Anda di halaman 1dari 49

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang


Tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksi pada paru dapat menimbulkan
dampak yang besar baik secara langsung bagi penderita TB itu sendiri seperti
batuk berdahak terus menerus sampai batuk darah,nafas sesak,nyeri
dada,penurunan berat badan,nafsu makan menurun dan berkeringat pada
malam hari tanpa ada aktifitas.Sedangkan dampak yang dapat dirasakan oleh
keluarga adalah akan terjadi penularan apabila tindakan pencegahan
penularan tidak dilakukan oleh penderita TB apalagi penularan pada penderita
yang tidak diobati.Penularan akan lebih cepat terjadi apabila tinggal serumah
dengan penderita TB Paru tersebut.
Di seluruh dunia, TB adalah salah satu dari 10 penyebab kematian dan
penyebab utama dari agen infeksi tunggal (di atas HIV / AIDS). Jutaan orang
terus jatuh sakit dengan TB setiap tahun. Secara global pada tahun 2017,
diperkirakan ada 10,0 juta kasus insiden TB setara 133 kasus per 100 000
populasi . Pada 2017 TB menyebabkan sekitar 1,3 juta kematian.Secara
global diperkirakan ada 10 juta orang yang menyebarkan penyakit TB pada
tahun 2017 dengan rincian 5,8 juta pria, 3,2 juta wanita dan 1,0 juta anak-
anak. Hampir disemua negara penderita TB adalah 90% orang dewasa ( usia
≥ 15 tahun).
Sebagian besar perkiraan jumlah kasus pada tahun 2017 terjadi wilayah
Asia Tenggara (44%), Afrika (25%) dan Western Pacific (18%). Proporsi
kasus yang lebih kecil terjadi di wilayah Mediterania Timur (7,7%), Amerika
(2.8%) dan Eropa (2,7%). Adapun 30 negara dengan beban TB yang tinggi
dicatat 87% dari semua kasus insiden yang diperkirakan di seluruh dunia, dan
tiga negara penyumbang angka TB tertinggi adalah India (27%), China (9%),
Indonesia (8%). (WHO,2018)
2

Masalah kesehatan TB di Indonesia sangat besar. Jumlah pasien TB di


Indonesia sekitar 8% dari total jumlah pasien TB di dunia. Diperkirakan,
setiap tahun ada diperkirakan ada 1.020.000 kasus Tb di Indonesia namun
baru sekitar 446.732 kasus TB yang dilaporkan dan ada sekitar 2,5 %
meninggal . Insidensi kasus TB BTA positif sekitar 120 per 100.000
penduduk. (Kemenkes RI 2018).
Di Sumatera Barat pada tahun 2017 berdasarkan data dan informasi
profill Kesehatan Indonesia 2017, dari 269 Puskesmas yang tahun 2017 yang
terdapat di kabupaten dan kota terdapat 8.277 penderita TB Paru semua tipe,
dan yang BTA positif 4.541 kasus. Angka kesembuhan TB semua tipe adalah
58,31%,pengobatan lengkap 41,69% dan keberhasilan pengobatan
69,22%.Sedangkan cakupan pada penderita TB BTA positif angka
kesembuhan 89,96%,pengobatan lengkap 10,64% dan keberhasilan
pengobatan 69,71% (Profil Dinkes Propinsi Sumbar,2017).
Di Kabupaten Dharmasraya pada tahun 2015 terdapat 183 kasus
TB,tahun 2016 terjadi penurunan menjadi 174 kasus dan pada tahun 2017
terjadi peningkatan kasus menjadi 220 kasus TB. Sampai Oktober 2018 dari
14 Puskesmas ditemukan 233 kasus TB semua tipe dengan rincian TB anak
27 kasus dan 206 TB dewasa semua tipe. Berbeda dengan tahun sebelum
2018 kasus TB yang menjadi target adalah TB dengn BTA Positif namun
pada tahun 2018 yang menjadi target pencapaian program adalah TB Paru
semua tipe. (Profil Dinkes Dharmasraya, 2017)
Banyak faktor yang menyebabkan terjadinya TB Paru diantaranya
faktor individu, faktor bakteri, dan faktor lingkungan. Faktor individu
merupakan faktor yang berasal dari diri individu itu sendiri seperti HIV,
Diabetes Mellitus, malnutrisi, dan penggunaan obat imunosupresan. Faktor
bakteri berupa jumlah bakteri yang terhirup oleh penderita dan lama kontak
dengan bakteri. Sedangkan faktor lingkungan dapat berupa polusi,ventilasi,
kepadatan,kelembaban serta pencahayaan ruangan. Termasuk juga di
dalamnya akan perilaku individu dalam menjaga kesehatannya. (Crofton et al,
2002)
3

Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi perilaku manusia dari


tingkat kesehatan. Menurut Green.L (1980) prilaku dapat dipengaruhi oleh
tiga faktor utama, yaitu faktor predisposisi, faktor ini mencakup lingkungan,
pengetahuan, sikap dan tindakan masyarakat terhadap kesehatan, tingkat
pendidikan, tingkat sosial ekonomi dan status pekerjaan. Kemudian faktor
memungkinkan, faktor ini mencakup keterjangkauan fasilitas kesehatan bagi
masyarakat seperti jarak dan ekonomi masyarakat. Terakhir yaitu faktor
penguat, faktor ini meliputi dukungan tokoh masyarakat, petugas petugas
kesehatan dan peran kader (Notoatmojo S. 2014)
Pendidikan kesehatan adalah suatu kegiatan yang merupakan proses
perubahan perilaku dari individu,keluarga,kelompok dan masyarakat dalam
mencapai tujuan dalam mengatasi masalah kesehatan yang mereka alami.
Proses untuk merubah perilaku itu membutuhkan waktu yang lama dan butuh
banyak informasi yang didapatkan sehingga individu percaya dengan apa
yang mereka dengar dan lihat baik secara langsung atau tidak langsung.
Pendidikan kesehatan berfungsi sebagai media atau sarana untuk
menyediakan kondisi sosio-psikologis sedemikian rupa sehingga individu
atau masyarakat berperilaku sesuai dengan norma norma hidup sehat, dengan
perkataan lain pendidikan kesehatan bertujuan untuk mengubah pengetahuan,
sikap dan tindakan individu atau masyarakat sehingga sesuai dengan norma-
norma hidup sehat. Pendidikan kesehatan akan berpengaruh pada perilaku
kesehatan,selanjutnya perilaku kesehatan akan berpengaruh kepada
meningkatnya indikator kesehatan masyarakat sebagai keluaran (outcome)
pendidikan kesehatan (Notoadmodjo, 2007).
Pendidikan kesehatan pada penderita TB paru yang perlu diberikan
adalah tentang bahaya penyakit, penularannya, dan cara pencegahan yang
berpengaruh terhadap sikap dan tindakan sebagai orang yang sakit dan
akhirnya menjadi sumber penularan bagi orang disekelilingnya. Sikap dan
tindakan yang tidak positif dari penderita TB tersbut seperti batuk tidak
menutup mulut, buang dahak di sembarang tempat, dan tidur dalam satu
kamar dengan penderita lebih dari dua orang. (Suhardi, 2008).
4

Apabila hal ini dibiarkan berlangsung lama maka akan dapat


menimbulkan dampak yang serius baik itu pada penderita TB Paru itu sendiri
ataupun untuk orang lain. Dampak yang dapat ditimbulkan pada penderita TB
Paru itu sendiri antara lain akan terjadi komplikasi seperti hemoptisis berat,
bronkiektasis, pneumothorak, penyebaran infeksi ke organ lain. Sedangkan
dampak yang dapat ditimbulkan pada orang lain yaitu terjadinya penularan
penyakit pada orang lain yang kontak dengan penderita TB Paru (Keenkes RI,
2014).
Mengingat banyaknya dampak yang ditimbulkan oleh TB Paru maka
banyak langkah yang diambil oleh pemerintah untuk menangani TB Paru
yang mengacu pada Strategi DOTS sesuai rekomendasi WHO. Selain dari hal
tersebut juga ada kegiatan tatalaksana TB paripurna yaitu dengan kegiatan
promosi Tuberkulosis dan pencegahan Tuberkulosis. Kegiatan promosi ini
bertujuan supaya individu yang tidak tertular TB dapat meningkatkan derajat
kesehatannya sehingga tidak sakit Tb sedangkan pada pencegahan Tb ini
adalah apabila ada yang terkena Tb tidak menularkan TB nya pada orang lain
sehingga dibutuhkan pendidikan kesehatan yang tepat guna mencegah
terjadinya penularan TB dari penderita kepada orang lain. (Kemenkes RI,
2014).
Berdasarkan hasil penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Muhammad
Syarif dkk pada tahun 2015 didapatkan hasil ada perbedaan yang bermakna
pengetahuan keluarga sesudah diberikan pendidikan kesehatan dengan
audiovisual pada kelompok eksperimen dan kontrol. Perbedaan post test
pengetahuan keluarga antara kelompok eksprimen dan kelompok bahwa
pendidikan kesehatan dengan audio visual efektif terhadap pengetahuan
keluarga tentang pencegahan penularan tuberkulosis paru. Tidak ada
perbedaan yang bermakna sebelum diberikan pendidikan kesehatan dengan
audio visual pada kelompok eksperimen dan control namun ada perbedaan
yang bermakna sesudah diberikan pendidikan kesehatan dengan audio visual
pada kelompok eksperimen dan kontrol. Perbedaan post test perilaku hidup
sehat keluarga antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol bahwa
5

