Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

“PRINSIP FILSAFAT DALAM MENDAPATKAN KEBENARAN”

DISUSUN OLEH:

Nama : Puteri Wulandari

NIM : 10011181823043

Kelas : IKM C

Mata Kuliah : Filsafat dan Logika

PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SRIWIJAYA

2018
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Manusia selalu berusaha menemukan kebenaran. Beberapa cara ditempuh untuk
memperoleh kebenaran, antara lain dengan menggunakan rasio seperti para rasionalis dan
melalui pengalaman atau empiris. Pengalaman-pengalaman yang diperoleh manusia
membuahkan prinsip-prinsip yang lewat penalaran rasional, kejadian-kejadian yang berlaku
di alam itu dapat dimengerti. Ilmu pengetahuan harus dibedakan dari fenomena alam.
Fenomena alam adalah fakta, kenyataan yang tunduk pada hukum-hukum yang menyebabkan
fenomena itu muncul.

Setiap tingkat pengetahuan dalam struktur tersebut menunjukkan tingkat kebenaran


yang berbeda. Tingkat pengetahuan yang lebih tinggi adalah pengetahuan rasional dan
intuitif, sedangkan tingkat yang lebih rendah yaitu yang menangkap kebenaran secara tidak
lengkap, tidak terstruktur, dan pada umumnya kabur, khususnya pada pengetahuan inderawi
dan naluri.

Kebenaran dapat dikelompokkan dalam tiga makna: kebenaran moral, kebenaran


logis, dan kebenaran metafisik. Kebenaran moral menjadi bahasa dan etika, ia menunjukkan
hubungan antara yang kita nyatakan dengan apa yang kita rasakan. Kebenaran logis menjadi
bahasan epistemologi, logika, dan psikologi, ia merupakan hubungan antara pernyataan
dengan realitas objektif. Kebenaran metafisik berkaitan dengan yang-ada sejauh berhadapan
dengan akal budi, karena yang ada mengungkapkan diri kepada akal budi. Yang ada
merupakan dasar dari kebenaran, dan akal budi yang menyatakannya.

1.2 Rumusan Masalah


Dalam makalah ini ada beberapa masalah yang akan dibahas, antara lain :
a. Pengertian Kebenaran
b. Hakekat Kebenaran
c. Teori-teori atau Kriteria Kebenaran
d. Cara Penemuan Kebenaran Filsafat Ilmu
e. Sifat KebenaranIlmu

1.3 Tujuan Penulisan


Adapun manfaat pembuatan makalah ini adalah :
a.Agar mahasiswa mampu mengetahui pengertian kebenaran ilmu pengetahuan
b.Agar mahasiswa mampu mengetahui hakekat kebenaran dan macamnya
c.Agar mahasiswa dapat menjelaskan apa saja teori-teori atau kriteria kebenaran
filsafat ilmu
d.Mahasiswa mampu menjelaskan tentang cara penemuan kebenaran filsafat ilmu
e.Mahasiswa mampu menjabarkan apa saja sifat-sifat kebenaran ilmu pengetahuan
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Kebenaran


Kebenaran adalah suatu nilai utama dalam kehidupan human atau manusia.
Kebenaran merupakan keadaan yang cocok dengan keadaan yang sesungguhnya. Kata
“kebenaran” dapat digunakan sebagai suatu kata benda yang konkrit maupun abstrak.
Artinya sifat manusiawi dan martabat kemanusiaan (human dignity) selalu berusaha
‘’memeluk’’ suatu kebenaran.
Beberapa definisi kebenaran dapat di kaji bersama dari beberapa sumber, antara lain
Kamus Umum Bahasa Indonesia oleh Purwadarminta, arti kebenaran yaitu:

1. Keadaan yang benar (cocok dengan hal atau keadaan sesungguhnya)


2. Sesuatu yang benar (sunguh-sungguh ada, betul demikian halnya)
3. Kejujuran & ketulusan hati
4. Selalu izin & perkenan
5. Jalan kebetulan

