Anda di halaman 1dari 8

Anestesi untuk Prosedur Non-Obstetri dalam Kehamilan

Hampir 2% wanita hamil menjalani operasi untuk kondisi non-obstetrik setiap tahunnya.2
Indikasi yang paling umum adalah karena apendisitis akut, kolesistitis, trauma, dan pembedahan
pada keganasan. Risiko utama pembedahan selama kehamilan adalah kehilangan janin,
persalinan prematur, dan persalinan dini. Risiko tersebut dapat disebabkan dari proses penyakit
itu sendiri atau dari tindakan intervensi. Prosedur intra-abdominal untuk peradangan yang
terletak berdekatan dengan uterus lebih mungkin menyebabkan iritabilitas uterus, serta risiko
terjadinya persalinan prematur atau aborsi lebih tinggi secara signifikan. Ahli anestesi harus
memberikan anestesi yang aman kepada ibu dan meminimalisasi risiko pada janin yang sedang
berkembang.

Pertimbangan ibu

Penting untuk memahami perubahan fisiologis kehamilan dan efek obat pada ibu.
Fisiologi ibu berubah dengan cepat dari trimester pertama, karena efek hormonal akibat
peningkatan produksi progesteron oleh plasenta dan peningkatan kebutuhan metabolik.
Kemudian, pada trimester kedua, efek mekanis dari uterus yang membesar. Ringkasan perubahan
fisiologis dan efek anestesi pada ibu hamil disajikan pada Tabel 1.

Pertimbangan janin

Keamanan janin dapat terpengaruh akibat adanya transfer obat melalui plasenta dan oleh
faktor predisposisi terjadinya asfiksia janin, persalinan prematur, dan terjadinya persalinan. Efek
teratogenisitas tidak boleh diabaikan (lihat pada bagian obat Anestetik dan teratogenisitasnya),
tetapi perfusi uteroplasenta perlu dipertahankan. Hipoksemia maternal menyebabkan
vasokonstriksi uteroplasenta, terjadinya penurunan perfusi uteroplasenta, hipoksemia janin,
asidosis, hingga kematian janin. Hiperoksia ibu tidak berbahaya bagi janin. Hiperkapnia ibu,
dapat terjadi selama ventilasi spontan dan tingkat anestesi yang tinggi menyebabkan asidosis
respiratorik janin, vasokonstriksi uterus, dan berkurangnya aliran darah uterus. Peningkatan
sedang derajat PCO2 janin mungkin dapat diatasi dengan baik, tetapi asidosis janin yang parah
dapat menyebabkan depresi miokard. Hypocapnia juga menyebabkan vasokonstriksi uterus dan
pergeseran kurva disosiasi oksihemoglobin ibu ke kiri, sehingga mengurangi pelepasan oksigen
ke janin. Ventilasi tekanan positif yang berlebihan menyebabkan hipokapnia ibu, peningkatan
tekanan intratoraks, berkurangnya aliran balik vena, dan berkurangnya aliran darah uterus.
Hipotensi maternal dari segala penyebab harus segera diatasi. Hipertonus uterus dikaitkan
dengan peningkatan resistensi pembuluh darah uterus dan dapat menurunkan aliran darah uterus.

Waktu operasi

Pemilihan waktu dapat mempengaruhi outcome janin, dan keputusan dalam operasi harus
dilakukan oleh tim multidisiplin, yang melibatkan ahli bedah, ahli anestesi, dan ahli obstetri.
Tingkat keguguran keseluruhan setelah operasi dilaporkan sebesar 5,8%, angka ini meningkat
menjadi 10,5% selama trimester pertama.3 Dalam 2 minggu pertama kehamilan, janin dapat
hilang atau tetap utuh. Selama periode organogenesis antara minggu ke-3 dan ke-8, paparan
teratogen dapat menyebabkan kelainan organ struktural utama. Setelah periode ini, paparan obat
dapat menyebabkan perubahan fungsi atau retardasi pertumbuhan janin, tetapi jarang terjadi
kelainan struktural.4 Pada tahap lanjut kehamilan, kesulitan manuver di area sekitar uterus yang
besar dan perlunya tatalaksana saluran napas ibu perlu dipertimbangkan. Semakin besar usia
kehamilan, semakin besar pula peluang terjadinya iritabilitas uterus dan persalinan prematur.
Tidak ada bukti yang menunjukkan bahwa obat anestesi, dosis, atau teknik anestesi
memengaruhi risiko tersebut; hal tersebut lebih mungkin disebabkan karena proses penyakit itu
sendiri dan tindakan pada uterus selama operasi. Kondisi inflamasi pada perut bagian bawah dan
inflamasi pelvis, seperti apendisitis akut dengan peritonitis, menimbulkan risiko yang sangat
tinggi.

