Anda di halaman 1dari 23

1

BAB I
STATUS PASIEN

I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. Asmunah
Umur : 27 tahun
Alamat : Gembongan Babakan Cirebon
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Agama : Islam
Pendidikan terakhir : SMP
Status : Menikah
Tanggal pemeriksaan : 10 September 2018

Nama Suami : Tn. Saiful


Umur : 30 tahun
Alamat : Gembongan Babakan Cirebon
Pekerjaan : Buruh
Agama : Islam
Pendidikan terakhir : SMP
Status : Menikah

II. ANAMNESIS
- Keluhan Utama : Keluar air-air melalui jalan lahir
- Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien G1P0A0 hamil 39-40 minggu datang datang ke IGD
Kebidanan RSUD Waled Kabupaten Cirebon pada tanggal 10
September 2018 pukul 06.15 WIB rujukan dari puskesmas, dengan
ketuban pecah dini. Pasien mengeluh perut bawah terasa kencang yang
dimulai sejak pukul 20.00 dan keluar air-air melalui jalan lahir sejak
pukul 23.00, air berwarna putih bening tidak berbau, keluar lendir
bercampur darah disangkal, mulas (+). Pasien tidak ada riwayat trauma
2

atau jatuh, tidak ada riwayat koitus pada hari sebelumnya, tidak ada
demam, BAB dan BAK normal tidak ada keluhan, pasien tidak ada
keluhan pusing, tidak ada mual, pasien tidak ada riwayat keputihan.

- Riwayat Penyakit Dahulu :


 Jantung
 Paru disangkal
 Diabetes Melitus
 Hipertensi
 Alergi
 Asma

- Riwayat Operasi
 Pasien menyangkal pernah melakukan operasi apapun

- Riwayat Penyakit Keluarga :


 Riwayat penyakit Hipertensi pada keluarga disangkal
 Tidak ada riwayat penyakit Diabetes Melitus, Asma, jantung
dalam keluarga

- Riwayat Obstetri
 Pasien G1P0A0 dengan usia kehamilan 39-40 minggu.
 HPHT : 28 November 2017
 HPL : 3 September 2018

- Riwayat Menstruasi
 Menarche : Usia ± 14 tahun
 Siklus haid : teratur
 Lama : 4 – 5 hari
 Panjang siklus : 28 hari
3

 Banyak : 2-3 pembalut/hari


 Nyeri haid : Nyeri dalam batas wajar

- Riwayat ANC
 Setiap bulan ibu selalu kontrol kehamilan di bidan desa setempat.
 Riwayat imunisasi TT pada kehamilan ini sudah di dapatkan
sebanyak 2x di Puskesmas Babakan.
 Pasien juga mengaku sudah di USG di puskesmas Babakan pada
usia kehamilan 37 minggu dengan hasil USG janin tunggal hidup
intrauterine, letak kepala dibawah, plasenta tidak menutupi jalan
lahir, air ketuban cukup.

- Riwayat KB
Pasien belum pernah menggunakan KB.

- Riwayat Pernikahan
Pasien menikah 1x dengan lama pernikahan 1 tahun.

- Riwayat Ginekologi
Riwayat kanker, kista ovarium, mioma uteri, perdarahan
pervaginam diluar menstruasi disangkal.

III. PEMERIKSAAN FISIK


- Keadaan Umum : tampak sakit sedang
- Kesadaran : composmentis
- Tinggi badan : 156 cm
- Berat badan : 58 kg
- Tanda-tanda vital : TD. 110/80 mmHg RR. 21x/menit
HR. 89 x/menit S. 36,5 ° C
4

Status Generalis
- Kepala leher : normocephal, chloasma gravidarum (-), rambut
berwarna hitam dan tidak mudah rontok
Mata : simetris, ca -/-, si -/-
Hidung : deviasi (-) sekret (-) darah (-)
Telinga : simetris, darah (-) sekret (-)
Mulut : bibir sianosis (-), lidah kotor (-), karies (-)
gusi berdarah (-)
Leher : KGB membesar (-), JVP meningkat (-)
- Thorak : pulmo : VBS +/+ Rh -/- Wh -/-
Cor : BJ I = BJ II reguler, M(-), G(-)
- Abdomen : cembung gravida, BU (+), nyeri tekan (-), striae (+),
jejas (-)
- Ekstremitas : akral hangat (+), edema (-), refleks patela (+/+) CRT <
2”

Status Obstetrikus
Status kehamilan : G1P0A0
HPHT : 28 November 2017
Taksiran persalinan : 3 September 2018
Usia kehamilan : 39-40 minggu
Taksiran berat janin : 3121 gram

- Pemeriksaan fisik luar :


Inspeksi :
Abdomen : besar sesuai usia kehamilan, linea nigra +,
striae gravidarum +
Palpasi :
Leopold I : teraba bagian lunak, tidak melenting.
Tinggi fundus uteri 32 cm
5