2.2 Hakekat Kebenaran


Mencari hakekat kebenaran mungkin sering kita ucapkan, tapi susah dilaksanakan.
Yang pasti bahwa ”benar” itu pasti “tidak salah”. Banyak para ahli yang memaparkan ide
tentang sudut pandang kebenaran termasuk bagaimana membuktikannya. Masalah hakekat
kebenaran ini bisa diulas dari tiga sudut pandang yaitu:

1. Kebenaran Ilmiah
Yaitu kebenaran yang diperoleh secara mendalam berdasarkan proses penelitian dan
penalaran logika ilmiah. Diantaranya :
 Kebenaran Pragmatis
Sesuatu (pernyataan) dianggap benar apabila memiliki kegunaan/manfaat
praktis dan bersifat fungsional dalam kehidupan sehari-hari. Contohnya: Yadi mau
bekerja di sebuah perusahaan minyak karena diberi gaji tinggi. Yadi bersifat
pragmatis, artinya mau bekerja di perusahaan tersebut karena ada manfaatnya bagi
dirinya, yaitu mendapatkan gaji tinggi.
 Kebenaran Koresponden
Sesuatu (pernyataan) dianggap benar apabila materi pengetahuan yang
terkandung didalamnya berhubungan atau memiliki korespondensi dengan obyek
yang dituju oleh pernyataan tersebut. Teori koresponden menggunakan logika
induktif, artinya metode yang digunakan dalam berpikir dengan bertolak dari hal-hal
khusus ke umum. Dengan kata lain kesimpulan akhir ditarik karena ada fakta-fakta
mendukung yang telah diteliti dan dianalisa sebelumnya. Contohnya: Jurusan teknik
elektro, teknik mesin, dan teknik sipil Unesa ada di Ketintang. Jadi Fakultas Teknik
Unesa ada di Ketintang.
 Kebenaran Koheren
Sesuatu (pernyataan) dianggap benar apabila konsisten dan memiliki
koherensi dengan pernyataan sebelumnya yang dianggap benar. Teori koheren
menggunakan logika deduktif, artinya metode yang digunakan dalam berpikir dengan
bertolak dari hal-hal umum ke khusus. Contohnya: seluruh mahasiswa Unesa harus
mengikuti kegiatan Ospek. Luri adalah mahasiswa Unesa, jadi Luri harus mengikuti
kegiatan Ospek.

2. Kebenaran Non-Ilmiah
Berbeda dengan kebenaran ilmiah yang diperoleh berdasarkan penalaran logika
ilmiah, ada juga kebenaran karena faktor-faktor non-ilmiah. Beberapa diantaranya adalah:
 Kebenaran Karena Kebetulan
Kebenaran yang didapat dari kebetulan dan tidak ditemukan secara ilmiah.
Tidak dapat diandalkan karena kadang kita sering tertipu dengan kebetulan yang tidak
bisa dibuktikan.
 Kebenaran karena Akal Sehat (Common Sense)
Akal sehat adalah serangkaian konsep yang dipercayai dapat memecahkan
masalah secara praktis.
 Kebenaran Agama dan Wahyu
Kebenaran mutlak dan asasi dari Allah dan Rasulnya. Beberapa hal masih bisa
dinalar dengan panca indra manusia, tapi sebagian hal lain tidak.
 Kebenaran Intuitif
Kebenaran yang didapat dari proses luar sadar tanpa menggunakan penalaran
dan proses berpikir. Kebenaran intuitif sukar dipercaya dan tidak bisa dibuktikan,
hanya sering dimiliki oleh orang yang berpengalaman lama dan mendarah daging di
suatu bidang.
 Kebenaran Karena Trial dan Error
Kebenaran yang diperoleh karena mengulang-ulang pekerjaan, baik metode,
teknik, materi dan paramater-parameter sampai akhirnya menemukan sesuatu. Tetapi
memerlukan waktu lama dan biaya tinggi.
 Kebenaran Spekulasi
Kebenaran karena adanya pertimbangan meskipun kurang dipikirkan secara
matang. Dikerjakan dengan penuh resiko, relatif lebih cepat dan biaya lebih rendah
daripada trial-error.
 Kebenaran Karena Kewibawaan
Kebenaran yang diterima karena pengaruh kewibawaan seseorang. Seorang
tersebut bisa ilmuwan, pakar atau ahli yang memiliki kompetensi dan otoritas dalam
suatu bidang ilmu. Kadang kebenaran yang keluar darinya diterima begitu saja tanpa
perlu diuji. Kebenaran ini bisa benar tapi juga bisa salah karena tanpa prosedur
ilmiah.

