Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH EVALUASI SENSORI

Sensory Evaluation of Meat Products


“SIFAT FISIK DAN ORGANOLEPTIK BAKSO PADA BERBAGAI
RASIO ANTARA DAGING SAPI DAN DAGING AYAM”

Kelompok 6

Riva Hadiyanti (240210160005)


Farah Nur Afifah I. (240210160028)
Sarah Ninda Kusumawardani (240210160030)
Thalia (240210160051)
Chantika Putri Devyan (240210160055)

UNIVERSITAS PADJADJARAN
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN
DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PANGAN
JATINANGOR
2018

i
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur, kami panjatkan kepada Allah SWT karena
kekuasaan dan karunia-Nya penulis diberikan kemudahan dalam menyelesaikan
makalah yang berjudul “Sifat Fisik dan Organoleptik Bakso pada Berbagai
Rasio antara Daging Sapi dan Daging Ayam” yang disusun sebagai salah satu
syarat untuk mata kuliah Evaluasi Sensori pada Jurusan Teknologi Industri Pangan,
Fakultas Teknologi Industri Pertanian, Universitas Padjadjaran dengan tepat waktu.
Kami menyadari bahwa tanpa bantuan dan dukungan berbagai pihak
makalah ini tidak akan dapat terselesaikan. Oleh sebab itu, pada kesempatan ini
kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada dosen pengampu
yang telah memberikan tugas ini.
Kami mengharapkan kritik dan saran untuk perbaikan dan penyempurnaan
makalah ini. Semoga makalah ini dapat menjadi ilmu yang bermanfaat bagi para
pembaca yang membutuhkan.

Jatinangor, September 2018

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR……………………………………………………………. i
BAB I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang……………………………………………………….. 2
1.2. Rumusan Masalah…………………………………………………..... 2
1.3. Tujuan………………………………………………………………... 3
BAB II. PEMBAHASAN
2.1. Daging Sapi………………………………………………………….. 4
2.2. Daging Ayam………………………………………………………… 6
2.3. Sifat Organoleptik Bakso Sapi……………………………………….. 6
2.3.1. Warna…………………………………………………………. 7
2.3.2. Aroma…………………………………………………………. 7
2.3.3. Rasa…………………………………………………………… 7
2.3.4. Kekenyalan……………………………………………………. 8
2.4. Sifat Organoleptik Bakso Ayam……………………………………... 8
2.4.1. Warna…………………………………………………………. 8
2.4.2. Aroma………………………………………………………..... 8
2.4.3. Rasa…………………………………………………………… 8
2.4.4. Kekenyalan…………………………………………………..... 9
2.5. Uji Hedonik Bakso…………………………………………………… 9
2.5.1. Warna…………………………………………………………. 9
2.5.2. Aroma………………………………………………………... 10
2.5.3. Rasa………………………………………………………….. 10
2.5.4. Kekenyalan…………………………………………………... 11
BAB III. KESIMPULAN……………………………………………………….. 12
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………... 13

1
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Bakso merupakan salah satu produk olahan daging yang banyak disukai oleh
masyarakat Indonesia. Bentuknya yang bulat menjadi ciri khas bakso. Menurut
Suradi (2007), rasa, bau dan kekenyalan merupakan faktor-faktor yang perlu
mendapat perhatian dalam pembuatan baso. Konsumen pada umumnya menyukai
baso yang kompak, elastis, kenyal tapi tidak keras dan tidak lembek. Bakso
biasanya disajikan bersama dengan mie dan kuah hangat. Bakso pada umumnya
dibuat dari daging sapi segar yang digiling, namun saat ini telah banyak bakso
dengan bahan baku daging ayam dan ada pula bakso yang dibuat dari campuran
daging sapi dan daging ayam. Hal tersebut dilakukan sebagai upaya untuk menekan
biaya produksi bakso dan memperbaiki sifat organoleptik pada bakso agar dapat
diterima oleh konsumen. Berdasarkan hal tersebut perlu dilakukan evaluasi sensori
atau organoleptik dengan menggunakan indera manusia untuk mengukur tekstur,
penampakan, aroma dan flavor produk bakso. Faktor yang mempengaruji
penerimaan konsumen terhadap suatu produk diawali dengan penilaian terhadap
penampakan, flavor dan tekstur. Oleh karena itu uji hedonik dianggap paling peka
karena sering digunakan dalam menilai mutu berbagai jenis makanan untuk
mengukur daya simpannya. Pendekatan dengan penilaian organoleptik dianggap
paling praktis lebih murah biayanya.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan uraian latar belakang tersebut, maka dapat dirumuskan
permasalahan sebagai berikut.
1.2.1 Bagaimana sifat organoleptik pada bakso sapi?
1.2.2 Bagaimana sifat organoleptik pada bakso ayam?
1.2.3 Bagaimana hasil uji hedonik pada bakso dengan pencampuran daging
sapi dan daging ayam dengan berbagai rasio yang berbeda?
1.2.4 Apakah bakso yang dilakukan uji hedonik telah sesuai dengan standar
mutu bakso yang berkualitas?

