Anda di halaman 1dari 11

UJIAN TENGAH SEMESTER

Ditujukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Filsafat Ilmu

Dosen Pengampu Prof. Dr. Syamsuri SA

Disusun Oleh :
Chit’Jna Amary K 1802758

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

SEKOLAH PASCA SARJANA

PROGRAM STUDI MANAJEMEN

2018
1. Jelaskan pengertian:

Filsafat

Pemahaman tentang filsafat diawali tentang dua hal: pengetahuan dan kepastian.
Setiap pengetahuan, dimulai dengan rasa ingin tahu. Sedangkan sebuah kepastian,
akan diawali dengan keraguan. Filsafat dimulai dengan keduanya: pengetahuan dan
kepastian. Filsafat mendorong siapa saja yang ingin mempelajarinya untuk
mengetahui apa yang telah diketahui dan apa yang belum diketahui. Dengan masuk
ke dalam kondisi yang meragukan sesuatu, demi mencari sebuah kepastian. Filsafat
adalah berpikir dengan mendalam. Dalam pemahaman bahwa, ketika seseorang
berfilsafat, maka ia akan melakukannya secara mendalam, yaitu dengan segenap
usaha yang maksimal, segenap eksistensi, segenap kemampuan, segenap kekuatan,
dan dengan seluruh apa yang dipikirkannya. Sehingga ketika seseorang itu
berfilsafat, maka ia akan berfilsafat dengan segenap pikiran yang berpikir.

Filsafat ilmu

Filsafat ilmu atau istilah lainnya Philosophy of Science menurut Peursen (dalam
Wijayanti, 2017) “filsafat ilmu adalah renungan mengenai apakah ilmu itu, yakni
tentang struktur dan fungsi ilmu”. Menurutnya, filsafat ilmu mempunyai dua
tendensi, yakni tendensi metafisik, dan tendensi metodologik. Tendensi metafisik
mempelajari dasar-dasar ilmu, sedangkan tendensi kedua menyelediki metodologi
ilmu. 1 Jadi, belajar filsafat ilmu merupakan salah satu penyelidikan atau refleksi
lanjutan terkait bidang ilmu yang hendak dikaji.
Secara sederhana filsafat ilmu dapat didefinisikan sebagai cabang filsafat yang
mempelajari ilmu. Beerling dkk (1986: 7), dalam bukunya pengantar filsafat ilmu,
mendefinisikan “filsafat ilmu sebagai penyelidikan tentang ciri-ciri pengetahuan
ilmiah dan cara-cara untuk memperolehnya”. 2

1
Tutik Wijayanti. 2017. Prosiding Seminar Nasional PKn-Unnes. 2017. Penguatan Spirit Kebangsaan di Tengah
Tarikan Primordialisme dan Globalisme. h. 99
2
Beerling dkk, 1986. Pengantar Filsfat Ilmu. Yogyakarta: Tiara Wacana, h. 7
Filsafat ekonomi

Filsafat Ekonomi adalah interdisiplin ilmu ekonomi yang berkutat pada pengkajian
teori ekonomi; metodologi ekonomi, berupa penilaian terhadap hasil, institusi, dan
proses ekonomi; serta etika dalam proses ekonomi. Fokus utama pada kajian filsafat
ekonomi adalah permasalahan yang berkaitan dengan metodologi dan epistemologi.
Pengkajian atau pembelajaran konseptual terhadap metodologi dan teori ekonomi
akan membawa ahli ekonomi memahami suatu aktivitas atau fenomena ekonomi,
dan kemudian memodelkannya. Selain itu, etika dalam filsafat ekonomi merupakan
bahasan yang tidak kalah penting. Ekonomi merupakan ilmu yang melibatkan
aktivitas dan karakter dari manusia. Bahkan kegiatan ekonomi dapat mengubah
tatanan sosial-budaya dari masyarakat, sehingga dalam penerapannya terdapat
nilai-nilai dan etika yang perlu dikaji kembali.