pendidikan kesehatan dengan audio visual efektif terhadap perilaku hidup


sehat keluarga tentang pencegahan penularan tuberkulosis paru. (Jurnal ID
Efektifitas).
Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Munjiati dkk tahun 2013
didapatkan hasil bahwa tingkat pengetahuan penderita TB paru kelompok
intervensi tentang pencegahan dan pengobatan setelah diberi buku saku lebih
dibandingkan dengan sebelum diberi buku saku. Namun hali ini tidak terjadi
pada kelompok kontrol yang tidak diberi buku saku dimana tidak terjadi
perubahan dalam pengetahuan pengobatan dan pencegahan tuberkulosis baik
pre maupun post-tet.(Jurnal TB Buku Saku)
Penelitian yang dilakukan John W. Wilsona 2016 tentang Pengaruh
Penyuluhan Kesehatan pada Penderita TBC dan Keluarga di Elsalvador
dengan menggunakan video didapatkan hasil Pengetahuan pasien TB dan
keluarga meningkat setelah diberikan penyuluhan kesehatan dengan
menggunakan video 80% responden mengatakan bahwa TB Menular, 53%
menjawab penyebab TB adalah kuman,60% menjawab TB menular, 33%
responden menjawab bahwa TB di identifikasi dengan pemeriksaan sputum,
87% responden menjawab TB dapat disembuhkan. (Jurnal TB 1)
Massey dkk pada tahun 2015 juga melakukan penelitian tentang
penyuluhan kesehatan pada penderita TB dengan menggunakan video dengan
bahasa lokal di Kepulauan Solomon didapatkan hasil peningkatan
pengetahuan yang signifikan pada orang-orang di desa-desa pesisir katkan
keinginan masyarakat untuk memeriksakan diri yang sudah mengalami batuk
lebih dari 3 minggu an meningkatkan minat masyarakat untuk mencari
pengobatan sedini mungkin dan penyebab dari masyarakat tidak mau mencari
pelayanan kesehatan adalah karena faktor sosial budaya (Jurnal TB OK 1)

Berdasarkan latar belakang diatas maka peneliti tertarik melakukan


penelitian mengenai efektifitas pendidikan kesehatan dengan menggunakan
audiovisual dan buku saku terhadap perilaku pencegahan penularan TB Paru
di Kabupaten Dharmasraya tahun 2018.
6

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka
perumusan masalah penelitian ini adalah “Bagaimana efektifitas pendidikan
kesehatan dengan menggunakan audiovisual dan buku saku terhadap perilaku
pencegahan penularan TB Paru di Kabupaten Dharmasraya tahun 2018?”

1.3 Tujuan Penelitian


1.3.1 Tujuan Umum
Secara umum tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui efektifitas
efektifitas pendidikan kesehatan dengan menggunakan audiovisual dan buku
saku terhadap perilaku pencegahan penularan TB Paru di Kabupaten
Dharmasraya tahun 2018.
1.3.2 Tujuan Khusus
a. Diketahui tingkat pengetahuan responden tentang TB Paru sebelum
diberikan pendidikan kesehatan dengan menggunakan audiovisual dan
buku saku pada kelompok I dan kelompok II
b. Diketahui sikap responden tentang TB Paru sebelum diberikan pendidikan
kesehatan dengan menggunakan audiovisual dan buku saku pada
kelompok I dan kelompok II
c. Diketahui tindakan responden tentang TB Paru sebelum diberikan
pendidikan kesehatan dengan menggunakan audiovisual dan buku saku
pada kelompok I dan kelompok II
d. Diketahui tingkat pengetahuan responden tentang TB Paru tanpa diberikan
pendidikan kesehatan dengan menggunakan audiovisual dan buku saku
pada kelompok I
e. Diketahui sikap responden tentang TB Paru tanpa diberikan pendidikan
kesehatan dengan menggunakan audiovisual dan buku saku pada
kelompok I
f. Diketahui tindakan responden tentang TB Paru tanpa diberikan
pendidikan kesehatan dengan menggunakan audiovisual dan buku saku
pada kelompok I
7

g. Diketahui tingkat pengetahuan responden tentang TB Paru setelah


diberikan pendidikan kesehatan dengan menggunakan audiovisual dan
buku saku pada kelompok II
h. Diketahui sikap tentang TB Paru setelah diberikan pendidikan kesehatan
dengan menggunakan audiovisual dan buku saku pada kelompok II
i. Diketahui tindakan tentang TB Paru setelah diberikan pendidikan
kesehatan dengan menggunakan audiovisual dan buku saku pada
kelompok II
j. Diketahui perbedaan pengetahuan responden sebelum dan tanpa diberikan
pendidikan kesehatan dengan menggunakan audiovisual dan buku saku
pada kelompok I
k. Diketahui perbedaan sikap responden sebelum dan tanpa diberikan
pendidikan kesehatan dengan menggunakan audiovisual dan buku saku
pada kelompok I
l. Diketahui perbedaan tindakan responden sebelum dan tanpa diberikan
pendidikan kesehatan dengan menggunakan audiovisual dan buku saku
pada kelompok I
m. Diketahui perbedaan pengetahuan responden sebelum dan sesudah
diberikan pendidikan kesehatan dengan menggunakan audiovisual dan
buku saku pada kelompok II
n. Diketahui perbedaan sikap responden sebelum dan sesudah diberikan
pendidikan kesehatan dengan menggunakan audiovisual dan buku saku
pada kelompok II
o. Diketahui perbedaan tindakan responden sebelum dan sesudah diberikan
pendidikan kesehatan dengan menggunakan audiovisual dan buku saku
pada kelompok II
1.4 Manfaat Penelitian

Bagi Instansi Pendidikan


Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan informasi dan
referensi kepustakaan untuk menambah ilmu pengetahuan tentang
efektifitas pendidikan kesehatan dengan menggunakan audiovisual dan
buku saku terhadap perilaku pencegahan penularan TB Paru.
8

Bagi Dinas Kesehatan dan Puskesmas


Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan sumbangan fikiran untuk
Dinas Kesehatan dan Puskesmas tentang metode apa yang baik
digunakan untuk memberikan informasi yang bisa merubah pengetahuan,
sikap dan tindakan penderita TB paru terhadap pencegahan penularan TB
paru.

Bagi Responden
Menambah pengetahuan penderita TB dan keluarga tentang pencegahan
penularan TB sehingga mengurangi resiko penularan pada anggota
keluarga dan orang lain.

1.1.4 Bagi Peneliti Selanjut


Menjadikan hasil penelitian ini sebagai data perbandingan dan acuan bagi
penelitian berikutnya dalam melaksanakan penelitian yang berkaitan
dengan efektifitas pendidikan kesehatan dengan menggunakan audiovisual
dan buku saku terhadap perilaku pencegahan penularan TB Paru

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pendidikan Kesehatan


9

2.1.1 Pengertian
Konsep baru lahirnya promosi kesehatan adalah upaya dalam bentuk
health education atau yang sering kita kenal dengan pendidikan
(penyuluhan) kesehatan. Kegiatan ini tidak dengan mudah membuat
individu,keluarga,kelompok dan masyarakat berperilaku kesehatan.
Pendidikan kesehatan ini bertujuan untuk menghasilkan perilaku yang
menguntungkan kesehatan, dan perilaku itu bersifat.Green dan Kreuter
(2005) menyatakan bahwa “Promosi kesehatan adalah kombinasi upaya-
upaya pendidikan, kebijakan (politik), peraturan, dan organisasi untuk
mendukung kegiatan-kegiatan dan kondisi-kondisi hidup yang
menguntungkan kesehatan individu, kelompok, atau komunitas”.
( Kemenkes RI,2016)
Sedangkan Kementerian/Departemen Kesehatan Republik Indonesia
merumuskan pengertian promosi kesehatan sebagai berikut: “Upaya untuk
meningkatkan kemampuan masyarakat dalam mengendalikan faktor-faktor
kesehatan melalui pembelajaran dari, oleh, untuk dan bersama masyarakat,
agar mereka dapat menolong dirinya sendiri, serta mengembangkan
kegiatan yang bersumberdaya masyarakat, sesuai sosial budaya setempat
dan didukung oleh kebijakan publik yang berwawasan kesehatan.” Hal
tersebut tertuang dalam Keputusan Menteri Kesehatan No.
1114/Menkes/SK/VIII/2005.
Dari beberapa pengertian diatas diambil kesimpulan bahwa promosi
kesehatan adalah gabungan antara pendidikan kesehatan yang didukung oleh
kebijakan publik berwawasan kesehatan, karena disadari bahwa gabungan
kedua upaya ini akan memberdayakan masyarakat sehingga mampu
mengontrol determinan-determinan kesehatan. Promosi kesehatan sebagai
bagian dari program kesehatan masyarakat di Indonesia harus mengambil
bagian dalam mewujudkan visi pembangunan kesehatan di Indonesia.
Promosi kesehatan sebagai bagian dari program kesehatan masyarakat di
Indonesia harus mengambil bagian dalam mewujudkan visi pembangunan
kesehatan di Indonesia tersebut. Sehingga promosi kesehatan dapat
10

dirumuskan: “Masyarakat mau dan mampu memelihara dan meningkatkan


kesehatannya” (Soekidjo Notoatmodjo, 2010).
Metode-metode baru yang diintroduksikan ke dalam promosi
kesehatan adalah regulasi sosial, yang betul-betul bersifat menekan dan
sungguh-sungguh mengendalikan.Upaya intervensi perilaku dalam bentuk:
a. Tekanan (enforcement)
Dalam bentuk peraturan, tekanan dan sanksi,perubahan cepat tapi tidak
langgeng
b. Edukasi (education)
Melalui persuasi, himbauan, ajakan, kesadaran dll,perubahan lama tapi
dapat langgeng
2.1.2 Tujuan Pendidikan Kesehatan
Tujuan dari pendidikan kesehatan ini adalah menciptakan/membuat
masyarakat yang:
1. Mau (willingness) memelihara dan meningkatkan kesehatannya.
2. Mampu (ability) memelihara dan meningkatkan kesehatannya.
3. Memelihara kesehatan, berarti mau dan mampu mencegah penyakit,
4. Melindungi diri dari gangguan-gangguan kesehatan.
5.Meningkatkan kesehatan, berarti mau dan mampu meningkatkan
kesehatannya.
Ruang lingkup utama sasaran promosi kesehatan adalah perilaku dan
akar-akarnya serta lingkungan, khususnya lingkungan yang berpengaruh
terhadap perilaku. Menurut bagan teori Green, diketahui bahwa factor
perilaku kesehatan ditentukan oleh 3 faktor, yaitu :
- Faktor predisposisi (predisposing factor), yaitu faktor yang mempermudah
atau mempredisposisi terjadinya perilaku seseorang, antara lain:
pengetahuan, sikap, keyakinan, kepercayaan, nilai-nilai, tradisi, dsb.
- Faktor pemungkin (enabling factor), yaitu faktor yang memungkinkan
atau yang menfasilitasi perilaku atau tindakan, antara lain: prasarana,
sarana, ketersediaan sdm. Contoh konkritnya, ketersediaan puskesmas,
ketersediaan tong sampah, adanya tempat olah raga, dsb.
11

