Kelompok 6
UNIVERSITAS PADJADJARAN
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN
DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PANGAN
JATINANGOR
2018
i
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur, kami panjatkan kepada Allah SWT karena
kekuasaan dan karunia-Nya penulis diberikan kemudahan dalam menyelesaikan
makalah yang berjudul “Sifat Fisik dan Organoleptik Bakso pada Berbagai
Rasio antara Daging Sapi dan Daging Ayam” yang disusun sebagai salah satu
syarat untuk mata kuliah Evaluasi Sensori pada Jurusan Teknologi Industri Pangan,
Fakultas Teknologi Industri Pertanian, Universitas Padjadjaran dengan tepat waktu.
Kami menyadari bahwa tanpa bantuan dan dukungan berbagai pihak
makalah ini tidak akan dapat terselesaikan. Oleh sebab itu, pada kesempatan ini
kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada dosen pengampu
yang telah memberikan tugas ini.
Kami mengharapkan kritik dan saran untuk perbaikan dan penyempurnaan
makalah ini. Semoga makalah ini dapat menjadi ilmu yang bermanfaat bagi para
pembaca yang membutuhkan.
Penyusun
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR……………………………………………………………. i
BAB I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang……………………………………………………….. 2
1.2. Rumusan Masalah…………………………………………………..... 2
1.3. Tujuan………………………………………………………………... 3
BAB II. PEMBAHASAN
2.1. Daging Sapi………………………………………………………….. 4
2.2. Daging Ayam………………………………………………………… 6
2.3. Sifat Organoleptik Bakso Sapi……………………………………….. 6
2.3.1. Warna…………………………………………………………. 7
2.3.2. Aroma…………………………………………………………. 7
2.3.3. Rasa…………………………………………………………… 7
2.3.4. Kekenyalan……………………………………………………. 8
2.4. Sifat Organoleptik Bakso Ayam……………………………………... 8
2.4.1. Warna…………………………………………………………. 8
2.4.2. Aroma………………………………………………………..... 8
2.4.3. Rasa…………………………………………………………… 8
2.4.4. Kekenyalan…………………………………………………..... 9
2.5. Uji Hedonik Bakso…………………………………………………… 9
2.5.1. Warna…………………………………………………………. 9
2.5.2. Aroma………………………………………………………... 10
2.5.3. Rasa………………………………………………………….. 10
2.5.4. Kekenyalan…………………………………………………... 11
BAB III. KESIMPULAN……………………………………………………….. 12
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………... 13
1
BAB I
PENDAHULUAN
2
1.3 Tujuan
Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah sebagai berikut.
1.3.1 Mengetahui sifat organoleptik bakso sapi dan ayam.
1.3.2 Mengetahui hasil uji hedonik bakso dengan pencampuran daging sapi
dan daging ayam dengan berbagai rasio yang berbeda.
1.3.3 Mengetahui kualitas bakso yang dilakukan uji hedonik.
3
BAB II
PEMBAHASAN
4
miofibril pada daging dapat dilihat dari struktur daging pada Gambar 1. Molekul
protein otot tidak mempengaruhi air terikat dan air tidak bergerak, sehingga bagian
air bebaslah yang mempengaruhi tinggi rendahnya daya serap air. Sebagian besar
dari air dalam otot terdapat miofibril, ruang antara filamen tipis aktin atau
tropomiosin. Besarnya ruang tersebut dipengaruhi oleh pH, kekuatan ion, panjang
sarkomer dan tekanan osmosis (Lawrie, 2003). Peran lain dari protein adalah
menahan air, dimana protein membentuk jaringan yang kompak selama proses
5
2.2 Daging Ayam
Daging ayam merupakan sumber nutrisi yang baik bagi tubuh karena
banyak mengandung protein, lemak, mineral serta zat lainnya yang sangat
dibutuhkan tubuh. Daging yang baik mempunyai ciri-ciri yaitu bila ditekan dengan
jari dapat kembali dengan cepat, daging kukuh atau sulit koyak, dan daging lembut
(Purba dkk., 2005 dalam Situmorang, 2008).
