Anda di halaman 1dari 16

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT.Bahwa kami masih diberikan nikmat sehat, sehingga
kami dapat menyelesaikan makalah kami yang berjudul “Cara Mengatasi Pergaulan Bebas
Terhadap Remaja.”
Walaupun makalah kami belum sempurna tetapi kami merasa bangga terhadap hasil yang
dicapai. Mudah-mudahan makalah sederhana ini bermanfaat bagi kami khususnya dan para
pembaca pada umumnya.Kritik yang membangun sangat kami harapkan untuk perbaikan
pembuatan makalah selanjutnya.
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang masalah

Remaja adalah generasi penerus yang akan membangun bangsa kea rah yang lebih baik
yang mempunyai pemikiran jauh ke depan dan kegiatannya yang dapat menguntungkan diri
sendiri,keluarga,dan lingkungan sekitar. Maka dari itu remaja tersebut harus mendapatkan
perhatian khusus,baik oleh dirinya sendiri,orang tua,dan masyarakat sekitar.
Banyak kita basa di media massa maupun kita lihat di media elektronik adanya remaja
yang berprestasi juga ada remaja yang melakukan tindakan atau perbuatan yang merugikan
dirinya sendiri,keluarga dan masyarakat sekitar.
Pada makalah ini kami akan mencoba membahas cara mengatasi pergaulan bebas terhadap
remaja

B. Pembatasan masalah
Kesempatan ini kami hanya akan membatasi pengaruh media massa,media elektronik
terhadap pergaulan remaja. Media massa (cetak) perlunya remaja membaca hal-hal yang
positif.Dan media elekronik,tayangan-tayangan di televisi yang dapat merusak aqidah dan moral
remaja tidak layak untuk ditonton oleh para remaja missal tayangan yang berbau misteri dan
film-film yang berbau alam gaib.

C. Tujuan
Makalah ini kami buat dengan bertujuan agar remaja-remaja masa kini terarah
pergaulanny yaitu dengan melakukan kegiatan yang positif yang berguna untuk dirinya
sendiri,keluarga,dan masyarakat sekitar.
Dan supaya agar remaja tidak terjebak di dalam pergaulan bebas.Maka dari itu perlu kiranya
remaja membentengi diri denan iman yang kuat.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Remaja

Diantara seluruh tahap kehidupan yang kita alami,mungkin salah satu tahap yang paling
tak terlupakan adalah masa remaja,karma tampaknya tidak ada fase lain banyak dipenuhi dengan
pengalaman tentang patah hati,konflik batin,dan kesalahpahaman selain masa remaja.
Kita masih dapat mengingat antara rasa sakit dan kebahagiaan bercampur menjadi satu yang kita
alami saat remaja.Kita tetap menyimpan kenangan betapa kita disalahpahami, betapa kita begitu
sering dan cepat berubah-rubah,betapa kita begitu mengharapkan penerimaan,dan betapa kita
begitu merasakan kesepian dan kesendirian.
Kadang kita juga merasa mengapa tidak ada orang yang mau mengerti tentang kita.Kita
merasa heran bagaimana semua ini dimulai dan darimana.Semua ini terjadi pada masa
remaja,saat yang penuh gejolak dan keinginan,tetapi tidak jarang mengakibatkan begitu banyak
persoalan jika tidak disikapi secara arif dan bijak.
Remaja seing diidenntikan dengan usia belasan tahun sehingga dalam bahasa inggris
”remaja” juga disebut dengan istilah “Teenager”,selain kata adolescent.Akan tetapi remaja tidak
hanya dapat diidentifikasi berdasarkan usia,tetapi juga bisa ditelisik dari kehidupan yang penuh
dengan keceriaan,warna-warni,dan permulaan usia mengenal lawan jenis.
Selain itu,di usia remaja kita juga biasanya mulai bertemu dengan nilai-nilai dan norma-
norma baru yang berbeda dengan nilai dan norma yang selama ini kita kenal.Pada masa remaja
juga kita pada umumnya mulai merasakan kegelisahan dalam hubungan kita dengan orang tua
dan teman-teman sebaya;kita ingin menunjukkan kemandirian kita di satu sisi,teapi di sisi lain
kita belum dapat melepaskan diri sepenuhnya dari pengawasan dan ketergantungan kita dari
orang tua.