2
1.3 Tujuan
Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah sebagai berikut.
1.3.1 Mengetahui sifat organoleptik bakso sapi dan ayam.
1.3.2 Mengetahui hasil uji hedonik bakso dengan pencampuran daging sapi
dan daging ayam dengan berbagai rasio yang berbeda.
1.3.3 Mengetahui kualitas bakso yang dilakukan uji hedonik.

3
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Daging sapi


Daging sapi adalah urat daging yang melekat pada kerangka kecuali urat
daging dari bagian bibir, hidung dan telinga yang berasal dari sapi yang sehat waktu
dipotong (SNI-01-3947-1995). Daging merah memiliki proporsi serat yang sempit
dan kaya mioglobin (Lawrie, 2003). Jumlah mioglobin daging sapi 0,46 % dari
berat segar (Soeparno, 2005). Winarno (1997) menyatakan secara umum daging
terbentuk dari beberapa komponen seperti air, protein, lemak dan abu yang terdapat
pada Tabel 1. Komposisi ini dipengaruhi oleh jenis ternak, kondisi ternak, jenis
potongan karkas, proses pengawetan, penyimpanan dan cara pengepakan.
Tabel 1. Komponen Zat Nutrisi Daging Sapi
Kandungan gizi Jumlah (%)
Air 65,0-80,0
Protein 16,0-22,0
Lemak 1,3-13,0
Karbohidrat 0,5-1,3
Mineral 1,0
Sumber: Winarno (1997)
Soeparno (2005), menyatakan faktor yang mempengaruhi kualitas daging
adalah warna, daya mengikat air oleh protein daging yang mempengaruhi daya
serap air pada produk, pH dan kekenyalan. Selain itu dikatakan juga, kualitas
daging sangat dipengaruhi oleh faktor sebelum dan sesudah pemotongan. Faktor
sebelum pemotongan yang mempengaruhi kualitas daging antara lain genetik,
spesies dan bangsa (tipe ternak, jenis kelamin, umur, stress dan pakan ternak).
Faktor sesudah pemotongan yang mempengaruhi kualitas daging adalah pelayuan,
pemasakan, pH karkas dan daging (enzim pengempuk, hormon dan antibiotik).
Kekenyalan daging ditentukan oleh tiga komponen daging yaitu struktur miofibrilar
dan status kontraksinya, kandungan jaringan ikat air oleh protein daging.
Komponen daging yang menentukan saat pembuatan bakso adalah protein
miofibril. Ekstrasi protein saat penggilingan dan pembentukan adonan merupakan
faktor utama dalam pembentukan produk olahan daging (Zayas, 1997). Protein

4
miofibril pada daging dapat dilihat dari struktur daging pada Gambar 1. Molekul
protein otot tidak mempengaruhi air terikat dan air tidak bergerak, sehingga bagian
air bebaslah yang mempengaruhi tinggi rendahnya daya serap air. Sebagian besar
dari air dalam otot terdapat miofibril, ruang antara filamen tipis aktin atau
tropomiosin. Besarnya ruang tersebut dipengaruhi oleh pH, kekuatan ion, panjang
sarkomer dan tekanan osmosis (Lawrie, 2003). Peran lain dari protein adalah
menahan air, dimana protein membentuk jaringan yang kompak selama proses

pemasakan sehingga meningkatkan daya serap air produk (Ranken, 2000).