Komposisi daging ayam menurut Campbell dan Lasley (1975) yang dikutip
Anggorodi (1979) terdiri dari 73.7% air, 20.6% protein, 4.7% lemak dan 1% abu.
Forrest et al (1975) menyatakan bahwa kandungan mineral pada daging ayam
adalah 4% yang terdiri dari sodium, potasium, magnesium, kalsium, besi, fosfat,
sulfur, klorida, dan yodium.
Kualitas daging ayam dipengaruhi oleh beberapa faktor, baik pada waktu
hewan masih hidup maupun setelah dipotong. Saat hewan hidup, faktor penentu
kualitas daging adalah cara pemeliharaan, meliputi pemberian pakan, tata laksana
pemeliharaan, dan perawatan kesehatan. Sedangkan setelah hewan dipotong
kualitas daging dipengaruhi oleh perdarahan pada waktu hewan dipotong dan
kontaminasi mikroba (Murtidjo, 2003).
Menurut Mead (1984) kualitas dari daging ayam didefinisikan kedalam
syarat-syarat tertentu, seperti nilai nutrisi, kondisi higienis dan karakteristik sensori
seperti warna, tekstur, dan aroma (sifat organoleptik). Aspek tersebut penting bagi
konsumen untuk menyeleksi dan memutuskan produk yang akan dibeli dan
dikonsumsi. Penampilan kualitas daging dipengaruhi oleh sifat organoleptik
tampak dari luar, namun masalah yang sering dihadapi adanya kontaminasi pada
daging ayam, sehingga produk tidak sesuai dengan yang diinginkan konsumen.
Masalah penampilan fisik seperti warna, tekstur dan aroma adalah faktor kualitas
penting yang dipandang secara subjektif (Sams, 2001).
6
hedonik dan uji mutu hedonik. Uji organoleptik meliputi warna, aroma, rasa, dan
kekenyalan (Rahmatina, 2010).
2.3.1. Warna
Warna yang terbentuk dari produk daging olahan merupakan hasil dari
berbagai proses dan reaksi yang beragam. Faktor yang mempengaruhi warna daging
olahan antara lain suhu, bahan tambahan, dan proses pembuatannya. Warna daging
masak juga dipengaruhi oleh lama pelayuan yang dapat menyebabkan oksidasi dan
polimerasi lemak dan protein. Warna pada produk bakso dipengaruhi oleh
kandungan mioglobin daging. Semakin tinggi mioglobin daging maka warna
daging akan semakin merah. Warna merah pada daging dapat berubah menjadi
abu–abu kecoklatan selama proses pemasakan karena terjadinya proses oksidasi
(Firahmi, dkk., 2015). Bakso sapi memiliki warna yang lebih gelap daripada bakso
ayam. Daging sapi memiliki kandungan mioglobin yang tinggi sehingga
memberikan penampakan warna yang lebih tua atau gelap ketika telah mengalami
proses pemasakan (Rahmatina, 2010).
2.3.2. Aroma
Aroma bakso sangat dipengaruhi oleh bahan baku dan bumbu bakso yang
digunakan. Bumbu seperti rempah–rempah, bawang putih dan pala dapat
meningkatkan dan memodifikasi flavor. Aroma daging dapat berkembang selama
proses pemasakan. Selama pemasakan akan terjadi berbagai reaksi antara bahan
pengisi dan daging, sehingga aroma yang khas pada daging sapi akan berkurang
selama pengolahan. Faktor lain yang dapat mempengaruhi aroma adalah masa
penyimpanan. Semakin lama proses penyimpanan, proses oksidasi yaitu kontraksi
dengan udara akan terjadi semakin lama dan menyebabkan penguapan aroma
hingga akhirnya timbul aroma busuk (Firahmi, dkk., 2015).
2.3.3. Rasa
Rasa suatu produk bakso baik sapi maupun ayam dapat disebabkan oleh
senyawa kimia, suhu, konsentrasi, dan interaksi pangan dengan komponen rasa
yang lain. Faktor rasa yang sangat menentukan daya terima terhadap bakso yaitu
tingkat keasinan, rasa daging, tingkat kegurihan yang ditentukan oleh kadar garam
dan kadar penggunaan daging. Umumnya, konsumen lebih menyukai rasa daging
pada bakso daripada rasa pati (Firahmi, dkk., 2015).