B. Ciri-ciri Fisik dan Psikologis

Bila merujuk pada psikologi perkembangan akan kita temukan pembagian tahap
perkembangan psikologis kita menjadi tiga tahap: sembilan tahun pertama, sembilan tahun kedua
dan sembilan tahun ketiga. Sembilan tahun pertama dalam kehidupan kita dapat disebut sebagai
masa kanak-kanak. Pada masa ini kita hamper sepenuhnya bergantung pada perhatian dan
bimbingan orang lain, utamanya orangtua kita. Dari persoalan mandi, makan, apa yg kita pakai,
pilihan sekolah, dan teman hamper semuanya di pengaruhi oleh keputusan dan kebijakan
orangtua kita. Masa kanak-kanak ditandai dengan perkembangan dan pertumbuhan fisik yg
sangat cepat: mulai dari belajar telungkup, merangkak, berjalan, berbicara, dan berpikir. Usia
remaja berada pada perkembangan psikologis kedua dan sembilan tahun kedua setelah kita
melewati masa kanak-kanak. Pada masa ini kita mulai diajari tantang kemandirian dan
bagaimana membuat keputusan untuk diri kita sendiri. Selain itu, karakteristik umum dari
pertumbuhan dan perkembangan fisik kita pada periode usia ini dapat dijelaskan sebagai berikut:

