KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas berkat dan
rahmat-Nya, Pedoman Penyusunan Program Legislasi Daerah (Prolegda) dapat selesai
dengan baik.
Penyusunan dan pengelolaan Prolegda bukanlah hal yang mudah dilakukan oleh
Pemerintahan Daerah Provinsi, Kabupaten, dan Kota. Penyusunan Prolegda
membutuhkan adanya persamaan persepsi, koordinasi dan komunikasi, penguasaan
substantif (materi Perda), dan sumberdaya manusia yang kompeten.
Hal ini yang mendasari Badan Pembinaan Hukum Nasional selaku pembinan
hukum nasional untuk menyusun Pedoman Penyusunan Prolegda. Penyusunan pedoman
ini merupakan salah satu upaya untuk memberikan acuan bagi para pemangku
HAL
Kata Pengantar……………………………………………................................................. i
BAB I PENDAHULUAN 1
A. Latar Belakang……………………….............................................................. 1
B. Dasar Hukum……………………………………………………………......... 3
1. Tahap Inventarisasi………………………………..…………………….. 9
2. Tahap Seleksi……………………………………………………………. 11
4. Tahap Penetapan………………………………………………………… 13
5. Tahap Penyebarluasan……………..…………………………………….. 13
A. Kriteria Substantif……………………………………………………………. 16
B. Kriteria Teknis……………………………………..…………………………. 22
BAB V PENUTUP………………………………………………………......................... 26
LAMPIRAN
A. Latar Belakang
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan
1
Perundang-undangan mengatur Program Legislasi Daerah (Prolegda) . Prolegda adalah
instrumen perencanaan program pembentukan Peraturan Daerah Provinsi atau Peraturan
Daerah Kabupaten/Kota yang disusun secara terencana, terpadu, dan sistematis. Tiga
rangkaian kosa kata terakhir tersebut secara jelas menegaskan bahwa mekanisme
pembentukan peraturan daerah (Perda) dimulai dari tahap perencanaan, yang dilakukan
secara koordinatif dan didukung dengan cara atau metode yang pasti, baku, dan standar
yang mengikat semua lembaga yang berwenang membuat peraturan perundang-
undangan.
Hal tersebut menegaskan pula bahwa Prolegda tidak saja sebagai wadah politik
hukum di daerah, atau potret rencana pembangunan materi hukum yang akan dibuat
dalam satu tahun ke depan dalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah dan tugas
pembantuan serta menampung kondisi khusus daerah dan/atau penjabaran lebih lanjut
Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi, tetapi juga merupakan instrumen yang
mencakup mekanisme perencanaan hukum agar selalu konsisten dengan tujuan dan cita
hukum nasional.
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dalam Pasal 18 ayat
(6) menyebutkan bahwa pemerintah daerah berhak menetapkan Peraturan Daerah dan
peraturan-peraturan lain untuk melaksanakan otonomi dan tugas pembantuan.
Pengaturan tersebut memberi kewenangan kepada pemerintah daerah untuk mengatur
dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakatnya (self
regulating power). Namun demikian, dalam penyusunan Peraturan Daerah, pemerintah
daerah harus memerhatikan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi dan tidak
boleh bertentangan dengan kepentingan umum.
1
UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, penyebutan Prolegda sebagai instrumen
perencanaan hukum di daerah berganti istilah menjadi Program Pembentukan Perda.
B. DASAR HUKUM
1. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan;
2. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah; dan
3. Peraturan Presiden Nomor 87 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksana
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan.
2. Kegunaan:
Pedoman Penyusunan Program Legislasi Daerah ini digunakan sebagai pedoman
teknis baik bagi Kanwil Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia dalam
memberikan fasilitasi penyusunan Prolegda di daerah maupun bagi pembentuk
D. RUANG LINGKUP
Ruang Lingkup Pedoman Penyusunan Prolegda meliputi:
1. Mekanisme penyusunan Prolegda;
2. Penentuan Prioritas Prolegda; dan
3. Monitoring dan Evaluasi Prolegda.
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD NRI Tahun
1945) Pasal 1 ayat (1) telah menyatakan dengan tegas bahwa Negara Indonesia ialah
Negara kesatuan yang berbentuk Republik. Penyelenggaraan Pemerintahan di Negara
Kesatuan mengenal dua sistem, yaitu sistem sentralisasi dan desentralisasi. Dalam
sistem sentralisasi, segala urusan yang menyangkut pemerintahan diatur dan diurus oleh
pemerintah pusat. Adapun pemerintah daerah hanya melaksanakan intruksi pemerintah
pusat. Sedangkan dalam sistem desentralisasi, kepada daerah diberikan kesempatan dan
kewenangan untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri.
Merujuk pada Pasal 18, Pasal 18A dan Pasal 18B UUD NRI Tahun 1945, sistem
yang dianut Indonesia saat ini adalah desentralisasi dengan memberlakukan otonomi
daerah. Hal ini ditegaskan dalam Pasal 18 ayat (2), ayat (5), dan ayat (6) sebagai
berikut: Pasal 18 ayat (2)
“Pemerintah Daerah provinsi, daerah kabupaten dan kota mengatur dan mengurus
sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan.”