7
2.3.4. Kekenyalan
Kekenyalan merupakan kemampuan bahan pangan yang ditekan kembali ke
kondisi awal setelah beban tekanan dihilangkan. Kekenyalan bakso ditandai dengan
kekuatan gel yang terbentuk akibat pemanasan. Faktor yang mempengaruhi tingkat
keempukan adalah jaringan ikat dan lemak marbling yang terdapat dalam daging
sapi, serta tempertaur mempunyai pengaruh bervariasi terhadap daya ikat air oleh
protein daging, susut masak, pH, dan kadar juicy daging (Rahmatina, 2010).
8
2.4.4. Kekenyalan
Kekenyalan bakso dipengaruhi oleh daya mengikat air dan struktur daging
yang mudah mengekstrak protein. Daya mengikat air merupakan kemampuan
daging untuk mempertahankan kandungan airnya selama mengalami proses
pengolahan. Struktur daging ayam yang longgar dapat meningkatkan kemampuan
mengikat air pada bakso sehingga akan menghasilkan bakso yang kenyal tidak
mudah pecah bila ada tekanan. Peningkatan kadar protein juga dapat meningkatkan
kekenyalan bakso karena semakin tinggi air yang terikat dalam daging (Firahmi,
dkk., 2015).
9
daging sapi dan 75% daging ayam) didapat hasil yaitu nilai modus warna bakso
perlakuan I gelap, perlakuan II agak pucat dan perlakuan III pucat. Rataan nilai
warna bakso berkisar 2,28 sampai 2,62 memiliki nilai hedonik agak suka hingga
cenderung suka. Bakso perlakuan I dan perlakuan II disukai sedangkan perlakuan
III agak disukai berdasarkan nilai modus. Hal ini menunjukkan bahwa perlakuan I
dan perlakuan II diterima oleh panelis.
2.5.2. Aroma
Aroma bakso dipengaruhi oleh aroma daging, aroma tepung bahan pengisi,
bumbu-bumbu dan bahan lain yang ditambahkan. Selama pemasakan akan terjadi
berbagai reaksi antara bahan pengisi dan daging, sehingga aroma yang khas pada
daging sapi maupun daging ayam akan berkurang selama pengolahan produk.
Aroma disebut juga pencicipan jarak jauh, karena manusia dapat mengenal enaknya
makanan yang belum terlihat hanya dengan mencium aromanya dari jarak jauh
(Soekarto, 1985). Proses pembuatan bakso dapat mempengaruhi aroma bakso
seperti jenis, lama dan temperatur pemasakan. Selain itu, aroma daging olahan juga
dipengaruhi oleh bahan-bahan yang ditambahkan selama pemasakan khususnya
bumbu (Devidek et al., 1990).
Berdasarkan uji hedonik Rahmatina (2010), pada rasio pencampuran daging
sapi dan daging ayam dengan perlakuan I (75% daging sapi dan 25% daging ayam),
perlakuan II (50% daging sapi dan 25% daging ayam) dan perlakuan III (25%
daging sapi dan 75% daging ayam) didapat hasil yaitu nilai modus aroma bakso
perlakuan I dan perlakuan III agak aroma bakso, sedangkan bakso perlakuan II tidak
aroma bakso. Hal ini berarti bakso tersebut dipengaruhi oleh aroma bumbu. Rataan
nilai hedonik aroma bakso perlakuan I, perlakuan II dan perlakuan III berkisar
antara 2,23 sampai 2,47 artinya panelis cenderung agak suka. Penggunaan daging
sapi dan daging ayam memberikan tingkat kesukaan yang sama terhadap bakso.
Berdasarkan nilai modus aroma bakso dengan penambahan daging ayam 25%
(perlakuan I) dan 75% (perlakuan III) agak disukai dibandingkan dengan bakso
yang 50% (perlakuan II) disukai oleh panelis.