Lebih dipilih trimester kedua untuk melakukan operasi semi-elektif yang tidak dapat
ditunda. Operasi elektif harus ditunda sampai setidaknya 6 minggu pascapersalinan, untuk
memungkinkan resolusi perubahan fisiologis. Namun, operasi darurat tidak boleh ditunda karena
komplikasi sekunder dapat meningkatkan risiko pada ibu dan janin.

Manajemen anestesi

Pilihan teknik anestesi harus didasarkan atas indikasi, sifat, dan lokasi prosedur
pembedahan. Laparoskopi lebih dipilih daripada teknik terbuka apabila harus dilakukan operasi
perut.
Kunjungan pra-anestesi dan premedikasi

Edukasi biasanya lebih disukai daripada premedikasi farmakologis. Pemeriksaan pra


operasi standar perlu memperhatikan jalan nafas pasien. Usia kehamilan harus dicatat, dan
kemungkinan keguguran dan persalinan prematur harus didiskusikan dengan pasien. Ibu harus
diberitahu tentang risiko rendah teratogenisitas agen anestesi yang digunakan (lihat bagian obat
anestesi dan teratogenisitas). Tim obstetri perlu dilibatkan, dokter anak juga perlu dilibatkan
apabila terjadi persalinan prematur. Pemberian antisid profilaksis dianjurkan setelah 14 minggu
kehamilan, dan profilaksis deep venous thrombosis harus selalu dipertimbangkan.

Pilihan teknik anestesi

Jika memungkinkan, dipilih anestesi regional daripada anestesi umum (GA). Anestesi
regional memungkinkan untuk mempertahankan patensi saluran napas ibu, meminimalkan
paparan obat pada janin, dan menyediakan analgesia pasca operasi yang baik. Namun demikian,
kurangnya bukti yang menunjukkan keamanan, anestesi umum sering diperlukan.

Pemantauan

Selain pemantauan standar, pemantauan cardiotocographic (CTG) perlu dipertimbangkan


setelah 24 minggu kehamilan. Hal ini dilakukan jika memumungkin untuk dilakukannya
pemantauan CTG secara terus menerus di ruang operasi serta tersedianya dokter kandungan bila
perlu dilakukan persalinan emergensi. Sebelum 24 minggu, harus dilakukan konfirmasi fetal
well-being (kesejahteraan janin) di saat yang tepat pada periode pasca operasi. Hilangnya
variabilitas detak jantung janin lebih mungkin disebabkan karena pemberian obat daripada fetal
distress.

Pengerjaan anestesi umum (GA)

Hindari kompresi aortocaval sejak usia kehamilan 20 minggu (atau lebih awal pada
ukuran uterus besar, misalnya polihidramnion atau kehamilan multipel) dengan melakukan posisi
miring bila memungkinkan, atau dengan mempertahankan perpindahan uterus secara manual
atau dengan posisi miring saat terlentang. Memiringkan kepala dapat meningkatkan kapasitas
residual fungsional (FRC), mengurangi gangguan payudara karena intubasi, dan mengurangi
refluks gastrooesophageal. Manajemen saluran napas, ventilasi masker, laringoskopi, dan
intubasi lebih sulit dilakukan karena penambahan berat badan, pembesaran payudara, dan
peningkatan vaskularisasi, yang dapat mengakibatkan pendarahan saat dilakukan intubasi.
Endotracheal tube yang lebih kecil mungkin diperlukan. Peralatan untuk sulit intubasi harus
tersedia. Dianjurkan untuk melakukan preoksigenasi dengan masker yang cocok setidaknya
selama 3 menit, karena hipoksia berkembang hingga tiga kali lebih cepat pada kehamilan, akibat
pengurangan FRC dan peningkatan konsumsi oksigen. Wanita hamil berisiko tinggi mengalami
regurgitasi dan aspirasi selama induksi. Penurunan tonus lower esofagus sfingter dari awal
gestasi serta peningkatan tekanan intra-abdomen dari trimester kedua, mengakibatkan rapid-
sequence induction dengan tekanan krikoid perlu dilakukan.