Pertumbuhan tinggi badan dan berat badan pada umumnya lambat dan mantap;
pertumbuhan yang sangat cepat pada masa kanak-kanak telah selesai dan perubahan-perubahan
menginjak usia remaja mulai tampak. Pada usia ini kita cenderung mengalami perubahan
hormonal,berupa perubahan suara, mulai tumbuhnya bulu-bulu di bagian tubuh tertentu, dan
penonjolan-penonjolan pada bagian tubuh tertentu bagi perempuan.
Pada tingkat usia ini system peredarn darah, pencernaan dan pernapasan sudah berfungsi
secara lengkap meskipun pertumbuhan masih terus berlanjut. Parui-paru kita sudah hampir
berkembang secara lengkap dan tingkat respirasi orang dewasa. Tekanan darah meningkat
menjadi sedikit lebih rendah dari pada tekanan orang dewasa. Otak dan urat syaraf tulang
belakang ( spinal cord ) menjadi orang dewasa pada usia 10 tahun, tetapi perkembangan sel-sel
yg berkaitan dengan perkembangan mental belum sempurna dan terus berlanjut selama beberapa
tahun kemudian. Pada usia 10 thun, mata kita telah mencapai ukuran dewasa dan fungsinya
sudah berkembang secara maksimal.
Masa remaja adalah saat ketika kita tidak lagi menjadi kanak-kanak, tetapi belum
memasuki usia dewasa. Meskipun begitu, ada juga di antara kita, remaja, yg kekanak-kanakan
atau remaja yg sudah mampu berpikir layaknya orang dewasa. Saat masih kanak-kanak hamper
sepenuhnya kita bergantung pada orang lain, terutama orangtua atau wali kita. Masa kanak-
kanak adalah masa “ketergantungan aktif” ketika kita sepenuhnya mengharapkan kasih-sayang
dan perhatian orang lain. Tetapi pada masa kanak-kanak kita juga sadar tantang ketergantungan
kita dan berjuang untuk membebaskan diri meskipun kita tidak sepenuhnya menyadari: bebas
dari apa atau kebebasan untuk apa ? Secara tidak langsung kita menjadi sadar bahwa, meminjam
ungkapan Norton, selam ini kita telah “salah-diidentifikasi,” bahwa kita selama ini bukan
“budak”, bahwa kita adalah pribadi-pribadi yang sama dengan “orang lain” dalam kehidupan
kita-bukan sekedar “derivasi-derivasi”. Kita menjadi tergugah untuk menemukan diri
kita.
Ketergugahan dan keingintahuan itulah yg merupakan titik yg akan menjembatani antara masa
kanak-kanak dan masa remaja. Tetapi bahkan masa kanak-kanak kita yg diaktualisasikan secara
lengkap pun belum dpat mempersiapkan diri kita secara baik untuk menghadapi masa remaja.
Tahap krhidupan baru Ini memiliki nilai-nilai yg sama sekali unik, demikian juga dengan
kewajiban-kewajiban dan kebajikan-kebajikannya. Masa remaja menuntut sebuah kehidupan
baru yg lebih agresif dimana apa yg telah kita pelajari pada masa kanak-kanak hanya memeliki
sedikit peran dan pengaruh.
Masa remaja juga biasanya dikaitkan dengan masa “puber” atau pubertas. Istilah “puber”
kependekan dari “pubertas”, berasal dri bahasa Latin. Pubertas berarti kelaki-lakian dan
menunjukan kedewasaan yg dilandasi oleh sifat-sifat kelaki-lakian dan ditandai oleh kematangan
fisik. Istilah “puber” sendiri berasal dari akar kata ”pubes”, yg berarti rambut-rambut kemaluan,
yg menandakan kematangan fisik. Dengan demikian, masa pubertas meliputi masa peralihan dari
masa anak sampai tercapainya kematangan fisik, yakni dari umur 12 tahun sampai 15 tahun.
Pada masa ini terutama terlihat perubahan-perubahan jasmaniah berkaitan dengan proses
kematangn jenis kelamin. Terlihat pula adanya perkembangan psikososial berhubungan dengan
ber fungsinya kita dalam lingkungan social, yakni dengan melepaskan diri dari ketergantungan
penuh kepada orangtua, pembentukan rencana hidup dan system nilai-nilai yg baru.
Dalam literature Barat, remaja juga disebu sebagai adolescent dan masa remaja disebut
sebagai adolescentia atau adolesensia. Beberapa tokoh psikologi menekankan pembahasan
tentang adolesensia atau masa remaja pada perubahan-perubahan penting yg terjadi di dalamnya.
Jean Piaget, misalnya, lebih menitik beratkan pada perubahan-perubahan yg dianggap penting
dengan memandang “adolesensia” sebagai suatu fase kehidupan, dengan terjadinya perubahan-
perubahan penting pada fungsi inteligensia, yr tercakup dalam aspek kognitif seseorang.
Tokoh lain, Ana Freud, menggambarkan masa adolesensia sebagai suatu proses perkembangan
yg meliputi perubahan-perubahan berhubungan dengan perkembangan psikoseksual, perubahan
dalam hubungan kita dengan orangtua dan cita-cita. F. Neidhart juga melihat masa adolesensia
sebagai masa peralihan ditintau dari kedudukan ketergantungannya dalam keluarga menuju ke
kehidupan dengan kedudukan “mandiri”.
Sedangkan E. H. Erikson mengemukakan timbulnya perasaan baru tentang identitas dalam
diri kita pada masa adolesensia. Terbentuknya gaya hidup tertentu sehubungan dengan
penempatan diri kita, yg tetap dapat dikenal oleh lingkungan walaupun telah mengalami
perubahan baik pada diri kita maupun kehidipan sehari-hari.
Dalam pembahasan kemudian, istilah “adolesensia” diartikan sebagai “masa remaja”
dengan pengertian yg luas, meliputi seluruh perubahan yg terjadi di dalamnya. Remaja
merupakan masa peralihan antara masa kanak-kanak dan masa dewasa, yakni antara usia 12
sampai 21 tahun. Mengingat pengertian remaja tersebut meninjukan pada masa peralihan sampai
tercapainya masa dewasa, maka sulit menentukan batasan umurnya. Tetapi setidaknya dapat
dikatakan bahwa masa remaja dimulai pada saat timbulnya perubahan-perubahan berkaitan
dengan tanda-tanda kedewasaan fisik yakni pada usia 11 tahun atau mungkin 12 tahun pada anak
permpuan sedangkan pada anak laki-lakinumumnya terjadi di atas 12 tahun.

