Anda di halaman 1dari 11

BAB I

DEFINISI
1. DEFINISI
Code blue merupakan salah satu kode prosedur emergensi yang harus segera diaktifkan jika ditemukan
seseorang dalam kondisi cardiaerespiratory arrest di dalam area rumah sakit.
Code blue response team atau tim code blue adalah suatu tim yang dibentuk oleh rumah sakit yang bertugas
merespon kondisi code blue didalam area rumah sakit. Tim ini terdiri dari dokter dan perawat yang sudah
terlatih dalam penanganan kondisi cardiac respiratory arrest.
Resusitasi jantung paru merupakan serangkaian tindakan untuk meningkatkan daya tahan hidup setelah
terjadinya henti jantung. Meskipun pencapaian optimal dari resusitasi jantung paru ini dapat bervariasi,
tergantung kepada kemampuan penolong, kondisi korban, dan sumber daya yang tersedia, tantangan
mendasar tetap pada bagaimana melakukan resusitasi jantung paru sedini mungkin dan efektif.

Bantuan hidup dasar menekankan pada pentingnya mempertahankan sirkulasi dengan segera melakukan
kompresi sebelum membuka jalan napas dan memberikan napas bantuan. Perubahan pada siklus bantuan
hidup dasar menjadi C-A-B (compression — airway — breathing) ini dengan pertimbangan segera
mengembalikan sirkulasi jantung sehingga perfusi jaringan dapat terjaga.
Rantai pertama pada rantai kelangsungan hidup (the chain of survival) adalah mendeteksi segera kondisi
korban dan meminta pertolongan (early access), rantai kedua adalah resusitasi jantung paru (RJP)
segera (early cardiopulmonary resuscitation), rantai ketiga adalah defibrilasi segera (early
defibrillation), rantai keempat adalah tindakan bantuan hidup lanjut segera (early advanced cardiovascular
life support) dan rantai kelima adalah perawatan paska henti jantung (post cardiac-arrest care).

Figure 1
ANA ECC Adult Chain of
Survival
The inks n the neo. AHA ECG
,

Adult Chain of SuruiveA areas


folluw5.
1. Immediate recognition of
cardiac arrest and activation of
the emergency response system
2. Early CPA with an
emphasis on chest compressions
3. Rapid dellbrialtdion
4. Effective advanced life
support
5. Integrated post-cardiac
arrest care

TUJUAN
Tujuan dari panduan ini adalah :

1. Untuk memberikan panduan baku bagi tim code blue dalam melaksanakan tugas-tugasnya sebagai tim
reaksi cepat jika code blue diaktifkan.
2. Membangun respon seluruh petugas di RS Islam Jemursari pada pelayanan kesehatan dalam keadaan
gawat darurat.
3. Mempercepat respon time kegawatdaruratan di rumah sakit untuk menghindari kematian dan kecacatan
yang seharusnya tidak perlu terjadi.