Gambar 1. Struktur Otot (Gunenc, 2007)
Struktur otot rangka dapat dibagi menjadi dua kategori yaitu serat merah
dan serat putih. Serat merah mengandung mioglobin dan oksigen memiliki
penampilan merah serta mengikat protein mioglobin. Serat ini menggunakan
metabolisme 4 oksidatif untuk menghasilkan ATP, serta cenderung memiliki
mitokondria dan pembuluh darah lebih dari yang putih. Serat putih tidak adanya
mioglobin dan bergantung pada enzim glikolisis. Serat ini bermetabolisme oksidatif
dan tergantung metabolisme anaerobik pada jenis-sub tertentu. Serat putih memiliki
konten yang rendah memiliki penampilan putih

5
2.2 Daging Ayam
Daging ayam merupakan sumber nutrisi yang baik bagi tubuh karena
banyak mengandung protein, lemak, mineral serta zat lainnya yang sangat
dibutuhkan tubuh. Daging yang baik mempunyai ciri-ciri yaitu bila ditekan dengan
jari dapat kembali dengan cepat, daging kukuh atau sulit koyak, dan daging lembut
(Purba dkk., 2005 dalam Situmorang, 2008).
Komposisi daging ayam menurut Campbell dan Lasley (1975) yang dikutip
Anggorodi (1979) terdiri dari 73.7% air, 20.6% protein, 4.7% lemak dan 1% abu.
Forrest et al (1975) menyatakan bahwa kandungan mineral pada daging ayam
adalah 4% yang terdiri dari sodium, potasium, magnesium, kalsium, besi, fosfat,
sulfur, klorida, dan yodium.
Kualitas daging ayam dipengaruhi oleh beberapa faktor, baik pada waktu
hewan masih hidup maupun setelah dipotong. Saat hewan hidup, faktor penentu
kualitas daging adalah cara pemeliharaan, meliputi pemberian pakan, tata laksana
pemeliharaan, dan perawatan kesehatan. Sedangkan setelah hewan dipotong
kualitas daging dipengaruhi oleh perdarahan pada waktu hewan dipotong dan
kontaminasi mikroba (Murtidjo, 2003).
Menurut Mead (1984) kualitas dari daging ayam didefinisikan kedalam
syarat-syarat tertentu, seperti nilai nutrisi, kondisi higienis dan karakteristik sensori
seperti warna, tekstur, dan aroma (sifat organoleptik). Aspek tersebut penting bagi
konsumen untuk menyeleksi dan memutuskan produk yang akan dibeli dan
dikonsumsi. Penampilan kualitas daging dipengaruhi oleh sifat organoleptik
tampak dari luar, namun masalah yang sering dihadapi adanya kontaminasi pada
daging ayam, sehingga produk tidak sesuai dengan yang diinginkan konsumen.
Masalah penampilan fisik seperti warna, tekstur dan aroma adalah faktor kualitas
penting yang dipandang secara subjektif (Sams, 2001).

2.3. Sifat Organoleptik Bakso Sapi


Sifat organoleptik atau sifat inderawi merupakan penilaian bahan pangan
menggunakan rangsangan sensori indra manusia. Pengujian sifat organoleptik
menggunakan panelis untuk menguji tingkat kesukaan panelis akan produk atau
kualitas produk. Pengujian sifat organoleptik terbagi menjadi dua yaitu metode