C. Mengenali Kebutuhan-kebutuhan [ Psikologis ] Remaja

Konsepsi “ kebutuhan pada hakikatnya lrbih berkaitan dengan implikasi-implikasi social


dari pada sekedar sebuah penggambaran tentang perilaku manusia berkaitan dengan insting-
insting yg dimilikinya. Insting, berdasarkan definisinya, merupakan sebuah atribut bagi
seseorang individu. Kebutuhan mengisyaratkan kerjasama ( cooperation ) kelompok untuk dapat
memenuhinya. Ia mengarahkan perhatian dari individu kepada masyarakatnya dengan cara-cara
yg, jika diperlukan, mungkun digunakan oleh suatu kelompok untuk memodifikasi metodo-
metodenya dengan harapan mendapatkan pelbagai perubahan yg dihasilkan dalam reaksi seorang
individu.

Pelbagai jenis kebutuhan kita sebagai remaja selama ini telah di kompilasikan dari kebutuhan-
kebutuhan psikologis mendasar. Salah satu penjelasan paling awal mengenai kebutuhan-
kebutuhan remaja adalah bahwa pada mas remaja pada umumnya kita merindukan pengalaman
baru, rasa aman, resons, dan pengakuan. Di usia ini kita seringkali merasa bahwa rumah tempat
kita tinggal telah memberi kita monotomi [bukan otonomi], rasa tidak aman dan penolakan.
Penyimpangan yg kita lakukan kadang-kadang dapat digambarkan sebagai upaya yg salah arah
untuk menenukan kepuasan atau pemenuhan atas keinginan-keinginan kita yg paling
fundamental.

Salah satu kebutuhan psikologis kita yg paling penting dan juga kebutuhan seluruh manusi
adalah peneromaan oleh kelompoksosial di sekitarnya. Kebutuhan ini mencakup kebutuhan akan
kasih saying dalam lingkungan dekat dalam rumah, penghormatan di antara teman-teman kita
sebaya dan apresiasi dari orangtua atau guru-guru yg mengajar kita. Kebutuhan ini mengambil
bentuk-bentuk yg berbeda pada tahap-tahap usia yg berbeda dan dalam hubunganya dengan
orang-orang berbeda. Tetapi kebutuhan ini tampaknya muncul dari watak esensial manusia
sebagai makhluk social sebagai anggota kelompok sosisal tertentu.

Pengalaman akan penerimaan ini pada masa balita dan kanak-kanak mengarahkan pada rasa
aman yg kemudian membentuk salah satu bahan penting untuk kesehatan mental semangat juang
dari warga sipil atau tentara yg karena diperkuat oleh perasaan ini, mampu menghadapi pelbagai
kesulitan dan kekecewaan tanpa kecemasan yg berlebihan. Hilanhnya perasaan ini pada
umumnya akn diikuti oleh rsa tertekan yg kemudian dapat memeunculkan penyimpangan dan
disharmoni mental. Anak-anak yg ditolak atau tidak diinginkan pada masa balitanya lebih besar
kemungkinanya untuk menjadi nak-anak yg sulit diatur dan akan menyulitkan para gurunya pda
usia sekolah.

Bersamaan dengan kebutuhan ini, manusia pada umumnya juga memiliki kebutuhan untuk
“memberi dan menerima” untuk menunjukan rasa kasih saying, merasakan penghormatan,
mengekspresikan penghargaan Pelbagai studi kasus yg dilakukakn C.M. Fleming, misalnya,
menunjukan efek-efek yg merugikan akibat dihalanginya komplemen atas penerimaan oleh
kelompok sosial ini. Hilangnya rasa ini larangan atas kasih saying dalam bentuk ekstrem
mengarah pada penekana yg berlebihan atas nilai kepuasaan-kepuasaan pengganti semisal hasrat
yg besar akan kekuasaa ataau atas kesenangan.

