Anda di halaman 1dari 35

Pedoman Penyusunan Program Legislasi Daerah i

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas berkat dan
rahmat-Nya, Pedoman Penyusunan Program Legislasi Daerah (Prolegda) dapat selesai
dengan baik.

Upaya untuk mengatasi permasalahan peraturan perundang-undangan penting


dilakukan dalam mewujudkan kebijakan pembangunan baik pusat dan daerah.
Pembenahan dilakukan pada kualitas materi dan kualitas proses pembentukan Peraturan
Perundang-undangan (tahapan perencanaan, penyusunan, pembahasan, pengesahan atau
penetapan, dan pengundangan). Kelemahan dalam aspek perencanaan dapat menjadi
salah satu faktor yang memberikan kontribusi terhadap Peraturan Perundang-undangan
yang tidak searah dengan kebutuhan (skala prioritas) pembangunan, tidak sistematis,
dan adanya inefisiensi dalam proses pembentukannya.

Memperhatikan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan


Peraturan Perundang-undangan Pasal 1 angka 10 menyebutkan bahwa Program
Legislasi Daerah yang selanjutnya disebut Prolegda adalah instrumen perencanaan
program pembentukan Peraturan Daerah yang disusun secara terencana, terpadu, dan
sistematis (dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah
dikenal dengan istilah Program Pembentukan Peraturan Daerah). Prolegda memegang
peranan penting dalam mewujudkan pembangunan hukum di daerah agar berjalan
selaras dengan sistem hukum nasional, rencana pembangunan daerah, otonomi daerah
dan tugas pembantuan yang diemban oleh Pemerintah Daerah.

Penyusunan dan pengelolaan Prolegda bukanlah hal yang mudah dilakukan oleh
Pemerintahan Daerah Provinsi, Kabupaten, dan Kota. Penyusunan Prolegda
membutuhkan adanya persamaan persepsi, koordinasi dan komunikasi, penguasaan
substantif (materi Perda), dan sumberdaya manusia yang kompeten.

Hal ini yang mendasari Badan Pembinaan Hukum Nasional selaku pembinan
hukum nasional untuk menyusun Pedoman Penyusunan Prolegda. Penyusunan pedoman
ini merupakan salah satu upaya untuk memberikan acuan bagi para pemangku

Pedoman Penyusunan Program Legislasi Daerah i


kepentingan dalam penyusunan Peraturan Daerah sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.

Semoga Pedoman ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Kepala Badan Pembinaan Hukum Nasional,

Prof. Dr. Enny Nurbaningsih, S.H.,M.Hum.

Pedoman Penyusunan Program Legislasi Daerah ii


DAFTAR ISI

HAL

Kata Pengantar……………………………………………................................................. i

Daftar Isi…………………………………………………………………………………… iii

BAB I PENDAHULUAN 1

A. Latar Belakang……………………….............................................................. 1

B. Dasar Hukum……………………………………………………………......... 3

C. Tujuan Dan Kegunaan………………………................................................... 3

D. Ruang Lingkup Pembahasan…………………………………………..…….. 4

BAB II PERATURAN DAERAH DALAM SISTEM HUKUM NASIONAL………. 5

BAB IV MEKANISME PENYUSUNAN PROGRAM LEGISLASI DAERAH ........ 8

A. Penyusunan Prolegda Provinsi

1. Tahap Inventarisasi………………………………..…………………….. 9

2. Tahap Seleksi……………………………………………………………. 11

3. Tahap Koordinasi antara Pemerintah Daerah dan DPRD……………….. 12

4. Tahap Penetapan………………………………………………………… 13

5. Tahap Penyebarluasan……………..…………………………………….. 13

B. Daftar Kumulatif Terbuka Program Legislasi Daerah. ……………………... 13

C. Rancangan Peraturan Daerah di Luar Program Legislasi Daerah …………... 14

D. Penyusunan Program Legislasi Daerah Kabupaten/Kota…………………... 15

BAB III PENENTUAN PRIORITAS PROGRAM LEGISLASI DAERAH......................16

A. Kriteria Substantif……………………………………………………………. 16

Pedoman Penyusunan Program Legislasi Daerah iii


1. Perintah Peraturan Perundang-undangan yang Lebih Tinggi…………… 16

2. Rencana Pembangunan Daerah………………………………………….. 17

3. Penyelenggaraan Otonomi Daerah dan Tugas Pembantuan; dan………... 18

4. Aspirasi Masyarakat Daerah…………………………………………….. 21

B. Kriteria Teknis……………………………………..…………………………. 22

BAB IV MONITORING DAN EVALUASI PROGRAM LEGISLASI DAERAH …. 24

BAB V PENUTUP………………………………………………………......................... 26

LAMPIRAN

BAGAN PENYUSUNAN PROGRAM LEGISLASI DAERAH………………………… 27

TABEL MATRIK USULAN PROGRAM LEGISLASI DAERAH……………………. 28

TABEL MATRIK PROGRAM LEGISLASI DAERAH …...…………………………. 29

TABEL MATRIK MONITORING PROGRAM LEGISLASI DAERAH………………. 30

Pedoman Penyusunan Program Legislasi Daerah iv


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan
1
Perundang-undangan mengatur Program Legislasi Daerah (Prolegda) . Prolegda adalah
instrumen perencanaan program pembentukan Peraturan Daerah Provinsi atau Peraturan
Daerah Kabupaten/Kota yang disusun secara terencana, terpadu, dan sistematis. Tiga
rangkaian kosa kata terakhir tersebut secara jelas menegaskan bahwa mekanisme
pembentukan peraturan daerah (Perda) dimulai dari tahap perencanaan, yang dilakukan
secara koordinatif dan didukung dengan cara atau metode yang pasti, baku, dan standar
yang mengikat semua lembaga yang berwenang membuat peraturan perundang-
undangan.
Hal tersebut menegaskan pula bahwa Prolegda tidak saja sebagai wadah politik
hukum di daerah, atau potret rencana pembangunan materi hukum yang akan dibuat
dalam satu tahun ke depan dalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah dan tugas
pembantuan serta menampung kondisi khusus daerah dan/atau penjabaran lebih lanjut
Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi, tetapi juga merupakan instrumen yang
mencakup mekanisme perencanaan hukum agar selalu konsisten dengan tujuan dan cita
hukum nasional.
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dalam Pasal 18 ayat
(6) menyebutkan bahwa pemerintah daerah berhak menetapkan Peraturan Daerah dan
peraturan-peraturan lain untuk melaksanakan otonomi dan tugas pembantuan.
Pengaturan tersebut memberi kewenangan kepada pemerintah daerah untuk mengatur
dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakatnya (self
regulating power). Namun demikian, dalam penyusunan Peraturan Daerah, pemerintah
daerah harus memerhatikan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi dan tidak
boleh bertentangan dengan kepentingan umum.

1
UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, penyebutan Prolegda sebagai instrumen
perencanaan hukum di daerah berganti istilah menjadi Program Pembentukan Perda.