- Faktor penguat (reinforcing factor), yaitu faktor yang mendorong atau


memperkuat terjadinya perilaku, antara lain: sikap petugas kesehatan,
sikap tokoh masyarakat, dukungan suami, dukungan keluarga, tokoh
adat, dsb.
Promosi kesehatan juga merupakan salah satu bentuk tindakan
mandiri keperawatan untuk membantu klien baik individu, kelompok
maupun masyarakat dalam mengatasi masalah kesehatannya melalui
kegiatan pembelajaran yang didalamnya perawat perperan sebagai perawat
pendidik. Perubahan perilaku yang diharapkan pada klien berupa perubahan
pola pikir, sikap, dan keterampilan yang spesifik terhadap kesehatan.
Dalam upaya kesehatan, dikenal 5 tingkat pencegahan dari Leavell and
Clark (1967):
a. Pencegahan primer, yang terdiri dari:
- Peningkatan derajat kesehatan (health promotion)
- Perlidungan khusus (specific protection)
b. Pencegahan sekunder
- Diagnosis dini dan pengobatan segera (early diagnosis and prompt
treatment)
- Pembatasan cacat (disability limitation)
c. Pencegahan tertier:
- Rehabilitasi (rehabilitation)
Ruang lingkup promosi kesehatan yang bersifat komprehensif harus
mencakup kelima tingkat pencegahan tersebut.
1.2.3 Prinsip-prinsip Promosi Kesehatan
Prinsip-prinsip Promosi Kesehatan dalam Keperawatan adalah
Interaksi Perawat/petugas kesehatan dan Klien yang merupakan hubungan
khusus yang ditandai dengan adanya saling berbagi pengalaman, serta
memberi sokongan dan negosiasi saat memberikan pelayanan kesehatan.
Pembelajaran yang efektif terjadi ketika klien dan perawat/petugas
kesehatan sama-sama berpartisipasi dalam Proses Belajar Mengajar yang
terjadi.Agar hubungan pembelajaran memiliki kualitas positif, baik secara
12

individual, kelompok maupun masyarakat, hendaknya diperhatikan hal-hal


sebagai berikut :
a. Berfokus pada Klien
Klien mempunyai nilai, keyakinan, kemampuan kognitif dan gaya
belajar yang unik, yang dapat berpengaruh terhadap pembelajaran
b. Bersifat menyeluruh dan utuh (holistik)
c. Negosiasi Perawat/Petugas kesehatan dan klien bersama-sama
menentukan apa yang telah diketahui dan apa yang penting untuk
diketahui
d. Interaktif
1.2.4 Metode Promosi Kesehatan dan Tujuan Penggunaannya
Menentukan metode promosi kesehatan yang digunakan sesuai dengan
tujuan pelaksanaan promosi kesehatannya:
1.Untuk meningkatkan kesadaran akan kesehatan : ceramah, kerja
kelompok, mass media, seminar, kampanye.
2.Menambah pengetahuan.
Menyediakan informasi: One-to-one teaching (mengajar per-seorangan
private), seminar, media massa, kampanye, group teaching.
3. Self-empowering
Meningkatkan kemampuan diri, mengambil keputusan Kerja kelompok,
latihan (training), simulasi, metode pemecahan masalah, peer teaching
method.
4. Mengubah kebiasaan
Mengubah gaya hidup individu Kerja kelompok, latihan keterampilan,
training, metode debat.
5. Mengubah lingkungan,
Bekerja sama dengan pemerintah untuk membuat kebijakan berkaitan
dengan kesehatan.
1.2.5.Jenis Metode Dalam Promosi Kesehatan
Metode harus berbeda antara sasaran massa, kelompok atau sasaran
individual.
13

1. Metode Individual (Perorangan)


Digunakan untuk membina perilaku baru, atau membina seseorang
yang telah mulai tertarik kepada suatu perubahan perilaku atau inovasi.
Bentuk pendekatan (metode) berikut ini, yaitu :
a. Bimbingan dan penyuluhan (guidance and counseling)
Dengan cara ini kontak antara klien dan petugas lebih intensif.
Setiap masalah yang dihadapi oleh klien dapat digali dan dibantu
penyelesaiannya.
b. Interview (wawancara)
Cara ini sebenarnya merupakan bagian dari bimbingan dan
penyuluhan. Jika belum berubah, maka perlu penyuluhan yang
lebih mendalam lagi.
2. Metode Kelompok
Efektivitas suatu metode akan tergantung pada besarnya sasaran
pendidikan.
a. Kelompok Besar
Yang dimaksud kelompok besar disini adalah apabila peserta
penyuluhan itu lebih dari 15 orang. Metode yang baik untuk
kelompok besar ini, antara lain ceramah dan seminar.
1) Ceramah Metode ini baik untuk sasaran pendidikan tinggi maupun
rendah.
2) Seminar
Metode ini hanya cocok untuk pendidikan formal menengah ke
atas.
b. Kelompok Kecil
Apabila peserta kegiatan itu kurang dari 15 orang biasanya kita
sebut kelompok kecil. Metode-metode yang cocok untuk kelompok
kecil antara lain:
1) Diskusi Kelompok
Metode yang dilaksanakan dalam bentuk diskusi antara pemberi
dan penerima informasi, biasanya untuk mengatasi masalah.
14

2) Curah Pendapat (Brain Storming)


Metode ini merupakan modifikasi metode diskusi kelompok, yang
diawali dengan pemberian kasus atau pemicu untuk menstimulasi
tanggapan dari peserta
3) Bola Salju (Snow Balling)
Metode dimana kesepakatan akan didapat dari pemecahan menjadi
kelompok yang lebih kecil, kemudian bergabung dengan kelompok
yang lebih besar.
4) Kelompok-kelompok Kecil (Buzz Group)
Kelompok langsung dibagi menjadi kelompok-kelompok kecil
(buzz group) yang kemudian diberi suatu permasalahan yang sama
atau tidak sama dengan kelompok lain,
5) Role Play (Memainkan Peranan)
Dalam metode ini beberapa anggota kelompok ditunjuk sebagai
pemegang peran tertentu untuk memainkan peranan, misalnya
sebagai dokter Puskesmas, sebagai perawat atau bidan, dan
sebagainya, sedangkan anggota yang lain sebagai pasien atau
anggota masyarakat.
6) Permainan Simulasi (Simulation Game)
Metode ini merupakan gabungan antara role play dengan diakusi
kelompok. ber.
3. Metode Massa
Metode pendidikan kesehatan secara massa dipakai untuk
mengkomunikasikan pesan kesehatan yang ditujukan kepada
masyarakat yang sifatnya massa atau publik. Pendekatan ini biasanya
digunakan untuk menggugah awareness (kesadaran) masyarakat
terhadap suatu inovasi, dan belum begitu diharapkan untuk sampai
pada perubahan perilaku.
Beberapa contoh metode pendidikan kesehatan secara massa ini,
antara lain:
a. Ceramah umum (public speaking)
15

b. Pidato-pidato/diskusi tentang kesehatan melalui media elektronik,


c. Simulasi, dialog antara pasien dengan dokter atau petugas kesehatan.
d.Tulisan-tulisan di majalah atau koran,
e. Bill Board,
1.2.6 Media Dalam Promosi Kesehatan
Edgar Dale membuat klasifikasi 11 tingkatan pengalaman belajar dari
yang paling konkrit sampai yang paling abstrak. Klasifikasi tersebut
kemudian dikenal dengan nama “Kerucut Pengalaman” (The Cone of
Experience) dari Edgar Dale. Menurut Edgar Dale, dalam dunia pendidikan,
penggunaan media /bahan/sarana belajar seringkali menggunakan prinsip
Kerucut Pengalaman yang membutuhkan media belajar seperti buku teks,
bahan belajar yang dibuat oleh pengajar dan “audio-visual”.
Kerucut pengalaman Edar Dale

Sumber lain menyatakan bahwa efektivitas media terhadap pemahaman


sasaran, yaitu secara:
1. Verbal : 1 X
2. Visual : 3,5 X
3. Verbal dan visual : 6 X
a. Jenis Media Promosi Kesehatan
16

