Anda di halaman 1dari 22

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Cedera kepala merupakan salah satu penyebab kematian dan kecacatan utama pada

kelompok usia produktif dan sebagian besar terjadi akibat kecelakaan lalu lintas. Di samping

penanganan di lokasi kejadian dan selama transportasi korban ke rumah sakit, penilaian dan

tindakan awal di ruang gawat darurat sangat menentukan penatalaksanaan dan progrnosis

selanjutnya.

Menurut penelitian di AS tiap tahun cedera kepala terjadi pada 600 ribu orang dengan

porsi 2:1 dimana pria lebih sering mengalami cedera kepala di banding dengan wanita.

Sedangkan di Indonesia data tahun 2017 cedera kepala mencapai 10000 ribu kasus. Cedera

kepala dapat menyebabkan kecacatan bagi klien bahkan meninggal. Berdasarkan data diatas

dan akibat yg dapat ditimbulkan membuat penulis merasa tertarik untuk mengetahui tentang

asuhan keperawatan pada klien cedera kepala.

B. Tujuan

1. Tujuan Umum

Untuk mendapatkan gambaran dan menerapkan Asuhan Keperawatan pada klien cedera

kepala.

2. Tujuan Khusus

Adapun tujuan khusus dari penulisan makalah ini adalah agar dapat memahami dan

mengetahui tekhnis pengkajian, diagnosa kep, dan perencanaan klien dengan cedera

kepala.

1
BAB II
TINJAUAN TEORITIS

I. KONSEP DASAR MEDIK


A. Pengertian
Cedera kepala adalah trauma mekanik pada kepala yang terjadi baik secara langsung
atau tidak langsung yang kemudian dapat berakibat kepada gangguan fungsi neurologis,
fungsi fisik, kognitif, psikososial, bersifat temporer atau permanent.
Menurut Brain Injury Assosiation of America, cedera kepala adalah suatu kerusakan
pada kepala, bukan bersifat kongenital ataupun degeneratif, tetapi disebabkan oleh
serangan/benturan fisik dari luar, yang dapat mengurangi atau mengubah kesadaran yang
mana menimbulkan kerusakan kemampuan kognitif. Cedera kepala adalah gangguan fungsi
normal otak karena trauma baik trauma tumpul maupun trauma tajam. Defict neorologis
terjadi karena robekannya subtansia alba, iskemia, dan pengaruh massa karena hemorologik,
serta edema serebral disekitar jaringan otak (Batticca, 2008).
Cedera kepala yaitu adanya deformasi berupa penyimpangan bentuk atau
penyimpangan garis pada tulang tengkorak, pencepatan dan perlmabtana (acceleasi-declerasi)
yang merupakan perubahan bentuk dipengaruhi oleh perunahan peningkatan pada percepatan
faktor dan penurunan kecepatan, serta notasi yaitu pergerakan pada kepala dirasakan juga
oleh otak sbg akibat perputaran pada tingkat penvegahan, (Musliha, 2010).

B. Anatomi Fisiologi
1. Kulit Kepala
Kulit kepala terdiri dari 5 lapisan yang disebut SCALP yaitu; skin atau kulit, connective
tissue atau jaringan penyambung, aponeurosis atau galea aponeurotika, loose conective
tissue atau jaringan penunjang longgar dan pericranium.