BAB II
RUANG LINGKUP
Sistem respon cepat code blue dibentuk untuk memastikan bahwa semua kondisi cardiacrespiratory
arrest tertangani dengan resusitasi dan stabilisasi sesegera mungkin. Sistem respon terbagi dalam 2 tahap,
yaitu:
1. Respon awal (responder pertama) berasal dari petugas rumah sakit baik medis ataupun non medis yang
berada di sekitar korban.
2. Respon kedua (responder kedua) berasal dari tim code blue.
Adapun area penanganan cardiac respiratory arrest di Rumah Sakit terbagi atas:
1. Area satu yaitu area lantai satu dan lantai dua di Rumah Sakit, yaitu:
2. Area kantor
3. Instalasi Gawat Darurat dan area sekitarnya
4. Instalasi Rawat Jalan lantai I dan area sekitarnya
5. Area dua yaitu area lantai satu di Rumah Sakit, yaitu:
6. Ruang Mawar dan area sekitarnya
7. Ruang Neonatus dan area sekitarnya
8. Ruang Azzara 1 dan area sekitarnya
9. Instalasi Perawatan Intensif dan area sekitarnya
10. Hemodialisa dan area sekitarnya
11. Ruang Zahira dan area sekitarnya
12. Instalasi Radiologi dan area sekitarnya
13. Instalasi Laboratorium dan area sekitarnya
14. Unit Logistik dan area sekitarnya
15. Gizi dan area sekitarnya
16. Unit K3 dan area sekitarnya
17. Kamar Jenasah dan area sekitarnya
18. Laundry dan area sekitarnya
19. Gudang Farmasi dan area sekitarnya
20. Pengadaan dan area sekitarnya
21. Area tiga yaitu area lantai dua di Rumah Sakit, yaitu:
22. Instalasi Rawat Jalan lantai II dan area sekitarnya
23. Ruang Melati dan area sekitarnya
24. Ruang Azzara II dan area sekitarnya
25. Ruang Dahlia dan area sekitarnya
26. Ruang Teratai dan area sekitarnya
27. Instalasi Bedah Sentral dan area sekitarnya
28. Area empat yaitu diluar area satu, dua, dan tiga, yaitu meliputi:
29. Area parkir Rumah Sakit
30. Pujasera Rumah Sakit
31. Masjid Rumah Sakit
32. IPS
BAB III
TATA LAKSANA
PROSEDUR CODE BLUE
1. Jika didapatkan seseorang atau pasien dalam kondisi cardiac respiratory arrest maka perawat ruangan
(I) atau first responder berperan dalam tahap pertolongan, yaitu:
2. Segera melakukan penilaian dini kesadaran korban.
3. Pastikan lingkungan penderita aman untuk dilakukan pertolongan.
4. Lakukan cek respon penderita dengan memanggil nama atau menepuk bahu.
5. Meminta bantuan pertolongan perawat lain (II) atau petugas yang ditemui di lokasi untuk
mengaktifkan code blue.
6. Lakukan Resusitasi Jantung Paru (RJP) sampai dengan tim code blue
7. Perawat ruangan yang lain (II) atau penolong kedua, segera menghubungi operator telepon “8600” untuk
mengaktifkan code blue, dengan prosedur sebagai berikut:
8. Perkenalkan diri.
9. Sampaikan informasi untuk mengaktifkan code blue.
10. Sebutkan nama lokasi terjadinya cardiac respiratory arrest dengan lengkap dan jelas, yaitu: area …..
(area satu/dua/tiga/empat), nama lokasi atau ruangan.
11. Jika lokasi kejadian di ruangan rawat inap maka informasikan : “ nama ruangan ….. nomor …. “.
12. Waktu respon operator menerima telepon “8600” adalah harus secepatnya diterima, kurang dari 3 kali
deringan telepon.
13. Jika lokasi kejadian berada di area ruang rawat inap ataupun rawat jalan,
setelah menghubungi operator, perawat ruangan II segera membawa troli emergensi (emergency
trolley) ke lokasi dan membantu perawat ruangan I melakukan resusitasi sampai dengan tim Code Blue
datang. Operator menggunakan alat telekomunikasi Handy Talky (HT) atau pengeras suara mengatakan
code blue dengan prosedur sebagai berikut:
14. “Code Blue, Code Blue, Code Blue, di area …..(satu/dua/tiga/empat), nama lokasi atau ruangan…..”.
15. Jika lokasi kejadian diruangan rawat inap maka informasikan: “Code Blue, Code Blue, Code Blue, nama
ruangan ….. nomor kamar …..”.
16. Setelah tim code blue menerima informasi tentang aktivasi code blue, mereka segera menghentikan
tugasnya masing-masing, mengambil resusitasi kit dan menuju lokasi terjadinya cardiac respiratory
arrest. Waktu respon dari aktivasi code blue sampai dengan kedatangan tim code blue di lokasi
terjadinya cardiac respiratory arrest adalah 5 menit.
17. Sekitar 5 menit kemudian, operator menghubungi tim code blue untuk memastikan bahwa tim code
blue sudah menuju lokasi terjadinya cardiac respiratory arrest
18. Jika lokasi terjadinya cardiac respiratory arrest adalah lokasi yang padat manusia (public area) maka
petugas keamanan (security) segera menuju lokasi terjadinya untuk mengamankan lokasi tersebut
sehingga tim code blue dapat melaksanakan tugasnya dengan aman dan sesuai prosedur.
19. Tim code blue melakukan tugasnya sampai dengan diputuskannya bahwa resusitasi dihentikan oleh ketua
tim code blue.
20. Untuk pelaksanaan code blue di area empat, Tim code blue memberikan bantuan hidup dasar kepada
pasien kemudian segera ditransfer ke Instalasi Gawat Darurat.
21. Ketua tim code blue memutuskan tindak lanjut pasca resusitasi, yaitu:
22. Jika resusitasi berhasil dan pasien stabil maka dipindahkan secepatnya ke Instalasi Perawatan Intensif
untuk mendapatkan perawatan lebih lanjut jika keluarga pasien setuju.
23. Jika keluarga pasien tidak setuju atau jika Instalasi Perawatan Intensif penuh maka pasien di rujuk ke
rumah sakit yang mempunyai fasilitas
24. Jika keluarga pasien menolak dirujuk dan meminta dirawat di ruang perawatan biasa, maka keluarga
pasien menandatangani surat penolakan.
25. Jika resusitasi tidak berhasil dan pasien meninggal, maka lakukan koordinasi dengan bagian bina rohani,
kemudian pasien dipindahkan ke kamar jenazah.
26. Ketua tim code blue melakukan koordinasi dengan DPJP.
27. Ketua tim code blue memberikan informasi dan edukasi kepada keluarga pasien.
28. Perawat ruangan mendokumentasikan semua kegiatan dalam rekam medis pasien dan melakukan
koordinasi dengan ruangan pasca resusitasi.
PENGORGANISASIAN TIM CODE BLUE
Tim code blue di Rumah Sakit terbagi atas:
1. Tim code blue satu yaitu tim Code Blue yang bertanggung jawab terhadap area satu.
2. Tim code blue dua yaitu tim Code Blue yang bertanggung jawab terhadap area dua.
3. Tim code blue tiga yaitu tim Code Blue yang bertanggung jawab terhadap area tiga.