Berdasarkan peran-fungsinya sebagai penyaluran pesan / informasi


kesehatan, media promosi kesehatan dibagi menjadi 3 yakni :
- Media cetak
Media ini mengutamakan pesan-pesan visual, biasanya terdiri dari
gambaran sejumlah kata, gambar atau foto dalam tata warna. Yang
termasuk dalam media ini adalah booklet, leaflet, flyer (selebaran), flip
chart (lembar balik), poster, foto dll
- Media elektronik
Media ini merupakan media yang bergerak dan dinamis, dapat dilihat dan
didengar dan penyampaiannya melalui alat bantu elektronika. Yang
termasuk dalam media ini adalah televisi, radio, video film, cassette, CD,
VCD, internet (computer dan modem), SMS (telepon seluler).
- Media luar ruang
Media menyampaikan pesannya di luar ruang, bisa melalui media cetak
maupun elektronik misalnya papan reklame, spanduk, pameran, banner
dan televisi layar lebar, umbul-umbul, yang berisi pesan, slogan,logo
- Media Lain, seperti :Iklan di bus,Mengadakan event,.
Sruktur pesan sebaiknya menggunakan rumus AIDCAA:
- Attention (perhatian)
- Interest (minat)
- Desire (kebutuhan/keinginan)
- Conviction (rasa percaya)
- Action (tindakan)
- Approach (pendekatan) (Depkes RI,2016)
-
2.2 Konsep Perilaku
2.2.1 Definisi Perilaku
Perilaku yaitu suatu respon seseorang yang dikarenakan adanya suatu
stimulus/ rangsangan dari luar (Notoatmodjo, 2012). Perilaku dibedakan
menjadi dua yaitu perilaku tertutup (covert behavior) dan perilaku terbuka
(overt behavior). Perilaku tertutup merupakan respon seseorang yang belum
17

dapat diamati secara jelas oleh orang lain. Sedangkan perilaku terbuka
merupakan respon dari seseorang dalam bentuk tindakan yang nyata
sehingga dapat diamati lebih jelas dan mudah (Fitriani, 2011).
2.2.2 Perilaku kesehatan
Perilaku kesehatan merupakan suatu respon dari seseorang berkaitan
dengan masalah kesehatan, penggunaan pelayanan kesehatan, pola hidup,
maupun lingkungan sekitar yang mempengaruhi (Notoatmodjo, 2007).
Menurut Becker, 1979 yang dikutip dalam Notoatmodjo (2012), perilaku
kesehatan diklasifikasikan menjadi tiga :
a. Perilaku hidup sehat (healthy life style)
Merupakan perilaku yang berhubungan dengan usaha-usaha untuk
meningkatkan kesehatan dengan gaya hidup sehat yang meliputi
makan menu seimbang, olahraga yang teratur, tidak merokok, istirahat
cukup, menjaga perilaku yang positif bagi kesehatan.
b. Perilaku sakit (illness behavior)
Merupakan perilaku yang terbentuk karena adanya respon terhadap
suatu penyakit. Perilaku dapat meliputi pengetahuan tentang penyakit
serta upaya pengobatannya.
c. Perilaku peran sakit (the sick role behavior)
Merupakan perilaku seseorang ketika sakit. Perilaku ini mencakup
upaya untuk menyembuhkan penyakitnya.
2.2.3 Determinan perilaku kesehatan
a. Faktor-faktor predisposisi (disposing factors)
Faktor-faktor predisposisi merupakan faktor yang mempermudah
terjadinya suatu perilaku. Yang termasuk faktor predisposisi yaitu
pengetahuan, sikap, keyakinan, kepercayaan, nilai-nilai, tradisi, dan lain-
lain.
b. Faktor-faktor pemungkin (enabling factors)
Faktor-faktor pemungkin merupakan faktor-faktor yang merupakan
sarana dan prasarana untuk berlangsungnya suatu perilaku. Yang
18

merupakan faktor pemungkin misalnya lingkungan fisik dan ketersediaan


fasilitas pelayanan kesehatan setempat.
c. Faktor-faktor penguat (reinforcing factors)
Faktor-faktor penguat adalah faktor yang memperkuat terjadinya suatu
perilaku. Yang merupakan faktor pendorong dalam hal ini adalah sikap
dan perilaku petugas kesehatan maupun petugas yang lain dalam upaya
mempromosikan perilaku kesehatan.
2.2.4 Domain perilaku
Berdasarkan dari teori Bloom, perilaku dibagi menjadi tiga yaitu
pengetahuan (knowledge), sikap (attitude), dan praktik (practice)
(Notoatmodjo, 2012).
A. Pengetahuan (Knowledge)
1. Pengertian
Pengetahuan adalah hasil dari suatu proses pembelajaran seseorang
terhadap sesuatu baik itu yang didengar maupun yang dilihat
(Fitriani, 2011).
2. Tingkat pengetahuan di dalam domain kognitif :
a) Tahu (know)
Tahu berarti seseorang tersebut dapat mengingat kembali materi
yang pernah dipelajari sebelumnya dengan cara menyebutkan,
menguraikan,dan sebagainya.
b) Memahami (comprehension)
Memahami yaitu mampu untuk dapat menjelaskan sesuatu yang
telah dipelajari sebelumnya dengan jelas serta dapat membuat
suatu kesimpulan dari suatu materi.
c) Aplikasi (application)
Aplikasi berarti seseorang mampu untuk dapat menerapkan
materi yang telah dipelajari ke dalam sebuah tindakan yang nyata.
d) Analisis (analysis)
Analisis merupakan tahap dimana seseorang telah dapat
menjabarkan masing-masing materi, tetapi masih memiliki kaitan
19

satu sama lain. Dalam menganalisis, seseorang bisa membedakan


atau mengelompokkan materi berdasarkan kriteria yang sudah
ditentukan.
e) Sintesis (synthetis)
Sintesis adalah kemampuan seseorang dalam membuat temuan
ilmu yang baru berdasarkan ilmu lama yang sudah dipelajari
sebelumnya.
f) Evaluasi (evaluation)
Tingkatan pengetahuan yang paling tinggi adalah evaluasi. Dari
hasil pembelajaran yang sudah dilakukan, seseorang dapat
mengevaluasi seberapa efektifnya pembelajaran yang sudah ia
lakukan. Dari hasil evaluasi ini dapat dinilai dan dijadikan acuan
untuk meningkatkan strategi pembelajaran baru yang lebih
efektif lagi.
3.Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan
Faktor-faktor pengetahuan menurut Wawan & Dewi (2011)
dibedakan menjadi faktor internal dan faktor eksternal :
a) Faktor internal
- Pendidikan
- Pekerjaan
- Umur
b) Faktor eksternal
- Faktor lingkungan
- Sosial budaya

4. Kriteria tingkat pengetahuan


Penilaian pengetahuan menurut Arikunto (2006) dikutip dari Wawan
& Dewi (2011) diinterpretasikan dengan skala yang bersifat
kualitatif, yaitu :
a) Baik : dengan presentase 76%-100%
20

b) Cukup : dengan presentase 56%-75%


c) Kurang : dengan presentase ≤ 56%
5.Indikator yang dapat digunakan untuk mengetahui tingkat pengetahuan
atau kesadaran terhadap kesehatan, dapat dikelompokkan menjadi:
1) Pengetahuan tentang sakit dan penyakit
(a) Penyebab penyakit tuberculosis
(b) Gejala dan tanda penyakit tuberculosis
(c) Bagaimana cara pengobatan, atau kemana mencari pengobatan
bila menderita gejala tuberculosis
(d) Bagaimana cara pencegahan penularan tuberculosis termasuk
imunisasi dan tindakan lainnya.
2) Pengetahuan tentang cara pemeliharaan kesehatan dan cara hidup
sehat,meliputi:
(a)Jenis-jenis makanan bergizi
(b)Mamfaat makanan bergizi bagi kesehatannya
(c)Bahaya merokok, minuman keras, narkoba dan sebagainya.
3) Pengetahuan tentang kesehatan lingkungan
(a)Mamfaat pencahayaan dan penerangan rumah yang sehat
(b)Mamfaat ventilasi dan pertukaran udara bagi kesehatan
(c)Akibat polusi (polusi air, udara dan tanah) bagi kesehatan.
2. Sikap (Attitude)
Reaksi yang masih tertutup dari seseorang terhadap stimulus
disebut sikap. Sikap belum merupakan suatu tindakan nyata, tetapi masih
berupa persepsi dan kesiapan seseorang untuk bereaksi terhadap stimulus
yang ada di sekitarnya. Sikap dapat diukur secara langsung dan tidak
langsung. Pengukuran sikap merupakan pendapat yang diungkapkan oleh
responden terhadap objek (Notoatmodjo, 2007). Secara garis besar sikap
terdiri dari komponen kognitif (ide yang dipelajari), komponen perilaku
(berpengaruh terhadap respon sesuai atau tidak sesuai), dan komponen
emosi (menimbulkan respon-respon yang konsisten) (Wawan & Dewi,
2011).
21

1) Tingkatan sikap menurut Fitriani, 2011 :


a) Menerima (receiving),seseorang mau dan memperhatikan
rangsangan yang diberikan.
b) Merespons (responding),memberi jawaban apabila ditanya,
menyelesaikan tugas yang diberikan sebagai tanda seseorang
menerima ide tersebut.
c) Menghargai (valuing), tingkatan selanjutnya dari sikap adalah
menghargai.
d) Bertanggungjawab (responsible), mampu mempertanggungjawabkan
sesuatu yang telah dipilih merupakan tingkatan sikap yang tertinggi.
2) Fungsi sikap menurut Wawan & Dewi, 2011 :
a. Fungsi instrumental atau fungsi manfaat atau fungsi penyesuaian
Disebut fungsi manfaat karena sikap dapat membantu mengetahui
sejauh mana manfaat objek sikap dalam pencapaian tujuan. Dengan
sikap yang diambil oleh seseorang, orang dapat menyesuaikan diri
dengan baik terhadap lingkungan sekitar, disini sikap berfungsi untuk
penyesuaian..
b) Fungsi pertahanan ego
Sikap tertentu diambil seseorang ketika keadaan dirinya atau egonya
merasa terancam. Seseorang mengambil sikap tertentu untuk
mempertahankan egonya.
c) Fungsi ekspresi nilai
Pengambilan sikap tertentu terhadap nilai tertentu akan menunjukkan
sistem nilai yang ada pada diri individu yang bersangkutan.
d) Fungsi pengetahuan
Jika seseorang mempunyai sikap tertentu terhadap suatu objek, itu
berarti menunjukkan orang tersebut mempunyai pengetahuan terhadap
objek sikap yang bersangkutan.
3) Faktor-faktor yang mempengaruhi sikap menurut Wawan & Dewi
(2011) adalah :
a) Pengalaman pribadi
22