3. Kebenaran Filsafat
Kebenaran yang diperoleh dengan cara merenungkan atau memikirkan sesuatu
sedalam-dalamnya dan seluas-luasnya, baik sesuatu itu ada atau mungkin ada.
 Realisme
Mempercayai sesuatu yang ada di dalam dirinya sendiri dan sesuatu yang pada
hakekatnya tidak terpengaruh oleh seseorang.
 Naturalisme
Sesuatu yang bersifat alami memiliki makna, yaitu bukti berlakunya hukum
alam dan terjadi menurut kodratnya sendiri.
 Positivisme
Menolak segala sesuatu yang di luar fakta, dan menerima sesuatu yang dapat
ditangkap oleh pancaindra. Tolok ukurnya adalah nyata, bermanfaat, pasti, tepat dan
memiliki keseimbangan logika
.
 Materialisme Dialektik
Orientasi berpikir adalah materi, karena materi merupakan satu-satunya hal
yang nyata, yang terdalam dan berada diatas kekuatannya sendiri.
 Idealisme
Idealisme menjelaskan semua obyek dalam alam dan pengalaman sebagai
pernyataan pikiran.
 Pragmatisme
Hidup manusia adalah perjuangan hidup terus menerus, yang sarat dengan
konsekuensi praktis. Orientasi berpikir adalah sifat praktis, karena praktis
berhubungan erat dengan makna dan kebenaran.

Kebenaran dapat dikelompokkan dalam tiga makna:


1) Kebenaran Moral
Kebenaran moral menjadi bahasan etika, menunjukkan hubungan antara yang kita nyatakan
dengan apa yang kita rasakan.
2) Kebenaran Logis
Kebenaran logis menjadi bahasan epistemologi, logika, dan psikologi, merupakan hubungan
antara pernyataan dengan realitas objektif.
3) Kebenaran Metafisik
Kebenaran metafisik berkaitan dengan yang-ada sejauh berhadapan dengan akalbudi, karena
yang ada mengungkapkan diri kepada akal budi. Yang ada merupakan dasar dari kebenaran,
dan akalbudi yang menyatakannya.

2.3 Kriteria Kebenaran/ Teori-Teori Kebenaran


Ada 3 teori yang mengungkapkan kriteria kebenaran:
1) Teori Korespondensi (Teori Persesuaian/Obyektivisme)
Kebenaran merupakan persesuaian antara fakta dan situasi nyata. Kebenaran
merupakan persesuaian antara pernyataan dalam pikiran dengan situasi lingkungannya.
Menurut teori ini, kebenaran adalah kesetiaan kepada realita obyektif (fidelity to
objective reality). Kebenaran Korespondensi adalah persesuaian antara pernyataan tentang
fakta dan fakta itu sendiri, atau antara pertimbangan (judgement) dan situasi, karena
kebenaran mempunyai keterkaitan erat antara kenyataan dan pernyataan yang diungkapkan.
Ujian kebenaran dengan teori korespondensi adalah yang paling diterima secara luas oleh
kelompok realis. Jadi, secara sederhana dapat disimpulkan bahwa berdasarkan teori
korespondensi suatu pernyataan adalah benar jika materi pengetahuan yang dikandung
pernyataan itu berkorespondensi (berhubungan) dengan obyek yang dituju oleh pernyataan
tersebut.
Dengan ini Aristoteles sudah meletakkan dasar bagi teori kebenaran sebagai
persesuaian bahwa kebenaran adalah persesuaian antara apa yang dikatakan dengan
kenyataan. Menurut teori ini, kebenaran adalah soal kesesuaian antara apa yang diklaim
sebagai diketahui dengan kenyataan yang sebenarnya. Benar dan salah adalah soal sesuai
tidaknya apa yang dikatakan dengan kenyataan sebagaimana adanya.