Leopold II : teraba bagian keras, datar di kanan dan


bagian kecil teraba di kiri
Leopold III : teraba bagian bulat, keras, melenting
Leopold IV : sudah masuk PAP (divergen)
His / kontraksi : 2x/10’/25’’
Auskultasi Doppler : denyut jantung janin 150 x/ menit
teratur

Kesan : Janin tunggal hidup intrauterine, presentasi


kepala

- Pemeriksaan fisik dalam :


Vulva / Vagina : tidak ada kelainan
Vagina Tourch : dinding vagina licin, portio tipis lunak, Ø
2-3 cm, ketuban (-), station Hodge 2

IV. RESUME
Pasien G1P0A0 hamil 39-40 minggu datang datang ke IGD
Kebidanan RSUD Waled Kabupaten Cirebon pada tanggal 10 September
2018 pukul 06.15 WIB rujukan dari puskesmas, dengan ketuban pecah dini.
Pasien mengeluh perut bawah terasa kencang yang dimulai sejak pukul
20.00 dan keluar air-air melalui jalan lahir sejak pukul 23.00, air berwarna
putih bening tidak berbau, keluar lendir bercampur darah disangkal, mulas
(+). Riwayat obstetric, merupakan riwayat kehamilan yang pertama. Pasien
sudah menikah selama 1 tahun. Pada pemeriksaan fisik didapatkan tanda-
tanda vital normal, status generalis tidak ada kelainan, pemeriksaan luar
TFU 32 cm, punggug kanan, presentasi kepala, his 2x/10’/25”, DJJ
150x/menit. Pemeriksaan dalam vulva vagina tidak ada kelainan, portio tipis
lunak Ø 2-3 cm, ketuban (-) bening, station Hodge 2.
6

V. DIAGNOSIS
G1P0A0 parturien aterm 39-40 minggu dg kala 1 fase laten dengan KPD

VI. PEMERIKSAAN PENUNJANG


- Laboratorium :
Darah lengkap :
Hb : 12,3 g% Ht : 36 %
Tr : 223 mm3 L : 21,4/mm3
Imunoserologi :
HBsAg rapid : Non Reactive
HIV rapid : Non Reactive
- CTG :

VII. PENATALAKSANAAN
- Ceftriaxone 2x1gr / IV
- Induksi : Oxytocin 5UI dalam D5% 20-60 tpm
- Nasal canul O2 4 lpm
VIII. PROGNOSIS
Ad Vitam : bonam
Ad Fungsionam : bonam
Ad sanasionam : bonam
7

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

KETUBAN PECAH DINI (KPD)


A. DEFINISI
Ketuban pecah dini atau spontaneus/early/premature rupture of
membrans (PROM) merupakan pecahnya selaput ketuban secara spontan
pada saat belum menunjukkan tanda-tanda persalinan / inpartu (keadaan
inpartu didefinisikan sebagai kontraksi uterus teratur dan menimbulkan
nyeri yang menyebabkan terjadinya efficement atau dilatasi serviks) atau
bila satu jam kemudian tidak timbul tanda-tanda awal persalinan atau secara
klinis bila ditemukan pembukaan kurang dari 3 cm pada primigravida dan
kurang dari 5 cm pada multigravida. Pecahnya selaput ketuban dapat terjadi
kapan saja baik pada kehamilan aterm maupun preterm. Saat aterm sering
disebut dengan aterm prematur rupture of membrans atau ketuban pecah
dini aterm. Bila terjadi sebelum umur kehamilan 37 minggu disebut ketuban
pecah dini preterm / preterm prematur rupture of membran (PPROM) dan
bila terjadi lebih dari 12 jam maka disebut prolonged PROM.2
B. ETIOLOGI
Secara teoritis pecahnya selaput ketuban disebabkan oleh hilangnya
elastisitas yang terjadi pada daerah tepi robekan selaput ketuban dengan
perubahan yang besar. Hilangnya elastisitas selaput ketuban ini sangat erat
kaitannya dengan jaringan kolagen, yang dapat terjadi karena penipisan oleh
infeksi atau rendahnya kadar kolagen. Kolagen pada selaput terdapat pada
amnion di daerah lapisan kompakta, fibroblas serta pada korion di daerah
lapisan retikuler atau trofoblas, dimana sebagaian bear jaringan kolagen
terdapat pada lapisan penunjang (dari epitel amnion sampai dengan epitel
basal korion). Sintesis maupun degradasi jaringan kolagen dikontrol oleh
sistem aktifitas dan inhibisi intrleukin-1 dan prostaglandin. Adanya infeksi
dan inflamasi menyebabkan bakteri penyebab infeksi mengeluarkan enzim
protease dan mediator inflamasi interleukin-1 dan prostaglandin. Mediator
8