Tim code blue terdiri dari:


1. Ketua tim code blue yaitu satu orang dokter umum.
2. Anggota tim code blue yang terdiri dari satu orang perawat senior (supervisi) dan satu orang perawat.

Struktur tim code blue di Rumah Sakit adalah sebagai berikut:


1. Ketua Tim Code Blue
2. Ketua tim code blue adalah dokter umum ( jaga ruangan / jaga IGD )
3. Kualifikasi:
 Memiliki SIP yang masih berlaku.
 Memiliki ATLS atau ACLS.
 Memiliki kewenangan klinis dalam hal kegawatdaruratan medis.
2. Anggota Tim Code Blue
Anggota tim code blue terdiri dari:
1. Supervisi
Kualifikasi:

 Memiliki SIP yang masih berlaku.


 Memiliki sertifikat PPGD.
 Memiliki kewenangan klinis dalam hal kegawatdaruratan medis.
1. Perawat IGD/Resusitasi/IPI/IBS dan perawat ruangan terkait (Katim dan anggota tim) yang bertanggung
jawab saat itu.
 Memiliki SIP yang masih berlaku.
 Memiliki sertifikat PPGD.
 Memiliki kewenangan klinis dalam hal kegawatdaruratan medis.
1. Petugas Binroh
2. Security
3. Farmasi
URAIAN TUGAS TIM CODE BLUE
1. Ketua Tim Code Blue
2. Memimpin pelaksanaan code blue di area Rumah Sakit, meliputi:
 Shift pagi (jam 07.00 — 14.30 WIB):
1. Ketua tim code blue di area satu adalah dokter jaga IGD.
2. Ketua tim code blue di area dua adalah dokter jaga ruangan.
3. Ketua tim code blue di area tiga adalah dokter jaga ruangan.
4. Ketua tim code blue di area empat adalah dokter jaga IGD.
 Shift sore (jam 14.30 — 22.00 WIB):
1. Ketua tim code blue di area satu adalah dokter jaga IGD.
2. Ketua tim code blue di area dua adalah dokter jaga ruangan.
3. Ketua tim code blue di area tiga adalah dokter jaga ruangan.
4. Ketua tim code blue di area empat adalah dokter jaga IGD.
 Shift malam (jam 22.00 — 07.00 WIB):
Ketua tim code blue di semua area adalah dokter jaga IGD yang bertugas jaga pada shift malam.
1. Memimpin pelaksanaan Resusitasi Jantung Paru (RJP).
2. Menentukan tindak lanjut pasca resusitasi.
3. Melakukan koordinasi dengan Dokter Penanggung Jawab Pelayanan (DPJP).
4. Sebagai pengambil keputusan dalam kondisi emergensi atau kondisi jika DPJP tidak ada di tempat atau
sulit dihubungi.
5. Melakukan edukasi dengan keluarga pasien.
6. Melakukan koordinasi dengan bagian pelayanan medis dan keperawatan terkait jadwal jaga tim code blue.
7. Melakukan koordinasi dengan bagian/unit yang lain untuk pelaksanaan code blue,misalnya dengan
bagian farmasi untuk pengadaan obat dan alat kesehatan (alkes) emergensi.
8. Bekerja sama dengan diklat Rumah Sakit dalam meningkatkan kualitas tim code blue.