2.5.3. Rasa
Rasa merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi nilai penerimaan
seseorang terhadap suatu makanan. Penerimaan panelis terhadap rasa dipengaruhi
10
oleh beberapa faktor, antara lain suhu, senyawa kimia, konsentrasi dan interaksi
dengan komponen lainnya (Winarno, 1991). Rasa adalah faktor penentu daya
terima konsumen terhadap produk pangan. Rasa bakso dibentuk oleh berbagai
rangsangan bahkan terkadang juga dipengaruhi oleh aroma dan warna. Umumnya
ada tiga macam rasa bakso yang sangat menentukan penerimaan konsumen yaitu
kegurihan, keasinan dan rasa daging (Andayani, 1999).
Berdasarkan uji hedonik Rahmatina (2010), pada rasio pencampuran daging
sapi dan daging ayam didapat hasil yaitu rasa bakso dengan campuran daging ayam
75% agak rasa bakso yang cenderung terasa bakso dengan rataan 2,93. Panelis lebih
menyukai rasa bakso daging sapi dan daging ayam dengan penambahan 25%
hinggga 50%. Berdasarkan nilai modus rasa semua bakso disukai oleh panelis.
2.5.4. Kekenyalan
Kekenyalan mempengaruhi palatabilitas seseorang terhadap suatu produk.
Kekenyalan didasarkan pada kemudahan waktu mengunyah tanpa kehilangan sifat-
sifat jaringan yang layak. Kekenyalan melibatkan kemudahan awal penetrasi gigi
ke dalam bakso, kemudian mengunyah menjadi potongan yang lebih kecil dan
jumlah residu yang tertinggal selama pengunyahan (Lawrie, 2003). Kekenyalan
bakso yang dihasilkan dipengaruhi oleh daya mengikat air dan struktur daging yang
mudah mengekstrak protein. Struktur daging ayam yang longgar dapat
meningkatkan kemampuan mengikat air pada bakso, sehingga akan menghasilkan
bakso yang kenyal tidak mudah pecah bila ada tekanan.
Berdasarkan uji hedonik Rahmatina (2010), pada rasio pencampuran daging
sapi dan daging ayam dengan perlakuan I (75% daging sapi dan 25% daging ayam),
perlakuan II (50% daging sapi dan 25% daging ayam) dan perlakuan III (25%
daging sapi dan 75% daging ayam) didapat hasil yaitu nilai modus kekenyalan
bakso perlakuan I dan perlakuan II kenyal sedangkan pada bakso perlakuan III agak
kenyal. Kekenyalan bakso dipengaruhi oleh kondisi daging dan daya serap air.
Rataan nilai kekenyalan berkisar antara 2,42 sampai 2,73 agak suka hingga
cenderung suka. Berdasarkan nilai modus kekenyalan semua bakso disukai oleh
panelis.
11
BAB III
KESIMPULAN
Uji organoleptik meliputi warna, aroma, rasa dan kekenyalan. Suhu, bahan
tambahan (rempah-rempah, bawang putih, dll), kualitas daging dan cara
pengolahan mempengaruhi sifat organoleptik pada bakso. Rasio penambahan
daging ayam pada pada bakso menyebabkan warna bakso ayam lebih cerah
dibandingkan bakso sapi dan menghasilkan bakso yang kenyal tidak mudah pecah
bila ada tekanan karena struktur daging ayam yang longgar dapat meningkatkan
kemampuan mengikat air pada bakso. Berdasarkan uji hedonik bakso dengan
penambahan ayam 25% (perlakuan I) dan bakso dengan penambahan ayam 50%
(perlakuan II) lebih disukai oleh panelis daripada bakso dengan penambahan ayam
75% (perlakuan III). Keseluruan parameter warna, aroma, rasa dan kekenyalan
menunjukkan bahwa panelis lebih menyukai bakso dengan penambahan ayam 50%.
Penambahan bakso rasio antara daging sapi dan daging ayam mempengaruhi semua
parameter yang diamati.
12
DAFTAR PUSTAKA
13