ini menghasilkan kolagenase jaringan sehingga terjadi depolimerisasi


kolagen pada selaput korion/amnion menyebabkan selaput ketuban tipis,
lemah dan mudah pecah spontan. Selain itu mediator terebut membuat
uterus berkontraksi sehingga membran mudah ruptur akibat tarikan saat
uterus berkontraksi.4
Sampai saat ini penyebab KPD belum diketahui secara pasti, tetapi
ditemukan beberapa faktor predisposisi yang berperan pada terjadinya
ketuban pecah dini, antara lain:
1. Infeksi
Adanya infeksi pada selaput ketuban (korioamnionitis lokal)
sudah cukup untuk melemahkan selaput ketuban di tempat tersebut.
Bila terdapat bakteri patogen di dalam vagina maka frekuensi
amnionitis, endometritis, infeksi neonatal akan meningkat 10 kali.
Ketuban pecah dini sebelum kehamilan preterm sering diakibatkan
oleh adanya infeksi. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa bakteri
yang terikat pada membran melepaskan substrat seperti protease yang
menyebabkan melemahnya membran. Penelitian terakhir
menyebutkan bahwa matriks metalloproteinase merupakan enzim
spesifik yang terlibat dalam pecahnya ketuban oleh karena infeksi.2
2. Defisiensi vitamin C
Vitamin C diperlukan untuk pembentukan dan pemeliharaan
jaringan kolagen. Selaput ketuban (yang dibentuk oleh jaringan
kolagen) akan mempunyai elastisitas yang berbeda tergantung kadar
vitamin C dalam darah ibu.2
3. Faktor selaput ketuban
Pecahnya ketuban dapat terjadi akibat peregangan uterus yang
berlebihan atau terjadi peningkatan tekanan yang mendadak di dalam
kavum amnion, di samping juga ada kelainan selaput ketuban itu
sendiri. Hal ini terjadi seperti pada sindroma Ehlers-Danlos, dimana
terjadi gangguan pada jaringan ikat oleh karena defek pada sintesa dan
struktur kolagen dengan gejala berupa hiperelastisitas pada kulit dan
9

sendi, termasuk pada selaput ketuban yang komponen utamanya


adalah kolagen. Dimana 72 % penderita dengan sindroma Ehlers-
Danlos ini akan mengalami persalinan preterm setelah sebelumnya
mengalami ketuban pecah dini preterm.2
4. Faktor umur dan paritas
Semakin tinggi paritas ibu akan makin mudah terjadi infeksi
cairan amnion akibat rusaknya struktur serviks akibat persalinan
sebelumnya.2
5. Faktor tingkat sosio-ekonomi
Sosio-ekonomi yang rendah, status gizi yang kurang akan
meningkatkan insiden KPD, lebih-lebih disertai dengan jumlah
persalinan yang banyak, serta jarak kelahiran yang dekat.2
6. Faktor-faktor lain
Inkompetensi serviks atau serviks yang terbuka akan
menyebabkan pecahnya selaput ketuban lebih awal karena mendapat
tekanan yang langsung dari kavum uteri. Beberapa prosedur
pemeriksaan, seperti amniosintesis dapat meningkatkan risiko
terjadinya ketuban pecah dini. Pada perokok, secara tidak langsung
dapat menyebabkan ketuban pecah dini terutama pada kehamilan
prematur. Kelainan letak dan kesempitan panggul lebih sering disertai
dengan KPD, namun mekanismenya belum diketahui dengan pasti.
Faktor-faktor lain, seperti : hidramnion, gamelli, koitus, perdarahan
antepartum, bakteriuria, pH vagina di atas 4,5, stres psikologis, serta
flora vagina abnormal akan mempermudah terjadinya ketuban pecah
dini.2
Berdasarkan sumber yang berbeda, penyebab ketuban pecah dini
mempunyai dimensi multifaktorial yang dapat dijabarkan sebagai berikut :
a. Serviks inkompeten.
b. Ketegangan rahim yang berlebihan : kehamilan ganda, hidramnion.
c. Kelainan letak janin dalam rahim : letak sungsang, letak lintang.
10