2
2. Tulang Tengkorak
Tulang tengkorak terdiri dari kubah (kalvaria) dan basis kranii . Tulang tengkorak
terdiri dari beberapa tulang yaitu frontal, parietal, temporal dan oksipital. Kalvaria khususnya
di regio temporal adalah tipis, namun di sini dilapisi oleh otot temporalis. Basis kranii
berbentuk tidak rata sehingga dapat melukai bagian dasar otak saat bergerak akibat proses
akselerasi dan deselerasi. Rongga tengkorak dasar dibagi atas 3 fosa yaitu : fosa anterior
tempat lobus frontalis, fosa media tempat temporalis dan fosa posterior ruang bagi bagian
bawah batang otak dan serebelum.
3. Meningen
Selaput meningen menutupi seluruh permukaan otak dan terdiri dari 3 lapisan yaitu:
a. Duramater
Duramater secara konvensional terdiri atas dua lapisan yaitu lapisan endosteal dan
lapisan meningeal. Duramater merupakan selaput yang keras, terdiri atas jaringan ikat fibrisa
yang melekat erat pada permukaan dalam dari kranium. Karena tidak melekat pada selaput
arachnoid di bawahnya, maka terdapat suatu ruang potensial (ruang subdura) yang terletak
antara duramater dan arachnoid, dimana sering dijumpai perdarahan subdural. Pada cedera
otak, pembuluh pembuluh vena yang berjalan pada permukaan otak menuju sinus sagitalis
superior di garis tengah atau disebut Bridging Veins, dapat mengalami robekan dan
menyebabkan perdarahan subdural. Sinus sagitalis superior mengalirkan darah vena ke sinus
transversus dan sinus sigmoideus. Laserasi dari sinus-sinus ini dapat mengakibatkan
perdarahan hebat.3 Arteri meningea terletak antara duramater dan permukaan dalam dari
kranium (ruang epidural). Adanya fraktur dari tulang kepala dapat menyebabkan laserasi

3
pada arteri-arteri ini dan menyebabkan perdarahan epidural. Yang paling sering mengalami
cedera adalah arteri meningea media yang terletak pada fosa temporalis (fosa media).
b. Selaput Arakhnoid
Selaput arakhnoid merupakan lapisan yang tipis dan tembus pandang. Selaput
arakhnoid terletak antara pia mater sebelah dalam dan dura mater sebelah luar yang meliputi
otak. Selaput ini dipisahkan dari dura mater oleh ruang potensial, disebut spatium subdural
dan dari pia mater oleh spatium subarakhnoid yang terisi oleh liquor serebrospinalis.
Perdarahan sub arakhnoid umumnya disebabkan akibat cedera kepala.
c. Pia mater
Pia mater melekat erat pada permukaan korteks serebri. Pia mater adarah membrana
vaskular yang dengan erat membungkus otak, meliputi gyri dan masuk kedalam sulci yang
paling dalam. Membrana ini membungkus saraf otak dan menyatu dengan epineuriumnya.
Arteri-arteri yang masuk kedalam substansi otak juga diliputi oleh pia mater.
4. Otak
Otak merupakan suatu struktur gelatin yang mana berat pada orang dewasa sekitar 14
kg. Otak terdiri dari beberapa bagian yaitu; proensefalon (otak depan) terdiri dari serebrum
dan diensefalon, mesensefalon (otak tengah) dan rhombensefalon (otak belakang) terdiri dari
pons, medula oblongata dan serebellum.

Fisura membagi otak menjadi beberapa lobus. Lobus frontal berkaitan dengan fungsi
emosi, fungsi motorik dan pusat ekspresi bicara. Lobus parietal berhubungan dengan fungsi
sensorik dan orientasi ruang. Lobus temporal mengatur fungsi memori tertentu. Lobus
oksipital bertanggung jawab dalam proses penglihatan. Mesensefalon dan pons bagian atas
berisi sistem aktivasi