2. Anggota Tim Code Blue


3. Supervisi
 Shift pagi (jam 07.00 — 14.30 W1B) : Pelaksana code blue di semua area.
 Shift sore (jam 14.30 — 22.00 WIB) : Pelaksana code blue di semua area.
 Shift malam (jam 22.00 — 07.00 WIB) : Pelaksana code blue di semua area.
1. Perawat
 Shift pagi (jam 07.00 — 14.30 W1B) :
1. Perawat pelaksana code blue di area satu adalah perawat jaga Res/IGD shift pagi.
2. Perawat pelaksana code blue di area dua adalah perawat IPI dan Res/IGD shift pagi.
3. Perawat pelaksana code blue di area tiga adalah perawat jaga IBS dan Res/IGD shift pagi.
 Shift sore (jam 14.30 — 22.00 WIB) :
1. Perawat pelaksana code blue di area satu adalah perawat jaga Res/IGD shift sore.
2. Perawat pelaksana code blue di area dua adalah perawat IPI dan Res/IGD shift sore.
3. Perawat pelaksana code blue di area tiga adalah perawat jaga IBS dan Res/IGD shift sore.
4. Perawat pelaksana code blue di area empat adalah perawat jaga Res/IGD shift sore.
 Shift malam (jam 22.00 — 07.00 WIB) :
1. Perawat pelaksana code blue di area satu adalah perawat jaga Res/IGD shift malam.
2. Perawat pelaksana code blue di area dua adalah IPI dan Res/IGD shift malam.
3. Perawat pelaksana code blue di area tiga adalah perawat jaga IBS dan Res/IGD shift malam.
4. Perawat pelaksana code blue di area empat adalah perawat jaga Res/IGD shift malam.
5. Binroh : Pelaksana code blue di semua area.
6. Security : Pelaksana code blue di semua area.
7. Farmasi : Pelaksana code blue di semua area.
8. Anggota tim code blue segera mengambil alih tindakan resusitasi yang sedang berjalan dan melanjutkan
tahapan resusitasi jantung paru, meliputi:
 Dokter pelaksana code blue bertugas:
Berkoordinasi dengan perawat ruangan (I) atau first responder dalam hal:
.

1. Mempertahankan kepatenan jalan nafas (Airway):


 Tekan dahi angkat dagu (head tilt — chin lift) bila tidak ada trauma.
 Mendorong rahang bawah (jaw thrust) bila ada trauma.
 Pemasangan Oropharyngeal airway.
 Persiapan pemasangan LMA.
1. Bertanggung jawab terhadap keadequatan pemafasan pasien (Breathing).
 Memberikan bantuan pernafasan melalui Bag-Valve-Mask.
 Memberikan oksigen sesuai kebutuhan pasien.
 Perawat pelaksana code blue bertugas :
1. Bertanggung jawab terhadap sirkulasi (circulation) pasien
 Memasang monitor EKG/Defibrilator.
 Monitoring Tekanan Darah dan Nadi.
1. Bertanggung jawab membawa “resusitasi kit”.
2. Bertanggung jawab dalam persiapan pemasangan defibrilator.
3. Bertanggung jawab dalam penggunaan obat-obatan emergensi.
4. Bertanggung jawab terhadap penggunaan peralatan emergensi termasuk defibrilator.
5. Bertanggung jawab terhadap dokumentasi.
Semua ketua dan anggota tim code blue memiliki alat komunikasi (HT) yang harus selalu dinyalakan
dan standbye.
 Home
 Peningkatan Kapasitas Tim Reaksi Cepat (TRC) ke 1 di Bandung