d. Kemungkinan kesempitan panggul : perut gantung, bagian terendah


belum masuk pintu atas panggul, disproporsi sefalopelvik.
e. Kelainan bawaan dari selaput ketuban.
f. Infeksi yang menyebabkan terjadi proses biomekanik pada selaput
ketuban dalam bentuk proteolitik sehingga memudahkan ketuban pecah.5
C. EPIDEMIOLOGI
Prevalensi KPD berkisar antara 3-18% dari seluruh kehamilan. Saat
aterm, 8-10 % wanita hamil datang dengan KPD dan 30-40% dari kasus
KPD merupakan kehamilan preterm atau sekitar 1,7% dari seluruh
kehamilan. KPD diduga dapat berulang pada kehamilan berikutnya,
menurut Naeye pada tahun 1982 diperkirakan 21% rasio berulang,
sedangkan penelitian lain yang lebih baru menduga rasio berulangnya
sampai 32%. Hal ini juga berkaitan dengan meningkatnya risiko morbiditas
pada ibu atau pun janin. Komplikasi seperti : korioamnionitis dapat terjadi
sampai 30% dari kasus KPD, sedangkan solusio plasenta berkisar antara 4-
7%. Komplikasi pada janin berhubungan dengan kejadian prematuritas
dimana 80% kasus KPD preterm akan bersalin dalam waktu kurang dari 7
hari. Risiko infeksi meningkat baik pada ibu maupun bayi. Insiden
korioamnionitis 0,5-1,5% dari seluruh kehamilan, 3-15% pada KPD
prolonged, 15-25% pada KPD preterm dan mencapai 40% pada ketuban
pecah dini dengan usia kehamilan kurang dari 24 minggu. Sedangkan
insiden sepsis neonatus 1 dari 500 bayi dan 2-4% pada KPD lebih daripada
24 jam.2
D. PATOFISIOLOGI
Pecahnya selaput ketuban saat persalinan disebabkan oleh
melemahnya selaput ketuban karena kontraksi uterus dan peregangan yang
berulang. Daya regang ini dipengaruhi oleh keseimbangan antara sintesis
dan degradasi komponen matriks ekstraseluler pada selaput ketuban.6
11

Gambar 2.1. Gambar skematik struktur selaput ketuban saat aterm.2

Pada ketuban pecah dini terjadi perubahan-perubahan seperti


penurunan jumlah jaringan kolagen dan terganggunya struktur kolagen,
serta peningkatan aktivitas kolagenolitik. Degradasi kolagen tersebut
terutama disebabkan oleh matriks metaloproteinase (MMP). MMP
merupakan suatu grup enzim yang dapat memecah komponen-komponen
matriks ektraseluler. Enzim tersebut diproduksi dalam selaput ketuban.
MMP-1 dan MMP-8 berperan pada pembelahan triple helix dari kolagen
fibril (tipe I dan III), dan selanjutnya didegradasi oleh MMP-2 dan MMP-9
yang juga memecah kolagen tipe IV. Pada selaput ketuban juga diproduksi
penghambat metaloproteinase / tissue inhibitor metalloproteinase (TIMP).
TIMP-1 menghambat aktivitas MMP-1, MMP-8, MMP-9 dan TIMP-2
menghambat aktivitas MMP-2. TIMP-3 dan TIMP-4 mempunyai aktivitas
yang sama dengan TIMP-1.2
Keutuhan dari selaput ketuban tetap terjaga selama masa kehamilan
oleh karena aktivitas MMP yang rendah dan konsentrasi TIMP yang relatif
lebih tinggi. Saat mendekati persalinan keseimbangan tersebut akan
bergeser, yaitu didapatkan kadar MMP yang meningkat dan penurunan yang
tajam dari TIMP yang akan menyebabkan terjadinya degradasi matriks
12

ektraseluler selaput ketuban. Ketidakseimbangan kedua enzim tersebut


dapat menyebabkan degradasi patologis pada selaput ketuban. Aktivitas
kolagenase diketahui meningkat pada kehamilan aterm dengan ketuban
pecah dini. Sedangkan pada preterm didapatkan kadar protease yang
meningkat terutama MMP-9 serta kadar TIMP-1 yang rendah.2
Gangguan nutrisi merupakan salah satu faktor predisposisi adanya
gangguan pada struktur kolagen yang diduga berperan dalam ketuban pecah
dini. Mikronutrien lain yang diketahui berhubungan dengan kejadian
ketuban pecah dini adalah asam askorbat yang berperan dalam pembentukan
struktur triple helix dari kolagen. Zat tersebut kadarnya didapatkan lebih
rendah pada wanita dengan ketuban pecah dini. Pada wanita perokok
ditemukan kadar asam askorbat yang rendah.2
a. Infeksi
Infeksi dapat menyebabkan ketuban pecah dini melalui beberapa
mekanisme. Beberapa flora vagina termasuk Streptokokus grup B,
Stafilokokus aureus dan Trikomonas vaginalis mensekresi protease
yang akan menyebabkan terjadinya degradasi membran dan akhirnya
melemahkan selaput ketuban. Respon terhadap infeksi berupa reaksi
inflamasi akan merangsang produksi sitokin, MMP, dan prostaglandin
oleh netrofil PMN dan makrofag. Interleukin-1 dan tumor nekrosis
faktor α yang diproduksi oleh monosit akan meningkatkan aktivitas
MMP-1 dan MMP-3 pada sel korion. Infeksi bakteri dan respon
inflamasi juga merangsang produksi prostalglandin oleh selaput
ketuban yang diduga berhubungan dengan ketuban pecah dini preterm
karena menyebabkan iritabilitas uterus dan degradasi kolagen
membran. Beberapa jenis bakteri tertentu dapat menghasilkan
fosfolipase A2 yang melepaskan prekursor prostalglandin dari
membran fosfolipid. Respon imunologis terhadap infeksi juga
menyebabkan produksi prostaglandin E2 oleh sel korion akibat
perangsangan sitokin yang diproduksi oleh monosit. Sitokin juga
terlibat dalam induksi enzim siklooksigenase II yang berfungsi
13