Pedoman Penyusunan Program Legislasi Daerah 1


Banyak Perda yang telah dibatalkan karena bertentangan dengan peraturan
perundang-undangan yang lebih tinggi, tumpang tindih kewenangan dan inkonsisten. Salah
satu penyebab permasalahan tersebut adalah belum optimalnya perencanaan kebutuhan
hukum di daerah sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 yang
telah memberikan arah, agar penyusunan Prolegda tidak sekedar menjadi daftar keinginan
pembentukan Peraturan Daerah dari Pemerintah Daerah dan DPRD. Di samping itu,
penyusunan Peraturan Daerah harus sinergis dengan sistem hukum nasional, rencana
pembangunan daerah, dan merupakan solusi atas kebutuhan hukum masyarakat yang
didukung pengkajian dan penyelarasan yang dituangkan dalam naskah akademik.
Selain Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011, Peraturan Presiden Nomor 87
Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011
tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan juga mengatur mengenai tata cara
penyusunan Prolegda. Pasal 35 ayat (1) dan ayat (2) Peraturan Presiden Nomor 87
Tahun 2014 mengatur bahwa penyusunan Prolegda di lingkungan Pemerintah Provinsi
dikoordinasikan oleh biro hukum dan dapat mengikutsertakan instansi vertikal terkait.
Instansi vertikal terkait yang dimaksud adalah instansi vertikal dari kementerian yang
menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum dan/atau instansi vertikal
terkait sesuai dengan kewenangan, materi muatan atau kebutuhan. Kata “dapat” di
dalam ketentuan ini menunjukkan bahwa perencanaan pembentukan Perda merupakan
kewenangan Pemerintah Daerah Provinsi yang dalam pelaksanaannya membutuhkan
peran instansi vertikal terkait untuk menghasilkan Perda yang komprehensif. Sebagai
contoh, Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia sebagai salah satu
instansi vertikal terkait yang dapat diikutsertakan dalam perencanaan program
pembentukan Perda, memberi masukan terhadap teknis penyusunan Prolegda dan
menjaga agar Perda yang dibentuk tetap berada dalam kesatuan sistem hukum nasional.
Selain termuat dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 dan Peraturan
Presiden Nomor 87 Tahun 2014, Kementerian Hukum dan HAM juga berperan dalam
pembinaan penyelenggaraan pemerintahan daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal
374 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah yang
menyebutkan “Pembinaan terhadap penyelenggaraan Pemerintahan Daerah provinsi
dilaksanakan oleh Menteri, menteri teknis, dan kepala lembaga pemerintah
nonkementerian. Salah satu bentuk pembinaan teknis yang dilakukan adalah dalam

Pedoman Penyusunan Program Legislasi Daerah 2


bentuk fasilitasi, konsultasi, pendidikan dan pelatihan serta penelitian dan
pengembangan.Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia dalam menjalankan peran
selaku instansi terkait antara lain memberikan fasilitasi, asistensi, bimbingan, dan
konsultasi dalam Pembentukan Perda.
Mendasarkan pada kebutuhan menjawab persoalan dalam pembentukan Perda dan
membantu membekali pihak yang berkepentingan dalam penyusunan Prolegda maka
Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) yang tugasnya melaksanakan pembinaan
hukum nasional perlu membuat Pedoman Penyusunan Program Legislasi Daerah
sebagai acuan dalam penyusunan Prolegda.

B. DASAR HUKUM
1. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan;
2. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah; dan
3. Peraturan Presiden Nomor 87 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksana
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan.

C. TUJUAN DAN KEGUNAAN


1. Tujuan:
a. memberikan arah mengenai mekanisme penyusunan dan pengelolaan
Prolegda yang ideal;
b. menciptakan persamaan persepsi bagi para pembentuk peraturan perundang-
undangan dan pihak yang terkait dalam penyusunan serta pengelolaan
Prolegda;
c. menciptakan SDM yang memiliki kemampuan substansi dan teknis dalam
penyusunan dan pengelolaan Prolegda.

2. Kegunaan:
Pedoman Penyusunan Program Legislasi Daerah ini digunakan sebagai pedoman
teknis baik bagi Kanwil Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia dalam
memberikan fasilitasi penyusunan Prolegda di daerah maupun bagi pembentuk

Pedoman Penyusunan Program Legislasi Daerah 3


peraturan perundang-undangan di lingkungan Pemerintah Daerah Provinsi,
Kabupaten/Kota dan DPRD Provinsi, Kabupaten/Kota serta pihak-pihak lain
yang berkepentingan dalam rangka penyusunan dan pengelolaan Prolegda.

D. RUANG LINGKUP
Ruang Lingkup Pedoman Penyusunan Prolegda meliputi:
1. Mekanisme penyusunan Prolegda;
2. Penentuan Prioritas Prolegda; dan
3. Monitoring dan Evaluasi Prolegda.

Pedoman Penyusunan Program Legislasi Daerah 4


BAB II
PERATURAN DAERAH
DALAM SISTEM HUKUM NASIONAL

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD NRI Tahun
1945) Pasal 1 ayat (1) telah menyatakan dengan tegas bahwa Negara Indonesia ialah
Negara kesatuan yang berbentuk Republik. Penyelenggaraan Pemerintahan di Negara
Kesatuan mengenal dua sistem, yaitu sistem sentralisasi dan desentralisasi. Dalam
sistem sentralisasi, segala urusan yang menyangkut pemerintahan diatur dan diurus oleh
pemerintah pusat. Adapun pemerintah daerah hanya melaksanakan intruksi pemerintah
pusat. Sedangkan dalam sistem desentralisasi, kepada daerah diberikan kesempatan dan
kewenangan untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri.
Merujuk pada Pasal 18, Pasal 18A dan Pasal 18B UUD NRI Tahun 1945, sistem
yang dianut Indonesia saat ini adalah desentralisasi dengan memberlakukan otonomi
daerah. Hal ini ditegaskan dalam Pasal 18 ayat (2), ayat (5), dan ayat (6) sebagai
berikut: Pasal 18 ayat (2)
“Pemerintah Daerah provinsi, daerah kabupaten dan kota mengatur dan mengurus
sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan.”

Pasal 18 ayat (5)


“Pemerintahan daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya, kecuali urusan
pemerintahan yang oleh undang-undang ditentukan sebagai urusan Pemerintahan
Pusat.”

Pasal 18 ayat (6)


“Pemerintahan daerah berhak menetapkan peraturan daerah dan peraturan-
peraturan lain untuk melaksanakan otonomi dan tugas pembantuan”

Ketentuan tersebut merupakan landasan konstitusional bagi pemerintahan daerah


untuk dapat menjalankan roda pemerintahan secara lebih leluasa sesuai dengan
kebutuhan, kondisi dan karakteristik daerahnya masing-masing, kecuali untuk urusan
pemerintahan yang oleh undang-undang ditentukan sebagai urusan pemerintahan pusat.
Dengan demikian pemberian otonomi yang seluas-luasnya kepada Daerah diharapkan
dapat mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan
pelayanan, pemberdayaan, dan peran serta masyarakat. Selain itu dalam konteks

Pedoman Penyusunan Program Legislasi Daerah 5


globalisasi maka Daerah juga dituntut untuk mampu meningkatkan daya saing dengan
memperhatikan prinsip demokrasi, pemerataan, keadilan, keistimewaan, dan
kekhususan serta potensi dan keanekaragaman daerah dalam sistem Negara kesatuan
2
Republik Indonesia .
Penyelenggaraan otonomi daerah yang didasarkan pada konstitusi tersebut harus
memperhatikan:
a. selalu berorientasi pada peningkatan kesejahteraan masyarakat dengan selalu
memperhatikan kepentingan dan aspirasi yang tumbuh dalam masyarakat;
b. menjamin keserasian hubungan antardaerah,artinya mampu membangun kerja
sama antar Daerah untuk meningkatkan kesejahteraan bersama dan mencegah
ketimpangan antardaerah;
c. menjamin hubungan yang serasi antara Daerah dengan Pemerintah Pusat, artinya
harus mampu memelihara dan menjaga keutuhan wilayah Negara dan tetap
tegaknya Negara Kesatuan Republik Indonesia dalam rangka mewujudkan tujuan
negara.