2. Tujuan belajar filsafat: “Agar menjadi manusia bijaksana”. Jelaskan apa maknanya?
Mengapa bukan agar menjadi manusia cerdas?
Jawab:
Filsafat adalah cara manusia untuk mencari ilmu pengetahuan dan tiap filsuf
memiliki caranya sendiri. Ciri berfikir filsafat adalah radikal, universal, konseptual,
koheren dan sistematis. Filsafat membawa kita berfikir secara mendalam, untuk
mencari kebenaran subtansial, mempertimbangkan semua aspek dan menuntun kita
kepada pemahaman yang lengkap. Di sisi lain, seorang yang bijak adalah yang
mampu merangkai konsep besar karena terdapat banyak hal yang berkaitan
sekaligus bertentangan di dalam ilmu pengetahuan. Perdebaan pendapat, perbedaan
teori dan mazhab menampilkan bahwa filsafat bukan sebuah monopoli. Bijak
memang sebuah pilihan. Bijak bukan cuma pandai merangkai kata-kata mutiara juga
pandai merangkai kata-kata yang manis. Bijak lebih baik mengerti daripada
mengharapkan untuk dimengerti. Bijak disebut juga demokratis dan menerima
semua kritikan dengan pikiran terbuka dan lapang dada. Filsafat dengan berbagai
macam ide mengharuskan manusia untuk melihat semua kemungkinan. Filsafat ilmu
sebagai jalan untuk memahami semua cara menjadi orang bijak. Menurut Peursen
(dalam Wijayanti, 2017) inti makna filsafat ilmu adalah renungan mengenai apakah
ilmu itu, yakni tentang struktur dan fungsi ilmu.3 Butuh proses yang tidak cepat
untuk memahami dan menerapkan. Meskipun nyatanya banyak orang yang dianggap
pintar oleh masyarakat dan menguasai filsafat ilmu, tetapi makna belajar filsafat ilmu
itu tidak berguna. Maka dari itu, ilmu sebaiknya dipraktikan dan disebarkan kepada
lingkungan sekitar. Percuma jika sebuah ide tidak bisa dipraktikkan dan percuma
jika seseorang banyak tahu tapi tidak bisa membagikannya ke lingkungan sekitarnya.
Filsafat adalah cinta akan kebijaksanaan.

3. Ranah filsafat itu meliputi:

Ontologi

Ontologi adalah ilmu hakekat yang menyelidiki alam nyata ini dan bagaimana
keadaan yang sebenarnya.4 Obyek telaah ontologi adalah yang ada tidak terikat pada
satu perwuju dan tertentu, ontologi membahas tentang yang ada secara universal,
yaitu berusaha mencari inti yang dimuat setiap kenyataan yang meliputi segala
realitas dalam semua bentuknya.5

Epistemologi

Epistemologi adalah ilmu yang membahas secara mendalam segenap proses


penyusunan pengetahuan yang benar.6 Pengetahuan yang telah didapatkan dari
aspek ontologi selanjutnya digiring ke aspek epistemologi untuk diuji kebenarannya
dalam kegiatan ilmiah.

Aksiologi

Aksiologi adalah ilmu pengetahuan yang menyelidiki hakikat nilai yang ditinjau dari
sudut kefilsafatan.7 Aksiologi berkaitan dengan kegunaan ilmu dan seberapa jauh
ilmu tersebut bisa diterapkan dan melahirkan solusi bagi sebuah masalah.