6
hedonik dan uji mutu hedonik. Uji organoleptik meliputi warna, aroma, rasa, dan
kekenyalan (Rahmatina, 2010).
2.3.1. Warna
Warna yang terbentuk dari produk daging olahan merupakan hasil dari
berbagai proses dan reaksi yang beragam. Faktor yang mempengaruhi warna daging
olahan antara lain suhu, bahan tambahan, dan proses pembuatannya. Warna daging
masak juga dipengaruhi oleh lama pelayuan yang dapat menyebabkan oksidasi dan
polimerasi lemak dan protein. Warna pada produk bakso dipengaruhi oleh
kandungan mioglobin daging. Semakin tinggi mioglobin daging maka warna
daging akan semakin merah. Warna merah pada daging dapat berubah menjadi
abu–abu kecoklatan selama proses pemasakan karena terjadinya proses oksidasi
(Firahmi, dkk., 2015). Bakso sapi memiliki warna yang lebih gelap daripada bakso
ayam. Daging sapi memiliki kandungan mioglobin yang tinggi sehingga
memberikan penampakan warna yang lebih tua atau gelap ketika telah mengalami
proses pemasakan (Rahmatina, 2010).
2.3.2. Aroma
Aroma bakso sangat dipengaruhi oleh bahan baku dan bumbu bakso yang
digunakan. Bumbu seperti rempah–rempah, bawang putih dan pala dapat
meningkatkan dan memodifikasi flavor. Aroma daging dapat berkembang selama
proses pemasakan. Selama pemasakan akan terjadi berbagai reaksi antara bahan
pengisi dan daging, sehingga aroma yang khas pada daging sapi akan berkurang
selama pengolahan. Faktor lain yang dapat mempengaruhi aroma adalah masa
penyimpanan. Semakin lama proses penyimpanan, proses oksidasi yaitu kontraksi
dengan udara akan terjadi semakin lama dan menyebabkan penguapan aroma
hingga akhirnya timbul aroma busuk (Firahmi, dkk., 2015).
2.3.3. Rasa
Rasa suatu produk bakso baik sapi maupun ayam dapat disebabkan oleh
senyawa kimia, suhu, konsentrasi, dan interaksi pangan dengan komponen rasa
yang lain. Faktor rasa yang sangat menentukan daya terima terhadap bakso yaitu
tingkat keasinan, rasa daging, tingkat kegurihan yang ditentukan oleh kadar garam
dan kadar penggunaan daging. Umumnya, konsumen lebih menyukai rasa daging
pada bakso daripada rasa pati (Firahmi, dkk., 2015).

7
2.3.4. Kekenyalan
Kekenyalan merupakan kemampuan bahan pangan yang ditekan kembali ke
kondisi awal setelah beban tekanan dihilangkan. Kekenyalan bakso ditandai dengan
kekuatan gel yang terbentuk akibat pemanasan. Faktor yang mempengaruhi tingkat
keempukan adalah jaringan ikat dan lemak marbling yang terdapat dalam daging
sapi, serta tempertaur mempunyai pengaruh bervariasi terhadap daya ikat air oleh
protein daging, susut masak, pH, dan kadar juicy daging (Rahmatina, 2010).

2.4. Sifat Organoleptik Bakso Ayam


2.4.1. Warna
Penambahan daging ayam pada bakso menyebabkan warna bakso ayam
lebih cerah dibandingkan bakso sapi. Bakso daging ayam memiliki warna pucat
(cerah) karena menggunakan daging bagian dada. Hal ini disebabkan daging yang
digunakan bukan merupakan otot gerak utama melainkan otot penunjang atau
penyangga. Kadar mioglobin daging ayam adalah 0,025% dari berat daging segar
sehingga terlihat lebih pucat (Rahmatina, 2010).
2.4.2. Aroma
Aroma dapat dirasakan manusia karena adanya sel–sel epitel alfaktori di
bagian dinding atas rongga hidung yang peka terhadap komponen bau. Aroma pada
bakso daging sapi dan ayam sama dipengaruhi oleh aroma daging, aroma tepung
bahan pengisi, bumbu–bumbu dan bahan lain yang ditambahkan. Proses pemasakan
dapat menyebabkan aroma daging berkurang karena adanya reaksi antara bahan
pengisi dan daging (Montolalu, dkk., 2013).
2.4.3. Rasa
Salah satu faktor yang mempengaruhi penerimaan terhadap suatu produk
pangan adalah rasa. Rasa bakso terbentuk dari berbagai rangsangan baik aroma dan
warna. Sama halnya dengan bakso sapi, tiga faktor penerimaan rasa bakso adalah
kegurihan, keasinan dan kondisi daging (Rahmatina, 2010). Bakso yang berasal dari
prerigor mempunyai daya ikat air dan pH yang tinggi yang dapat meningkatkan
juicy juga keempukan pada daging (Firahmi, dkk., 2015).