4
retikular yang berfungsi dalam kesadaran dan kewapadaan. Pada medula oblongata terdapat
pusat kardiorespiratorik. Serebellum bertanggung jawab dalam fungsi koordinasi dan
keseimbangan.
5. Cairan serebrospinalis
Cairan serebrospinal (CSS) dihasilkan oleh plexus khoroideus dengan kecepatan
produksi sebanyak 20 ml/jam. CSS mengalir dari dari ventrikel lateral melalui foramen
monro menuju ventrikel III, dari akuaduktus sylvius menuju ventrikel IV. CSS akan
direabsorbsi ke dalam sirkulasi vena melalui granulasio arakhnoid yang terdapat pada sinus
sagitalis superior. Adanya darah dalam CSS dapat menyumbat granulasio arakhnoid sehingga
mengganggu penyerapan CSS dan menyebabkan kenaikan takanan intracranial.3 Angka rata-
rata pada kelompok populasi dewasa volume CSS sekitar 150 ml dan dihasilkan sekitar 500
ml CSS per hari.
6. Tentorium
Tentorium serebeli membagi rongga tengkorak menjadi ruang supratentorial (terdiri
dari fosa kranii anterior dan fosa kranii media) dan ruang infratentorial (berisi fosa kranii
posterior).
7. Peembuluh Darah Otak
Otak disuplai oleh dua arteri carotis interna dan dua arteri vertebralis. Keempat arteri
ini beranastomosis pada permukaan inferior otak dan membentuk sirkulus Willisi. Vena-vena
otak tidak mempunyai jaringan otot didalam dindingnya yang sangat tipis dan tidak
mempunyai katup. Vena tersebut keluar dari otak dan bermuara ke dalam sinus venosus
cranialis

C. Etiologi
1. Trauma oleh benda tajam
Menyebabkan cedera setempat dan menimbulkan cedera local. Kerusakan
local meliputi Contusio serebral, hematom serebral, kerusakan otak sekunder yang
disebabkan perluasan masa lessi, pergeseran otak atau hernia.
2. Trauma oleh benda tumpul dan menyebabkan cedera menyeluruh (difusi)
Kerusakanya enyebar secara luas dan terjadi dalam 4 bentuk : cedera akson,
kerusakan otak hipoksia, pembengkakan otak menyebar, hemoragi kecil multiple
pada otak koma terjadi karena cedera menyebar pada hemisfer cerebral, batang otak
atau kedua-duanya.

5
Dan Penyebab lainnya :
a) Kecelakaan, jatuh, kecelakaan kendaraan bermotor atau sepeda, dan mobil.
b) Kecelakaan karna olahraga
c) Cedera akibat kekerasan.

D. Patofisiologi
Cedera primer, yang terjadi pada waktu benturan, mungkin karena memar
pada permukaan otak, laserasi substansi alba, cedera robekan atau hemoragi. Sebagai akibat,
cedera sekunder dapat terjadi sebagai kemampuan autoregulasi serebral dikurangi atau tak
ada pada area cedera. Konsekuensinya meliputi hiperemi (peningkatan volume darah) pada
area peningkatan permeabilitas kapiler, serta vasodilatasi arterial, semua menimbulkan
peningkatan isi intrakranial, dan akhirnya peningkatan tekanan intrakranial (TIK).

Beberapa kondisi yang dapat menyebabkan cedera otak sekunder meliputi hipoksia,
hiperkarbia, dan hipotensi. Adanya cedera kepala dapat menyebabkan kerusakan struktur,
misalnya krusakan pada parenkim otakk, kerusakan pembuluh darah, perdarahan, edema dan
gangguan biokimia otak seperti penurunan adenosis tripospat, perubahan permeabilitas.
Patofisologi cedera kepala dapat terbagi atas dua yaitu cedera kepala primer dan cedera
kepala sekunder, cedera kepala primer merupakan suatu proses biomekanik yang terjadi
secara langsung saat kepala terbentur dan dapat memberi dampak kerusakan jaringan otak.
Pada cderea kepala sekunder terjadi akibat dari cedera kepal primer, misalnya akibat dari
hipoksemia, iskemia dan perdarahan.

Perdarahan serebral menimbulkan hematoma misalnya pada epidural hematoma,


berkumpulnya antara tengkorak dengan durameter, subdural hematma akibat berkumpulnya
darah pada ruang antara duarmeter dengan subaraknoid dan intra cerebral, hematoma adalah
berkumpulnya darah didalam jaringan cerebral. Kematian pada penderita cedera kepala
terjadi karena hipotensi karena gangguan autoregulasi, ketika terjadi auroregulasi
menimbulkan peruse jaringan cerebral dan berakhir pada iskemia jaringan otak (Tarwoto,
2009).