Berdasarkan ketentuan Pasal 18 ayat (6) UUD NRI Tahun 1945, untuk mencapai
tujuan otonomi daerah tersebut maka Pemerintah Daerah berhak menetapkan Peraturan
Daerah, yang dalam pelaksanaannya harus mendasarkan pada prinsip-prinsip negara
kesatuan. Eksistensi Peraturan Daerah juga telah diakui di dalam jenis dan hieraki
peraturan perundang-undangan di Indonesia. Pengakuan tersebut dapat dilihat dari
ketentuan Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011. Jenis dan hierarki
peraturan perundang-undangan itu ditentukan sebagai berikut:
a. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
b. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat;
c. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang;
d. Peraturan Pemerintah;
e. Peraturan Presiden;
f. Peraturan Daerah Provinsi; dan
g. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.
Penyusunan Prolegda harus memenuhi 3 (tiga) unsur yang ditetapkan oleh Undang-
Undang Nomor 12 Tahun 2011, yaitu :
a. Terencana:
Unsur Terencana memiliki arti bahwa penyusunan Prolegda dilakukan secara
sengaja untuk menyusun skala prioritas pembentukan Peraturan Daerah. Oleh
karenanya, setiap pihak yang terlibat perlu melakukan persiapan yang matang dan
cermat agar maksud dari kegiatan ini yaitu tersusunnya skala prioritas
pembentukan Perda dapat tercapai.
b. Terpadu:
Unsur Terpadu memiliki arti bahwa penyusunan Prolegda harus dilaksanakan
secara terkoordinasi yang baik antara Pemerintah Daerah dan DPRD. Instansi
vertikal lain yang terkait dapat diikutsertakan dalam kegiatan penyusunan
Prolegda. Instansi vertikal terkait yang dimaksud adalah instansi vertikal dari
kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum
dan/atau instansi vertikal terkait kewenangan, materi muatan atau kebutuhan.
Salah satu instansi vertikal terkait tersebut adalah Kanwil Kementerian Hukum
dan Hak Asasi Manusia sebagai instansi vertikal dari Kementerian Hukum dan
Hak Asasi Manusia.
c. Sistematis:
Unsur Sistematis memiliki arti bahwa penyusunan Prolegda harus mendasarkan
pada metode dan parameter tertentu. Metode penyusunan Prolegda berupa
tahapan-tahapan yang harus dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah dan DPRD
beserta instansi vertikal terkait dalam kegiatan penyusunan Prolegda agar
menghasilkan Prolegda yang komprehensif. Tahapan tersebut meliputi: tahap
inventarisasi, seleksi, koordinasi, penetapan dan penyebarluasan Prolegda.
Unsur sistematis juga bermakna bahwa penyusunan Prolegda harus memiliki
parameter tertentu dalam menentukan prioritas rancangan Perda dalam Prolegda.
Parameter yang dijadikan acuan dalam penentuan prioritas berupa syarat substansi
usulan rancangan Perda yang dapat dimasukkan dalam Prolegda,yaitu:
4. Tahap Penetapan
a. Hasil koordinasi antara Badan Legislasi Daerah DPRD Provinsi dan
Pemerintah Daerah Provinsi yang telah disepakati selanjutnya disampaikan
pada rapat paripurna DPRD untuk ditetapkan sebagai Prolegda Provinsi
dengan keputusan DPRD (lihat Lampiran III).
b. Penetapan Prolegda Provinsi dilakukan setiap tahun sebelum penetapan
rancangan Perda tentang APBD Provinsi.
4
Mutatis mutandis kurang lebih artinya, "Penyusunan Peraturan Presiden sama persis dengan penyusunan
Peraturan Pemerintah.
A. Kriteria Substantif
Dalam melakukan penentuan pengusulan rancangan Perda yang dapat dimasukkan
ke dalam Prolegda, Pemerintah Daerah harus memperhatikan aspek substantif
sebagaimana tercantum dalam Pasal 35 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-undangan bahwa penyusunan Prolegda didasarkan
atas:
1. Perintah Peraturan Perundang-undangan lebih tinggi;
2. Rencana pembangunan daerah;
3. Penyelenggaraan otonomi daerah dan tugas pembantuan; dan
4. Aspirasi masyarakat daerah.
5
I Gede Pantja Astawa, Problematika Hukum Otonomi Daerah di Indonesia, Penerbit P.T.Alumni,
Bandung, 2008, hal 266
6 Ni’matul Huda, Problematika Pembatalan Peraturan Daerah, FH UII Press, Yogyakarta,
2010,
Hal 89.