8
2.4.4. Kekenyalan
Kekenyalan bakso dipengaruhi oleh daya mengikat air dan struktur daging
yang mudah mengekstrak protein. Daya mengikat air merupakan kemampuan
daging untuk mempertahankan kandungan airnya selama mengalami proses
pengolahan. Struktur daging ayam yang longgar dapat meningkatkan kemampuan
mengikat air pada bakso sehingga akan menghasilkan bakso yang kenyal tidak
mudah pecah bila ada tekanan. Peningkatan kadar protein juga dapat meningkatkan
kekenyalan bakso karena semakin tinggi air yang terikat dalam daging (Firahmi,
dkk., 2015).

2.5. Uji Hedonik Bakso


Uji hedonik merupakan pengujian yang paling banyak digunakan untuk
mengukur tingkat kesukaan panelis terhadap suatu produk. Tingkat kesukaan ini
disebut skala hedonik, misalnya tidak suka, agak suka, suka dan sangat suka. Skala
hedonik dapat direntangkan atau diciutkan menurut rentangan skala yang
dikehendaki. Dalam analisis data, skala hedonik ditransformasikan ke dalam skala
angka sesuai parameter yang diamati. Parameter yang diamati adalah warna, aroma,
rasa dan kekenyalan. Pengujian hedonik dan mutu hedonik pada penelitian
Rahmatina (2010), bertujuan untuk melihat kualitas fisik serta organoleptik bakso
sapi dan bakso ayam yang dihasilkan. Kualitas bakso rasio antara daging sapi dan
daging ayam diharapkan lebih ekonomis dan dapat memperbaiki warna serta fisik
bakso sapi.
2.5.1. Warna
Warna bakso sangat dipengaruhi oleh warna daging yang berhubungan
dengan kandungan mioglobin pada daging. Warna bakso juga dipengaruhi oleh
berbagai faktor seperti pengaruh lingkungan dan penambahan bahan tambahan
seperti bahan pengisi dan bumbu-bumbu. Daging dengan kandungan mioglobin
yang tinggi akan memberikan penampakan warna yang lebih tua sehingga bewarna
gelap, namun dengan penambahan daging ayam pada bakso menjadi lebih cerah.
Berdasarkan uji hedonik Rahmatina (2010), pada rasio pencampuran daging
sapi dan daging ayam dengan perlakuan I (75% daging sapi dan 25% daging ayam),
perlakuan II (50% daging sapi dan 25% daging ayam) dan perlakuan III (25%