E. Klasifikasi Cedera Kepala


Cedera kepala diklasifikasikan berdasarkan nilai Glasgow Coma Scale adalah sebagai
berikut.

6
1. Minor
• SKG 13 – 15
• Dapat terjadi kehilangan kesadaran atau amnesia tetapi kurang dari 30 menit.
• Tidak ada kontusio tengkorak, tidak ada fraktur cerebral, hematoma.
2. Sedang
• SKG 9 – 12
• Kehilangan kesadaran dan amnesia lebih dari 30 menit tetapi kurang dari 24 jam.
• Dapat mengalami fraktur tengkorak.
3. Berat
• SKG 3 – 8
• Kehilangan kesadaran dan atau terjadi amnesia lebih dari 24 jam.
• Juga meliputi kontusio serebral, laserasi, atau hematoma intrakranial.

F. Manifestasi Klinis / Tanda dan Gejala


o Hilangnya kesadaran kurang dari 30 menit atau lebih
o Kebungungan
o Iritabel
o Pucat
o Mual dan muntah
o Pusing kepala
o Terdapat hematoma
o Kecemasan
o Sukar untuk dibangunkan
o Bila fraktur, mungkin adanya ciran serebrospinal yang keluar dari hidung
(rhinorrohea) dan telinga (otorrhea) bila fraktur tulang temporal.

G. Pemeriksaan Penunjang
1. CT-Scan (dengan atau tanpa kontras) :
Mengidentifikasi luasnya lesi, perdarahan, determinan ventrikuler, dan perubahan
jaringan otak. Catatan : untuk mengetahui adanya infark/ iskemia jangan dilekukan
pada 24-72 jam setelah injuri
2. MRI
Digunakan sama seperti CT-Scan dengan atau tanpa kontras radioaktif

7
3. Cerebral Angiography
Menunjukan anomaly sirkulasi cerebral, seperti perubahan jaringan otak sekunder
menjadi udema, perdarahan dan trauma
4. Serial EEG
Dapat melihat perkembangan gelombang yang patologis
5. X-Ray
Mendeteksi perubahan struktur tulang (fraktur) , perubahan struktur garis (perdarahan
/edema), fragmen tulang.
6. Kadar ekektrolit : untuk mengkoreksi keseimbangan elektrolit sbg akibat
peningkatan tekanan intracranial

H. Penatalaksaan
a. Konservatif
 Bedrest total
 Pemberian obat – obat (metasol/kalmetason) sebagai pengobatan anti
edema serebraldosis sesuai dengan keparahan cedera.
 Observasi TTV dan tingkat kesadaran
 Makanan dan cairan ( IVFD salin normal (nacl 0,9%) atau renger laktat
b. Pembedahan
c. Pemeriksaan penunjang
CT scan

I. Komplikasi
a. Hemorrhagie
b. Infeksi
c. Edema
d. Hemiasi
e. Koma
f. Kematian otak
g. Kejang
h. Kerusakan pembuluh darah dan Syaraf
i. Gangguan kecerdasan
j. Gangguan Komunikasi

8
II. KONSEP DASAR KEPERAWATAN
A. Pengkajian

Pengkajian mencakup data yang dikumpulkan melalui wawancara, keluhan utama,


pengumpulan riwayat kesehatan, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang.