Sikap akan lebih mudah terbentuk jika pengalaman pribadi yang terjadi
melibatkan faktor emosional.
b) Pengaruh orang lain yang dianggap penting
Individu cenderung mempunyai sikap yang searah dengan orang yang
dianggapnya penting karena dimotivasi oleh keinginan untuk menghindari
konflik dengan orang yang dianggapnya penting tersebut.
c) Pengaruh kebudayaan
Kebudayaan memberi corak pengalaman individu-individu masyarakat
asuhannya sehingga kebudayaan yang dianut menjadi salah satu faktor
penentu pembentukan sikap seseorang.
d) Media massa
Media massa yang harusnya disampaikan secara objektif cenderung
dipengaruhi oleh sikap penulis sehingga berpengaruh juga terhadap sikap
konsumennya.
e) Lembaga pendidikan dan lembaga agama
Konsep moral dan ajaran dari lembaga pendidikan dan lembaga agama
sangat menentukan system kepercayaan sehingga konsep ini akan ikut
mempengaruhi pembentukan sikap.
f) Faktor emosional
Sikap merupakan pernyataan yang didasari oleh emosi sebagai bentuk
pertahanan egonya.
4) Cara pengukuran sikap
a) Skala Thurstone (Method of Equel-Appearing Intervals)
Teknik ini disusun oleh Thurstone yang didasarkan pada asumsi nilai skala
yang berasal dari rating para penilai tidak dipengaruhi oleh sikap penilai
terhadap isu. Metode ini menempatkan sikap seseorang pada rentangan
kontinum dari yang sangat unfavorable sampai yang sangat favorable
terhadap suatu objek sikap. Caranya yaitu dengan memberikan orang
tersebut beberapa item sikap yang telah ditentukan derajat
favorabilitasnya. Pembuat skala perlu membuat sampel pernyataan sikap
sekitar 100 buah atau lebih, kemudian pernyataan-pernyataan tersebut
23

diberikan kepada beberapa orang penilai untuk menentukan derajat


favorabilitasnya. Rentang favorabilitas dari 1 sampai 11. Median dari
penilaian antar penilai terhadap item ini dijadikan sebagai nilai skala
masing-masing item. Pembuat skala menyusun item dari skala terendah
sampai tertinggi, kemudian memilih item untuk kuesioner skala sikap yang
sesungguhnya dan selanjutnya diberikan kepada responden untuk
menunjukkan seberapa besar kesetujuan atau ketidaksetujuannya pada
masing-masing item (Wawan & Dewi, 2011).
b) Skala Likert (Method of Summateds Ratings)
Item dalam skala Likert dibagi menjadi kelompok favorable dan
unfavorable. Untuk item favorable, jawaban sangat setuju nilainya 5,
sedangkan jawaban sangat tidak setuju nilainya 1. Item unfavorabel, nilai
untuk jawaban sangat setuju adalah 1, sedangkan jawaban untuk sangat
tidak setuju diberi nilai 5. Skala Likert disusun dan diberi skor sesuai
dengan skala interval sama (Riyanto, 2011).
c) Skala Guttman
Pengukuran dengan menggunakan skala Guttman hanya akan ada dua
jawaban, yaitu “ya-tidak”, “benar-salah”, “pernah-tidak pernah”, “setuju-
tidak setuju”, dan lain-lain. Skala Guttman digunakan apabila ingin
mendapatkan jawaban yang tegas tentang permasalahan yang
dipertanyakan. Penilaian pada skala Guttman untuk jawaban setuju diberi
skor 1 dan jika tidak setuju diberi skor 0 (Sugiyono, 2009). Sikap
dikatakan positif (mendukung) bila hasil mean lebih besar daripada rata-
rata, sedangkan dikatakan negatif (tidak mendukung) bila hasil mean lebih
rendah daripada rata-rata.
5) Indikator untuk sikap kesehatan adalah:
1. Sikap terhadap sakit dan penyakit
Adalah bagaimana penilaian atau pendapat penderita mengenai tanda atau
gejala penyakit tuberkulosis, penyebab, cara penularan, cara pencegahan
penyakit dan lain sebagainya.
2. Sikap cara pemeliharan dan cara hidup sehat
24

Adalah penilaian dan pendapat seseorang terhadap cara-cara pencegahan


penularan tuberkulosis.
3. Sikap terhadap kesehatan lingkungan
Adalah pendapat atau penilaian seseorang terhadap lingkungan dan
pengaruhnya terhadap kesehatan. Misalnya pendapat atau penilaian
terhadap air bersih, pembuangan limbah, polusi dan sebagainya.
3. Praktik (Practice)
Praktik merupakan tindakan nyata dari adanya suatu respon (Notoatmodjo,
2012). Sikap dapat terwujud dalam tindakan nyata apabila tersedia fasilitas
atau sarana dan prasarana. Tanpa adanya fasilitas, suatu sikap tidak dapat
terwujud dalam tindakan nyata (Notoatmodjo, 2012).
1) Tingkatan dalam praktik :
a) Respons terpimpin (guided responses)
Merupakan suatu tindakan yang dilakukan sesuai dengan urutan
yang benar. Seseorang mampu melakukan suatu tindakan dengan
sistematis, dari awal hingga akhir.
b) Mekanisme (mechanism)
Seseorang yang dapat melakukan tindakan secara benar urutannya,
makan akan menjadi kebiasaan baginya untuk melakukan tindakan
yang sama.
c) Adopsi (adoption) Suatu tindakan yang sudah berkembang atau
termodifikasi dengan baik disebut adopsi.
2) Cara menilai praktik
Cara menilai praktik dapat dilakukan melalui check list dan kuesioner.
Check list berisi daftar variabel yang akan dikumpulkan datanya.
Peneliti dapat memberikan tanda ya atau tidak sesuai dengan tindakan
yang dilakukan sesuai dengan prosedur. Selain menggunakan check
list, penilaian praktik juga dapat dilakukan dengan kuesioner.
Kuesioner berisi beberapa pertanyaan mengenai praktik yang terkait
dan responden diberikan pilihan “ya” atau “tidak” untuk menjawabnya
(Arikunto, 2010).
25

Kategori penilaian praktik menurut Arikunto (2010) dalam Wawan &


Dewi (2011) : a) Baik : presentase 76%-100%
b) Cukup : presentase 56%-75%
c) Kurang : presentase <56%
3. Indikator tindakan kesehatan mencakup tindakan sehubungan dengan
penyakit yang mencakup:
a) Minum obat TB secara lengkap dan teratur sampai sembuh.
b) Penderita TB harus menutup mulutnya pada waktu bersin dan batuk
karena pada saat bersin dan batuk ribuan hingga jutaan kuman TB
keluar melaui percikan dahak.
c) Tidak membuang dahak disembarang tempat, tetapi dibuang di tempat
khusus dan tertutup. Misalnya dengan menggunakan wadah/kaleng
tertutup yang sudah diberi cairan antiseptik. Kemudian buang kedalam
septiktank
d) Kamar tidur penderita TB paru harus terpisah selama penyakit
dinyatakan aktif atau dapat menular.
e) Bawa bayi ke posyandu untuk di imunisasi.
f) Anak balita yang berkontak langsung dengan penderita perlu diberi
pencegahan atau pengobatan.
g) Tindakan pemeliharan dan peningkatan kesehatan
Menjalankan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS), antara lain:
a. Menjemur peralatan tidur
b. Membuka pintu dan jendela setiap pagi agar udara dan sinar matahari
masuk.
c. Aliran udara (ventilasi) yang baik dalam ruangan dapat mengurangi
kuman di udara. Sinar matahari langsung dapat mematikank kuman.
d. Makan makanan bergizi dan tingkatkan gizi agar seimbang.
e. Tidak merokok dan minum minuman keras.
f.Lakukan aktifitas fisik/olah raga secara teratur.
g. Mencuci peralatan makan dan minum dengan air bersih dan mengalir
memakai sabun.
26

h. Mencuci tangan dengan air bersih yang mengalir dan memakai sabun
(Depkes RI,2014).
d. Teori perubahan perilaku:
a. Teori stimulus-organisme-respon (S-O-R)
Teori ini mendasarkan asumsi bahwa penyebab terjadinya perubahan
perilaku tergantung pada kualitas rangsang (stimulus) yang berkomunikasi
dengan organisme. Artinya kualitas dari sumber komunikasi (sources)
misalnya: kredibilitas, kepemimpinan, gaya berbicara sangat menentukan
keberhasilan perubahan perilaku seseorang, kelompok atau masyarakat.
b. Teori festinger (Dissonance Theory)
Keadaan “cognitive dissonance” merupakan keadaan ketidak
seimbangan psikologis yang diliputi oleh ketegangan diri yang berusaha
untuk mencapai keseimbangan kembali. Ketidakseimbangan dalam diri
seseorang yang akan menyebabkan perubahan perilaku terjadi disebabkan
karena adanya perbedaan jumlah elemen kognitif yang seimbang dengan
jumlah elemen kognitif yang tidak seimbang serta sama pentingnya.
c. Teori fungsi
Teori ini berdasarkan anggapan bahwa perubahan perilaku individu itu
tergantung pada keutuhan. Hal ini berarti bahwa stimulus yang dapat
mengakibatkan perubahan perilaku seseorang apabila stimulus tersebut
dapat dimengerti dalam konteks kebutuhan orang tersebut.
d. Teori Kurt Lewin
Kurt Lewin (1970) berpendapat bahwa perilaku manusia itu adalah
suatu keadaan yang seimbang antara kekuatan pendorong (driving forces)
dan kekuatan penahan (restrining forces). Perilaku itu dapat berubah apabila
terjadi ketidak seimbangan antara kedua kekuatan tersebut didalam diri
seseorang (Notoatmodjo,2012).
2.5.1 Cara dan Resiko Penularan Tuberkulosis Paru
Sumber penularan adalah penderita TB paru dan lebih cepat
penularannya dari penderita dengan BTA positif. Pada waktu batuk atau
bersin, penderita menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk droplet
27

