Anda di halaman 1dari 4

NAMA: REINELDIS DOA

NOMOR REGISTRASI: 2815150702


Tugas Filsafat

1. Pengertian Epistemology

Epistemologi berasal dari kata bahasa Yunani, yakni episteme artinya


pengetahuan dan logos artinya pengetahuan sistematik. Jadi, epistemologi adalah
pengetahuan sistematik tentang pengetahuan atau dalam definisi riilnya, epistemologi
adalah ilmu pengetahuan tentang pengetahuan yang mencakupi hakikat, ruang lingkup,
dan batas-batas pengetahuan. Namun, definisi ini dikatakan lemah karena tidak mampu
merumuskan objek formal epistemologi dan hal lain ialah bahwa masih ada bidang studi
lain yang mengupas tentang pengetahuan seperti psikologi, logika, ilmu pengetahuan, dan
biologi.
Dalam epistemologi, pertanyaan terbesar kita ialah Bagaimana saya tahu bahwa
saya tahu? Jadi, ada tiga poin penting dalam epistemologi yakni filsafat, pengetahun, dan
ilmu pengetahuan. Dalam filsafat ada pertimbangan akan tindakan manusiawi, baik dan
buruk, realitas dan yang metafisis, dan orientasi dasar ialah menjadi bijaksana. Untuk
menjadi bijaksana, manusia menempuh pengalaman intelektualitasnya dalam
pengetahuan, pertanyaan tentang mengetahui, dan kemudian dalam ilmu pengetahuan,
manusia mulai mengabstrasikan apa yang diketahui menjadi totalitas yang lebih utuh.
Artinya, pengetahuan yang bersifat umum dan luas itu, menjadi konkrit dalam ilmu
pengetahuan. Misalnya, kata Tuhan menjadi Ketuhanan dalam Ilmu Pengetahuan,
sehingga ada perkuliahan Filsafat Ketuhanan. Sehingga, Ketuhanan yang kompleks dan
rumit ini dipahami secara lebih konkrit dalam kuliah khusus tentang filsafat Ketuhanan
ini.
2. Problematika Epistemologi

Saya memahami problematika epistemologi ini dengan sebuah ilustrasi tentang


kekeliruan. Fakta bahwa ada kekeliruan. Kita keliru. Jika orang tidak keliru, maka tidak
perlu dia memikirkan, menguraikan pengetahuan atau membangun ilmu khusus
(epistemologi). Tetapi, jika dia keliru, dia harus merefleksikan pengetahuannya, nilainya,
bagaimana membedakan yang benar dari yang palsu, yang objektif atau yang subjektif.
Sadar aakan kekeliruan menyebabkan ‘suatu rasa pusing’, krn kekeliruan tdk
disadari pada titik terjadinya. Justru inilah sifat khusus kekeliruan. Pada saat terjadi, kita
menganggap benar sebagai palsu, yang tidak palsu sebagai benar. Kepalsuan itu nyata
kemudian. Orang bisa yakin bahwa yang hari ini benar, mungkin besok akan menjadi
palsu.
Tetapi, jika orang berpikir lebih mendalam, ia bisa mengerti tentang kekeliruan; ia
melihat bahwa degan kekeliruan, ia bisa mengerti perbedaan antara ”yang palsu” dan
”yang benar” (sakit – sehat), dan lain-lain.