Berdasarkan ketentuan Pasal 18 ayat (6) UUD NRI Tahun 1945, untuk mencapai
tujuan otonomi daerah tersebut maka Pemerintah Daerah berhak menetapkan Peraturan
Daerah, yang dalam pelaksanaannya harus mendasarkan pada prinsip-prinsip negara
kesatuan. Eksistensi Peraturan Daerah juga telah diakui di dalam jenis dan hieraki
peraturan perundang-undangan di Indonesia. Pengakuan tersebut dapat dilihat dari
ketentuan Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011. Jenis dan hierarki
peraturan perundang-undangan itu ditentukan sebagai berikut:
a. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
b. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat;
c. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang;
d. Peraturan Pemerintah;
e. Peraturan Presiden;
f. Peraturan Daerah Provinsi; dan
g. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.

2Penjelasan Umum Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.

Pedoman Penyusunan Program Legislasi Daerah 6


Kekuatan hukum dari Peraturan Perundang-undangan berlaku sesuai dengan hierarki
sebagaimana tersebut di atas. Sebagai salah satu elemen dalam sistem hukum nasional,
Peraturan Daerah harus ditempatkan sebagai bagian integral dari kesatuan sistem hukum
nasional yang semua elemennya saling menunjang satu dengan yang lain. Dengan demikian,
peraturan daerah tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang
lebih tinggi. Selain itu peraturan daerah sebagai instrument penyelenggaraan otonomi
daerah dan tugas pembantuan selain harus mampu menampung kondisi khusus atau
karakteristik masing-masing daerah juga harus ditempatkan dalam konteks penjabaran
peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.
Lebih lanjut dalam Pasal 250 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah diatur bahwa Peraturan Daerah dilarang bertentangan dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, kepentingan umum, dan/atau
kesusilaan. Peraturan daerah yang bertentangan dengan hal tersebut dapat dibatalkan oleh
Pemerintah. Ketentuan tersebut merupakan mekanisme kontrol dalam rangka menjaga
keserasian Peraturan Daerah dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.

Pedoman Penyusunan Program Legislasi Daerah 7


BAB III
MEKANISME PENYUSUNAN PROLEGDA

Penyusunan Prolegda harus memenuhi 3 (tiga) unsur yang ditetapkan oleh Undang-
Undang Nomor 12 Tahun 2011, yaitu :
a. Terencana:
Unsur Terencana memiliki arti bahwa penyusunan Prolegda dilakukan secara
sengaja untuk menyusun skala prioritas pembentukan Peraturan Daerah. Oleh
karenanya, setiap pihak yang terlibat perlu melakukan persiapan yang matang dan
cermat agar maksud dari kegiatan ini yaitu tersusunnya skala prioritas
pembentukan Perda dapat tercapai.
b. Terpadu:
Unsur Terpadu memiliki arti bahwa penyusunan Prolegda harus dilaksanakan
secara terkoordinasi yang baik antara Pemerintah Daerah dan DPRD. Instansi
vertikal lain yang terkait dapat diikutsertakan dalam kegiatan penyusunan
Prolegda. Instansi vertikal terkait yang dimaksud adalah instansi vertikal dari
kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum
dan/atau instansi vertikal terkait kewenangan, materi muatan atau kebutuhan.
Salah satu instansi vertikal terkait tersebut adalah Kanwil Kementerian Hukum
dan Hak Asasi Manusia sebagai instansi vertikal dari Kementerian Hukum dan
Hak Asasi Manusia.
c. Sistematis:
Unsur Sistematis memiliki arti bahwa penyusunan Prolegda harus mendasarkan
pada metode dan parameter tertentu. Metode penyusunan Prolegda berupa
tahapan-tahapan yang harus dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah dan DPRD
beserta instansi vertikal terkait dalam kegiatan penyusunan Prolegda agar
menghasilkan Prolegda yang komprehensif. Tahapan tersebut meliputi: tahap
inventarisasi, seleksi, koordinasi, penetapan dan penyebarluasan Prolegda.
Unsur sistematis juga bermakna bahwa penyusunan Prolegda harus memiliki
parameter tertentu dalam menentukan prioritas rancangan Perda dalam Prolegda.
Parameter yang dijadikan acuan dalam penentuan prioritas berupa syarat substansi
usulan rancangan Perda yang dapat dimasukkan dalam Prolegda,yaitu:

Pedoman Penyusunan Program Legislasi Daerah 8


1. perintah peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi;
2. rencana pembangunan daerah;
3. penyelenggaraan otonomi daerah dan tugas pembantuan; serta
4. aspirasi masyarakat daerah.

A. Penyusunan Prolegda Provinsi


Prosedur penyusunan Prolegda Provinsi yang memenuhi unsur terencana, terpadu
dan sistematis dijabarkan melalui 5 (lima) tahapan sebagai berikut:
1. Tahap Inventarisasi
1.1. Inventarisasi usulan Prolegda di lingkungan Pemerintah Daerah
Provinsi :
a. Penyusunan Prolegda di lingkungan Pemerintah Daerah Provinsi
dikoordinasikan oleh biro hukum.
b. Gubernur memerintahkan kepada pimpinan satuan kerja perangkat
daerah (SKPD) untuk mengusulkan rancangan Perda yang akan
dimasukkan ke dalam Prolegda di lingkungan Pemerintah Daerah
Provinsi.
c. SKPD Provinsi sesuai dengan bidang tugasnya menyampaikan usulan
rancangan Perda yang akan dimasukkan kedalam Prolegda di
lingkungan Pemerintah Daerah Provinsi kepada biro hukum.
d. Dalam menyusun usulan rancangan Perda yang akan dimasukkan ke
dalam Prolegda di lingkungan Pemerintah Daerah Provinsi, SKPD
menggunakan matriks usulan Prolegda yang berisi nomor, judul
rancangan Perda, materi yang diatur, status rancangan Perda,
keterkaitannya dengan peraturan perundang-undangan lainnya,
kelengkapan Naskah Akademik/Penjelasan atau Keterangan, instansi
pemrakarasa, target penyampaian, keterangan. (lihat Lampiran II).
e. Dalam hal SKPD telah menyusun Naskah Akademik rancangan Perda
dan/atau rancangan Perda, maka Naskah Akademik dan rancangan
Perda tersebut disertakan dalam penyampaian usulan Prolegda di
lingkungan Pemerintah Daerah Provinsi.

Pedoman Penyusunan Program Legislasi Daerah 9


f. Biro hukum Pemerintah Daerah Provinsi menginventarisir usulan
rancangan Perda dari SKPD yang akan disusun sebagai Prolegda di
lingkungan Pemerintah Daerah Provinsi.