(percikan dahak). Droplet yang mengandung kuman dapat bertahan diudara


pada suhu kamar selama beberapa jam. Orang dapat terinfeksi kalau droplet
tersebut terhirup kedalam saluran pernafasan. Setelah kuman masuk
kedalam tubuh manusia melalui pernafasan, kuman tuberkulosis dapat
menyebar dari paru ke organ tubuh lainnya, melaui sistim peredaran darah,
sistim saluran limfe, saluran nafas, atau menyebar langsung ke bagian tubuh
lainnya.
Daya penularan dari seseorang penderita ditentukan oleh banyaknya
kuman yang dikeluarkan dari parunya. Makin tinggi derajat positif hasil
pemeriksaan dahak, makin menular penderita tersebut. Bila hasil
pemeriksaan dahak negatif, maka penderita tersebut dianggap tidak menular.
Kemungkinan seseorang terinfeksi tuberkulosis ditentukan oleh konsentrasi
droplet dalam udara dan lamanya menghirup udara tersebut.
2.5.2 Pencegahan Penularan Tuberkulosis paru
a) Minumlah obat TB secara lengkap dan teratur sampai sembuh.
b) Pasien TB harus menutup mulutnya pada waktu bersin dan batuk ,pasien
memakai penutup mulut dan hidung atau masker jika perlu.
c). Kuman TB yang keluar bersama percikan dahak yang dikeluarkan pasienTB
saat :
 Bicara : 0 - 200 kuman
 Batuk : 0 - 3. 500 kuman
 Bersin : 4. 500-1. 000. 000 kuman
(d) Tidak membuang dahak disembarang tempat, tetapi dibuang di tempat
khusus dan tertutup. Misalnya dengan menggunakan wadah/kaleng tertutup
yang sudah dibericairan antiseptic. Kemudian timbunlah kedalam tanah.
(e) Kamar tidur penderita TB paru harus terpisah selama penyakit dinyatakan
aktif atau dapat menular.
(f) Bawa bayi ke posyandu untuk di imunisasi.
(g) Anak balita yang berkontak langsung dengan penderita perlu diberi
pencegahan atau pengobatan.
Menjalankan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS), antara lain:
28

1. Menjemur peralatan tidur


2. Membuka pintu dan jendela setiap pagi agar udara dan sinar matahari
masuk.
3. Aliran udara (ventilasi) yang baik dalam ruangan dapat mengurangi
jumlah kuman di udara. Sinar matahari langsung dapat mematikan
kuman.
4. Makan makanan bergizi dan tingkatkan gizi agar seimbang.
5. Tidak merokok dan minum minuman keras.
6. Lakukan aktifitas fisik/olah raga secara teratur.
7. Mencuci peralatan makan dan minum dengan air bersih dan mengalir
memakai sabun.
8. Mencuci tangan dengan air bersih yang mengalir dan memakai sabun
(Kemenkes RI,2014).

BAB III

KERANGKA TEORI

3.1 Kerangka Teori


29

Kerangka konsep penelitian ini adalah suatu hubungan atau kaitan antara
konsep satu dan konsep lainnya dari masalah yang diteliti (Notoadmojo,
2010). Untuk melihat variabel independen dan variabel dependen dalam
penelitian ini, maka peneliti menyusun masalah penelitian dalam suatu
kerangka konsep, yaitu Variable tergantung, terikat, akibat, terpengaruh atau
disebut juga dengan variable dependen atau variable yang dipengaruhi.
Variable bebas, sebab, mempengaruhi atau disebut juga dengan variable
independen, variable resiko. Disebut variable tergantung atau dependen
karena variable ini dipengaruhi oleh variable bebas atau variable
independen.

Promosi Kesehatan Pengetahuan,sikap dan tindakan Helath Support


Pencegahan Penularan TB Paru

Helath Education

3.2 Kerangka Konsep

Varibael Dependent Variabel Independent


Pendidikan kesehatan Pengetahuan,sikap dan
dengan menggunakan tindakan pencegahan
audiovisual dan buku penularan TB Paru
saku

Gambar 1. Kerangka Konsep

7 3.3. Hipotesis
H0 : tidak ada pengaruh antara pendidikan kesehatan dengan menggunakan
audiovisual dan buku saku dengan pengetahuan,sikap dan tindakan
30

dalam pencegahan penularan TB Paru di Kabupaten Dharmasraya


Ha : tidak ada pengaruh antara pendidikan kesehatan dengan menggunakan
audiovisual dan buku saku dengan pengetahuan,sikap dan tindakan
dalam pencegahan penularan TB Paru di Kabupaten Dharmasraya

8 3.4. Definisi Opersional


Variable Defenisi Cara ukur Alat ukur Skala Ukur Hasil ukur
operasional
Variabel Suatu bentuk Observasi Format Ordinal Tidak dilakukan
pendidikan
Dependen pendidikan Penyuluhan
kesehatan nilai 0
Pendidiakn informal yang dan
Dilakukan
Kesehatan disengaja dan
pendidikan
disusun secara kesehatan nilai 1.
sistematik dalam
pencegahan
penularan TB
Paru
Variabel Pengetahuan Kuesioner Responden Ordinal Baik, bila nilai
responden 76%-
Independen adalah hasil diberikan
100%
Pengetahuan penginderaan pertanyaan Cukup, bila nilai
responden 56%-
tentang manusia, atau sebanyak
75%
pencegahann hasil tahu 15 buah Kurang, bila
nilai responden <
penularan seseorang
56% (Arikunto,
terhadap objek 2014).
melalui indera
yang dimilikinya
(mata, hidung,
telinga dan
sebagainya)
tentang
pencegahan
penularan TB
31

Paru
Sikap Gambaran yang Kuesioner Responden ordinal Skala likert
pernyataan
dalam menunjukkan diberikan
positif :
pencegahan respon penderita pernyataan 4 : sangat setuju
3 : setuju
penularan TB Paru sebanyak 15
2 : tidak setuju
TB Paru terhadap buah 1 : sangat tidak
setuju
pernyataan yang
Pernyataan
berkaitan dengan negatif:
1 : sangat se
pandangan,
tuju
perasaan dan 2 : setuju
3 : tidak setuju
kecenderungan
4 : sangat tidak
untuk melakukan setuju
(Notoadmodjo,
tindakan
2010)
terhadap
penyakit TB
Paru
Tindakan Kemampuan Chek list Buku Saku Ordinal Baik : presentase
dalam responden tentang 10 tindakan
76%-100%
pencegaha tindakan pencegahan
n pencegahan penularan Cukup :
penularan penularan TB TB Paru
presentase 56%-
TB Paru paru
75%
Kurang :
presentase <56%
32

BAB IV
METODE PENELITIAN
4.1. Desain Penelitian
Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah Quasi
experimental dengan rancangan dalam penelitian Two Group Pretest-
Posttest Design, satu kelompok diberikan perlakuan (pendidikan
kesehatan) dan satu kelompok tidak diberikan perlakuan. Teknik
pengambilan sampel menggunakan purposive sampling.. Pengukuran
pengetahuan,sikap an tindakan penderita TB Paru menggunakan kusioner.
(Sugiyono,2017)

4.2. Populasi dan sampel


Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek/subyek yang
mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh
peneliti . (Sugiyono,2017).Populasi pada penelitian ini adalah penderita
TB Paru di Kabupaten Dharmasraya Tahun 2018 yaitu 233 orang. Sampel
dalam penelitian ini adalah penderita TB Paru yang telah memenuhi
kriteria inklusi. Teknik pengambilan sampel yang digunakan yaitu teknik
non probability sampling dengan jenis sampling jenuh dimana semua
populasi dijadikan sampel dan ditetapkan 115 kelompok intervensi dan
116 kelompok kontrol.

4.3. Tempat dan waktu penelitian


Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Dharmasraya. Penelitian dilaksanakan
selama 3 bulan mulai dari November 2018 hingga Januari 2019.
4.4 Etika Penelitian

Dalam pelaksanaan penelitian, terlebih dahulu peneliti akan melaksanakan

uji etik pada komite uji etik yang diakui/legal dan selanjutnya surat lulus

uji etik peneliti gunakan sebagai lampiran dalam pengajuan izin ke Dinas
33

Kesehatan Kabupaten Dharmasraya untuk melakukan penelitian.

Penelitian ini dilakukan dengan prinsip-prinsip etik sebagai berikut :

1. Menghormati harkat dan martabat (respect for human dignity)

Peneliti melakukan pendekatan dan mempersiapkan lembar

persetujuan (informed consent) untuk diberikan kepada responden,

sebelumnya penelitimenjelaskan tentang tujuan dan manfaat

penelitian. apabila responden setuju, maka responden akan

menandatangani lembar persetujuan. Peneliti memberikan kebebasan

terhadap responden dalam pilihannya untuk berpartisipasi dalam

kegiatan penelitian.