3
Tutik Wijayanti, Op.Cit., h. 102
4
Jalaluddin dan Abdullah Idi. 1998. Filsafat Pendidikan. Jakarta: Gaya Media Pratama, h. 69.
5
Inu Kencana Syafii.2004. Pengantar Filsafat. Bandung: Refika Aditama, h. 9.
6
Jujun S. Suriasumantri. 1990. Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, h. 33
7
Louis Kattsoff. 1992. Pengantar Filsafat. Yogyakarta: Tiara Wacana, h. 327.
4. Secara teoritis makna “Benar” itu variatif tergantung teori kebenaran yang
digunakan. Kemukakan teori-teori kebenaran yang Saudara ketahui. Menurut
pendapat anda teori mana yang paling benar?
a. Teori Kebenaran Korespondensi
Menurut teori ini, kebenaran adalah persesuaian antara pernyataan tentang fakta
dan fakta itu sendiri. Contohnya adalah Kota Bandung berada di Jawa Barat.
Pernyataan itu adalah benar sebab pernyataan itu dengan obyek yang bersifat
faktual, yakni kota Bandung memang benar-benar berada di Jawa Barat. Jika ada
pernyataan bahwa kota Bandung ada di pulau Sumatera maka hal ini tidak benar.
Maka yang faktual dari pernyataan ini adalah “Kota Bandung tidak berada di pulai
Sumatera, melainkan di Pulau Jawa”.
b. Teori Kebenaran Konsistensi
Menurut teori ini, pernyataan dianggap benar bila pernyataan itu bersifat
koheren atau konsisten dengan pernyataan-pernyataan sebelumnya yang
dianggap benar. Misalnya, bila kita menganggap bahwa “semua manusia pasti
akan mati” adalah suatu pernyataan yang benar, maka pernyataan bahwa “Budi
seorang manusia dan Budi pasti akan mati” adalah benar pula, sebab pernyataan
kedua adalah konsisten dengan pernyataan yang pertama.
c. Teori Pragmatis
Teori kebenaran pragmatis adalah teori yang berpandangan bahwa arti dari ide
dibatasi oleh referensi pada konsekuensi ilmiah, personal atau sosial. Benar
tidaknya suatu dalil atau teori tergantung kepada berfaedah tidaknya dalil atau
teori tersebut bagi manusia untuk kehidupannya. Kebenaran suatu pernyataan
harus bersifat fungsional dalam kehidupan praktis.
Menurut saya, teori yang paling benar adalah teori kebenaran konsistensi, karena
teori ini menggunakan silogisme yang logis, yaitu menggunakan dua premis dan satu
kesimpulan. Jika A + B = C, maka B = C – A, dan begitu seterusnya. Teori ini
mengutamakan konsistensi sehingga bagi saya ini masuk akal.

5. Menurut ajaran agama, Kebenaran itu tidak usah dicari tinggal


melaksanakannya saja. Semua kebenaran telah tertulis pada kitab suci. Berfilsafat
itu sesungguhnya hanya membuang-buang waktu saja karena kebenaran yang
didapatnyapun sifatnya relatif atau probabilitas. Bagaimana pendapat saudara?
Jawab:
Saya pribadi selalu membagi tiga macam kebenaran.
1. Kebenaran yang Sejati
2. Kebenaran milik sendiri
3. Kebenaran orang banyak
Di dalam menjalani hidup, saya memilih mengguakan Kebenaran yang Sejati. Apa itu
Kebenaran yang Sejati? Kebenaran yang bersifat prinsip dan ekslusif, dalam hal ini
adalah agama. Kebenaran agama adalah absolut dan tidak untuk diperdebatkan.
Kebenaran yang bersifat debatable adalah Kebenaran miliki sendiri dan Kebenaran
orang banyak. Kebenaran milik sendiri adalah persepsi pribadi akan suatu hal.
Kebenaran orang banyak adalah persepsi banyak orang tentang suatu hal. Kedua
kebenaran ini bisa saling mempengaruhi; kebenaran milik sendiri mempengaruhi
kebenaran orang banyak atau kebenaran orang banyak mempengaruhi kebenaran
sendiri. Saya percaya di dalam ruang-ruang diskusi seperti kelas, kebenaran yang
bersifat debatable harus lebih banyak digali karena memang disana ranahnya.
Kemampuan analitis adalah ruang yang sah bagi seorang pelajar. Tidak ada yang sia-
sia dari sebuah pembelajaran. Layaknya “ayakan” beras, batu akan muncul untuk
diambil dan dibuang. Filsafat memungkinkan untuk memilah hal baik dan hal buruk.
Filsafat memungkinkan seseorang untuk lebih dekat dengan Tuhannya. Tentu ada
juga yang tidak bisa menggunakan cara ini. Maka hal yang paling penting adalah
menghargai pendapat orang lain. Inilah inti dari filsafat: bijaksana.

6. Kini muncul pendapat bahwa Sains dan Agama itu hendaknya digabung bukan
dipisah atau dipertentangkan. Apa mungkin digabung dan bagaimana caranya?
Jawab:

Perkembangan jaman termasuk metode ilmiah terus memperbaiki bagaimana sudut


pandang manusia tentang ilmu dan agama. Kembali ke masa ketika terjadi perbedaan
pendapat yang tajam antara akademisi dan teolog, titik temu sulit dicapai karena
pada saat itu masyarakat cenderung mengakui keberadaan absolut dogma agama
yang terlebih dahulu ada dan terdapat konsekuensi bagi yang tidak meyakininya.
Temuan akademisi tidak lebih dari sekedar pengingkaran. Namun kini hal tersebut
sudah berubah dan berbeda. Sains dan teolog mampu memaparkan mandangannya
tentang dunia dan saling berbagi ilmu serta memperkaya argumen lewat tukar fakta
dan informasi. Hal ini disebut dengan Integrasi.