Kebutuhan berikutnya adalah kebutuhan untuk mempelajari hal-hal baru kebutuhan untuk
mengalami “petualangan-petualangan segar”.Kebutuhan ini terkait erat dengan impuls organisme
manusia terhadap pertumbuhan dan perkembangan; tetapi tidak terbatas hanya pada
pertumbuhan fisikal semata. Kebutuhan ini tampaknya dirasakan secara terus-menerus sebagai
atribut umat manusia dari kelahiran hingga kematiannya. Pada masa kanak-kanak, kebutuhan ini
ditunjukan sebagai eksplorasi atas ruangan, rumah, atau jalan. Pada tahap selanjutnya, kebutuhan
ini kemudian meluas hingga mencakup pengalaman-pengalaman baru di sekolah dan lingkungan;
dan, pada masa remaja atau dewasa, kebutuhan ini secara potensial meluas sampai pada batas-
batas pengetahuan mengenai suku, bangsa atau ras. Penaklukannya dari satu langkah menuju
langkah lainnya ditandai dengan pengalaman akan hasilan pengakuan yg diberikan olah
kelompok, atau individu itu sendiri, pada fakta bahwa sebuah kemenangan baru telah diraih.

Yang sepadan dengan kebutuhan ini adalah kebutuhan akan pemahaman pencarian jawaban atas
pelbagai pertanyaan berkaitan dengan apa yg sedang terjadi, dan, (dalam peradabanyg kita kenal
dengan baik), dari usia empat atau lima tahun dan seterusnya, pertanyaan berkaitan dengan
mengapa hal-hal itu terjadi seperti sekarang ini. Pertanyaan-pertanyaan metafisikal seseorang
anak kecil secara langsung sejalan dengan pemikiran keagamaan atau filosofis dari seorang
remaja atau dewasa. Pertanyaan-pertanyaan tersebut tampaknya diasosiasikan dengan kebutuhan
yg selalu hadir dengan mendapatkan wawasan berkaitan dengan pengalaman yg terus berubah
dan kesalingterkaitan yg juga terus bergeser daru umat manusia sebagai makhluk sosial dalam
pelbagai kelompok sosial dimana anak itu merupakan salah seorang anggotanya.

Kebutuhan lain yg melengkapi kebutuhan akan petualangan dan pemahaman ini adalah
kebutuhan untuk melaksanakan tanggung jawab dalam jenis tertentu untuk memberi sumbangan
secara progresif melalui tindakan tertentu bagi kesejahteraan kelompok. Seorang anak kecil yg
berbahagia dalam kehidupan keluarganya pada umumnya dapat dilibatkan untuk melakukan
kerjasama aktif dalam kehidupan keluarga. Seorang anak kecil sebaiknya diizinkan untuk
berbagi “tugas-tugas ringan” dengan ibu atau ayahnya, maupun dengan saudara-saudaranya. Hal
ini dimaksudkan untuk memupuk rasa percaya diri dan tanggung jawab pada si anak agar si anak
merasa aman dan nyaman di rumahnya sendiri. Kebutuhan-kebutuhan yg kita miliki sebagai
remaja mempunyai keterkaitan satu sama lain yg tidak dapat dipisahkan.
D. Pergaulan Bebas

Akibat persepsi dan pemaknaan yg keliru tentang cinta, tidak jarang kita terlibat dalam pergaulan
yg terlalu bebas dan permisif. Apapun boleh dilakukan, asal dilakukan atas dasar suka sama
suka. Tidak ada lagi pertimbangan tentang sebab dan akibat. Tidak ada lagi pertimbangan
berdasarkan hati nurani dan akal sehat. Dengan dalih cinta, apa pun akan dilakukan. Biasanya
kita baru merasa sadar ketika efek atau akibat dari pergaulan bebas tersebut membawa dampak
yg negative semisal kehamilan di luar nikah, perasaan minder akibat kita merasa tidak seperti
remaja-remaja lain yg masih “bersih”.

Meskipun angka kehamilan remaja yg belum menikah sulit untuk diketahui dengan pasti akibat
belum adanya statistik mengenai kehamilan remaja belum menikah, akan tetapi, dari pelbagai
berita di media massa, baik cetak maupun elektronik, dan hasil-hasil penelitian mengenai
kehamilan di luar nikah, terlepas dari keabsahan penelitian tersebut, menunjukan kecenderungan
bahwa kehamilan remaja di luar nikah cenderung selalu meningkat dari tahu ke tahun.