2. Menghormati privasi dan kerahasiaan subjek penelitian (respect for

privacy and confidentiality)

Peneliti menjaga dan merahasiakan informasi-informasi yang

menyangkut privasi responden seperti identitas dan segala informasi

tentang diri responden.Pengganti identitas responden dapat

dilakukan pengkodingan (inisial atau identification number).

Kerahasiaan informasi dijamin oleh peneliti dan hanya kelompok

data tertentu saja yang akan dilaporkan sebagai hasil penelitian.

3. Menghormati keadilandan inklusivitas (respect for justice and

inclusiveness)

Peneliti mengkondisikan lingkungan penelitian agar memenuhi

prinsip keterbukaan yaitu kejelasan dalam prosedur penelitian.

penelitian harus dilakukan secara jujur, hati-hati, profesional,


34

berperikemanusiaan dan memperhatikan faktor-faktor ketepatan,

keseksamaan, kecermatan, intimitas, psikologis, serta perasaan

religius responden.Pada prinsip keadilan peneliti menjamin

responden untuk mendapatkan perlakuan dan keuntungan yang

sama, tanpa memberdakan gender, agama dan etnis baik sebelum,

selama maupun sesudah berpartisipasi dalam penelitian.

4. Memperhitungkan manfaat dan kerugian yang ditimbulkan

(balancing harms and benefits)

Penelitian dapat memberikan manfaat bagi responden dan

masyarakat pada umumnya. Penelitian diharapkan dapat

meminimalkan dampak yang merugikan bagi responden

4.5. Alat ukur dan instrumen penelitian


Instrument penelitian ini berupa kuisoner yang terdiri dari 4 bagian
yaitu, bagian A berisikan data demografi, bagian B berisikan pertanyaan
tentang pengetahuan berjumlah 15 butir, Bagian C berisikan pertanyaan
tentang Sikap.Sedangkan untuk tindakan menggunakan buku saku yang berisi
10 tindakan yang dilakukan oleh penderita TB paru dengan pengawasan
keluarga. Sebelum instrumen penelitian digunakan akan dilakukan uji
validitas dan reliabilitas instrumen. Untuk menguji instrumen ini apakah valid
dan reliabel atau tidak instrumen terlebih dahulu akan diuji pada 30 orang
untuk menentukan seberapa valid suatu item pertanyaan mengukur variabel
yang diteliti dan dalam instrumen yang diberikan menggunakan bahasa yang
mudah dimengerti. Uji Validitas item atau butir pertanyaan dan pernyataan
dari instrumen dengan Uji Korelasi Pearson Product Moment. Dalam uji ini,
setiap item akan diuji korelasinya dengan skor total variabel yang dimaksud.
Sedangkan untuk uji reliabilitas dilakukan dengan uji Alpha Cronbach.
35

4.5.1 Kuisioner Data Demografi


Kuesioner data demografi terdiri dari 5 item pertanyaan yaitu;
nama (Inisial), umur, jenis kelamin, kelas, alamat rumah. Data
karakteristik responden diisi dengan cara menuliskan jawaban singkat
pada pilihan jawaban yang dipilih oleh responden.

4.5.2 Kuisioner Pengetahuan tentang TB Paru


Alat/instrumen yang digunakan untuk mengukur pengetahuan TB
Paru berkisar antara pengetahuan umum tentang TB, pengetahuan tentang
pengobatan TB, cara penularan TB, cara pencegahan penularan TB, dan
yang beresiko tertular TB.

4.5.3 Kuisioner Sikap dalam Pencegahan TB Paru


Alat ukur/instrumen penelitian yang di pergunakan untuk
mengukur sikap adalah Skala Likert. Metode ini merupakan metode
penskalaan pernyataan sikap yang mengggunakan distribusi respon
sebagai dasar penentuan nilai skalanya. Skala Likert digunakan untuk
mengukur sikap, pendapat, dan persepsi seseorang atau sekelompok orang
tentang fenomena sosial. Skala Likert itu “aslinya” untuk mengukur
kesetujuan dan ketidaksetujuan seseorang terhadap sesuatu objek, yang
jenjangnya bisa tersusun atas: pernyataan positif : 4 : sangat setuju 3 :
setuju 2 : tidak setuju 1 : sangat tidak setuju. Pernyataan negatif: 1 : sangat
setuju 2 : setuju 3 : tidak setuju 4 : sangat tidak setuju (Notoadmodjo,
2010)..

4.5.4 Buku Saku Tindakan Pencegahan Penularan TB Paru


Alat ukur/instrumen penelitian yang di pergunakan untuk
mengukur tindakan adalah Buku Saku. Didalam buku saku ini ada
tindakan pencegahan yang dilakukan oleh penderita TB paru untuk
mencegah penularan. Setiap tindakan yang dilakukan diberikan ceklist dan
yang tidak dilakukan tidak diceklist.
36

4.5.5 Format Konseling


Instrumen penelitian yang digunakan untuk menentukan poin-poin yang
akan dilakukan oleh peneliti dalam memberikan pendidikan kesehatan
tentang penvegahan penularan TB Paru.

4.6. Proses mengumpulkan data


Data yang digunakan dalam penelitian ini berupa data primer dan data
sekunder.

4.6.1 Jenis Data


a. Data Sekunder
Data sekunder berupa data jumlah penderita TB Paru di Kabupaten
Dharmasraya.
b. Data primer

Data Primer diperoleh dari pengumpulan data yang dilakukan secara


langsung terhadap responden melalui wawancara terpimpin sesuai isi
kuesioner yang dilakukan sendiri oleh peneliti dan bantuan dari
pengelola program TB Puskesmas.

4.6.2 Teknik Pengumpulan data


Pengumpulan data dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut :
a. Peneliti mengajukan surat permohonan kepada pihak Universitas
Andalas dan mengajukan izin ke Dinas Kesehatan Kabupaten
Dharmasraya untuk melakukan penelitian di wilayah kerja Puskesmas
se Kabupaten Dharmasraya
b. Peneliti mendapat izin dari Dinas Kesehatan Kabupaten Dharmasraya.
c. Berdasarkan surat izin dan rekomendasi tersebut, peneliti menemui
Kepala Puskesmas untuk menjelaskan maksud dan tujuan penelitian
serta meminta kesediaan mereka untuk membantu dalam mengambil
data penelitian terutama pengelola program TB.
d. Menyiapkan tim penelitian yang diawali dengan coucing atau
mengadakan persamaan persepsi dengan langkah-langkah tentang
prosedur penelitian.
37

e. Peneliti mengambil calon responden yaitu penderita Tb Paru yang ada


di amsing-masing wilayah kerja Puskesmas.
f. Peneliti menetapkan responden yang dijadikan kelompok intervensi
dan kelompok kontrol sesuai krteria inklusi.
g. Peneliti melakukan pendekatan kepada responden dengan
memperkenalkan diri, menjelaskan tujuan dan manfaat serta hak-hak
reponden.
h. Jika responden setuju maka responden dipersilahkan mengisi
informed Consent.
i. Responden yang telah memenuhi kriteria tadi ditetapkan sebagai
sampel setelah menyetujui informed Consent yang diajukan peneliti.
j. Peneliti melakukan pretest kepada responden kelompok intervensi dan
kelompok kontrol.
k. Peneliti mengawasi proses pendidikan kesehatan kepada penderita TB
paru yang didampingi oleh keluarga dan pendikan kesehatan akan
dilakukan selama 4 kali kunjungan untuk masing-masing sampel..
l. Peneliti melakukan posttest kepada responden kelompok intervensi
dan kelompok kontrol.

4.7 Pengolahan dan Analisis Data


4.7.1 Pengolahan data

Langkah-langkah pengolahan data (Notoadmodjo, 2010)

1.Editing (Penyuntingan Data)


Hasil wawancara atau angket yang diperoleh atau dikumpulkan melalui
kuisioner perlu disunting (edit) terlebih dahulu. Kalau ternyata masih
ada data atau informasi yang tidak lengkap, dan tidak mungkin
dilakukan wawancara ulang, maka kuisioner tersebut dikeluarkan.

2 .Coding (Pengkodean Data)


Setelah semua kuisioner diedit dan disunting, selanjutnya dilakukan
pengkodean atau coding, yakni mengubah data berbentuk kalimat atau
huruf menjadi data angka dan bilangan. Pada tahap ini dilakukan
pemberian kode setiap informasi yang terkumpul pada setiap
pernyataan dalam kuisioner.
38

3 .Entry data (Memasukkan Data)


Data yang telah selesai diberi kode kemudian dimasukkan ke dalam
program atau software komputer.

4 .Cleaning (Pembersihan Data)


Setelah semua data dari setiap sumber data atau responden selesai
dimasukkan, perlu dicek kembali untuk melihat kemungkinan-
kemungkinan adanya kesalahan-kesalahan kode, ketidaklengkapan, dan
sebagainya, kemudian dilakukan pembetulan atau koreksi.

5 .Tabulating (Tabulasi Data)


Membuat tabel-tabel data sesuai dengan tujuan penelitian atau yang
diinginkan oleh peneliti.
4.7 2. Analisis Data
a. Analisa Univariat

Analisa data univariat dilakukan menggunakan tabel distribusi frekuensi

untuk karakteristik responden, sedangkan untuk variabel pengetahuan,

sikap, dan perilaku disajikan dalam bentuk ukuran pemusatan dengan

menggunakan nilai mean (bila data berdistribusi normal) atau median

(bila data berdistribusi tidak normal)

b. Analisa Bivariat

Analisis bivariat menggunakan uji uji Shapiro-Wilk, Levine Test for


Equality, uji t independen (Independent Samples Test, Paired Samples
Test). Analisis multivariate menggunakan uji regresi logistic

DAFTAR PUSTAKA
39

BAB IV

METODE PENELITIAN

1.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah pre eksperimental dengan

pendekatan “One-Groups Pre-test-Post-test” yaitu suatu subjek sebelum

dikenai perlakuan tertentu (penyuluhan kesehatan) diberi pre test, kemudian

setelah ada perlakuan dilakukan pengukuran lagi (post test) untuk mengetahui

akibat dari perlakuan (Nursalam, 2008).