Sudah sejak dahulu wacana menggabungkan sains dan agama dikemukakan. Tokoh
yang menjadi terkenal tentang wacana ini adalah Ian Graeme Barbour.8 Barbour
(dalam Waston, 2014) mencetuskan metode yang tepat agar sains dan agama bisa
terhubung, yaitu Konflik, Independensi, Dialog, dan integrasi.9
a. Konflik
Pandangan ini menempatkan sains dan agama dalam dua ekstrim yang saling
bertentangan bahwa sains dan agama memberikan pernyataan yang berlawanan
sehingga orang harus memilih salah satu di antara keduanya. Masing-masing
menghimpun penganut dengan mengambil posisi-posisi yang bersebrangan.
Sains menyangsikan eksistensi agama, begitu juga sebaliknya. Keduanya hanya
mengakui keabsahan eksistensi masing-masing. Hal ini terjadi di jaman dahulu
ketika pertentangan temuan ilmiah dengan sikap pemuka agama akan hal
tersebut. Contohnya adalah Galileo Galilei dan Charles Darwin.
Barbour menanggapi hal ini dengan argumen bahwa mereka keliru apabila
mengagungkan rasa dilema tentang keharusan memilih antara sains dan agama.
Kepercayaan agama menawarkan kerangka makna yang lebih luas dalam
kehidupan. Sedangkan sains tidak dapat mengungkap rentang yang luas dari
pengalaman manusia atau mengartikulasikan kemungkinan-kemungkinan bagi
tranformasi hidup manusia sebagaimana yang diperlihatkan oleh agama.
b. Independensi
Satu cara yang diupayakan Barbour untuk menghindari konflik antara sains dan
agama adalah dengan memisahkan dua bidang itu dalam dua kawasan yang
berbeda. Keduanya dapat dibedakan berdasarkan masalah yang ditelaah, domain
yang dirujuk, dan metode yang digunakan. Jalan untuk memisahkan sains dan
agama adalah dengan menafsirkan sains dan agama sebagai dua bahasa yang
tidak saling berkaitan karena fungsi masing-masing benar berbeda. Sains dan

8
Ian Graeme Barbour adalah seorang ahli fisika dan cendekiawan Amerika yang menyoroti hubungan antara
sains dan agama. Beberapa bukunya dikenal karena menciptakan bidang kontemporer sains dan agama.
9
Waston. 2014. HUBUNGAN SAINS DAN AGAMA: Refleksi Filosofis atas Pemikiran Ian G. Barbour. PROFETIKA,
Jurnal Studi Islam, Vol. 15, No. 1, Juni 2014: 76 – 89.
agama bekerja secara sangat berbeda dan oleh karena itu, satu sama lain tidak
bisa saling menilai dengan standar masing-masing. Kita tidak boleh mengarapkan
sains untuk melakukan fungsi di luarnya, misalnya menawarkan pandangan-
dunia, filsafat hidup, atau seperangkat norma etis yang menyeluruh. Para saintis
tidak lebih bijak daripada orang lain begitu mereka keluar dari laboratorium dan
berspekulasi di luar kerangka ilmiah. Tapi Barbour menggaris bawahi bahwa kita
tidak boleh hanya berhenti di posisi dimana sains dan agama merupakan bahasa
yang tidak saling berkaitan karena kehidupan bukan sebuah kejadian yang saling
terpisah satu sama lainnya.
c. Dialog
Pandangan ini menawarkan hubungan antara sains dan agama dengan interaksi
yang lebih konstruktif daripada pandangan konflik dan independensi. Diakui
bahwa antara sains dan agama terdapat kesamaan yang bisa didialogkan, bahkan
bisa saling mendukung satu sama lain. Dialog yang dilakukan dalam
membandingkan sains dan agama adalah menekankan kemiripan dalam prediksi
metode dan konsep. Salah satu bentuk dialognya adalah dengan membandingkan
metode sanins dan agama yang dapat menunjukkan kesamaan dan perbedaan.
Barbour mengajukan contoh masalah yang didialogkan ini dengan digunakannya
model-model konseptual dan analogi-analogi ketika menjelaskan hal-hal yang
tidak bisa diamati secara langsung. Dialog juga bisa dilakukan untuk menjawab
pertanyaan-pertanyaan tentang ilmu pengetahuan yang mencapai tapal batas.
Contohnya: mengapa alam semesta ini ada dalam keteraturan yang dapat
dimengerti? Ilmuwan dan teolog dapat menjadi mitra dialog dalam menjelaskan
fenomena tersebut dengan tetap menghormati integritas masing-masing.
d. Integrasi
Pandangan ini melahirkan hubungan yang lebih bersahabat daripada pendekatan
dialog dengan mencari titik temu diantara sains dan agama. Sains dan doktrin-
doktrin keagamaan, sama-sama dianggap valid dan menjadi sumber koheren
dalam pandangan dunia. Bahkan pemahaman tentang dunia yang diperoleh
melalui sains diharapkan dapat memperkaya pemahaman keagamaan.
7. Sila-sila dalam falsafah Negara Pancasila sesungguhnya penggabungan antara
Agama dan Sains. Pancasila sila pertama itu justru sila keagamaan yaitu Ketuhanan
Yang Maha Esa. Menurut pendapat anda apa maknanya?
Jawab:
Pancasila sila pertama menempatkan nilai-nilai ketuhanan (religiusitas) sebagai
etika dan spiritual masyarakat. Indonesia bukanlah negara sekuler yang ekstrem,
yang memisahkan “agama” dan negara dan memiliki potensi untuk mengucilkan
peran agama di ruang privat. Pancasila melihat Negara sebagai yang mampu
melindungi kehidupan beragama, dan di satu sisi agama mampu memainkan peran
yang berkaitan dengan etika sosial. Tetapi harus diingat, Indonesia juga bukan
“negara agama” yang hanya merepresentasikan salah satu (unsur) agama dan
menggunakan agama untuk mendikte negara. Sebagai negara dengan karakteristik
demografi yang unik; multiagama dan multikeyakinan, Indonesia diharapkan dapat
mengambil jarak yang sama terhadap semua agama/keyakinan, melindungi semua
agama/keyakinan, dan harus dapat mengembangkan politiknya sendiri secara
independen dari dikte-dikte agama.

