh B, Stenevi U, Thorburn W.
Postoperative aphakia in modern cataract surgery: part 2: detailed analysis of
the cause of aphakia and the visual outcome.J Cataract Refract Surg. 2004
Oct;30(10):2111-5.
9. Neil J. Friedman, M.D., Peter K. Kaiser, M.D. Essentials of Ophthalmology.
Elsevier Inc. 2007.
10. Mukherjee. Clinical Examination In Ophthalmology. India : Elsevier India.
2006.

Anda mungkin juga menyukai