Tabel 1. Bentuk rancangan “One-Groups Pre-test-Post-test”

Subjek Pre test Perlakuan Pos test


K 0 1 01

Waktu 1 Waktu 2 Waktu 3

Keterangan :

K : Subjek (Penderita TB paru BTA positif)

0 : Penilaian sebelum dilakukan perlakuan


40

1 :Perlakuan (penyuluhan kesehatan tentang pencegahan

penularan TB paru)

1 : Penilaian sesudah dilakukan

perlakuan

4. 2 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Dharmasraya tahun 2018.

1.3 Populasi dan Sampel

1.3.1 Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah semua penderita TB paru BTA

positif yang berada di Kabupaten Dharmasraya tahun 2018.

1.3.2 Sampel

Sampel penelitian adalah penderita TB paru BTA positif yang berada di

wilayah kerja Puskesmas yang terpilih dari 14 Puskesmas yang ada di

wilayah Dharmasraya. Dari 14 Puskesmas direncanakan akan dijadikan

sampel adalah Puskesmas yang terpilih jadi sampel dengan kriteria

penderita TB nya lebih dari 8 orang yaitu Puskesmas Sungai Dareh,

Puskesmas Silago, Puskesmas Sitiung I, Puskesmas Koto Baru, Puskesmas

Sungai Rumbai, Puskesmas Koto Besar dan Puskesmas Sungai Limau.

1.4 Variabel Penelitian dan Defenisi Operasional

1.4.1 Variabel
41

Variabel independen dalam penelitian ini adalah penyuluhan kesehatan,

yaitu informasi yang diberikan oleh peneliti kepada penderita TB paru BTA

positif tentang pencegahan penularan TB paru. Sedangkan variabel

dependen dalam penelitian ini adalah pengetahuan, sikap dan tindakan

penderita TB paru BTA positif tentang pencegahan penularan TB paru.

1.4.2 Defenisi Operasional

Defenisi Alat Skala


Variabel Hasil ukur
operasional ukur Ukur
Variable
Independent:
Penyuluhan Upaya agar Nomina Sebelum
kesehatan tentang penderita TB l penyuluhan
pencegahan Paru berperilaku
penularan TB kesehatan Sesudah
paru dengan cara penyuluhan
memberikan
penyuluhan,
informasi
tentang
pencegahan
penularan TB
paru kepada
responden
Variabel
Dependen:
1. Pengetahuan Semua yang Kusioner Ordinal Baik, bila
diketahui oleh nilai responden
responden 76%-100%
tentang Cukup, bila
tuberculosis nilai responden
paru dan 56%-75%
pencegahan Kurang, bila
penularan TB nilai responden
paru < 56%
(Arikunto,
42

2014)

2. Sikap Reaksi atau Kusioner Nomina Positif, jika


respon l skor sikap
responden responden ≥
terhadap median
pencegahan Negatif, jika
penularan TB skor sikap
paru responden <
median
(Arikunto,
2006)
3. Tindakan Kemampuan Chek list Nomina Baik, bila nilai
pencegahan responden l responden ≥
tentang tindakan 75%
pencegahan Kurang baik,
penularan TB bila nilai <
paru 75% (Hidayat ,
2007)

1.5 Instrumen Penelitian

Instrument yang digunakan pada penelitian ini adalah kuesioner, dimana

tiap responden diminta untuk mengisi sendiri kuisioner yang telah

diberikan, yang meliputi pertanyaan tentang pengetahuan 15 item dan sikap

15 item, sedangkan untuk tindakan langsung di observasi oleh peneliti, yaitu


43

sebanyak 10 item. Kuisioner dinilai dengan menggunakan skala nominal

dan ordinal.

1.6 Metoda pengumpulan data

1. Data yang dikumpulkan

Data yang diambil adalah pengetahuan, sikap dan tindakan pencegahan

penularan TB paru sebelum penyuluhan kesehatan dan setelah penyuluhan

kesehatan pada penderita TB paru dengan menggunakan kuesioner dengan

cara mengingat kembali (recall) untuk pengetahuan dan sikap, sedangkan

untuk tindakan menggunakan observasi. Sedangkan data lain dari pasien

yang dikumpulkan meliputi nama, umur, jenis kelamin, alamat, tingkat

pendidikan.

2. Cara pengumpulan data

Data dari responden diambil dengan cara pengisian kuesioner dalam

pengetahuan, sikap dan tindakan pencegahan penularan TB paru pretest dan

post test.

3. Langkah langkah pengumpulan data

a. Menemui responden ke rumah.

b. Responden yang memenuhi kriteria yang telah ditetapkan dijadikan

sebagai sampel setelah menyetujui lembaran persetujuan (informend

concent) yang diajukan.

c. Responden diberi kuesioner pretest oleh peneliti, sebelumnya peneliti

menjelaskan cara pengisiannya.

d. Peneliti melakukan observasi langsung pada responden.


44

e. Setelah hasil pretest diperiksa kemudian responden diberi pendidikan

kesehatan dengan metode face to face dengan menggunakan booklet dan

diberikan leaflet.

f.Setelah 1 minggu dari pendidikan kesehatan dilakukan, responden diberi

kuesioner post test oleh peneliti dan dilakukan observasi untuk tindakan.

1.7 Teknik pengolahan Data dan Analisis Data

1.7.1 Teknik pengolahan Data

Setelah data terkumpul, dianalisa, kemudian data diolah dengan langkah

langkah sebagai berikut.

a. Memeriksa data (editing data)

Kegiatan ini dilakukan untuk memeriksa pada setiap kusioner berkaitan

dengan kelengkapan jawaban dan kejelasan hasil penelitian.

b. Mengkode data (coding)

Memberikan kode pada setiap informasi yang telah terkumpul pada setiap

pertanyaan dalam kusioner guna memudahkan pengolahan data.

c. Memasukkan data (tabulating)

Memasukkan data setelah pengkodean, data dimasukkan kedalam master

tabel secara manual.

d. Membersihkan data (cleaning)


45

Menyusun data dalam bentuk tabel distribusi frekuensi, kemudian

dideskripsikan dengan menggunakan skala ukur yang ditetapkan.

1.7.2 Analisa Data

1.7.2.1 Analisa univariat

Analisa data dilakukan dengan menggunakan komputer dengan jenis

data univariat. Analisa ini dilakukan untuk tiap variabel penelitian yang

menghasilkan distribusi dan persentase dari tiap variabel.

1) Variabel pengetahuan

Untuk mengetahui pengetahuan responden dengan perhitungan jumlah

item jawaban yang di silang dari kuesioner yang di isi. Jika jawaban

responden benar mendapat skor 1 (satu), sedangkan jika jawaban

responden salah akan mendapat skor 0 (nol). Jawaban yang benar dihitung

frekuensi dan dilakukan perhitungan persentase dengan rumus sebagai

berikut:

P x 100%

Keterangan :
P = % (persentase)
X = jumlah jawaban yang benar
N = jumlah pertanyaan

Untuk menginterprestasikan data digunakan standar objektif, sebagai

berikut:

76%-100% = Baik
46

56%-75% = Cukup

<56% = Kurang (Arikunto, 2006)

2) Variabel sikap

Untuk mengetahui sikap responden digunakan skala Likert sebagai

berikut, untuk peryataan sikap positif:

a) Sangat Setuju (SS)= 4

b) Setuju (S) = 3

c) Tidak setuju (TS)= 2

d) Sangat Tidak Setuju (STS) = 1

Sedangkan untuk peryataan sikap negatif:

a) Sangat Setuju (SS) = 1

b) Setuju (S) = 2

c) Tidak Setuju (TS) =3

d) Sangat Tidak Setuju (STS) = 4

Untuk menginterprestasikan data dilakukan dengan menggunakan nilai

median (nilai tengah) dengan rumus sebagai berikut :

Md = (n + 1) / 2

Keterangan :
Md : Median
n+1 : banyaknya sampel

Untuk menginterprestasikan data digunakan standar objektif sebagai

berikut :

Dikatakan positif jika ≥ median

Dikatakan negatif jika ≤ median (Arikunto, 2006)


47

3) Variabel tindakan

Digunakan lembar observasi yang diisi oleh peneliti, hasil observasi

akan diolah, setiap responden akan memperoleh nilai sesuai pedoman

penilaian. Jika dilakukan diberi skor 1, sedangkan jika tidak dilakukan

akan mendapatkan skor 0, kemudian hasil observasi ditentukan dengan

rumus sebagai berikut:

P x 100%

Keterangan :
P = % (persentase)
X = jumlah tindakan yang dilakukan
N = jumlah tindakan yang diobservasi

Seluruh data ditabulasi, selanjutnya data yang bersifat kuantitatif dikoreksi

menjadi data kualitatif dengan kriteria sebagai berikut:

≥ 75 = Baik

≤ 75 = Kurang baik (Hidayat, 2007).

1.7.2.2 Analisa Bivariat

Data diolah secara komputerisasi untuk mengetahui pengaruh variabel

independen terhadap variabel dependen yang diteliti. Uji statistik yang

digunakan adalah uji t test. Jika nilai p < 0, 05 maka secara statistik disebut

bermakna dan nilai p > 0, 05 maka hasil diperhitungkan tidak bermakna

(Dahlan, 2011), dengan rumus:

Keterangan:
48

d : rata-rata deviasi /selisih sampel 1 dengan sampel 2

SD_d : standar deviasi dari deasi/selisih sampel 1 dan sampel 2


49

Anda mungkin juga menyukai