1.2. Inventarisasi usulan Prolegda di lingkungan DPRD Provinsi:


a. Penyusunan Prolegda di lingkungan DPRD Provinsi dikoordinasikan
oleh alat kelengkapan DPRD Provinsi yang khusus menangani bidang
3
legislasi (Badan Legislasi Daerah atau Badan Pembentukan Perda) .
b. Pimpinan DPRD Provinsi mengirimkan surat permintaan pengajuan
usul Prolegda di lingkungan DPRD Provinsi kepada anggota, fraksi, dan
komisi.
c. Pimpinan fraksi mengoordinir usulan Prolegda dengan memerhatikan
arahan partai politik induk fraksinya serta masukan dari masyarakat
konstituen masing-masing anggota fraksi.
d. Pimpinan Komisi mengoordinir usulan Prolegda di komisinya dengan
memerhatikan skala prioritas bidang tugas komisi serta masukan dari
satuan kerja perangkat daerah yang menjadi mitra kerjanya dan aspirasi
masyarakat.
e. Pimpinan fraksi, pimpinan komisi dan/atau anggota menyampaikan
usulan rancangan Perda yang akan dimasukkan ke dalam Prolegda di
lingkungan DPRD kepada pimpinan Badan Legislasi Daerah DPRD
Provinsi.
f. Usulan yang berasal dari fraksi, komisi dan/atau anggota disampaikan
kepada pimpinan Badan Legislasi Daerah dalam bentuk matriks usulan
Prolegda di lingkungan DPRD Provinsi (lihat Lampiran II).
g. Badan Legislasi Daerah DPRD menginventarisir masukan/usulan
Prolegda provinsi yang berasal dari fraksi, komisi dan/atau anggota.

3 UU No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan menyebut alat


kelengkapan DPRD yang khusus menangani bidang legislasi sebagai Badan Legislasi Daerah selanjutnya
UU No 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah menyebut Badan Legislasi Daerah sebagai Badan
Pembentukan Perda.

Pedoman Penyusunan Program Legislasi Daerah 10


2. Tahap Seleksi
2.1 Penyeleksian usulan Prolegda di lingkungan Pemerintah Daerah
Provinsi:
a. Berdasarkan hasil inventarisasi usulan, biro hukum melakukan seleksi
substansi usulan rancangan Perda dengan mendasarkan pada:
1) perintah peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi;
2) rencana pembangunan daerah;
3) penyelenggaraan otonomi daerah dan tugas pembantuan; dan
4) aspirasi masyarakat daerah.
Penyeleksian substansi tersebut bertujuan untuk mendapatkan
rancangan Perda yang sesuai dengan sistem hukum nasional, sinergis
dengan prioritas pembangunan, dan memenuhi kebutuhan masyarakat
daerah.
b. Biro hukum dalam melakukan penyusunan Prolegda dapat
mengikutsertakan instansi vertikal terkait antara lain dari kementerian
yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum dan
instansi vertikal lainnya sesuai dengan :
1) kewenangan;
2) materi muatan; atau
3) kebutuhan dalam pengaturan.
c. Dalam rangka mendapatkan usulan rancangan Perda yang sesuai dengan
kriteria substantif, biro hukum melakukan analisa/review usulan
rancangan Perda. Analisa dilakukan untuk menilai apakah rancangan
Perda layak atau tidak layak masuk ke dalam Prolegda di lingkungan
Pemerintah Daerah Provinsi.
d. Biro hukum menyelenggarakan rapat konsultasi penyusunan Prolegda
di lingkungan Pemerintah Daerah Provinsi dengan mengundang SKPD,
masyarakat/pemangku kepentingan, dan dapat mengikutsertakan
instansi vertikal terkait untuk melakukan pemantapan daftar usulan
Prolegda di lingkungan Pemerintah Daerah Provinsi.

Pedoman Penyusunan Program Legislasi Daerah 11


e. Hasil penyusunan Prolegda di lingkungan Pemerintah Daerah Provinsi
disampaikan oleh biro hukum provinsi kepada Gubernur melalui
sekretaris daerah.
f. Gubernur menyampaikan usulan Prolegda prakarsa Pemerintah Daerah
Provinsi kepada Balegda melalui pimpinan DPRD.
2.2. Penyeleksian usulan Prolegda di lingkungan DPRD Provinsi:
a. Berdasarkan hasil inventarisasi usulan, Balegda DPRD melakukan
seleksi substansi usulan rancangan Perda dengan mendasarkan pada :
1) perintah peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi;
2) rencana pembangunan daerah;
3) penyelenggaraan otonomi daerah dan tugas pembantuan; dan
4) aspirasi masyarakat daerah.
Penyeleksian substansi tersebut bertujuan untuk mendapatkan
rancangan Perda yang sesuai dengan sistem hukum nasional, sinergis
dengan prioritas pembangunan, dan memenuhi kebutuhan masyarakat
daerah.
b. Balegda DPRD Provinsi dalam menyusun Prolegda di lingkungan
DPRD Provinsi dapat mengundang pimpinan Komisi, pimpinan
Fraksi, anggota DPRD yang mengusulkan rancangan Perda dan dapat
mengikutsertakan masyarakat/pemangku kepentingan serta para
pakar/ahli yang terkait untuk membahas Prolegda Provinsi di
lingkungan DPRD provinsi.
c. Berdasarkan hasil pembahasan, Balegda DPRD Provinsi menetapkan
Prolegda provinsi dari lingkungan DPRD Provinsi untuk menjadi
bahan koordinasi dengan Pemerintah Daerah Provinsi.
3. Tahapan koordinasi antara Pemerintah Daerah Provinsi dan DPRD
Provinsi
a. Penyusunan Prolegda Provinsi antara Pemerintah Daerah Provinsi dan
DPRD Provinsi dikoordinasikan oleh DPRD Provinsi melalui alat
kelengkapan DPRD Provinsi yang khusus menangani bidang legislasi
(Badan Legislasi Daerah DPRD).

Pedoman Penyusunan Program Legislasi Daerah 12


b. Pembahasan antara Pemerintah Daerah Provinsi dan DPRD Provinsi
dilakukan dalam rangka melakukan harmonisasi, sinkronisasi dan penentuan
prioritas usulan Prolegda dari Pemerintah Daerah Provinsi dan DPRD
Provinsi dalam jangka waktu satu tahun.
c. Pembahasan untuk penyusunan Prolegda Provinsi dilakukan dalam :
1) rapat kerja antara Badan Legislasi Daerah DPRD Provinsi dan Biro
Hukum;
2) rapat panitia kerja yang dibentuk oleh Badan Legislasi Daerah DPRD
Provinsi; dan/atau
3) rapat tim perumus/tim sinkronisasi yang dibentuk oleh panitia kerja.

4. Tahap Penetapan
a. Hasil koordinasi antara Badan Legislasi Daerah DPRD Provinsi dan
Pemerintah Daerah Provinsi yang telah disepakati selanjutnya disampaikan
pada rapat paripurna DPRD untuk ditetapkan sebagai Prolegda Provinsi
dengan keputusan DPRD (lihat Lampiran III).
b. Penetapan Prolegda Provinsi dilakukan setiap tahun sebelum penetapan
rancangan Perda tentang APBD Provinsi.

5. Tahap Penyebarluasan Prolegda


Penyebarluasan Prolegda Provinsi dilakukan bersama oleh DPRD Provinsi dan
Pemerintah Daerah Provinsi yang dikoordinasikan oleh alat kelengkapan
DPRD yang khusus menangani bidang legislasi (Balegda) melalui seminar,
lokakarya, diskusi atau media lain yang mudah diakses masyarakat untuk
memberikan informasi kepada masyarakat dan para pemangku kepentingan.