1. Aktivitas / istirahat
Gejala : merasa lemah lelah, kaku, hilang keseimbangan
Tanda : perubahan kesadaran, kehilangan tonus otot, otot spastik, masalah dalam
keseimbangan.
2. Sirkulasi
Perubahan tekanan darah atau normal, perubahan frekuensi jantung.
3. Intergritas ego
Gejala : perubahan tingkah lakuatau kepribadian ( tenang/dramatis )
Tanda : cemas, mudah tersinggung, delirium, agatasi, bingung, depresi dan impulsif.
4. Eliminasi
Inkontinensia kandung kemih / usus atau mengalami gangguan fungsi.
5. Makanan / cairan
Gejala : mual muntah dan mengalami perubahan selera
Tanda : muntah, gangguan menelan
6. Neurosensori
Kehilangan kesadaran sementara, amnesia seputar kejadian. Vertigo, kehilangan
pendengaran gangguanpengecapan dan penciuman.
7. Nyeri / kenyamanan
Sakit kepala dengan intensitas dan lokasi yang berada , biasanya lama.
8. Pernapasan
Perubahan pola nafas , nafas berbunyi ronchi
9. Keamanan
Trauma baru / trauma karna kecelakaan.
10. Interaksi sosial

9
Afasia motorik atau sensori, bicara tanpa arti, bicara berulang-ulang.
11. Penyuluhan / pembelajaran
Pengguna alkohol / obat lain.

B. Diagnosa
1. Resiko tidak efektifnya jalan nafas dan tidak efektifnya pola nafas b.d gagal nafas,
adanya sekresi, gangguan fungsi pergerakan, dan meningkatnya tekanan
intracranial.
2. Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan edema serebral dan
peningkatan tekanan intrakranial.
3. Kurangnya perawatan diri berhubungan dengan tirah baring dan menurunnya
kesadaran
4. Resiko kurangnnya volume cairan berhubungan dengan mual dan muntah.
5. Resiko injuri berhubungan dengan menurunnya kesadaran atau meningkatnya
tekanan intrakranial.
6. Nyeri berhubungan dengan trauma kepala.
7. Resiko infeksi berhubungan dengan adanya injuri.
8. Kecemasan keluarga berhubungan dengan kondisi penyakit akibat trauma kepala.
9. Resiko gangguan integritas kulit berhubungan dengan immobilisasi.

10
11
C. Intervensi

No Dx Keperawatan Tujuan Intervensi


1 Resiko tidak efektifnya Pola nafas dan bersihan jalan a. Kaji Airway,
jalan nafas dan tidak nafas efektif yang ditandai Breathing, Circulasi.
efektifnya pola nafas dengan idak ada sesak atau
b. Kaji klien, apakah
berhubungan dengan gagal kesukaran bernafas, jalan nafas
ada fraktur cervical
nafas, adanya sekresi, bersih, dan pernafasan dalam
dan vertebra. Bila
gangguan fungsi batas normal.
ada hindari
pergerakan, dan
memposisikan
meningkatnya tekanan
kepala ekstensi dan
intrakranial.
hati-hati dalam
mengatur posisi bila
ada cedera vertebra.

c. Pastikan jalan
nafas tetap terbuka
dan kaji adanya
sekret. Bila ada
sekret segera
lakukan pengisapan
lendir.

d. Kaji status
pernafasan
kedalamannya, usaha
dalam bernafas.

e.Bila tidak ada


fraktur servikal
berikan posisi kepala
sedikit ekstensi dan
tinggikan 15 – 30

12
derajat.

f. Pemberian oksigen
sesuai program.
2 Perubahan perfusi jaringan Perfusi jaringan serebral a.Tinggikan posisi
serebral berhubungan adekuat yang ditandai dengan kepala 15 – 30
dengan edema serebral dan tidak ada pusing hebat, derajat dengan posisi
peningkatan tekanan kesadaran tidak menurun, dan “midline” untuk
intrakranial. tidak terdapat tanda-tanda menurunkan tekanan
peningkatan tekanan vena jugularis.
intrakranial.
b. Hindari hal-hal
yang dapat
menyebabkan
terjadinya

c. peningkatan
tekanan intrakranial:
fleksi atau
hiperekstensi pada
leher, rotasi kepala,
valsava meneuver,
rangsangan nyeri,
prosedur
(peningkatan lendir
atau suction,
perkusi).