9
daging sapi dan 75% daging ayam) didapat hasil yaitu nilai modus warna bakso
perlakuan I gelap, perlakuan II agak pucat dan perlakuan III pucat. Rataan nilai
warna bakso berkisar 2,28 sampai 2,62 memiliki nilai hedonik agak suka hingga
cenderung suka. Bakso perlakuan I dan perlakuan II disukai sedangkan perlakuan
III agak disukai berdasarkan nilai modus. Hal ini menunjukkan bahwa perlakuan I
dan perlakuan II diterima oleh panelis.
2.5.2. Aroma
Aroma bakso dipengaruhi oleh aroma daging, aroma tepung bahan pengisi,
bumbu-bumbu dan bahan lain yang ditambahkan. Selama pemasakan akan terjadi
berbagai reaksi antara bahan pengisi dan daging, sehingga aroma yang khas pada
daging sapi maupun daging ayam akan berkurang selama pengolahan produk.
Aroma disebut juga pencicipan jarak jauh, karena manusia dapat mengenal enaknya
makanan yang belum terlihat hanya dengan mencium aromanya dari jarak jauh
(Soekarto, 1985). Proses pembuatan bakso dapat mempengaruhi aroma bakso
seperti jenis, lama dan temperatur pemasakan. Selain itu, aroma daging olahan juga
dipengaruhi oleh bahan-bahan yang ditambahkan selama pemasakan khususnya
bumbu (Devidek et al., 1990).
Berdasarkan uji hedonik Rahmatina (2010), pada rasio pencampuran daging
sapi dan daging ayam dengan perlakuan I (75% daging sapi dan 25% daging ayam),
perlakuan II (50% daging sapi dan 25% daging ayam) dan perlakuan III (25%
daging sapi dan 75% daging ayam) didapat hasil yaitu nilai modus aroma bakso
perlakuan I dan perlakuan III agak aroma bakso, sedangkan bakso perlakuan II tidak
aroma bakso. Hal ini berarti bakso tersebut dipengaruhi oleh aroma bumbu. Rataan
nilai hedonik aroma bakso perlakuan I, perlakuan II dan perlakuan III berkisar
antara 2,23 sampai 2,47 artinya panelis cenderung agak suka. Penggunaan daging
sapi dan daging ayam memberikan tingkat kesukaan yang sama terhadap bakso.
Berdasarkan nilai modus aroma bakso dengan penambahan daging ayam 25%
(perlakuan I) dan 75% (perlakuan III) agak disukai dibandingkan dengan bakso
yang 50% (perlakuan II) disukai oleh panelis.
2.5.3. Rasa
Rasa merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi nilai penerimaan
seseorang terhadap suatu makanan. Penerimaan panelis terhadap rasa dipengaruhi

10
oleh beberapa faktor, antara lain suhu, senyawa kimia, konsentrasi dan interaksi
dengan komponen lainnya (Winarno, 1991). Rasa adalah faktor penentu daya
terima konsumen terhadap produk pangan. Rasa bakso dibentuk oleh berbagai
rangsangan bahkan terkadang juga dipengaruhi oleh aroma dan warna. Umumnya
ada tiga macam rasa bakso yang sangat menentukan penerimaan konsumen yaitu
kegurihan, keasinan dan rasa daging (Andayani, 1999).
Berdasarkan uji hedonik Rahmatina (2010), pada rasio pencampuran daging
sapi dan daging ayam didapat hasil yaitu rasa bakso dengan campuran daging ayam
75% agak rasa bakso yang cenderung terasa bakso dengan rataan 2,93. Panelis lebih
menyukai rasa bakso daging sapi dan daging ayam dengan penambahan 25%
hinggga 50%. Berdasarkan nilai modus rasa semua bakso disukai oleh panelis.
2.5.4. Kekenyalan
Kekenyalan mempengaruhi palatabilitas seseorang terhadap suatu produk.
Kekenyalan didasarkan pada kemudahan waktu mengunyah tanpa kehilangan sifat-
sifat jaringan yang layak. Kekenyalan melibatkan kemudahan awal penetrasi gigi
ke dalam bakso, kemudian mengunyah menjadi potongan yang lebih kecil dan
jumlah residu yang tertinggal selama pengunyahan (Lawrie, 2003). Kekenyalan
bakso yang dihasilkan dipengaruhi oleh daya mengikat air dan struktur daging yang
mudah mengekstrak protein. Struktur daging ayam yang longgar dapat
meningkatkan kemampuan mengikat air pada bakso, sehingga akan menghasilkan
bakso yang kenyal tidak mudah pecah bila ada tekanan.
Berdasarkan uji hedonik Rahmatina (2010), pada rasio pencampuran daging
sapi dan daging ayam dengan perlakuan I (75% daging sapi dan 25% daging ayam),
perlakuan II (50% daging sapi dan 25% daging ayam) dan perlakuan III (25%
daging sapi dan 75% daging ayam) didapat hasil yaitu nilai modus kekenyalan
bakso perlakuan I dan perlakuan II kenyal sedangkan pada bakso perlakuan III agak
kenyal. Kekenyalan bakso dipengaruhi oleh kondisi daging dan daya serap air.
Rataan nilai kekenyalan berkisar antara 2,42 sampai 2,73 agak suka hingga
cenderung suka. Berdasarkan nilai modus kekenyalan semua bakso disukai oleh
panelis.