2) Teori Koherensi/Kebenaran Konsistensi (Teori Keteguhan)


Sesuatu dikatakan benar jika yang menjadi dasar kebenaran adanya konsistensi
dengan hukum-hukum berfikir formal tertentu. Teori ini merupakan menyatakan bahwa
pernyataan dan kesimpulan yang ditarik harus konsinten dengan pernyataan dan kesimpulan
terdahulu yang dianggap benar. Secara sederhana dapat disimpulkan bahwa berdasarkan teori
koherensi suatu pernyatan dianggap benar bila pernyataan tersebut bersifat koheren atau
konsisten dengan pernyataan-pernyataan sebelumnya yang dianggap benar.
Artinya pertimbangan adalah benar jika pertimbangan itu bersifat konsisten dengan
pertimbangan lain yang telah diterima kebenarannya, yaitu yang koheren menurut logika.
Contohnya Matematika, adalah bentuk pengetahuan yang penyusunannya dilakukan
pembuktian berdasarkan teori koheren.
Kelompok idealis, seperti Plato juga filsuf-filsuf modern seperti Hegel, Bradley dan
Royce memperluas prinsip koherensi sehingga meliputi dunia, dengan begitu maka tiap-tiap
pertimbangan yang benar dan tiap-tiap sistem kebenaran yang parsial bersifat terus menerus
dengan keseluruhan realitas dan memperolah arti dari keseluruhan tersebut. Meskipun
demikian perlu lebih dinyatakan dengan referensi kepada konsistensi faktual, yakni
persetujuan antara suatu perkembangan dan suatu situasi lingkungan tertentu.

3) Teori Pragmatik (Teori konsekuensi kegunaan)


Teori pragmatik dicetuskan oleh Charles S. Peirce (1839-1914) dalam sebuah
makalah yang terbit pada tahun 1878 yang berjudul “How to Make Ideals Clear”. Teori ini
kemudian dikembangkan oleh beberapa ahli filsafat yang kebanyakan adalah berkebangsaan
Amerika yang menyebabkan filsafat ini sering dikaitkan dengan filsafat Amerika. Ahli-ahli
filasafat ini di antaranya adalah William James (1842-1910), John Dewey (1859-1952),
George Hobart Mead (1863-1931) dan C.I. Lewis.
Teori kebenaran pragmatis adalah teori yang berpandangan bahwa arti dari ide
dibatasi oleh referensi pada konsekuensi ilmiah, personal atau sosial. Kebenaran suatu
pernyataan harus bersifat fungsional dalam kehidupan praktis. Menurut teori pragmatis,
kebenaran suatu pernyataan diukur dengan kriteria apakah pernyataan tersebut bersifat
fungsional dalam kehidupan. Artinya, suatu pernyataan adalah benar, jika konsekuensi dari
pernyataan itu mempunyai kegunaan praktis bagi kehidupan manusia.
Kaum pragmatis berpaling kepada metode ilmiah sebagai metode untuk mencari
pengetahuan tentang alam ini yang dianggapnya fungisional dan berguna dalam menafsirkan
gejala-gejala alamiah. Kriteria pragmatisme ini juga dipergunakan oleh ilmuwan dalam
menentukan kebenaran dilihat dari perspektif waktu.
Bagi para kaum pragmatis, batu ujian kebenaran adalah kegunaan (utility), dapat
dikerjakan (workability). Teori ini tidak mengakui adanya kebenaran yang tetap atau mutlak
kebenarannya tergantung pada manfaat dan akibatnya. Akibat/ hasil yang memuaskan bagi
kaum pragmatis adalah :
o Sesuai dengan keinginan dan tujuan
o Sesuai dengan teruji dengan suatu eksperimen
o Ikut membantu dan mendorong perjuangan untuk tetap eksis (ada).