B. Daftar Kumulatif Terbuka


Dalam Prolegda Provinsi dapat dimuat daftar kumulatif terbuka yang terdiri
atas : 1) Akibat putusan Mahkamah Agung;
2) Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Provinsi;

Pedoman Penyusunan Program Legislasi Daerah 13


C. Rancangan Peraturan Daerah di Luar Prolegda
Dalam keadaan tertentu, DPRD Provinsi atau gubernur dapat mengajukan
rancangan Perda di luar Prolegda Provinsi.
Dalam keadaan tertentu dimaksud mencakup :
1) untuk mengatasi keadaan luar biasa, keadaaan konflik, atau bencana alam;
2) menindaklanjuti kerja sama dengan pihak lain;
3) mengatasi keadaan tertentu lainnya yang memastikan adanya urgensi atas suatu
rancangan Perda yang dapat disetujui bersama oleh alat kelengkapan DPRD
yang khusus menangani bidang pembentukan Perda dan unit yang menangani
bidang hukum pada Pemerintah Daerah;
4) akibat pembatalan oleh Menteri untuk Perda Provinsi dan oleh gubernur
sebagai wakil Pemerintah Pusat untuk Perda Kabupaten/Kota; dan
5) perintah dari ketentuan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi
setelah Prolegda ditetapkan.

1. Mekanisme Pengajuan Rancangan Perda Provinsi diluar Prolegda di


lingkungan Pemerintah Daerah :
a. SKPD melalui biro hukum mengajukan izin prakarsa kepada Gubernur
untuk mengusulkan rancangan Perda masuk ke dalam Prolegda.
b. Dalam hal Gubernur memberikan izin prakarsa, Gubernur menyampaikan
rancangan Perda di luar Prolegda kepada Badan Legislasi Daerah melalui
Pimpinan DPRD sebagai usul penambahan ke dalam Prolegda.
c. Usul rancangan Perda di luar Prolegda dibahas dalam rapat Balegda DPRD
Provinsi dan Pemerintah Daerah untuk mendapat persetujuan bersama.
d. Usul rancangan Perda di luar Prolegda ditetapkan dalam rapat Paripurna
DPRD

2. Mekanisme Pengajuan Rancangan Perda Provinsi diluar Prolegda di


lingkungan DPRD :
a. Pimpinan fraksi, pimpinan komisi dan/atau anggota DPRD menyampaikan
usul rancangan Perda di luar Prolegda Provinsi kepada pimpinan Balegda
DPRD Provinsi.

Pedoman Penyusunan Program Legislasi Daerah 14


b. Usul rancangan Perda di luar Prolegda dibahas dalam rapat Balegda DPRD
Provinsi dan Pemerintah Daerah untuk mendapat persetujuan bersama.
c. Usul rancangan Perda di luar Prolegda ditetapkan dalam rapat Paripurna
DPRD.

D. Penyusunan Prolegda Kabupaten/Kota


1. Penyusunan Prolegda Provinsi secara mutatis mutandis berlaku bagi
4
penyusunan Prolegda Kabupaten/Kota .
2. Dalam Prolegda kabupaten dapat dimuat daftar kumulatif terbuka yang terdiri
atas :
a. Pembentukan, pemekaran, penggabungan kecamatan atau nama lainnya; dan
b. Pembentukan, pemekaran dan penggabungan desa atau nama lainnya.

4
Mutatis mutandis kurang lebih artinya, "Penyusunan Peraturan Presiden sama persis dengan penyusunan
Peraturan Pemerintah.

Pedoman Penyusunan Program Legislasi Daerah 15


BAB IV
PENENTUAN PRIORITAS PROLEGDA

A. Kriteria Substantif
Dalam melakukan penentuan pengusulan rancangan Perda yang dapat dimasukkan
ke dalam Prolegda, Pemerintah Daerah harus memperhatikan aspek substantif
sebagaimana tercantum dalam Pasal 35 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-undangan bahwa penyusunan Prolegda didasarkan
atas:
1. Perintah Peraturan Perundang-undangan lebih tinggi;
2. Rencana pembangunan daerah;
3. Penyelenggaraan otonomi daerah dan tugas pembantuan; dan
4. Aspirasi masyarakat daerah.

Ad 1. Perintah Peraturan Perundang-undangan lebih tinggi


Dalam hierarki peraturan perundang-undangan sebagaimana tercantum
dalam Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011, jenis dan
hierarki peraturan perundang-undangan ditentukan sebagai berikut:
a. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
b. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat;
c. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang;
d. Peraturan Pemerintah;
e. Peraturan Presiden;
f. Peraturan Daerah Provinsi; dan
g. Peraturan Daerah Kabupaten.
Dalam konteks hierarki peraturan perundang-undangan maka asas yang perlu
diperhatikan adalah asas lex superiori derogad legi inferiori yaitu peraturan yang
lebih tinggi mengesampingkan peraturan yang lebih rendah. Asas ini tidak lepas dari
hierarki peraturan perundang-undangan. Dalam pembentukan peraturan perundang-
undangan, hierarki adalah penjenjangan setiap jenis Peraturan Perundang-undangan
yang didasarkan pada asas bahwa Peraturan Perundang-undangan yang lebih rendah
tidak boleh bertentangan dengan Peraturan

Pedoman Penyusunan Program Legislasi Daerah 16


Perundang-undangan yang lebih tinggi. Perda menempati jenjang terendah
dalam hierarki peraturan perundang-undangan, sehingga memiliki beban besar
untuk menjaga harmonisasi dan konsistensi dengan Peraturan Perundang-
undangan di atasnya.
Pemerintahan Daerah dalam menyusun Prolegda harus mengidentifikasi dan
memilah pasal-pasal delegasi dari peraturan perundang-undangan yang lebih
tinggi yang substansinya memerintahkan pembentukan Perda. Beberapa contoh
dari Peraturan perundang-undangan lebih tinggi yang memerintahkan untuk
pembentukan Perda, antara lain:
1. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah, dalam
Pasal 31 menyebutkan:
“Ketentuan lebih lanjut mengenai pengawasan pengelolaansampah
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Daerah”
2. Peraturan Presiden Nomor 87 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan
UU No 12 Tahun 2014 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-
undangan, dalam Pasal 39 menyebutkan:
“Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara Penyusunan Prolegda Provinsi
diatur dengan Peraturan Daerah Provinsi”

Ad 2. Rencana Pembangunan Daerah


Perencanaan program pembentukan hukum di daerah harus memperhatikan
berbagai aspek yang mempengaruhi serta meliputi semua bidang pembangunan
sehingga dihasilkan Perda yang dapat memenuhi kebutuhan masyarakat dan
mendukung jalannya roda pemerintahan daerah. Pembangunan hukum di daerah
harus selaras dengan pembangunan sektor-sektor seperti pembangunan ekonomi,
sosial, budaya kemasyarakatan dan lainnya. Implementasi dari hal itu adalah
Prolegda harus mendasarkan pada dokumen pembangunan daerah yang
merupakan penjabaran visi, misi dan program Kepala Daerah terpilih ke dalam
strategi pembangunan daerah, kebijakan umum dan program prioritas Kepala
Daerah.
Tujuan sinergitas antara perencanaan pembangunan daerah dengan
perencanaan pembentukan Perda, yaitu:

Pedoman Penyusunan Program Legislasi Daerah 17


1. mengarahkan perencanaan pembentukan Perda sesuai kebutuhan
pembangunan Daerah;
2. meningkatkan kualitas Perda dalam rangka mendukung pencapaian prioritas
pembangunan Daerah;
3. meningkatkan efisiensi anggaran untuk keperluan pembentukan Perda dan
implementasi/penegakannya.
Salah satu dokumen yang harus menjadi rujukan dalam penyusunan
perencanaan Prolegda adalah Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah
dan Rencana Kerja Pemerintah Daerah Tahunan. Penyelarasan dengan Rencana
Pembangunan Daerah ini selain untuk mensinergikan aspek-aspek pembangunan
juga untuk mensinergikan antara kerangka regulasi (Prolegda) dengan kerangka
anggaran, dengan demikian kebijakan penganggaran terfokus pada satu arah baik
dari sisi penganggaran pembentukan Perda ataupun sisi penganggaran teknis
pembangunan.