11
BAB III
KESIMPULAN

Uji organoleptik meliputi warna, aroma, rasa dan kekenyalan. Suhu, bahan
tambahan (rempah-rempah, bawang putih, dll), kualitas daging dan cara
pengolahan mempengaruhi sifat organoleptik pada bakso. Rasio penambahan
daging ayam pada pada bakso menyebabkan warna bakso ayam lebih cerah
dibandingkan bakso sapi dan menghasilkan bakso yang kenyal tidak mudah pecah
bila ada tekanan karena struktur daging ayam yang longgar dapat meningkatkan
kemampuan mengikat air pada bakso. Berdasarkan uji hedonik bakso dengan
penambahan ayam 25% (perlakuan I) dan bakso dengan penambahan ayam 50%
(perlakuan II) lebih disukai oleh panelis daripada bakso dengan penambahan ayam
75% (perlakuan III). Keseluruan parameter warna, aroma, rasa dan kekenyalan
menunjukkan bahwa panelis lebih menyukai bakso dengan penambahan ayam 50%.
Penambahan bakso rasio antara daging sapi dan daging ayam mempengaruhi semua
parameter yang diamati.

12
DAFTAR PUSTAKA

Andayani, R. Y. 1999. Standarisasi Mutu Bakso Berdasarkan Kesukaan Konsumen


(Studi Kasus bakso di Wilayah DKI Jakarta). Skripsi. Fakultas Teknologi
Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Campbell JR, Lasley JF. 1975. The Science of Animals that Serve Humanity.
McGraw Hill Book Co. Inc., New York.
Firahmi, dkk. 2015. Sifat Fisik dan Organoleptik Bakso Yang Dibuat Dari Daging
Sapi Dengan Lama Pelayuan Berbeda. Jurnal Ulum Sains dan Teknologi Vol.
1:1(39-45). Banjarmasin.
Forrest, J.C., E.B. Aberle, H.B. Hedrick, M.D. Judge, dan R.A. Merkel. 1975.
Principles of Meat Science. W.H. Freeman and Co., San Fransisco.
Lawrie, R.A. 2003. Ilmu Daging. Terjemahan. Aminuddin Parakkasi. Universitas
Indonesia Press, Jakarta.
Mead, G.C. 1984. Processing of Poultry. Elsevier Applied Science. London. New
York.
Montolalu, S., dkk. 2013. Sifat Fisiko-Kimia dan Mutu Organoleptik Bakso Broiler
Dengan Menggunakan Tepung Ubi Jalar. Jurnal Zootek Vol. 32:5(1-13).
Manado
Murtidjo, B.A. 2003. Pemotongan dan Penanganan Daging Ayam. Kanisius.
Yogyakarta.
Rahmatina. 2010. Sifat Fisik dan Organoleptik Bakso Pada Berbagai Rasio Antara
Daging Sapi dan Daging Ayam. Skripsi. Fakultas Peternakan, Institut
Pertanian Bogor. Bogor.
Ranken, M. D. 2000. Water Holding Capacity of Meat and Its Control Them. And
Inc., 24: 1502.
Sams, A. R. 2001. Poultry Meat Processing. CRC Press. New York.
Situmorang, E. N. 2008. Pengawetan Dading Ayam (Gallus Gallus Domesticus)
dengan Larutan Garam Dingin. Fakultas Pertanian. Universitas Sumatera
Utara.
Suradi, Kusmajadi. 2007. Tingkat Kesukaan Bakso dari Berbagai Jenis Daging
Melalui Beberapa Pendekatan Statistik (The Hedonic Scaling of Meatball
from Various kind of Meat on Several Statistic Approached). Jurnal Ilmu
Ternak. Vol 7 No 1 Hal 52-57. Universitas Padjadjaran. Sumedang.
Winarno, F. G. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. PT Gramedia Pustaka Utama.
Jakarta.
Zayas, J. F. 1997. Functionality of Proteins in Food. Springer. New York.

13

Anda mungkin juga menyukai