mengubah asam arakidonat menjadi prostalglandin. Sampai saat ini


hubungan langsung antara produksi prostalglandin dan ketuban pecah
dini belum diketahui, namun prostaglandin terutama E2 dan F2α telah
dikenal sebagai mediator dalam persalinan mamalia dan prostaglandin
E2 diketahui mengganggu sintesis kolagen pada selaput ketuban dan
meningkatkan aktivitas dari MMP-1 dan MMP-33. Indikasi terjadi
infeksi pada ibu dapat ditelusuri metode skrining klasik, yaitu
temperatur rektal ibu dimana dikatakan positif jika temperatur rektal
lebih 38°C, peningkatan denyut jantung ibu lebih dari 100x/menit,
peningkatan leukosit dan cairan vaginal berbau.2
b. Hormon
Progesteron dan estradiol menekan proses remodeling matriks
ekstraseluler pada jaringan reproduktif. Kedua hormon ini didapatkan
menurunkan konsentrasi MMP-1 dan MMP-3 serta meningkatkan
konsentrasi TIMP pada fibroblas serviks dari kelinci percobaan.
Tingginya konsentrasi progesteron akan menyebabkan penurunan
produksi kolagenase pada babi walaupun kadar yang lebih rendah
dapat menstimulasi produksi kolagen. Ada juga protein hormon
relaxin yang berfungsi mengatur pembentukan jaringan ikat
diproduksi secara lokal oleh sel desidua dan plasenta. Hormon ini
mempunyai aktivitas yang berlawanan dengan efek inhibisi oleh
progesteron dan estradiol dengan meningkatkan aktivitas MMP-3 dan
MMP-9 dalam membran janin. Aktivitas hormon ini meningkat
sebelum persalinan pada selaput ketuban manusia saat aterm. Peran
hormon-hormon tersebut dalam patogenesis pecahnya selaput ketuban
belum dapat sepenuhnya dijelaskan.2
c. Kematian Sel Terprogram
Pada ketuban pecah dini aterm ditemukan sel-sel yang mengalami
kematian sel terpogram (apoptosis) di amnion dan korion terutama
disekitar robekan selaput ketuban. Pada korioamnionitis terlihat sel
yang mengalami apoptosis melekat dengan granulosit, yang
14

menunjukkan respon imunologis mempercepat terjadinya kematian


sel. Kematian sel yang terprogram ini terjadi setelah proses degradasi
matriks ekstraseluler dimulai, menunjukkan bahwa apoptosis
merupakan akibat dan bukan penyebab degradasi tersebut. Namun
mekanisme regulasi dari apoptosis ini belum diketahui dengan jelas.2
d. Peregangan Selaput Ketuban
Peregangan secara mekanis akan merangsang beberapa faktor di
selaput ketuban seperti prostaglandin E2 dan interleukin-8. Selain itu
peregangan juga merangsang aktivitas MMP-1 pada membran.
Interleukin-8 yang diproduksi dari sel amnion dan korionik bersifat
kemotaktik terhadap neutrofil dan merangsang aktifitas kolegenase.
Hal-hal tersebut akan menyebabkan terganggunya keseimbangan
proses sintesis dan degradasi matriks ektraseluler yang akhirnya
menyebabkan pecahnya selaput ketuban.2

Gambar. 2.2. Mekanisme multifaktorial menyebabkan ketuban pecah dini.2


15

E. DIAGNOSIS
Menegakkan diagnosis KPD secara tepat sangat penting, karena
diagnosis yang positif palsu berarti melakukan intervensi seperti melahirkan
bayi terlalu awal atau melakukan seksio yang sebetulnya tidak ada
indikasinya. Sebaliknya diagnosis yang negatif palsu berarti akan
membiarkan ibu dan janin mempunyai resiko infeksi yang akan mengancam
kehidupan janin, ibu atau keduanya. Oleh karena itu, diperlukan diagnosis
yang cepat dan tepat. Diagnosis KPD ditegakkan dengan cara :
1. Anamnesis dan pemeriksaan fisik
Anamnesa pasien dengan KPD merasa basah pada vagina atau
mengeluarkan cairan yang banyak berwarna putih jernih, keruh, hijau,
atau kecoklatan sedikit-sedikit atau sekaligus banyak, secara tiba-tiba
dari jalan lahir. Keluhan tersebut dapat disertai dengan demam jika sudah
ada infeksi. Pasien tidak sedang dalam masa persalinan, tidak ada nyeri
maupun kontraksi uterus. Riwayat umur kehamilan pasien lebih dari 20
minggu.4
Pada pemeriksaan fisik abdomen, didapatkan uterus lunak dan
tidak adanya nyeri tekan. Tinggi fundus harus diukur dan dibandingkan
dengan tinggi yang diharapkan menurut hari pertama haid terakhir.
Palpasi abdomen memberikan perkiraan ukuran janin dan presentasi.4
2. Pemeriksaan dengan speculum
Pemeriksaan dengan spekulum pada KPD untuk mengambil sampel
cairan ketuban di forniks posterior dan mengambil sampel cairan untuk
kultur dan pemeriksaan bakteriologis.5 Tiga tanda penting yang berkaitan
dengan ketuban pecah dini adalah :
a) Pooling : Kumpulan cairan amnion pada fornix posterior.
b) Nitrazine Test : Kertas nitrazin merah akan jadi biru.
c) Ferning : Cairan dari fornix posterior di tempatkan pada
objek glass dan didiamkan dan cairan amnion tersebut akan
memberikan gambaran seperti daun pakis.8
16