8. Menurut anda, filsafat materialisme, liberalisme, dan komunisme itu


sesuaikah dengan falsafah negara Pancasila?
Jawab:
Berbicara mengenai Pancasila, terdapat beberapa argumen di kalangan akademisi
tentang dari mana Soekarno mendapat ilham mencetuskan ide Pancasila ketika
diasingkan ke pulau Ende. Soekarno menjelaskan bahwa selama pengasingannya, dia
menemukan intisari kehidupan berbangsa dengan menggunakan pendekatan
historis. Argumen lain muncul dan beranggapan bahwa sebenarnya Soekarno
mencoba menggabungkan beberapa ideologi dunia yang dipelajarinya. Jika ditanya
apakah hal tersebut benar atau tidak mungkin jawabannya condong ke tidak. Tetapi
beberapa ideologi memang memiliki kemiripan tujuan dengan sila-sila Pancasila.
Contohnya adalah komunisme. Komunisme adalah pengaplikasian ideologi
marxisme dalam tataran praktis, dalam hal ini adalah partai politik. Inti dari
marxisme mirip dengan sila ke lima yaitu keadilan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia. Namun bagaimanapun Pancasila adalah ideologi yang Indonesia yakini
sebagai Way of Life penduduknya sehingga meskipun beberapa ideologi memiliki
kemiripan tujuan dengan sila-sila dalam Pancasila, peluang untuk diterapkan secara
resmi sudah tertutup.