Setelah jalan napas aman, ventilasi harus bertujuan untuk menjaga PCO2 berada dalam
kisaran normal untuk kehamilan Tekanan intra-abdomen yang berlebihan selama laparoskopi
perlu dihindari. 5
Kehamilan dikaitkan dengan peningkatan kepekaan terhadap agen anestesi
volatil, dengan sedikit pengurangan nilai MAC. Semua agen volatil hingga MAC 1,5
mengakibatkan pelebaran arteri uterina dan meningkatkan aliran darah uterus. Tetapi pada
konsentrasi yang tinggi, terjadi penurunan tekanan arteri ibu dan curah jantung. Agen volatil juga
mengurangi tonus uterus. Nitrous oxide perlu dihindari selama trimester pertama kehamilan
(lihat bagian obat anestesi dan teratogenisitas). Anestesi ringan dan nyeri perlu dihindari untuk
mencegah pelepasan katekolamin pada ibu yang mengakibatkan penurunan perfusi uteroplasenta.
Ekstubasi harus dilakukan saat pasien sadar penuh dan, sebaiknya dilakukan pada posisi lateral.

Anestesi regional

Anestesi regional sangat diharapkan, meskipun ada pertimbangan khusus selama


kehamilan. Obesitas dan edema dapat mengaburkan penanda anatomis. Saat kehamilan, ligamen
interspinal melunak karena pengaruh hormonal, menyebabkan sulit dilakukan teknik epidural
loss of resistance. Penyebaran anestesi lokal dalam ruang epidural atau tulang belakang lebih
besar saat kehamilan, dan diperlukan dosis yang lebih rendah. Hal ini mungkin disebabkan efek
mekanis dari uterus yang membesar dan perubahan hormon, meningkatkan kepekaan terhadap
agen anestesi lokal. Penurunan konsentrasi albumin, mengakibatkan ikatan plasma yang lebih
rendah dan risiko toksisitas anestetik lokal yang lebih tinggi.
Peningkatan aktivitas simpatik pada kehamilan, mengakibatkan pemberian blok simpatis
sebagai blok neuroaksial pusat dapat menyebabkan hipotensi maternal yang signifikan dengan
disertai hipovolemia. Hipotensi perlu segera diatasi dengan miring lateral kiri dan dengan agen
vasokonstriktor seperti phenylephrine, dan dengan pemberian cairan i.v. jika terdapat
hipovolemia. Perubahan fisiologis menutupi tanda-tanda awal kehilangan darah dan hipovolemia
subklinis sehingga dapat membahayakan perfusi plasenta. Hipotensi mungkin tidak terbukti
sampai 25-30% volume darah telah hilang.

Terapi tocolytic

Jika terjadi persalinan prematur, tokolitik akan diperlukan untuk mempertahankan


kehamilan. Terapi profilaksis dapat dipertimbangkan pada pasien hamil trimester ketiga yang
menjalani operasi perut bagian bawah atau untuk inflamasi pelvis. Namun, keampuhannya
selama pembedahan non-obstetrik belum terbukti dan penggunaannya juga kontroversial karena
adanya efek samping maternal. Penggunaan agen anestesi volatil dianjurkan karena dapat
merelaksasi uterus, meskipun pada konsentrasi tinggi dapat menyebabkan hipotensi. Agen lain
yang digunakan termasuk magnesium sulfat, b-mimetics (terbutalin), calcium-channel blocker
.6
(nifedipine), dan vasodilator (GTN) Prostaglandin sintetase inhibitor, seperti indometasin,
tidak lagi direkomendasikan.