Peningkatan Kapasitas Tim Reaksi


Cepat (TRC) ke 1 di Bandung
21 March 2016 | 12:00 WIB | Dilihat 257 kali
BANDUNG - Badan Nasional Penanggulangan Bencana melaui Direktorat Tanggap Darurat mengadakan kegiatan
Peningkatan Kapasitas Tim Reaksi Cepat (TRC) Daerah untuk TRC dari Prov/Kab/Kota seluruh Indonesia di Bandung
(20/3). Peserta kegiatan sebanyak 99 orang dari 1 provinsi yaitu BPBD DKI Jakarta dan 19 BPBD Kab/Kota yaitu Kab.
Nagan Raya, Kab. Tapanuli Selatan, Kab. Kep. Mentawai, Kota Pekanbaru, Kab. Kepahiang, Kab. Karawang, Kota
Semarang, Kab. Klaten, Kota Yogyakarta, Kota Batu, Kota Kupang, Kab. Gunung Mas, Kab, Singkawang, Kab. Muna
Barat, Kab. Bolaang Mongondow, Kab. Kep. Siau Tagulandang Biaro, Kab. Sopeng, dan Kota Bekasi dengan masing-
masing peserta dari BPBD sebanyak 5 orang kecuali dari Kab. Klaten yang mengirimkan 4 orang. Kegiatan Peningkatan
Kapasitas TRC ini adalah yg pertama dan yang kedua akan diadakan bulan September 2016.

Peningkatan Kapasitas Tim Reaksi Cepat (TRC) Daerah tahun 2016 yang pertama dibuka oleh Deputi Bidang Penanganan
Darurat BNPB Ir. Tri Budiarto, M.Si pada hari Minggu. Tri menjelaskan bahwa kegiatan ini bertujuan untuk
meningkatkan kemampuan teknis dan manajerial bagi anggota TRC Daerah sebagai ujung tombak dalam pelaksanaan
tugas pada penanganan darurat bencana. Tujuan khusus kegiatan ini adalah agar personil yang tergabung dalam Tim
Reaksi Cepat dapat melaksanakan tugas secara cepat dan tepat pada saat tanggap darurat sesuai dengan perkembangan
kondisi bencana yang terjadi, menggunakan sistem penanganan darurat bencana dengan pemanfaatan sumber daya
manusia, peralatan dan perlengkapan yang ada, meningkatkan koordinasi, komunikasi, dan mobilisasi dalam
penanganan darurat bencana dan meningkatkan kemampuan pemahaman sistem komando penanganan darurat bencana

Materi pelajaran dalam kegiatan ini adalah Manajemen Penanganan Darurat, Peran TRC dan Kaji Cepat, Koordinasi
dalam Penanganan Darurat Bencana, public speaking, pertolongan pertama dan evakuasi medik korban, standar
kompetensi untuk personel penanggulangan bencana, pengembangan sistem komando penanganan darurat bencana,
standar minimal pemenuhan kebutuhan dasar untuk Korban bencana, knowledge sharing, manajemen DVI, pengenalan
radio komunikasi dan GPS, dan Simulasi. Narasumber yang terlibat dalam kegiatan ini berasal dari internal BNPB, UN
OCHA, LSP PB, Ambulan Gawat Darurat Dinkes DKI Jakarta, BPBD DKI Jakarta, Pusdokkes POLRI, PMI, dan Praktisi.
KEBIJAKAN PELAYANAN PASIEN TERINTEGRASIDI RUMAH SAKIT UMUM
DAERAH CIRACAS
Kebijakan :
1 . R e n ca na p ela y a n an
as u ha n set ia p pa s ien d iin t er g r a s ik a n da n d ik o o r d ina s i k an d ia nt ar a berbagai
unit kerja dan pelayanan.
2. Pelaksanaan pelayanan asuhan setiap pasien diintegrasikan
dan dikoordinasikan diantara berbagai unit kerja dan pelayanan.
3.Pelayanan untuk setiap pasien direncanakan oleh Dokter Penanggung jawab Perawat dan
pembelipelayanankesehatanlainnyadalamwaktu-/ jamsesudahpasienmasuk rawatinap.
4.Rencana pelayanan pasien harus individual dan berdasarkan data assesmen awal pasien.
5. Pe ndo k u me nt a s ian per en ca na a n d a n pel ak sa na an pe l ay a na n pa s ien d id o
k um e nt a s ik an dalam catatan perkembangan.
6.Bentuk catatan perkembangan dituangkan dalam assesmen ulang terintegrasi.
7.Praktisi yang diijinkan untuk memberikan perintah dalam rekam medik secara tertulis :
a.Untuk pemeriksaan laboratorium, pemberian obat, radiologi, nutr
i s i d a n t i n d a k a n prosedur terapi medik lainnya dilaksanakan oleh dokter dan
didokumentasikan dalamcatatan perkembangan terintegrasi.
b.Untuk pelayanan keperawatan dilaksanakan oleh perawa
t p r i m e r d a n didokumentasikan dalam catatan perkembangan terintegrasi.)
8.Permintaan pemeriksaan radiologi dan laboratorium mencantumkan indikasi klinik.
9.Perintah dokter harus segera ditulis kecuali untuk kasus cyto.
10.perintah bisa dilakukansecara lisan atau telepon tetapi setelah diambil hasilnya harus
segera dibuatkan pengantar pemeriksaan oleh dokter.
11.Semua tindakan diagnostik dan tindakan lain yang dilakukan oleh tim asuhan
pasien danhasilnya dicatat dalam rekam medik.
12.Semua pasien keluarga diberi informasi tentang hasil pelayanan dan pengobatan
termasukkejadian yang tidak
diharapkan. B e nt u k p en gi nt e gr a si an d an koo rd i n asi akt i vi t as p el a ya n a n p a si en di
S i r a ca s dilakukan melalui :
a.Pe l a k s a n a a n m o d e l p r a k t e k k e p e r a w a t a n p r o f e s i o n a l d i m a n a p e m b e r i a n
a s u h a n keperawatan dilakukan secara tim.
b.Pe n u n j u k a n c a s e m a n a j e r y a n g b e r t u g a s u n t u k m e n g i n t e g
r a s i k a n d a n mengkoordinasikan asuhan pasien diseluruh unit8instalasi yang ada di siracas.
c.Kegiatan morning report yang dilakukan setiap hari kecuali hari Minggu pukul
07.30 – 08.30 wib untuk membahas kasus&kasus atau kejadian terkait pelayanan
yang terjadi dalam 1x24 jam.
Panduan Pelayanan Resiko Tinggi di Rumah Sakit
Posted on April 27, 2017by Healthcare and Hospital Consultant (IKKESINDO Batch 4)