Ad 3. Penyelenggaraan otonomi daerah dan tugas pembantuan


Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom
untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan
masyarakat setempat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia,
sedangkan Tugas Pembantuan adalah penugasan dari Pemerintah Pusat kepada
daerah otonom untuk melaksanakan sebagian urusan pemerintahan yang menjadi
kewenangan Pemerintah pusat atau dari Pemerintah Daerah provinsi kepada
daerah kabupaten/kota untuk melaksanakan sebagian Urusan Pemerintahan yang
menjadi kewenangan Daerah provinsi.
a) Peraturan Daerah berdasarkan penyelenggaraan otonomi daerah
Penyelenggaraan otonomi daerah merupakan politik hukum (legal
policy) untuk menjamin kemandirian, kebebasan dan/atau keleluasaan daerah
untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintah tertentu sebagai urusan
rumah tangga sendiri. Tujuannya adalah untuk meningkatkan efisiensi dan
efektivitas penyelenggaraan pembangunan serta pelayanan umum kepada
masyarakat. Selain itu juga untuk membantu mengembangkan pembangunan
daerah sesuai dengan potensi dan karakteristiknya. Konsekuensi dari adanya

Pedoman Penyusunan Program Legislasi Daerah 18


otonomi daerah adalah kewenangan Daerah untuk menyusun Perda sebagai
dasar yuridis untuk menjalankan pemerintahan berdasarkan kewenangannya.
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah
telah mengklasifikasi urusan pemerintahan menjadi 3 (tiga), yaitu :
a. Urusan Pemerintahan Absolut, yaitu urusan yang sepenuhnya menjadi
kewenangan Pemerintahan Pusat;
b. Urusan Pemerintahan Konkuren, yaitu urusan pemerintahan yang
dibagi antara Pemerintah Pusat dan Daerah; dan
c. Urusan Pemerintahan Umum, yaitu urusan pemerintahan yang menjadi
kewenangan Presiden.
Urusan Pemerintahan Konkuren yang menjadi kewenangan Daerah
merupakan dasar pelaksanaan otonomi daerah. Urusan Pemerintahan
Konkuren terdiri atas urusan pemerintahan wajib dan urusan pemerintahan
pilihan. Urusan pemerintahan wajib ada yang terkait dengan pelayanan
dasar dan tidak terkait dengan pelayanan dasar. Secara lebih lengkap,
pembagian urusan pemerintahan konkuren antara Pemerintah Pusat,
Pemerintah Daerah Provinsi, dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota
dijabarkan dalam Lampiran Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah.
Pemerintah Daerah dalam menentukan Prolegda harus mampu
menjabarkan urusan-urusan yang telah diserahkan kepada Daerah tersebut
sesuai dengan kebutuhan masyarakat, potensi serta karakteristik daerahnya.
Pemerintah Daerah juga harus memperhatikan pembagian kewenangan
urusan pemerintahan berdasarkan peraturan perundang-undangan, dengan
tetap memperhatikan prinsip akuntabilitas, efisiensi, dan eksternalitas, serta
kepentingan strategis nasional,. Dengan demikian tidak terjadi tumpang
tindih pengaturan antara kewenangan Pusat dengan kewenangan Daerah
serta tumpang tindih antara kewenangan Daerah Provinsi dengan
kewenangan Daerah Kabupaten/Kota.

b) Perda berdasarkan Tugas Pembantuan

Pedoman Penyusunan Program Legislasi Daerah 19


Perda yang terkait dengan tugas pembantuan tidak mengatur substansi
urusan pemerintahan melainkan hanya mengatur tata cara melaksanakan
5
substansi urusan pemerintahan . Ada berbagai urusan yang secara substantif
merupakan bidang-bidang yang diatur dan diurus oleh Pemerintah Pusat
tetapi penyelenggaraannya diserahkan kepada Daerah. Meskipun terbatas
pada cara-cara menyelenggarakan urusan, daerah memiliki kebebasan
sepenuhnya untuk mengatur cara-cara melaksanakan tugas pembantuan.
Tugas Pembantuan dilaksanakan berdasarkan berbagai pertimbangan,yaitu:
1. agar suatu urusan dapat terselenggara secara efisien dan efektif, Pusat tidak
perlu membentuk aparat sendiri di Daerah, atau melaksanakan sendiri dari
Pusat. Pelaksanaan sepenuhnya dilakukan oleh Pemerintah Daerah.
2. dalam pelaksanaan dimungkinkan penyesuaian-penyesuaian menurut
keadaan masing-masing daerah, tidak diperlukan keseragaman secara
nasional sebab daerah bebas menentukan cara-cara melaksanakannya.
3. tugas pembantuan dapat juga dipergunakan sebagai cara persiapan
sebelum suatu urusan diserahkan menjadi urusan rumah tangga Daerah.
4. tugas pembantuan merupakan cara Pemerintah Pusat menunjang atau
membantu Daerah dengan menyediakan dana atau fasilitas yang
6
diperlukan tanpa harus mencampuri pelaksanaan .
Tugas Pembantuan pada hakekatnya adalah urusan Pemerintahan
Pusat, oleh karena itu tanggung jawab tetap terletak di Pusat. Pemerintah
daerah selaku pengemban Tugas Pembantuan wajib melaporkan pelaksanaan
dan mempertanggungjawabkannya kepada pemberi penugasan. Tugas
pembantuan diselenggarakan karena tidak semua wewenang dan
tugaspemerintahan dapat dilakukan dengan menggunakan asas desentralisasi
dan asas dekonsentrasi.

Ad 4. Aspirasi Masyarakat Daerah

5
I Gede Pantja Astawa, Problematika Hukum Otonomi Daerah di Indonesia, Penerbit P.T.Alumni,
Bandung, 2008, hal 266
6 Ni’matul Huda, Problematika Pembatalan Peraturan Daerah, FH UII Press, Yogyakarta,
2010,
Hal 89.