2.4 Cara Penemuan Kebenaran

Untuk memperoleh kebenaran pengetahuan yang benar ada 2 cara yang dapat
ditempuh, yaitu dengan cara Non-Ilmiah dan cara Ilmiah.
1) Dengan Cara Non-Ilmiah
 Akal Sehat (common sence)
Adalah serangkaian konsep dan bagan yang memuaskan untuk penggunan
praktis bagi kemanusiaan. Konsep adalah pernyataan abstraksi yang digeneralisasikan
dari hal-hal khusus. Sedangkan bagan konsep adalah seperangkat konsep yang
dirangkaikan dengan dalil-dalil hipotesis dan teori.
 Prasangka
Penemuan pengetahuan yang dilakukan melalui akal sehat dan kebanyakan
diwarnai oleh kepentingan orang yang melakukannya. Hal ini menyebabkan akal
sehat mudah berubah menjadi prasangka. Dengan akal sehat orang cenderung ke arah
perbuatan generalisasi yang terlalu dipaksakan, generalisasi dari hubungan sebab
akibat, sehingga hal tersebut menjadi prasangka.
 Pendekatan Intuitif
Dalam pendekatan ini orang memberikan pendapat tentang suatu hal yang
berdasarkan atas “pengetahuan” yang langsung atau didapat dengan cepat melalui
proses yang tidak disadari atau tidak dipikirkan terlebih dahulu. Dengan intuitif orang
memberi penilaian tanpa didahului oleh suatu renungan.
 Kebetulan atau Coba-Coba
Penemuan secara kebetulan dan coba-coba, banyak diantaranya yang sangat
berguna. Penemuan ini diperoleh tanpa rencana, dan tidak pasti. Penemuan
kebenaran secara kebetulan atau melalui coba-coba didasarkan atas pikiran logis
semata. Misalnya, seorang anak yang terkunci dalam kamar, dalam kebingungannya
ia mencoba keluar lewat jendela dan berhasil.
 Pendapat otoritas ilmiah dan pikiran ilmiah
Otoritas ilmiah biasanya dapat diperoleh seseorang yang telah menempuh
pendidikan formal tertinggi, misalnya Doktor atau seseorang dengan pengalaman
profesional atau kerja ilmiah dalam suatu bidang yang cukup banyak (profesor).
Pendapat mereka seringkali diterima sebagai sebuah kebenaran tanpa diuji, karena apa
yang mereka telah dipandang benar. Padahal, pendapat otoritas ilmiah tidak
selamanya benar, bila pendapat tersebut tidak disandarkan pada hasil penelitian,
namun hanya disandarkan pada pikiran logis semata.

2) Dengan Cara Ilmiah

Penemuan kebenaran dengan cara ilmiah adalah berupa kegiatan penelitian ilmiah dan
dibangun atas teori-teori tertentu. Kita dapat pahami bahwa teori-teori tersebut berkembang
melalui penelitian ilmiah, yaitu penelitian yang dilakukan secara sistematis dan terkontrol
berdasarkan data-data empiris yang ditemukan di lapangan. Teori yang ditemukan harus
dapat diuji keajekan dan kejituan internalnya. Artinya, jika penelitian ulang dilakukan dengan
langkah-langkah serupa pada kondisi yang sama maka akan diperoleh hasil yang sama atau
hampir sama. Untuk sampai pada kebenaran ilmiah ini, maka harus melewati 3 tahapan
berpikir ilmiah yang harus dilewati, yaitu:

1. Skeptik

Cara berfikir ilmiah pertama ini ditandai oleh cara orang di dalam menerima
kebenaran informasi atau pengetahuan tidak langsung di terima begitu saja, namun dia
berusaha untuk menanyakan fakta atau bukti terhadap tiap pernyataan yang
diterimanya.