1
Untuk itu, dalam hal pengetahuan tidak cukup orang sadar bahwa dia mampu
mencapai kebenaran. Dia harus membuktikan pernyataan itu dan menunjukkan
bagaimana kebenaran itu, maka pengetahuan manusia menjadi mungkin.
Dgn kata lain, seorang filsuf harus membuat filsuf mengenal (epistemologi) dasar,
karena tugas filsuf adalah mencari inti dan sebab-sebab dari segalanya, termasuk
pengetahuan.
Dari ilustrasi di atas, seorang filsuf atau boleh dikatakan saya sebagai mahasiswa
harus memiliki pengetahuan yang memadai supaya saya bisa menerjemahkan mana yang
baik dan buruk, yang sakit dan yang sehat, dll. Untuk itu, seorang mahasiswa sekalipun,
dia adalah filsuf atas dirinya sendiri dan filsuf untuk sesama di luar dirinya.
Maka, problematika epistemologi ini terletak pada perdebatan para filsuf dalam
menghadapi epistemologi itu sendiri. Richard Rorty mengatakan bahwa epistemologi
tidak relevan untuk dipelajari karena ada kerancuan. Sikapnya ini kemudian dikenal
dengan Skeptisisme Richard Rorty.
Bagi Rorty, hasrat untuk mengembangkan epistemologi berangkat dari kebutuhan
akan dasar yang kokoh dan tak tergoyahkan dari pengetahuan. Hasrat ini tidak mungkin
terpenuhi karena melawan kontingensi1 pengetahuan manusia. Tidak ada tolok ukur lain
bagi objektivitas kebenaran pengetahuan manusia selain praksis sosial tempat
pengetahuan itu dikemukakan. Maka, yang praksis dan sosial ini berhubungan dengan
realitas atau objek.
Dalam Epistemologi modern pun (Rene Descartes, John Locke, Immanuel Kant)
memahami pengetahuan sebagai reprensentasi2 realitas atau objek di luar manusia.
Pengetahuan adalah pengetahuan tentang objek tertentu (knowledge of) di luar manusia
dan bukan pengetahuan bahwa sesuatu itu begini/begitu (knowledge that). Pengetahuan
tidak dimengerti sebagai justified true belief, tetapi accurate representation of reality.
Pemahaman ini mengandaikan teori kebenaran korespondensi3, dan memahami
mengetahui sebagai melihat.
Dengan demikian, untuk memahami mengetahui sebagai melihat, muncul aliran-
aliran filsafat seperti empirisme, rasionalisme, Kritisisme, Intuisionisme, dan Metode
Ilmiah sebagai jalur mengenal filsafat, pengetahuan, dan ilmu pengetahuan itu sendiri.
3. Metode untuk Memperoleh Pengetahuan
a. Empirisme
Kata “empirisme”, dalam bahasa Yunani empeiria artinya pengalaman.
Empirisme sama dengan sensisme karena meyakini bahwa satu-satunya medium
pengenalan indra (sensus). Dalam Empirisme, pengetahuan bukan bersifat apriori
(mendahului pegalaman) tapi secara aposteriori (melalui pengalaman). Pertanyaan

1 Kontingensi: dari kata bahasa Inggris contingency (kb.), berarti kemungkinan; hal yang kebetulan.
2 Representasi (kb.): 1). Perbuatan mewakili. 2). Keadaan diwakili. 3). Apa yang mewakili; perwakilan.
3 Korespondensi (kb.): 1). Perihal surat-menyurat. 2). Perihal hubungan antara bunyi yang satu dengan yang
lain dalam sajak (Sastra).

2
pokok kaum empiris adalah: Apa yang dapat kita ketahui? Seberapa baikkah kita
mengetahui? Apa yang menjadi batas-batas pegetahuan kita?

b. Rasionalisme
Rasionalisme dipakai untuk empirisme. Filsuf rasionalis sepakat bahwa rasio
manusia mampu mengenal dan menjelaskan seluruh realitas berdasarkan prinsip
pertama. Hanya konsep tentang prinsip pertama ini berbeda-beda. Descartes
mengatakan prinsip pertama memilki 2 substansi dan Spinoza juga menegaskan
bahwa hanya ada satu substansi (Deus sive natura). Leibniz menguraikan lagi bahwa
ada banyak substansi yang disebut monade.
Dalam filsafat Yunani Klasik, Parmenides mengatakan bahwa indra-indra itu
menipu. Descartes dalam Filsafat modern mengatakan bahwa ilmu yang sempurna
adalah ilmu pasti karena ilmu pasti bertolak dari pengertian di dan dari luar yang
diperoleh melalui intuisi/intelek.
Dalam kesangsian atau keraguan yang hampir total itu hanya ada satu
kepastian. Sekurang-kurangnya, demikian Descartes, “aku yang menyangsikan”
bukan hasil tipuan. Semakin kita dapat menyangsikan segala sesuatu, entah kita
sungguh ditipu atau ternyata tidak, termasuk menyangsikan bahwa kita tak dapat
menyangsikan, kita semakin mengada (exist). Justru kesangsianlah yang
membuktikan kepada diri kita bahwa kita ini nyata. Selama kita ini sangsi, kita akan
merasa makin pasti bahwa kita nyata-nyata ada. Jadi, meskipun dalam tipuan yang
lihai, kepastian bahwa “aku yang menyangsikan” itu ada tak dapat dibantah, juga
seandainya Allah itu seorang penipu sekalipun. Menyangsikan adalah berpikir.
Kepastian akan eksistensiku dicapai dengan berpikir. Descartes kemudian
merumuskan: Cogito ergo sum-aku berpikir, maka aku ada. Metode kesangsian ini
adalah cara khas Decartes dalam rasionalisme kritis yang menempatakan aku sebagai
agen tunggal dalam berpikir. Dia berpikir, maka dia ada.

c. Intuisionisme

Intuisionisme berasal dari bahasa Latin yakni intuitio artinya pemandangan.