Pedoman Penyusunan Program Legislasi Daerah 20


Peran serta masyarakat dalam memberikan masukan terkait Pembentukan
Peraturan daerah merupakan persfektif baru penyusunan produk hukum yakni
model partisipatif, model yang menempatkan hukum dan kepentingan
masyarakat lokal serta partisipasi masyarakat dalam pembangunan hukum. Peran
serta masyarakat dituangkan dalam aspirasi dan masukan dalam pembentukan
Perda, dengan memperhatikan aspirasi ini maka Perda menjadi cerminan dari
kehendak masyarakat.
Aspirasi masyarakat merupakan unsur penting dalam membangun dan
mengembangkan sistem pemerintahan yang aspiratif dan demokratis. Aspirasi
masyarakat, baik secara langsung maupun tidak langsung merupakan bentuk
keterlibatan warga masyarakat dalam membangun kemitraan antara pemerintah
dan masyarakat untuk secara bersama-sama bertanggung jawab terhadap
keberhasilan penyelenggaraan pemerintah dan pembangunan daerah.
Pembentukan Perda yang partisipatif menempatkan masukan dari
masyarakat tidak hanya sebagai alat legitimasi semata, masyarakat merupakan
poros utama Pembentukan Perda, artinya hukum lokal dihargai, kepentingan
masyarakat diutamakan serta partisipasinya adalah keniscayaan yang bertujuan
untuk kesejahteraan masyarakat. Namun demikian aspirasi masyarakat ini juga
harus tetap dibingkai selaras dengan arah pembangunan daerah dan
mengutamakan kepentingan umum.

Secara sederhana, dasar kriteria sebagaimana tercantum dalam Pasal 35 Undang-


Undang Nomor 12 Tahun 2011 tersebut dapat dikategorikan menjadi 3 (tiga) aspek yang
kemudian dikonstruksi menjadi alat analisis penentuan prioritas Prolegda, yaitu:
a. Landasan hukum artinya, rancangan Perda yang diusulkan ke dalam Prolegda
mempunyai dasar hukum, apakah itu didasarkan pada perintah peraturan
perundang-undangan yang lebih tinggi (delegasi) atau dalam rangka
penyelenggaraan pemerintahan daerah. Dalam artian, rancangan Perda tidak boleh
bertentangan dengan peraturan perundang-undangan lainnya baik yang setingkat
maupun yang lebih tinggi; selain itu materi muatan Perda tersebut harus sesuai
dengan ketentuan mengenai materi muatan peraturan perundang-undangan
sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011.

Pedoman Penyusunan Program Legislasi Daerah 21


b. Kebutuhan artinya, peraturan perundang-undangan tersebut mempunyai tujuan
yang jelas dan dibutuhkan oleh masyarakat dan pembangunan serta merupakan
jawaban terhadap permasalahan yang ingin diatasi. Perda yang akan dibentuk
harus mampu memberi arah dan tujuan strategis yang jelas dalam mendukung
bidang tertentu yang sedang menjadi fokus pembangunan pemerintah
sebagaimana tercermin dalam dokumen perencanaan pembangunan daerah.
c. Potensi manfaat artinya, rancangan Perda tersebut memberikan potensi manfaat
secara sosial dan ekonomi bagi Pemerintah Daerah dan sesuai dengan aspirasi
masyarakat. Penerapan Perda tidak memerlukan banyak sumber daya yang
memberatkan/membebani pemerintah daerah dan atau keuangan daerah, dan tidak
memberatkan masyarakat, baik secara ekonomi/keuangan maupun sosial
kemasyarakatan.

B. Kriteria Teknis
Penentuan rancangan Perda prioritas yang akan dimasukkan ke dalam Prolegda
selain harus memperhatikan kriteria substantif yang tercantum dalam Pasal 35 Undang-
Undang Nomor 12 T ahun 2011 tentang Peraturan Perundang-undangan jo Pasal 38
Peraturan Presiden Nomor 87 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-
Undang Nomor 12 T ahun 2011 tentang Peraturan Perundang-undangan, juga harus
memperhatikan kesiapan teknis rancangan Perda tersebut. Kesiapan teknis diwujudkan
dalam bentuk dokumen, yang meliputi:
1. Penjelasan atau Keterangan dan/atau Naskah Akademik;
2. rancangan Perda
Dokumen kesiapan teknis tersebut dimaksudkan agar rancangan Perda yang
diusulkan masuk ke dalam Prolegda merupakan rancangan Perda yang akan dan siap
dibahas pada tahun tersebut. Penjelasan atau Keterangan dan/atau Naskah Akademik
serta rancangan Perda menunjukan bahwa pihak-pihak penyusun telah mempersiapkan
secara matang dan cermat pembentukan rancangan Perda tersebut. Penyusunan
rancangan Perda tersebut tidak didasarkan atas keinginan semata tanpa adanya dasar
pertimbangan yang dapat dipertanggungjawabkan,
Dokumen kesiapan teknis tersebut juga dimaksudkan untuk menghindari rancangan
Perda tidak selesai terbahas dalam satu tahun perencanaan karena dokumen teknis

Pedoman Penyusunan Program Legislasi Daerah 22


pendukung yang tidak kunjung selesai dibahas di tingkat internal Pemerintah Daerah
ataupun internal DPRD.

Prakarsa Pembahasan Ranperda di Gubernur/Bupati/ DPRD Bersama


SKPD/Biro/Bag Lingkungan Internal Pemda atau Walikota atau Gubernur/Bupati/
Hukum atau DPRD DPRD Walikota
Anggota/Komisi/
Gabungan Komisi

Metode
Kriteria (Makara,
Substantif RIA atau
dan Teknis
(bila ada)
lainnya)

Analisa Usulan Pembahahsasan


Usulan Kriteria Penenentuan
Ranperda
Ranperda Ranperda Prioritas PrioritasRanpe
Prioritas rdaRanperda

- landasan
pembentukan
- kebutuhan
- mamfaat
Belum
Prioritas

Keterangan : Secara ideal, Dokumen Naskah Akademik/Keterangan/Penjelasan serta rancangan Perda


harus sudah tersedia sebelum pengusulan Prolegda dilakukan atau dengan kata lain kedua dokumen
tersebut merupakan prasyarat untuk pengusulan Prolegda. Namun mengingat masa Prolegda hanya
untuk satu tahun maka Dokumen Naskah Akademik/Keterangan/ Penjelasan serta rancangan Perda
dapat disusun setelah Prolegda ditetapkan.

Pedoman Penyusunan Program Legislasi Daerah 23


BAB V
MONITORING DAN EVALUASI
PROLEGDA

Monitoring dan Evaluasi Prolegda diarahkan agar rancangan Perda yang


diprioritaskan dapat dipantau proses pembentukannya, kendala yang dihadapi, dan upaya
yang dilakukan untuk mengatasinya. Metode Monitoring dan Evaluasi Prolegda yaitu:
A. Monitoring
Monitoring bertujuan untuk memantau perkembangan rancangan Perda yang sudah
ditetapkan dalam Keputusan DPRD Provinsi/Kabupaten/Kota tentang Penetapan
Prolegda. Monitoring Prolegda dilakukan bersama oleh DPRD
Provinsi/Kabupaten/Kota dan Pemerintah Daerah Provinsi/ Kabupaten/Kota.
Kegiatan :
1) memantau perkembangan penyusunan dan pembahasan rancangan Perda;
2) Memantau jumlah rancangan Perda yang telah ditetapkan menjadi Perda.
Perangkat :
Dalam rangka rekapitulasi hasil kegiatan monitoring dilakukan dengan
menggunakan matrik monitoring Prolegda yang memuat nama judul rancangan
Perda, perkembangan penyusunan dan pembahasan rancangan Perda serta
rekapitulasi jumlah rancangan Perda yang sudah ditetapkan menjadi Perda
(Lampiran IV).

B. Evaluasi
Kegiatan penilaian terhadap hasil dari pemantauan pelaksanaan Prolegda pada
tahun berjalan, digunakan sebagai bahan perencanaan Prolegda tahun berikutnya.