d.tekanan pada vena


leher.

e.pembalikan posisi
dari samping ke
samping (dapat
menyebabkan

13
kompresi pada vena
leher).

f.Bila akan
memiringkan klien,
harus menghindari
adanya tekukan pada
anggota badan, fleksi
(harus bersamaan).

g.Berikan pelembek
tinja untuk
mencegah adanya
valsava maneuver.

h.Hindari tangisan
pada klien, ciptakan
lingkungan yang
tenang, gunakan
sentuhan therapeutic,
hindari percakapan
yang emosional.

i.Pemberian obat-
obatan untuk
mengurangi edema
atau tekanan
intrakranial sesuai
program.

j.Pemberian terapi
cairan intravena dan
antisipasi kelebihan
cairan karena dapat
meningkatkan edema

14
serebral.

k. Monitor intake
dan out put.

l. Lakukan
kateterisasi bila ada
indikasi.

m.Lakukan
pemasangan NGT
bila indikasi untuk
mencegah aspirasi
dan pemenuhan
nutrisi.

n.Libatkan orang tua


dalam perawatan
klien dan jelaskan
hal-hal yang dapat
meningkatkan
tekanan intrakranial.
3 Kurangnya perawatan diri Kebutuhan sehari-hari klien Bantu klien dalam
berhubungan dengan tirah terpenuhi yang ditandai memenuhi
baring dan menurunnya dengan berat badan stabil atau kebutuhan aktivitas,
kesadaran. tidak menunjukkan penurunan makan – minum,
berat badan, tempat tidur mengenakan
bersih, tubuh anak bersih, pakaian, BAK dan
tidak ada iritasi pada kulit, BAB,
buang air besar dan kecil dapat membersihkan
dibantu. tempat tidur, dan
kebersihan
perseorangan.

b. Berikan makanan

15
via parenteral bila
ada indikasi.

c. Perawatan kateter
bila terpasang.

d. Kaji adanya
konstipasi, bila perlu
pemakaian pelembek
tinja untuk
memudahkan BAB.

e.Libatkan keluarga
dalam perawatan
pemenuhan
kebutuhan sehari-
hari dan
demonstrasikan,
seperti bagaimana
cara memandikan
klien.
4 Resiko kurangnnya volume Tidak ditemukan tanda-tanda Kaji intake dan out
cairan berhubungan dengan kekurangan volume cayran atau put.
mual dan muntah. dehidrasi yang ditandai dengan
2. Kaji tanda-tanda
membran mukosa lembab,
dehidrasi: turgor
integritas kulit baik, dan nilai
kulit, membran
elektrolit dalam batas normal.
mukosa, dan ubun-
ubun atau mata
cekung dan out put
urine.

3. Berikan cairan
intra vena sesuai
program.

16
5 Resiko injuri berhubungan klien terbebas dari injuri. Kaji status
dengan menurunnya neurologis klien:
kesadaran atau perubahan
meningkatnya tekanan kesadaran,
intrakranial. kurangnya respon
terhadap nyeri,
menurunnya refleks,
perubahan pupil,
aktivitas pergerakan
menurun, dan
kejang.

2. Kaji tingkat
kesadaran dengan
GCS

3.Monitor tanda-
tanda vital anak
setiap jam atau
sesuai dengan
protokol.