Pemeriksaan spekulum pertama kali dilakukan untuk memeriksa


adanya cairan amnion dalam vagina. Perhatikan apakah memang air
ketuban keluar dari ostium uteri eksternum apakah ada bagian selaput
ketuban yang sudah pecah. Gunakan kertas lakmus. Bila menjadi biru
(basa) adalah air ketuban, bila merah adalah urin. Karena cairan alkali
amnion mengubah pH asam normal vagina. Kertas nitrazine menjadi biru
bila terdapat cairan alkali amnion. Bila diagnosa tidak pasti, adanya
lanugo atau bentuk kristal daun pakis cairan amnion kering (ferning)
dapat membantu. Bila kehamilan belum cukup bulan penentuan rasio
lesitin-sfingomielin dan fosfatidilgliserol membantu dalam evaluasi
kematangan paru janin. Bila kecurigaan infeksi, apusan diambil dari
kanalis servikalis untuk pemeriksaan kultur serviks terhadap
Streptokokus beta group B, Clamidia trachomatis dan Neisseria
gonorea.7
3. Pemeriksaan dalam
Pemeriksaan dalam dilakukan untuk menentukan penipisan dan
dilatasi serviks. Pemeriksaan vagina juga mengindentifikasikan bagian
presentasi janin dan menyingkirkan kemungkinan prolaps tali pusat.
Periksa dalam harus dihindari kecuali jika pasien jelas berada dalam
masa persalinan atau telah ada keputusan untuk melahirkan.8
4. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada KPD, antara
lain :
a. Dengan tes lakmus, cairan amnion akan mengubah kertas lakmus
merah menjadi biru.
b. Pemeriksaan leukosit darah, bila meningkat > 15.000 /mm3
kemungkinan ada infeksi.
c. USG untuk menentukan indeks cairan amnion, usia kehamilan, letak
janin, letak plasenta, gradasi plasenta serta jumlah air ketuban.
d. Kardiotokografi untuk menentukan ada tidaknya kegawatan janin
secara dini atau memantau kesejahteraan janin. Jika ada infeksi
17

intrauterin atau peningkatan suhu, denyut jantung janin akan


meningkat.
e. Amniosintesis digunakan untuk mengetahui rasio lesitin -
sfingomielin dan fosfatidilsterol yang berguna untuk mengevaluasi
kematangan paru janin.4

F. PENATALAKSANAAN
a) Konservatif
1. Rawat di rumah sakit.
2. Berikan antibiotik (ampisilin 4 x 500 mg atau eritromisin bila tidak
tahan dengan ampisilin dan metronidazol 2 x 500 mg selama 7
hari).
3. Jika umur kehamilan < 32 – 34 minggu, dirawat selama air ketuban
masih keluar atau sampai air ketuban tidak keluar lagi.
4. Jika umur kehamilan 32-37 minggu, belum inpartu, tidak ada
infeksi, tes busa negatif : beri deksametason, observasi tanda-tanda
infeksi dan kesejahteraan janin. Terminasi pada kehamilan 37
minggu.
5. Jika usia kehamilan 32-37 minggu, sudah in partu, tidak ada
infeksi, berikan tokolitik (salbutamol), deksametason dan induksi
sesudah 24 jam.
6. Jika usia kehamilan 32-37 minggu, ada infeksi, beri antibiotik dan
lakukan induksi.
7. Nilai tanda-tanda infeksi (suhu, leukosit, tanda-tanda infeksi
intrauterin).
8. Pada usia kehamilan 32-34 minggu, berikan steroid untuk memacu
kematangan paru janin dan kalau memungkinkan periksa kadar
lesitin dan spingomielin tiap minggu. Dosis betametason 12 mg
sehari dosis tunggal selama 2 hari, deksametason i.m 5 mg setiap 6
jam sebanyak 4 kali.9
18

b) Aktif
1. Kehamilan > 37 minggu, induksi dengan oksitosin, bila gagal
pikirkan seksio sesarea. Dapat pula diberikan misoprostol 50µg
intravaginal tiap 6 jam maksimal 4 kali.
2. Bila ada tanda-tanda infeksi, berikan antibiotika dosis tinggi dan
persalinan diakhiri jika :
a. Bila skor pelvik < 5, lakukanlah pematangan serviks, kemudian
induksi. Jika tidak berhasil, akhiri persalinan dengan seksio
sesarea.
b. Bila skor pelvik > 5, induksi persalinan, partus pervaginam.9