Obat anestetik dan teratogenisitas

Hampir semua agen anestesi dapat berpotensi teratogenik, meskipun teratogenisitas juga
dapat disebabkan karena infeksi, demam, hipoksia, asidosis, radiasi, atau proses patologis itu
sendiri. Teratogenisitas tergantung pada predisposisi genetik, dosis, rute pemberian, durasi, dan
waktu paparan. Sebagian besar pengetahuan penulis didasarkan pada penelitian pada hewan, dan
sulit untuk menyimpulkan efeknya, serta survei retrospektif.

Penggunaan nitrous oxide selama kehamilan telah lama kontroversial karena dapat
menghambat sintase metionin. Paparan terhadap konsentrasi >50% dalam yang lama telah
terbukti teratogenik selama periode organogenesis dalam penelitian pada hewan. Namun, tidak
didapatkan hasil reproduksi yang merugikan yang terdeteksi pada wanita selama periode paparan
singkat. Sebuah studi di Swedia yang melibatkan 5.405 wanita yang mendapat anestesi saat
pembedahan selama kehamilan tidak didapatkan hasil perinatal yang merugikan pada paparan
nitrous oxide.8 Lebih baik digunakan konsentrasi inhalasi 50%, sehingga dapat membatasi durasi
penggunaan pada interval yang wajar, dan untuk menghindari penggunaan sepenuhnya selama
trimester pertama. Beberapa penelitian retrospektif telah menunjukkan hubungan antara
penggunaan diazepam maternal yang berkelanjutan dan cleft palatal defect. Dosis tunggal
benzodiazepine tidak pernah dikaitkan dengan teratogenisitas. Obat-obatan yang meningkatkan
tonus uterus harus dihindari, termasuk ketamin dan anestesi lokal i.v. Agen simpatomimetik
endogen atau eksogen dapat meningkatkan resistensi pembuluh darah uterus, efek yang terlihat
pada pasien cemas atau pada pasien GA ringan.

Semua agen induksi yang umum digunakan, (opioid, obat penghambat neuromuskular,
dan anestesi volatile) dapat digunakan selama kehamilan. Agen-agen tersebut tidak teratogenik
ketika digunakan dalam konsentrasi tepat dan ketika fisiologi ibu baik. Thiopental adalah agen
yang paling sering digunakan untuk rapid-sequence induction, meskipun mungkin diperlukan
dosis yang lebih rendah. Propofol semakin banyak digunakan sebagai alternatif induksi, terutama
pada awal kehamilan, karena tidak teratogenik pada hewan percobaan. Usia kehamilan muda
tampaknya tidak menurunkan konsentrasi propofol yang diperlukan untuk menghilangkan
kesadaran. 10 Obat penghambat neuromuskular umumnya terionisasi dan melintasi plasenta
namun dalam jumlah yang sangat kecil. Konsentrasi kolinesterase plasma dapat berkurang
hingga 35% pada kehamilan, tetapi pemulihan dari suksinilkolin biasanya tidak berlangsung
lama, karena peningkatan volume distribusi dan resistensi relatif dapat mengimbangi efek
konsentrasi yang lebih rendah. Intensitas fasikulasi dan nyeri otot setelah suksinilkolin umumnya
berkurang, menandakan adanya pengaruh hormonal.11 Sejak diperkenalkannya sugammadex,
penggunaan rocuronium disarankan sebagai alternatif. Atropin mungkin lebih disukai daripada
glikopirolat sebagai antagonis efek muskarinik neostigmin. Neostigmine dapat melintasi plasenta
dan mengakibatkan bradikardia janin, sedangkan glikopirolat tidak mengakibatkan bradikardia
janin. Opioid sangat larut dalam lemak dan mudah melewati plasenta. Meskipun paparan dalam
waktu singkat relatif aman, paparan jangka panjang akan menyebabkan gejala putus obat ketika
janin dilahirkan. Obat anti-inflamasi non-steroid pada awal kehamilan mungkin berhubungan
dengan meningkatnya fetal loss, serta pada trimester ketiga dapat menyebabkan penutupan
diniduktus arteriosus. Dosis tunggal mungkin tidak berbahaya. Tabel 2 merangkum efek samping
utama dan pertimbangan klinis untuk agen anestesi dan obat ajuvan.
Ringkasan

Meskipun terdapat banyak kekhawatiran, anestesi dan pembedahan yang aman telah dibuktikan
dalam berbagai prosedur non-obstetrik selama kehamilan. Indikasi operasi dan waktu operasi
adalah penentu utama dari outcome ibu dan janin.