2. Analitik
Cara ini ditandai oleh cara orang dalam melakukan setiap kegiatan, ia selalu
berusaha menimbang-nimbang setiap permasalahan yang dihadapinya, mana yang
relevan dan mana yang menjadi masalah utama dan sebagainya. Dengan cara ini
maka jawaban terhadap permasalahan yang dihadapi akan dapat diperoleh sesuai
dengan apa yang diharapkan.

3. Kritis
Cara berfikir ilmiah ketiga adalah ditandai dengan orang yang selalu berupaya
mengembangkan kemampuan menimbang setiap permasalahan yang dihadapinya
secara objektif. Hal ini dilakukan agar semua data dan pola berpikir yang diterapkan
selalu logis.

2.5 Sifat Kebenaran Ilmu


Kebenaran mempunyai banyak aspek, dan bahkan bersama ilmu dapat didekati secara
terpilah dan hasil yang bervariasi atas objek yang sama.
1. Evolusionisme
Suatu teori adalah tidak pernah benar dalam pengertian sempurna, paling bagus hanya
berusaha menuju ke kebenaran. Thomas Kuhn berpandangan bahwa kemajuan ilmu tidaklah
bergerak menuju ke kebenaran, jadi hanya berkembang. Sejalan dengan itu Pranarka melihat
ilmu selalu dalam proses evolusi apakah berkembang ke arah kemajuan ataukah kemunduran,
karena ilmu merupakan hasil aktivitas manusia yang selalu berkembang dari jaman ke jaman.
Kebenaran ilmu walau diperoleh secara konsensus namun memiliki sifat universal
sejauh kebenaran ilmu itu dapat dipertahankan. Sifat keuniversalan ilmu masih dapat dibatasi
oleh penemuan-penemuan baru atau penemuan lain yang hasilnya menggugurkan penemuan
terdahulu atau bertentangan sama sekali, sehingga memerlukan penelitian lebih mendalam .
Jika hasilnya berbeda dari kebenaran lama maka maka harus diganti oleh penemuan baru atau
kedua-duanya berjalan bersama dengan kekuatannya atas kebenaran masing-masing.

2. Falsifikasionis
Popper dalam memecahkan tujuan ilmu sebagai pencarian kebenaran ia berpendapat
bahwa ilmu tidak pernah mencapai kebenaran, paling jauh ilmu hanya berusaha mendekat ke
kebenaran (verisimilitude). Menurutnya teori-teori lama yang telah diganti adalah salah bila
dilihat dari teori-teori yang berlaku sekarang atau mungkin kedua-duanya salah, sedangkan
kita tidak pernah mengetahui apakah teori sekarang itu benar. Yang ada hanyalah teori
sekarang lebih superior dibanding dengan teori yang telah digantinya.
Namun verisimilitude tidak sama dengan probabilitas, karena probabilitas merupakan
konsep tentang menedekati kepastian lewat suatu pengurangan gradual isi informatif.
Sebaliknya, verisimilitude merupakan konsep tentang mendekati kebenaran yang
komprehensif. Jadi verisimilitude menggabungkan kebenaran dengan isi, sementara
probabilitas menggabungkan kebenaran dengan kekurangan isi.
Tesis utama Popper ialah bahwa kita tidak pernah bisa membenarkan (justify) suatu teori.
Tetapi terkadang kita bisa “membenarkan” dalam arti lain pemilihan kita atas suatu teori,
dengan mempertimbangkan kenyataan bahwa teori tersebut sampai kini bisa bertahan
terhadap kritik lebih tangguh daripada teori saingannya (Taryadi, 1989: 75).