KETUBAN PECAH ≥ 37 MINGGU


INFEKSI NON-INFEKSI INFEKSI NON-INFEKSI
 Penisilin  Amoksilin +  Penisilin  Lahirkan bayi
 Gentamisin Eritromisin untuk 7  Gentamisin  Berikan
 Metronidazol hari  Metronidazol penisilin atau
 Lahirkan bayi  Steroid untuk  Lahirkan bayi ampisilin
pematangan paru

PROFILAKSIS INFEKSI NON-INFEKSI

Lanjutkan untuk 24-48


Stop antibiotik Tidak perlu antibiotic
jam setelah bebas panas

Tabel. 2.2 Penatalaksanaan ketuban pecah dini.7


19

Ketuban Pecah Dini


(KPD)

Umur Kehamilan

20 - < 28 minggu 28 – 34 minggu ≥ 34 minggu

Aktif Konservatif rawat 2 hari Aktif

Tanpa komplikasi lain His (+), Infeksi (+)

Pulang dengan saran : Aktif


- Tidak melakukan
coitus/irigasi vagina
- Segera kontrol bila ada
tanda-tanda
infeksi/gerak janin
berkurang

PNC tiap minggu


sampai 34 minggu

Gambar. 2.3 Alur penatalaksanaan ketuban pecah dini.7


20

G. KOMPLIKASI
1. Persalinan Prematur
Setelah ketuban pecah biasanya segera disusul oleh persalinan.
Periode laten tergantung umur kehamilan. Pada kehamilan aterm 90%
terjadi di dalam 24 jam setelah ketuban pecah. Pada kehamilan aterm
90% terjadi dalam 24 jam setelah ketuban pecah. Pada kehamilan antara
28-34 minggu 50% persalinan dalam 24 jam. Pada kehamilan kurang dari
26 minggu persalinan terjadi dalam 1 minggu.1
2. Infeksi
Risiko infeksi ibu dan anak meningkat pada ketuban pecah dini.
Pada ibu terjadi korioamnionitis. Pada bayi dapat terjadi septikemia,
pneumonia, omfalitis. Umumnya terjadi korioamnionitis sebelum janin
terinfeksi. Pada ketuban pecah dini prematur, infeksi lebih sering
daripada aterm. Secara umum, insiden infeksi sekunder pada ketuban
pecah dini meningkat sebanding dengan lamanya periode laten.1
3. Hipoksia dan Asfiksia
Dengan pecahnya ketuban terjadi oligohidramnion yang menekan
tali pusat hingga terjadi asfiksia atau hipoksia. Terdapat hubungan antara
terjadinya gawat janin dan derajat oligohidramnion, semakin sedikit air
ketuban, janin semakin gawat.1
4. Sindroma deformitas janin
Ketuban pecah dini yang terjadi terlalu dini menyebabkan
pertumbuhan janin terhambat, kelainan disebabkan kompresi muka dan
anggota badan janin, serta hipoplasia pulmonal.1
21

BAB III
PEMBAHASAN

Pasien Ny. As usia 27 tahun datang ke IGD RSUD Waled tanggal 10


September 2018 pukul 06.15 WIB rujukan dari puskesmas dengan ketuban pecah
dini. keluhan utama keluar air-air dari jalan lahir sejak 8 jam SMRS. Setelah
melakukan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang maka
didapatkan diagnosis G1P0A0 parturien aterm dengan ketuban pecah dini 8 jam
janin tunggal hidup presentasi kepala.
Diagnosis KPD didasarkan pada anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan laboratorium. Pada kasus, berdasarkan anamnesis didapatkan HPHT
28 November 2018, pasien mengeluh perut bawah terasa kencang yang dimulai
sejak pukul 20.00 dan keluar air-air melalui jalan lahir sejak pukul 23.00, air
berwarna putih bening tidak berbau, keluar lendir bercampur darah disangkal,
mulas (+) hilang timbul. Pasien tidak ada riwayat trauma atau jatuh, tidak ada
riwayat koitus pada hari sebelumnya, tidak ada demam, BAB dan BAK normal
tidak ada keluhan, pasien tidak ada keluhan pusing, tidak ada mual, pasien tidak
ada riwayat keputihan. Berdasarkan teori, usia kandungan pasien sudah cukup
bulan (aterm) yaitu 39-40 minggu dan keluhan yang dirasakan oleh pasien
mengarah kepada diagnosis ketuban pecah dini.
Pada kasus, pemeriksaan fisik secara umum dalam batas normal, baik
pemeriksaan tanda vital, maupun status generalisata dari pasien. Pada pasien
belum didapatkan adanya tanda-tanda infeksi. Suhu pasien normal yaitu 36,5o C.
Denyut nadinya juga dalam batas normal, yaitu 89 kali per menit. Tekanan darah
pasien juga dalam batas normal yaitu 110/80mmHg. Berdasarkan teori,
pemeriksaan fisik pada kasus KPD ini penting untuk menentukan ada tidaknya
tanda-tanda infeksi pada ibu. Hal ini terkait dengan penatalaksanaan KPD
selanjutnya dimana risiko infeksi ibu dan janin meningkat pada KPD. Umumnya
dapat terjadi korioamnionitis sebelum janin terinfeksi. Selain itu juga didapatkan
adanya nadi yang cepat. Tetapi pada kasus ini tidak didapatkan sehingga belum
ada tanda-tanda infeksi pada ibu.
22