9. Menurut Fred Henderson, sistem kompetisi itu tidak sesuai untuk hidup di
jaman modern, yang sesuai adalah koperatif. Alasannya di jaman modern
memproduksi apa saja dengan menggunakan teknologi maju relatif sangat mudah
jumlah berapapun; justru yang merupakan masalah adalah masalah distribusinya.
Kalau sistem kompetisi yang diadopsi maka yang akan terjadi monopoli atau
oligopoli yang selanjutnya akan menimbulkan kesenjangan makin lebar lalu terjadi
revolusi sosial. Apa pendapat anda?
Jawab:
Saya akan menggunakan fenomena ojek online untuk menanggapi pendapat Fred
Henderson bahwa di jaman modern sudah saatnya menggunakan konsep yang lebih
koperatif.
Awalnya sulit dibayangkan jika tukang ojek akan menjadi bahan perbincangan yang
sangat menarik akhir-akhir ini. Tukang ojek yang biasanya berjejer di pangkalan
depan komplek perumahan dengan jargon “jalur bebas”, helm yang semuanya
sewarna, mulai diusik kemajuan teknologi.
Dengan hadirnya aplikasi ini, berpindahlah para tukang ojek ke transportasi berbasis
online ini, bahkan di awal kemunculannya, ada rumor jika seorang driver GO-JEK bisa
meraup sampai 12 Juta sehari. Angka yang membuat semua tukang ojek asli dan
masyarakat umum akhirnya mengantri mendaftar menjadi driver GO-JEK. Yang
membuat menarik adalah karena sistem bagi hasilnya, yaitu 20-80, 20% untuk
perusahaan, dan 80% untuk driver. Belum lagi ada bonus-bonus yang menunggu
dengan ketentuan tertentu membuat driver semakin terpacu untuk “narik”.
Kehadiran ojek online ini bukan tanpa hambatan, pro-kontra bermunculan, tapi yang
bisa ditarik sebagai sebuah ukuran kesuksesan adalah bahwa perusahaan-
perusahaan ini tidak mengeluarkan biaya sedikitpun untuk pengadaan armadanya,
dalam hal ini motor. Perusahaan hanya membuka lowongan, lalu bekerja sama
dengan driver dengan mematuhi aturan, dan operasionalnya sangat mudah karena
menggunakan aplikasi yang sudah umum digunakan. Hal tersebut membuat Prof.
Rhenald Khasali, seorang guru besar manajemen UI, menjuluki fenomena ini sebagai
“sharing economy” dan tulisan-tulisannya dirilis di rubrik Ekonomi/Inspirasi
bisniskeuangan.kompas.com.10
Beliau menjelaskan fenomena ini sebagai bagaimana cara generasi muda
menjalankan sebuah bisnis, tidak melulu harus memiliki dan menguasai, yang akan
membuat mahal. Imbasnya kembali lagi ke modal yang besar. Sebagai contoh
berkembangnya startup e-commerce adalah inovasi baru bisnis yang tidak
membutuhkan tempat menjajakan barang sejengkal pun, gudang barang serta biaya
pemeliharaan serta karyawan. Cukup lewat aplikasi, semua transaksi bisa berjalan.
Begitu pula dengan bisnis transportasi ini, siapapun bisa bergabung. Maka ketika
generasi tua melihat promo-promo murah dengan keheranan, mereka mulai
menempatkan dirinya sebagai yang kontra dengan kehadiran inovasi ini.
Hal ini mengingatkan kita bahwa ada resiko yang hadir dari konsep owning economy,
yaitu barang-barang menumpuk tidak terpakai, menjadi sampah, karena dasarnya
semua manusia ingin memilikinya sendiri. Hal ini disebabkan oleh konsep
kapitalisme dengan menumpuk modal sebanyak-banyaknya serta hak-hak kekayaan
individu “yang tak mau dibagi” secara adil dengan efek penguasaan aset-aset
strategis. Masih menurut Prof. Rhenald, hal ini justru tidak ditemukan di zaman
orang tua dulu ketika masih memakai sistem berbagi, terutama di pedesaan dan
perkampungan. Pada saat itu tanah bisa digarap bersama tanpa ada masalah.
Suasananya berubah, begitu tanah-tanah itu dikuasai orang lain yang mampu
mengubah status tanahnya. Mereka tak lagi berbagi bahkan untuk sekadar numpang
lewat saja. Periode owning economy mulai membuat orang-orang mulai berpikir
menimbun harta, dipagari, yang sebenarnya bisa dibuat menjadi produktif, dan pada
akhirnya menjadi tidak peduli sekitar.
Kini semua hal bisa kita dapat (jasa transportasi, makanan, dll) hanya dengan
menggunakan ponsel pintar kita. Ekonomi selayaknya dibangun dengan konsep
saling bantu. Panggilan “mitra” bagi para pengemudi oleh perusahaan aplikasi sedikit
menggambarkan hal tersebut. Fenomena sharing economy sudah selayaknya masuk
ke sendi-sendi perekonomian masyarakat.

10
http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2016/03/22/054000126/Demo.Sopir.Taksi.dan.Fenomena.Sharing.
Economy.?page=all

Anda mungkin juga menyukai