BAB 1
DEFINISI

 PENGERTIAN
Pelayanan yang memerlukan peralatan yang kompleks untuk pengobatan penyakit yang mengancam jiwa,
risiko bahaya pengobatan, potensi yang membahayakan pasien atau efek toksik dari obat beresiko tinggi.

 TUJUAN
Pelayanan pada pasien beresiko tinggi berorientasi untuk dapat secara optimal memberikan pelayanan dan
perawatan pasien dengan menggunakan sumber daya, obat-obatan dan peralatan sesuai standard an
pedoman yang berlaku. Panduan ini disusun dalam rangka penyelenggaraaan pelayanan pasien berisiko tinggi
yang berkualitas dan mengedepankan mutu dan keselamatan pasien di rumah sakit.

BAB III
RUANG LINGKUP PELAYANAN

Kelompok pasien yang berisiko atau pelayanan yang berisiko tinggi antara lain

1. Penanganan kasus emergensi;


2. Penanganan Resusitasi;
3. Pasien dengan life support atau dalam kondisi koma;
4. Restraint
5. Pasien lansia, cacat atau yang berisiko untuk diperlakukan tidak senonoh.

BAB III
TATA LAKSANA

Tata laksana perlindungan terhadap pasien usia lanjut dan gangguan kesadaran:

1. Pasien Rawat Jalan


2. Pendampingan oleh petugas penerimaan pasien dan mengantarkan sampai tempat periksa yang dituju
dengan memakai alat bantu bila diperlukan.
3. Perawat poli umum, spesialis dan gigi wajib mendampingi pasien untuk dilakukan pemeriksaan sampai
selesai.
4. Pasien Rawat Inap
5. Penempatan pasien di kamar rawat inap sedekat mungkin dengan kamar perawat.
6. Perawat memastikan dan memasang pengaman tempat tidur.
7. Perawat memastikan bel pasien mudah dijangkau oleh pasien dan dapat digunakan
8. Meminta keluarga untuk menjaga pasien baik oleh keluarga atau pihak yang ditunjuk dan dipercaya.
9. Tata Laksana perlindungan terhadap penderita cacat:
10. Petugas penerima pasien melakukan proses penerimaan pasien penderita cacat baik rawat jalan maupun
rawat inap dan wajib membantu serta menolong sesuai dengan kecacatan yang disandang sampai proses
selesai dilakukan.
11. Bila diperlukan, perawat meminta pihak keluarga untuk menjaga pasien atau pihak lain yang ditunjuk
sesuai dengan kecacatan yang disandang.
12. Memastikan bel pasien mudah dijangkau oleh pasien dan memastikan pasien dapat menggunakan bel
tersebut.
13. Perawat memasangdan memastikan pengaman tempat tidup pasien.
14. Tata laksana perlindungan terhadap anak-anak
15. Ruang perinatologi harus dijaga minimal satu orang perawat atau bidan, ruangan tidak boleh ditinggalkan
tanpa ada perawat atau bidan yang menjaga.
16. Perawat meminta surat pernyataan secara tertulis kepada orang tua apabila akan dilakukan tindakan yang
memerlukan pemaksaan.
17. Perawat memasang pengamanan tempat tidur pasien.
18. Pemasangan CCTV di ruang perinatologi hanya kepada ibu kandung bayi bukan kepada keluarga yang
lain.
19. Tata Laksana perlindungan terhadap pasien yang berisiko disakiti (risiko penyiksaan, napi, korban dan
tersangka tindak pidana, korban kekerasan dalam rumah tangga):
20. Pasien ditempatkan di kamar perawatan sedekat mungkin dengan kantor perawat.
21. Pengunjung maupun penjaga pasien wajib lapor dan mencatat identitas di kantor perawat, berikut dengan
penjaga maupun pengunjung pasien lain yang satu kamar perawatan dengan pasien beresiko.
22. Perawat berkoordinasi dengan satuan pengamanan untuk memantau lokasi perawatan pasien, penjaga
maupun pengunjung pasien.
23. Koordinasi dengan pihak berwajib bila diperlukan.
24. Daftar Kelompok Pasien berisiko adalah sebagai berikut:
25. Pasien dengan cacat fisik dan mental.
26. Pasien usia lanjut
27. Pasien bayi dan anak-anak.
28. Pasien korban kekerasan dalam rumah tangga (KDRT)
29. Pasien narapidana, korban dan tersangka tindak pidana
30. Pasien dengan penyakit kronis seperti pasien dialisis, pasien khemotherapy, pasien stroke.
BAB IV
DOKUMENTASI

1. Catatan Perkembangan Pasien Terintegrasi


2. Formulir Observasi Pasien
PANDUAN PASIEN BERESIKO TINGGI
PendahuluanTujuan utama pelayanan kesehatan rumah sakit adalah pelayanan pasien. Penyediaan pelayanan
yang paling sesuai di suatu rumah sakit untuk mendukung dan merespon terhadap kebutuhan pasienyang unik
memerlukan perencanaan dan koordinasi tingkat tinggi. Beberapa aktifitas tertentu bersifat dasar bagi
pelayanan. Untuk semua disiplin yang memberikan pelayanan pasien. Kegiatan tersebut adalah:1.Perencanaan
dan pemberian pelayanan kepada masing-masing pasien.2.Pemantauan pasien untuk mengetahui hasil
pelayanan pasien yang sudah diberikan.3.Perencanaan tindak lanjut.Semua dokter, perawat, farmasi, radiologi,
rehabilitasi, laboratorium dan semua pemberi pelayanan kesehatan melaksanakan aktifitas tersebut.Latar
BelakangMasing-masing pemberi layanan kesehatan mempunyai peran yang jelas dalam pelayanan pasien
secara umum dan khusus. Peran tersebut berdasarkan dan ditentukan oelh regulasi. Untuk pelayanan pasien
khusus seperti pelayanan pada pasien dengan dengan pasien beresiko juga termasuk pelayanan kesehatan yang
sangat diperhatikan.Standar Asessment pasien menguraikan dasar pemberian pelayanan suatu rencana untuk
masing-masing pasien berdasarkan asessment dan kebutuhannya. Pelayanan tersebut dapat berupa upaya
pencegahan, paliatif, kuratif, rehabilitatif, termasuk anestesia, tindakan bedah, pengobatan, terapi suportif atau
kombinasinya. Suatu rencana pelayanan pasien tidak cukup untuk mencapai hasil optimal. Pemberian
pelayanan pasien harus dikoordinir dan di integrasikan oleh semua individu yang terkait.

Anda mungkin juga menyukai