3. Relativisme
Relativisme berpandangan bahwa bobot suatu teori harus dinilai relative dilihat dari
penilaian individual atau grup yang memandangnya. Feyerabend memandang ilmu sebagai
sarana suatu masyarakat mempertahankan diri, oleh karena itu kriteria kebenaran ilmu antar
masyarakat juga bervariasi karena setiap masyarakat punya kebebasan untuk menentukan
kriteria kebenarannya.
Pragmatisme tergolong dalam pandangan relativis karena menganggap kebenaran
merupakan proses penyesuaian manusia terhadap lingkungan. Karena setiap kebenaran
bersifat praktis maka tiada kebenaran yang bersifat mutlak, berlaku umum, bersifat tetap,
berdiri sendiri, sebab pengalaman berjalan terus dan segala sesuatu yang dianggap benar
dapat dikoreksi oleh pengalaman berikutnya.

4. Objektivisme
Apa yang diartikan sebagai “benar” ketika kita mengklain suatu pernyataan adalah
sebagaimana yang Aristoteles artikan yaitu ”sesuai dengan keadaan“ pernyataan benar adalah
“representasi atas objek” atau cermin atas itu. Tarski menekankan teori kebenaran
korespondensi sebagai landasan objektivitas ilmu, karena suatu teori dituntut untuk
memenuhi kesesuaian antara pernyataan dengan fakta. Teori kebenaran yang diselamatkan
Tarski merupakan suatu teori yang memandang kebenaran bersifat “objektif”, karena
pernyataan yang benar melebihi dari sekedar pengalaman yang bersifat subjektif. Ia juga
absolut karena tidak relatif terhadap suatu anggapan atau kepercayaan.
Objektivisme menyingkirkan penilaian para individu yang memegang peranan
penting di dalam analisa-analisa tentang pengetahuan, objektivisme lebih bertumpu pada
objek daripada subjek dalam mengembangkan ilmu. Bila teori ilmiah benar dalam arti
sesungguhnya, yaitu bersesuaian secara pasti dengan keadaan, maka tidak ada tempat bagi
interpretasi ketidaksetujuan, beberapa ilmuwan percaya bahwa teori-teori mewakili
kebenaran.
Roger berpendapat bahwa teori-teori selalu merupakan imajinasi dari konstruksi
mental, dikuatkan oleh persetujuan antara fakta observasi dan peramalan atas implikasi.
Kelemahan kebenaran merupakan kesesuaian dengan keadaan adalah mereka merupakan
penyederhanaan dan pengabstraksian dari hubungan antara fakta-fakta dan kejadian-
kejadianyang digabungkan dengan unsur persetujuan.

2.6 Kebenaran Ilmu dan Filsafat


Ilmu pengetahuan mencari kebenaran dengan jalan penyelidikan (riset, research),
pengalaman (empirik) dan percobaan. Filsafat menghampiri kebenaran dengan cara
mengembarakan atau mengelanakan akal budi secara radikal dan integral serta universal tidak
merasa terikat dengan ikatan apapun, kecuali oleh ikatan tangannya sendiri bernama logika.
Kebenaran ilmu pengetahuan adalah kebenaran positif (berlaku sampai dengan saat ini),
sedangkan kebenaran filsafat adalah kebenaran spekulatif (dugaan yang tak dapat dibuktikan
secara empiris, riset dan eksperimental).

BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Kebenaran adalah sesuatu yang dijadikan sebagai nilai dan pandangan hidup dan
terjadinya persesuaian antara fikiran dan kenyataan yang menimbulkan ketidakraguan.
Ketidakraguan itu muncul dikarenakan apa yang menjadi harapan dan kenyataan melalui proses
intepretasi, penafsiran dan olah fikir selalu sejalan dan tidak bertentangan dengan apa yang ada di
dalam akal dan wahyu.
Oleh karena teori-teori kebenaran (koresponden, koherensi, dan pragmatisme) itu lebih
bersifat saling menyempurnakan daripada saling bertentangan, maka teori tersebut dapat
digabungkan dalam suatu definisi tentang kebenaran. Dari beberapa Teori Tentang Kebenaran
dapat disimpulkan:
 Teori Korespondensi :
"Kebenaran/keadaan benar itu berupa kesesuaian antara arti yang dimaksud oleh sebuah
pendapat dengan apa yang sungguh merupakan halnya/faktanya".
 Teori Konsistensi :
"Kebenaran tidak dibentuk atas hubungan antara putusan (judgement) dengan sesuatu yang
lain, yaitu fakta dan realitas, tetapi atas hubungan antara putusan-putusan itu sendiri ".
 Teori Pragmatis :
"Teori pragmatis meninggalkan semua fakta, realitas maupun putusan/hukum yang telah ada.
Satu-satunya yang dijadikan acuan bagi kaum pragmatis ini untuk menyebut sesuatu sebagai
kebenaran ialah jika sesuatu itu bermanfaat atau memuaskan".
Untuk memperoleh kebenaran pengetahuan yang benar ada 2 cara yang dapat ditempuh,
yaitu dengan cara Non-Ilmiah dan cara Ilmiah.
Cara Non-Ilmiah :
 Akal Sehat (common sence)
 Prasangka
 Pendekatan Intuitif
 Kebetulan atau Coba-Coba
 Pendapat otoritas ilmiah dan pikiran ilmiah
Cara Ilmiah :
 Skeptik
 Analitik
 Kritis

3.2 Saran

Dari makalah yang singkat ini mudah-mudahan dapat bermanfaat bagi semua pembaca
umumnya bagi penyusun. Yang baik datangnya dari Allah, dan yang buruk datangnya dari
penyusun. Dan penyusun sadar bahwa makalah ini jauh dari kata sempurna, masih banyak
kesalahan dari berbagai sisi. Sehingga penyusun harapkan saran dan kritik yang bersifat
membangun untuk perbaikan makalah-makalah selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA
 Abbas, Hamami. Kebenaran Ilmiah dalam: Filsafat Ilmu Sebagai Dasar Pengembangan
Ilmu Pengetahuan, Yogyakarta : Intan Pariwara, 1997. Hal 87

 Daldjoeni, N, Ilmu dalam Prespektif , Jakarta : Gramedia, cet. 6, 1985. Hal 235

 Harun Hadiwijono, Sari Sejarah Filsafat Barat II, Yogyakarta : Kanisius, 1980

 Inu Kencana, Syafi’i. Filsafat kehidupan (Prakata ), Jakarta : Bumi Aksara, 1995.

 Lorens, Bagus, Kamus Filsafat , Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama,2002. Hal 93.

 Rasyidi, Persoalan-Persoalan Filsafat , Jakarta : Bulan Bintang, 1987.

 Poedjawijatna, Pengantar Ke I Imu dan Filsafat , Jakarta : Bina Aksara, 1987. Hal 16.

 Pranarka, Epistemologi Dasar : Suatu Pengantar . Jakarta : CSIS, 1987.

 Sahidah, Ahmad. Kebenaran dan Metode, Yogyakarta : Pustaka Pelajar,1975.

 Sonny Keraf, Ilmu Pengetahuan : Sebuah Tinjauan Filosofis , Yogyakarta : Kanisius,


2001. Hal 66.

 Sumiasumantri,Jujun S. Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer , Jakarata : Pustaka


Sinar harapan, 1990.

 Taryadi. Epistemologi Pemecahan Masalah, Yogyakarta, Kanisius, 1989.

 Wibisono, Kunto. Aktualitas Filsafat Ilmu, Yogyakarta : Gadjah Mada Press, 1984.

 http://developmentcountry.blogspot.com/2009/10/teori-kebenaran-ilmiah.html
 http://ilyaspedia.blogspot.com/2015/12/kriteria-dan-cara-penemuan-kebenaran.html

Anda mungkin juga menyukai