Yayah Khisbiyah (1994), misalnya, mengutip pelbagai hasil penelitian yg menunjukkan


intensitas angka kehamilan remaja di luar nikah. Lembaga konseling remaja, Sahabat Remaja,
menemukan dari pelbagai kasus yg mereka tangani pada tahun 1990 dijumpai ada 80 remaja usia
14-24 tahun yg hamil sebelum nikah. Penalitian di Manado yg dilaporkan oleh Warouw
mengambil 663 sampel secara acak dari 3.106 orang meminta induksi haid ditemukan sebanyak
472 responden yg belum menikah (71,3%) mengalami kehamilan yg tidak dikehendaki
(unwanted pregnancy). Dari jumlah tersebut, 291 responden (28,8%) berusia 14-19 tahun, 345
responden (52%) berusia 20-24 tahun.

Penelitian lain yg dikutip Khisbiyah adalah penelitian yg dilakukan Widyantoro pada tahun 1989
di Jakarta dan Bali. Widyantoro menemukan 405 kasus kehamilan tak dikehendaki yg terkumpul
di klinik WKBT di dua kota tersebut selama satu tahun. Dari data yg terkumpul terungkap bahwa
95 persen kehamialn adalah kehamilan pada remaja berusia 15-25 tahun. Dari segi pendidikan,
47 persen remaja tersebut duduk di tingkat SLTP dan SLTA. Selanjutnya Khisbiyah melaporkan
bahwa data dari klinik dan praktik dokter di sekitar kabupaten Magelang diduga ada sekitar 1456
kasus kehamilan remaja dalam setahun. Tentu saja kasus yg terjadi sebenarnya berbeda dari
laporan penelitian tersebut. Boleh jadi angkanya jauh lebih besar mengingat ada sebagian kasus
yg luput dari penelitian atau tidak terdektesi oleh klinik atau dokter setempat karena mereka
dating ke “tempat lain” untuk melakukan “pengobatan”.

Jika sinyalemen ini bener, maka selayaknya kita merasa prihatin dan mencari penangan atas
masalah tersebut secara lebih serius dan komprehensif. Kehamilan remaja di luar nikah tidak
hanya membawa dampak negatif bagi si calon ibu, tetapi juag bagi anak yg di kandungnya.
Selain itu, keluarga dari remaja yg hamil di luar nikah itu pun akan mengalami tekanan batin
tertentu mumgkin akan diterima oleh si remaja maupun keluarganya. Rasa malu pada tetangga
dan teman-teman merupakan penderitaan batin tersendiri yg harus ditanggung si remaja dan
keluarganya. Meskipun ada sebagian orang yg tidak malu dengan kehamilannya di luar nikah.

Dalam islam, jelas sekali Al-Qur’an melarang perzinahan karena dampak buruk yg
diakibatkannya. Ayat-ayat yg melarang zina antara lain adalah,
Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah
Suatu perbuatan yang keji dan jalan yang sangat buru (Al-Isra’:32).
Dan terhadap wanita-wanita yg mengerjakan perbuatan keji (zina),
Hendaklah ada empat orang saksi di antara kamu (yang menyaksi-
Kannya). Kemudian apabila mereka telah memberikan persaksian,
Maka kurunglah wanita-wanita itu dalam rumah sampai menemui
Ajalnya, atau sampai Allah memberikan jalan yg lain kepada mere-
Ka (An-Nisa’:15).