Tabel.1 Perubahan fisiologis pada kehamilan. CO, curah jantung; SVR, resistensi vaskular
sistemik; PVR, resistensi pembuluh darah pulmonal; AP, tekanan arteri; ERV, volume cadangan
ekspirasi; RV, volume residu; FRC, kapasitas sisa fungsional; V / Q, ventilasi / perfusi; MAC,
konsentrasi alveolar minimum; WCC, jumlah sel darah putih; GFR, laju filtrasi glomerulus
Sistem Perubahan Fisiologis Implikasi Anestetik
Cardiovascular ↑↓CO 50%

↑ Perfusi uterus 10% CO Perfusi uterus tidak teregulasi

↓ SVR, ↓ PVR, ↓AP Hipotensi akibat anestesi regional


dan general

Aortocaval compression dari Supine hypotensive syndrome


minggu ke 13 membutuhkan miring kiri

Respirasi ↑ Respirasi Mempercepat induksi inhalasi


Alkalosis Respiratorik Menjaga agar PaO2 normal
↓ ERV,
↓ RV,

FRC Risiko hipoksemia pada posisi
↑ V/Q mismatch supine dan Tredelenburg
↑Konsumsi oksigen Diaphragmatic breathing
Upward displacement dari Sulit intubasi dan laringoskopi
diaphragma
↑ Thoracic diameter
Edema Mukosal
CNS ↑ Epidural vein engorgement Bloody tap lebih sering
↓ Penyebaran obat anestesi lebih
Volume epidural space cepat
↑Sensitivitas terhadap opioid dan
sedative
Hematologi ↑ Volume RBC 30%,
↑WCC
↑ Volume Plasma 50% Dillutional anemia
↑ Faktor Koagulasi Edema, berkurangngnya ikatan
↓ Tekanan albumin dan koloid obat terhadap protein
Gastrointestinal ↑ tekanan intragastric Risiko aspirasi meningkat
↓ Perlu profilaksis antacid pada UK
Barrier pressure 18 minggu
Ginjal ↑ Renal plasma flow, GFR Ur dan Cr normal menutupi gejala
↓ kerusakan ginjal
Kapasitas Reabsorpsi Glikosuria dan proteinuria
Tabel 2. Obat-obatan, efek samping yang penting, dan implikasi anestesi pada kehamilan

Obat Efek Samping dan Implikasi Anestesi

Anestesi Inhalasi
Volatile agents Penurunan MAC, penurunan tonus, hypotension
Nitrous oxide Paparan berkepanjangan mengakibatkan kerusakan DNA
Neuromuscular blocking agents
Succinylcholine Mengurangi konsentrasi plasma kolinesterase, dapat ↑ konsentrasi obat
Non-depolarizing Quaternary ammonium compounds, tidak melewati plasenta
neuromuscular
blocking agent
Anestesi Lokal Meningkatkan toksistias, menurunkan ikatan protein
Opioid Meningkatkan sensitivitas maternal, fetalwithdrawal, IUGR pd pemakaian lama
NSAID Penutupan duktus atriosus dini, hindari pemakaian UK >28 mg
Antikoagulan
Warfarin Teratogenik, melewati plasenta
Heparin Tidak melewati plasenta
Antikolinergik
Atropin Fetal takikardi, melewati plasenta
Glycopyrolate Quaternary ammonium compounds, tidak melewati plasenta
Anti konvulsan
Fenitoin Malformasi kongenital
Carbamazepin Kelemahan otot
Anti Hipertensi
ACE inhibitor IUGR, oligohidramnion, pertumbuhan terganggu
B-blocker IUGR, hipoglikemia neonatal, bradikardia
Diuretik
Tiazid Trombositopenia neonatal
Tokolitik
B2-agonists Tachyarrhythmias, pulmonary oedema, hiperglikemia, hipokalemia
Agonis reseptor Nausea, muntah
oksitosin
CCB: nifedipin Hypotension, fewer side-effects than b2-agonists

Anda mungkin juga menyukai