4. Berikan istirahat
antara intervensi atau
pengobatan.

5. Berikan analgetik
sesuai program.
6 Nyeri berhubungan dengan klien akan merasa nyaman yang Kaji keluhan nyeri
trauma kepala. ditandai dengan klien tidak dengan
mengeluh nyeri, dan tanda- menggunakan skala
tanda vital dalam batas normal. nyeri, catat lokasi
nyeri, lamanya,
serangannya,

17
peningkatan nadi,
nafas cepat atau
lambat, berkeringat
dingin.

b. Mengatur posisi
sesuai kebutuhan
klien untuk
mengurangi nyeri.

c. Kurangi
rangsangan.

d. Pemberian obat
analgetik sesuai
dengan program.

e. Ciptakan
lingkungan yang
nyaman termasuk
tempat tidur.

f. Berikan sentuhan
terapeutik, lakukan
distraksi dan
relaksasi.
7 Resiko infeksi klien akan terbebas dari infeksi Kaji adanya drainage
berhubungan dengan yang ditandai dengan tidak pada area luka.
adanya injuri. ditemukan tanda-tanda infeksi:
b. Monitor tanda-
suhu tubuh dalam batas normal,
tanda vital: suhu
tidak ada pus dari luka, leukosit
tubuh.
dalam batas normal.

c. Lakukan
perawatan luka

18
dengan steril dan
hati-hati.

d Kaji tanda dan


gejala adanya
meningitis, termasuk
kaku kuduk, iritabel,
sakit kepala, demam,
muntah dan kenjang.
8 Kecemasan keluarga klien dan keluarga akan Jelaskan pada klien
berhubungan dengan menunjukkan rasa cemas dan keluarga tentang
kondisi penyakit akibat berkurang yang ditandai dengan prosedur yang akan
trauma kepala. tidak gelisah dan keluarga dapat dilakukan, dan
mengekspresikan perasaan tujuannya.
tentang kondisi dan aktif dalam
b. Anjurkan keluarga
perawatan klien.
untuk selalu berada
di samping klien.

c. Ajarkan klien dan


keluarga untuk
mengekspresikan
perasaan.

d. Gunakan
komunikasi
terapeutik.

9 Resiko gangguan integritas Tidak ditemukan tanda-tanda Lakukan latihan


kulit berhubungan dengan gangguan integritas kulit yang pergerakan (ROM).
immobilisasi. ditandai dengan kulit tetap
b. Pertahankan posisi
utuh.
postur tubuh yang

19
sesuai.

c. Rubah posisi
setiap 2 jam sekali
atau sesuai dengan
kebutuhan dan
kondisi anak.

d. Kaji area kulit:


adanya lecet.

e. Lakukan back rub


setelah mandi di area
yang potensial
menimbulkan lecet
dan pelan-pelan agar
tidak menimbulkan
nyeri.

D. Implementasi
Tindakan keperawatan dilaksanakan berdasarkan rencana tindakan keperawtaan
yang telah di buat. Tindakan keperawtan dilaksanakan bersama-sama dengan klien beserta
keluarganya berdasarkan rencana yang telah disusun

E. Evaluasi
Evaluasi merupakan tahap akhir dalam proses keperawtaan yang mana pada tahap
ini dilakukan penilaian apakah tindkan yang telah dilakukan berhasil memeneuhi kebutuhan
klien berdasarkan respon klien dan keluarga.

20
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Cedera kepala adalah trauma mekanik pada kepala yang terjadi baik secara langsung
atau tidak langsung yang kemudian dapat berakibat kepada gangguan fungsi neurologis,
fungsi fisik, kognitif, psikososial, bersifat temporer atau permanent.
Menurut Brain Injury Assosiation of America, cedera kepala adalah suatu kerusakan
pada kepala, bukan bersifat kongenital ataupun degeneratif, tetapi disebabkan oleh
serangan/benturan fisik dari luar, yang dapat mengurangi atau mengubah kesadaran yang
mana menimbulkan kerusakan kemampuan kognitif.

21
Daftar Pustaka

1. Doengoes , Marilynn, et.al 2001. Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah,


Vol.2. Jakarta : EGC.

2. Kapita Selekta Kedokteran edisi ketiga, jilid 2

3. Http:///www.cederakepala.com/Asuhan Keperawatan Cedera Kepala.

22

Anda mungkin juga menyukai