Meskipun persoalan tafsir dan pemahaman atas ayat tersebut masih dapat diperdebatkan, tetapi
yg jelas zina zina memberikan dampak buruk dan perbuatan yg tidak layak dilakukan. Berikut ini
adalah beberapa dampak negatif yg dapat ditimbulkan dari kehamilan di usia remaja, utamanya
yg menyakut perkenbangan bayi yg akan dilahirkan sebagai manusia.
# Perkembangan Kognitif

Aspek kognitif yg menonjol dalam kehidupan kita adalah kecerdasan. Kecerdasan kita terdiri
atas beberapa aspek yg salah satunya adalah kemampuan berbahasa dan menalar. Perkembangan
kognitif kita dapat dipengaruhi oleh beberapa hal, anara lain perawatan kesehatan, keadaan gizi,
dan stimulasi mental yg diberikan oleh lingkungan, terutama kedua orangtua. Selain itu, kondisi
sosial dan eoknomi serta kematangan psikologis kedua orangtua kita pun ikut berperan besar
dalam mempengaruhi perkembangan kognitif kita.

Berdasarkan hasil-hasil penelitian di Amerika, misalnya, anak yg dilahirkan oleh ibu-ibu remaja
rata-rata memiliki tingkat kecerdasan yg lebuh rendah dibandingkan dengan anak yg dilahirkan
oleh ibu-ibu yg usianya lebuh dewasa (lihat Baldwin & Cain, 1978). Perkembangan bahasa dan
penalaran anak-anak yg lahir dari ibu-ibu remajaumumnya jauh lebuh terbelakang dibandingkan
dengan anak-anak yg lahir dari ibu-ibu yg usianya lebih dewasa.
Menurut sebagian pakar psikologi, sebagaimana dikutip Ancok dan Suroso (1995), rendahnya
tingkat kecerdasan anak-anak tersebut disebabkan oleh si ibu yg belum mampu memberikan
stimulasi mental yg baik pada anak-anak mereka. Hal ini, antara lain disebabkan ibu-ibu yg
masih remaja ini belum memiliki kesiapan untuk menjadi seorang ibu. Perkembangan bahasa
seorang anak sangat banyak dipengaruhi oleh bagaimana cara kedua orngtuanya berbicara
kepada si anak. Aspek-aspek kecerdasan lainnya akan berkembang jika kedua orangtua dan
lingkungannya dapat memberikan permainan atau stimulasi mental dengan baik. Orangtua yg
masih remaja pada umumnya kurang mampu memberikan stimulasi mental semacam ini.

Mengingat kecerdasan memiliki peran yg sangat penting dalam keberhasilan di bidang akademik
maupun karier, maka rendahnya tingkat kecerdasan anak-anak yg lahir dari ibu-ibu remaja di
luar nikah ini boleh jadi akan mengakibatkan kesulitan hidup bagi si anak itu kelak.

# Perkembangan Sosial dan Emosinal

Meskipun penelitian mengenai dampak kehamilan ibu remaja diluar nikah terhadap
perkembangan sosial dan emosinal anaknya belum menunjukan hasil-hasil yg konsisten; tetapi
cukup banyak penelitian yang menemukan dampak negatif dari kehamilan semacam ini. Baldwin
dan Cain (1981), misalnya, menemukan bahwa anak-anak yg lahir dari ibu remaja lebih banyak
memiliki sifat hiperaktif, rasa bermusuhan yg besar , kurang mampu mengontrol emosi dan lebih
impulsive jika dibandingkan dengan anak-anak yg lahir dari ibu dewasa.

Sifat-sifat negatif seperti di atas sedikit banyak akan mempengaruhi proses penyesuaian diri kita
terhadap lingkungannya, baik di sekolah maupun dalam kehidupan sehari-hari di masyarakat.