B. Kriteria Teknis
Penentuan rancangan Perda prioritas yang akan dimasukkan ke dalam Prolegda
selain harus memperhatikan kriteria substantif yang tercantum dalam Pasal 35 Undang-
Undang Nomor 12 T ahun 2011 tentang Peraturan Perundang-undangan jo Pasal 38
Peraturan Presiden Nomor 87 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-
Undang Nomor 12 T ahun 2011 tentang Peraturan Perundang-undangan, juga harus
memperhatikan kesiapan teknis rancangan Perda tersebut. Kesiapan teknis diwujudkan
dalam bentuk dokumen, yang meliputi:
1. Penjelasan atau Keterangan dan/atau Naskah Akademik;
2. rancangan Perda
Dokumen kesiapan teknis tersebut dimaksudkan agar rancangan Perda yang
diusulkan masuk ke dalam Prolegda merupakan rancangan Perda yang akan dan siap
dibahas pada tahun tersebut. Penjelasan atau Keterangan dan/atau Naskah Akademik
serta rancangan Perda menunjukan bahwa pihak-pihak penyusun telah mempersiapkan
secara matang dan cermat pembentukan rancangan Perda tersebut. Penyusunan
rancangan Perda tersebut tidak didasarkan atas keinginan semata tanpa adanya dasar
pertimbangan yang dapat dipertanggungjawabkan,
Dokumen kesiapan teknis tersebut juga dimaksudkan untuk menghindari rancangan
Perda tidak selesai terbahas dalam satu tahun perencanaan karena dokumen teknis
Metode
Kriteria (Makara,
Substantif RIA atau
dan Teknis
(bila ada)
lainnya)
- landasan
pembentukan
- kebutuhan
- mamfaat
Belum
Prioritas
B. Evaluasi
Kegiatan penilaian terhadap hasil dari pemantauan pelaksanaan Prolegda pada
tahun berjalan, digunakan sebagai bahan perencanaan Prolegda tahun berikutnya.
Kegiatan:
1) mengukur pelaksanaan Prolegda dengan membandingkan antara pencapaian
dan perencanaan.
2) berdasarkan hasil evaluasi, memberikan usulan untuk penyusunan prioritas
tahun berikutnya.
Inventarisasi Usulan
Instansi Vertikal
Terkait
Daftar Output: Output:
Output: prolegda Prolegda Prolegda
Usulan Prov/
Raperda dilngkn Kab/kota
Pemda
BIRO/BAG KEPALA
SKPD PEMDA
HUKUM DAERAH
Rapat
Rapat Program
Pembentukan Perda BALEGDA Paripurna
DPRD
PROGRAMPEMBENTUKANPERDA
DILINGKUNGANDPRD
Sosialisasikemasyarakat
Output: Daftar
Usulan prolegda Output:
Raperda dilingkn Prolegda
DPRD
Anggota, Komisi,
Atau Fraksi BALEGDA PIMPINAN DPRD
DPRD
InventarisasiUsulan
Rapat Internal Balegda
KETERANGAN
Kepala daerah menugaskan kepada Biro/Bag Hukum melakukan pembahasan Biro/Bag Hukummenyerahkan hasil Penyusunan Prolegda antara Pemda dan DPRD
SKPD untuk menyusun Prolegda Prolegda Pemda di dalam rapat Prolegda. pembahasan Prolegda di lingk. Pemda kepada dikoordinasikan oleh DPRD melalui Balegda.
Pimpinan DPRD menugaskan kepada Biro/Bag Hukum dapat mengikutsertakan Kepala Daerah melalui Sekda. Hasil penyusunan Prolegda antara Pemda dan DPRD
Anggota, Komisi atau Fraksi untuk instansi vertical terkait dari Kemenkumham Balegda menyerahkan hasil pembahasan disepakati menjadi Prolegda dan ditetapkan dalam rapat
menyusun Prolegda atau instansi vertikal terkait lainnya. Prolegda di lingk. DPRD ke Pimpinan DPRD paripurna DPRD.
Balegda melakukan pembahasan Prolegda di Prolegda ditetapkan dengan Keputusan DPRD.
dalam rapat internal Balegda
……………………………………
…
FORMAT PROLEGDA
TAHUN ……..
1 Ranperda tentang....
2 Ranperda tentang....
3
4
FORMAT
MATRIK MONITORING PROLEGDA
TAHUN ……..
KOLOM KETERANGAN
1 Nomor urut Rancangan Perda
2 Nama Judul Rancangan Perda
satuan kerja perangkat daerah/anggota, komisi, gabungan komisi atau Balegda DPRD
3
yang menjadi pemrakarsa/pengusul rancangan Perda
Status Raperda termasuk dalam:
- luncuran program pembentukan perda tahun sebelumnya;
4 - program pembentukan perda usulan baru;
- daftar kumulatif terbuka; atau
- rancangan Perda di luar Prolegda (tambahan)
Perkembangan tahap pembahasan Rancangan peraturan daerah:
- raperda masih di internal Pemrakarsa (SKPD/Biro Hukum/Komisi);
5 - rancangan Perda telah disampaikan kepada Kepala Daerah atau DPRD;
- proses pembahasan di DPRD;
- proses evaluasi Perda atau
- sudah ditetapkan menjadi Perda