Aliran ini mengganggap adanya suatu kemampuan tertinggi yang dimiliki oleh
manusia yaitu Intuisi. Tokohya ialah Henri Bergson. Aliran ini selalu berdebat atau
lawan rasionalisme.
Intuisionisme adalah sistem etika yang tidak mengukur baik atau buruk
sesuatu perbuatan berdasarkan hasilnya tetapi berdasarkan niat dalam melaksanakan
perbuatan tersebut. Dalam bahasa Inggris Intuisionisme berasal kata Intuiton yang
berarti manusia memliki gerak hati atau disebut hati nurani; gerak hati mampu
membuat manusia melihat suatu perkara benar atau salah, jahat atau baik.
Intuisionisme juga merupakan suatu proses melihat dan memahami secara spontan
dan intelek. Organ fiskal yang berkaitan dengan gerak hati atau intuisi tidak diketahui
secara jelas. Namun, setengah ahli filsafat menyebutkan jantung dan otak

3
kanan sebagai organ fiskal yang menggerakan intuisi. 4 Intuisionisme muncul pada
permulaan tahun 1920-an dalam kaitan dengan polemik tentang prinsip-prinsip
teoritis matematika. Menurut intuisionisme, pemikiran matematis yang tepat atau
pasti dilandasi intuisi konstruksi logis, semua matematika dilandasi intuisi semacam
ini. Dan karenanya, objek-objek matematis tidak ada secara terpisah dari pasangan-
pasangan logisnya. Aliran ini lahir sebagai reaksi kritik terhadap aliran rasionalisme
dan empirisme, tokoh aliran ini adalah Henri Bergson (1854-1941), seornag filsuf
Perancis yang adalah dosen filsafat.
d. Metode Ilmiah

Metode ilmiah merupakan cara untuk mencari dan merevisi pengetahuan dengan
sistem ketat yakni investigasi fenomena atau gejala. Suatu metode untuk mencari dan
menemukan pengetahuan baru jika melalui studi riset dengan metode ilimah yang baik.
Eksperimen menjadi faktor kunci untuk menguji hipotesis yang dibuat. Metode ilmiah ini
didasarakan pada karakterisasi yang cermat dan investigasi aktif.
Dalam proses karakterisasi, ilmuwan menempuh jalur labor untuk meriset hal-hal
yang menjadi gejala, misalnya DNA, atau lainnya.
Unsur utama metode ilmiah adalah pengulangan empat langkah berikut:
Karakterisasi (Pengamatan dan pengukuran), Hipotesis (Penjelasan teoritis yang
merupakan dugaan atas hasil pengamatan dan pengukuran), Prediksi (deduksi logi dari
hipotesis), dan Eksperimen (pengujian atas semua hal tersebut).

Sebagai kesimpulan, epistemologi tidak lari dari filsafat, pengetahun dan ilmu
pengetahuan. Dalam proses, epistemoloi diperkaya oleh karena kritik dan perlawanan
yang dimunculkan oleh para filsuf. Kualitas epistemologi menjadi kritis-praktis ketika
pengetahuan itu berada dalam ilmu pengetahuan yang lebih spesifik dan riil. Ketika
problematika epistemologi menjadi sangat rumit, maka muncul aliran-aliran dan tokoh-
tokoh yang menanggapi dan melawan epistemologi sebagai satu wadah atau ruang
filsafat, pengetahuan, dan ilmu pengetahuan, sehingga empirisme menjadi kaya,
rasionalisme menjadi kritis, intuisionisme menjadi sangat populer, dan metode ilmiah pun
menjadi ruang bagi ilmuwan dalam melakukan studi kasus atau riset dengan memakai
standar ekperimen investigasi yang lebih terpola dengan baik.

4 Https://Id.Wikipedia.Org/Wiki/Intuisionisme, diakses, Rabu, 17 Oktober 2018.

Anda mungkin juga menyukai