Selain itu, prestasi kita di sekolah sangat dipengaruhi oleh kemempuan kognitif kita (kecerdasan
kita) dan kemampuan menyesuaikan diri dengan sekolah. Anak yg tingkat kecerdasannya rendah
biasanya memiliki prestasi kurang (atau bahkan tidak) baik di sekolah. Selain itu, kemampuan
untuk menyesuaikan diri dengan keadaan di sekolah memiliki pengaruh yg cukup besar terhadap
prestasi belajar anak. Anak yg agresif, suka menyerang, suka diatur biasanya memiliki prestasi
yg kurang baik. Para guru biasanya tidak menyukai anak-anak hiperaktif, nakal, dan suka
mengganggu teman-temannya.
Eric Taylor (1988), misalnya, pernah menceritakan seorang anak yg bernama Ari, anak berusia
sembilan tahun, yg memiliki masalah yg berkaitan dengan sikap agresif Ari dan ketelengasannya
kepada anak lain. Dalam sebuah perkelahian Ari pernak mendorong lawannya keluar dari
jendeladan pernah menikam lawannya yg lain dengan gunting. Dua sekolahnya yg dahulu telah
menyatakan bahwa Aria tidak dapat dikendalikan dank arena itu dikeluarkan. Setiap orang yg
mengenalnya sependapat bahwa di luar biasa over aktif, tidak pernah mengasyiki suatui kegiatan
apa pun, dikucilkan oleh teman-teman sebayanya, dan mudah mengamuk bila merasa frustasi.
Pola perilaku seperti ini sudah tampak sejak Ari masih berusia satu tahun, tetapi bersamaan
dengan tambahnya usia, nyata sekali dia menjadi semakin menjadoi pemurung. Sifat lekas marah
dan kecurigaannya yg berlebihan sebagian besar agaknya terkait dengan suasana rumahnya yg
penyh “badai”, dimana perbantahan menyangkut kebiasaan buruk ayahnya seringkali tidak
terkendalikan dan meningkat menjadi percekcokansecara fisik.

Dalam kasus Ari, jelas sekali perangi atau watak yg ditunjukan orangtua memiliki pengaru yg
besar terhadap perkembangan psikologis seorang anak. Ada sebuah ungkapan bijak yg
menyatakan,”Jika seorang anak dan pujian, dia akan belajar untuk menghormati orang lain. Jika
seorang anak dibesarkan dengan caci maki dan hinaan, dia akan belajar untuk membenci orang
lain”.

# Perkembangan Seksual

Mungkin ada pertanyaan yg pernah terbersit dalam benak sebagian kita: Apakah anak perempuan
yg dilahirkan oleh ibu remaja di luar nikah pada saat anak itu menginjak remaja nanti lebuh
memiliki kemungkinan untuk hamil di luar nikah jika dibandingkan dengan anak-anak yg
dilahirkan oleh ibu-ibu dewasa dalam pernikahan yg sah? Pertanyaan ini cukup menarik untuk
dikaji lebih lanjut untuk mengetahui ada tidaknya efek estafet dari kehamilan remaja di luar
nikah terhadap generasi penerusnya.

Baldwin dan Cain (1981) melaporkan bahwa tanda-tanda terjadinya efek estafet itu memang ada.
Anak-anak yg lahir dari ibu remaja memiliki kemungkinan lebih besar untuk hamil di luar nikah
pada usia remaja jika dibandingkan dengan anak-anak yg lahir dari ibu dewasa dan dalam
pernikahan yg sah. Ini memang logis mengingat remaja pada umumnya belum siap untu
menerima kehadiran seorang anak sebagai bagian darikehidupannya. Ketidaksiapan ini kemudian
yg, antara lain, menyebabkan kurangnya kemampuan orangtua untuk mendidik dan mengasuh
anaknya dengan baik dan benar sehingga risiko untuk terjerumus kedalam hal-hal yg negatif
akan lebih besar.
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Kami kira remaja harus pintar dalam memilih teman agar tidak terjerumus dalam pergaulan
bebas yang telah merusak aqidah dan moral sebagian remaja di negeri ini

Oleh karena itu remaja itu perlu mengikuti kegiatan-kegiatan seperti pengajian remaja,karang
taruna,dan kegiatan lainnya
3.2 Saran dan Kritik

A. Saran

Perlu kiranya remaja melibatkan diri dalam kegiatan-kegiatan yang positif baik di sekolah
maupun di lingkungannya yang tentunya harus mendapatkan dorongan dan restu dari orang tua

B. Kritik

Kami menyadari dalam pembuatan makalah ini masih kurang baik oleh karena itu kami sangat
membutuhkan kritikan yang membangun dari para pembaca
BAB IV
DAFTAR PUSTAKA

Husniaty, E.Noor. 2006. Menjadi Remaja Kreatif Dan Mandiri.Yogyakarta: Dozz publisher.

Anda mungkin juga menyukai