Pemeriksaan inspekulo secara steril merupakan langkah pemeriksaan


pertama terhadap kecurigaan KPD. Pemeriksaan dengan spekulum pada KPD
akan tampak keluar cairan dari orifisium uteri eksternum (OUE). Pada pasien
KPD akan tampak cairan keluar dari vagina. Cairan yang keluar dari vagina perlu
diperiksa warna, bau dan pHnya. Air ketuban yang keruh dan berbau
menunjukkan adanya proses infeksi. Pada kasus ini tidak dilakukan pemeriksaan
inspekulo.
Pada kasus, dilakukan pemeriksaan dalam 3x untuk menentukan
luasnpembukaan. Pada saat di lakukan pemeriksaan dalam pada pasien ini
didapatkan pembukaan 2-3 cm dan ketuban (-). Pemeriksaan dalam vagina
dibatasi seminimal mungkin untuk mencegah infeksi.
Berdasarkan pemeriksaan laboratorium didapatkan bahwa leukosit pasien
meningkat yaitu 21.400/mm3. Hal ini menunjukkan adanya proses infeksi.
Pada kasus ini, keluar air ketuban dari jalan lahir atau dalam hal ini
pecahnya ketuban dicurigai terjadi 8 jam sebelum masuk rumah sakit.
Faktor yang harus dipertimbangkan dalam mengambil tindakan terhadap
pasien KPD, yaitu umur kehamilan dan ada tidaknya tanda-tanda infeksi pada ibu.
Pemberian antibiotik profilaksis dapat menurunkan infeksi pada ibu. Waktu
pemberian antibiotik hendaknya diberikan segera setelah diagnosis KPD
ditegakkan. Pada kasus ini pasien segera diberikan antibiotik ceftriaxone 1gr dan
diinduksi dengan oxytocin ½ ampul.
Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang
yang telah dilakukan, pasien pada kasus ini didiagnosis sebagai KPD. Kasus yang
ditemukan sudah sesuai dengan teori yang ada. Penatalaksanaan KPD pada pasien
ini pada umumnya tepat.
23

DAFTAR PUSTAKA

1. Gde Manuaba, I.B. Ketuban Pecah Dini (KPD). Ilmu Kebidanan, Penyakit
Kandungan & Keluarga Berencana. Jakarta: EGC; 2013. Hal: 229-232
2. Soewarto, S. 2013. Ketuban Pecah Dini. Dalam: Winkjosastro H., Saifuddin
A.B., dan Rachimhadhi T. (Editor). Ilmu Kebidanan. Jakarta : Yayasan Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Hal. 677-680.
3. Saifudin A.B. 2006. Ketuban Pecah Dini, Buku Acuan Nasional Pelayanan
Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo. Hal : 218-220.
4. Medina, Tanya M. and Hill, Ashley D. Preterm Premature Rupture of
Membranes: Diagnosis and Management. Am Fam Physician 2006;73:659-
64.
5. Myers VS. Premature rupture of membranes at or near term. In: Berghella V.
Obstetric evidence based guidelines. Series in maternal fetal medicine.
Informa heathcare. Informa UK Ltd, 2007.
6. Bergehella V. Prevention of preterm burth. In: Berghella V. Obstetric
evidence based guidelines. Series in maternal fetal medicine. Informa
heathcare. Informa UK Ltd, 2007.
7. Cunningham FG, Leveno KJ, Bloom SL, Hauth JC, Rouse DJ, Spong CY.
Premature Birth. In: Williams Obstetric. 25rd Ed. McGrawHill Medical, New
York, 2018.
8. Manuaba I.B.G, Chandranita Manuaba I.A, Fajar Manuaba I.B.G.(eds)
Pengantar Kuliah Obstertri. Bab 6: Komplikasi Umum Pada Kehamilan.
Ketuban Pecah Dini. Cetakan Pertama. Jakarta. Penerbit EGC. 2007. Pp 456-
60.
9. Jazayeri, Allahyar. Premature Rupture Of Membranes. Medscape. [Online]
2017. Diunduh dari http://emedicine.medscape.com/

Anda mungkin juga menyukai