Kegiatan:
1) mengukur pelaksanaan Prolegda dengan membandingkan antara pencapaian
dan perencanaan.
2) berdasarkan hasil evaluasi, memberikan usulan untuk penyusunan prioritas
tahun berikutnya.

Pedoman Penyusunan Program Legislasi Daerah 24


Apabila suatu rancangan Perda tidak dapat diselesaikan pada tahun berjalan sesuai
dengan skala prioritas dalam Prolegda yang telah ditetapkan, maka rancangan Perda
tersebut dapat dijadikan prioritas dalam Prolegda tahun berikutnya dengan syarat
rancangan Perda tersebut sudah pernah dibahas dalam rapat pembahasan rancangan
Perda di DPRD Provinsi/Kabupaten/Kota. Apabila suatu rancangan Perda belum pernah
dibahas pada tahun berjalan sesuai dengan skala prioritas yang ditetapkan, maka
rancangan Perda tersebut perlu dievaluasi kembali urgensinya untuk diajukan pada
Prolegda tahun berikutnya.

Pedoman Penyusunan Program Legislasi Daerah 25


BAB V
PENUTUP

Terbentuknya suatu peraturan perundang-undangan khususnya Perda yang sinergis


dengan sistem hukum nasional, rencana pembangunan daerah, otonomi daerah dan tugas
pembantuan adalah hal yang dicita-citakan oleh setiap komponen bangsa ini. Sebagai
bagian dari pembangunan hukum nasional, Perda sebaiknya berorientasi pada dua hal,
yaitu aspek materil dan aspek formal.
Dalam konteks aspek materil, suatu Perda harus bersifat responsif dan berkeadilan
sosial, memiliki kepastian hukum, berorientasi sebesar-besarnya pada kesejahteraan
rakyat dan memberi perlindungan yang memadai atas hak-hak yang telah dijamin dalam
undang-undang atau hak konstitusional dalam UUD Negara Republik Indonesia Tahun
1945. Suatu Perda harus mampu mencerminkan sisi kemanfaatan dan keadilan hukum,
tentu dengan tidak mengabaikan sisi kepastian hukumnya.Selanjutnya pada aspek
formal (prosedural), Perda perlu memperhatikan agar proses penyusunannya tidak
bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi dan mengarah
pada langkah sinkronisasi serta harmonisasi dalam kerangka tertib hukum.
Sebagai salah satu upaya mewujudkan Perda yang dicita-citakan tersebut, maka
tahap perencanaan Pembentukan Perda yang dikenal dengan Prolegda harus mampu
menjadi pintu gerbang awal untuk menyeleksi rancangan Perda agar selaras dengan
komponen pembangunan hukum yaitu sistem hukum nasional, rencana pembangunan
daerah, otonomi daerah dan tugas pembantuan yang diemban oleh Daerah.
Pedoman Penyusunan Prolegda ini disusun untuk digunakan sebagai acuan bagi
para stakeholder dalam melaksanakan penyusunan Prolegda.

Pedoman Penyusunan Program Legislasi Daerah 26


LAMPIRAN I
BAGAN PENYUSUNAN PROLEGDA
TAHAP PENGUSULAN TAHAP PEMBAHASAN TAHAP FINALISASI PROLEGDA TAHAP KOORDINASI
RAPERDA (SELEKSI USULAN RAPERDA) DI LINGKUNGAN INTERNAL PEMDA-BALEGDA
DasarHukum DasarHukum DasarHukum DasarHukum
Pasal 35 UU No.12 Tahun 2011 Pasal 36 (2),(3) UU No.12 Tahun 2011 Pasal 35 (4) Perpres No.87 Tahun 2014 Pasal 37 UU No.12 Tahun 2011
Pasal 34 Perpres No.87 Tahun 2014 Pasal 35 Perpres No.87 Tahun 2014 Pasal 36, Pasal 39 Perpres No.87 Tahun 2014
DILINGKUNGANPEMDA
PROGRAMPEMBENTUKANPERDA

Inventarisasi Usulan

Instansi Vertikal
Terkait
Daftar Output: Output:
Output: prolegda Prolegda Prolegda
Usulan Prov/
Raperda dilngkn Kab/kota
Pemda

BIRO/BAG KEPALA
SKPD PEMDA
HUKUM DAERAH

Rapat
Rapat Program
Pembentukan Perda BALEGDA Paripurna
DPRD
PROGRAMPEMBENTUKANPERDA

DILINGKUNGANDPRD

Sosialisasikemasyarakat
Output: Daftar
Usulan prolegda Output:
Raperda dilingkn Prolegda
DPRD

Anggota, Komisi,
Atau Fraksi BALEGDA PIMPINAN DPRD
DPRD

InventarisasiUsulan
Rapat Internal Balegda
KETERANGAN

Kepala daerah menugaskan kepada Biro/Bag Hukum melakukan pembahasan Biro/Bag Hukummenyerahkan hasil Penyusunan Prolegda antara Pemda dan DPRD
SKPD untuk menyusun Prolegda Prolegda Pemda di dalam rapat Prolegda. pembahasan Prolegda di lingk. Pemda kepada dikoordinasikan oleh DPRD melalui Balegda.
Pimpinan DPRD menugaskan kepada Biro/Bag Hukum dapat mengikutsertakan Kepala Daerah melalui Sekda. Hasil penyusunan Prolegda antara Pemda dan DPRD
Anggota, Komisi atau Fraksi untuk instansi vertical terkait dari Kemenkumham Balegda menyerahkan hasil pembahasan disepakati menjadi Prolegda dan ditetapkan dalam rapat
menyusun Prolegda atau instansi vertikal terkait lainnya. Prolegda di lingk. DPRD ke Pimpinan DPRD paripurna DPRD.
Balegda melakukan pembahasan Prolegda di Prolegda ditetapkan dengan Keputusan DPRD.
dalam rapat internal Balegda

Pedoman Penyusunan Program Legislasi Daerah 27


LAMPIRAN II
FORMAT
MATRIKS USULAN PROLEGDA
TAHUN ……..

Satuan Kerja Perangkat Daerah…/ Satuan Kerja Perangkat DPRD…


Jenis Tentang Status Disertai
Materi Unit/Instansi Target
No Pelaksanaan Ket
Pokok NA Penjelasan/ Terkait Penyampaian
Baru Ubah
keterangan
1 2 3 3 4 5 7 8 9 10 11

Kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah…/


Anggota, Komisi, Gabungan Komisi, Alat
kelengkapan DPRD…

……………………………………

Pedoman Penyusunan Program Legislasi Daerah 28


LAMPIRAN III

FORMAT PROLEGDA
TAHUN ……..

NO JUDUL RANCANGAN PERDA PEMRAKARSA

1 Ranperda tentang....
2 Ranperda tentang....
3
4

DAFTAR KUMULATIF TERBUKA PROLEGDA PROVINSI

NO Daftar Kumulatif Terbuka Judul Rancangan Perda


1 Raperda Kumulatif Terbuka akibat putusan Mahkamah
Agung
2 Raperda Kumulatif Terbuka tentang Anggaran Pendapatan
dan Belanja Daerah

DAFTAR KUMULATIF TERBUKA PROLEGDA KABUPATEN/KOTA

NO Daftar Kumulatif Terbuka Judul Rancangan Perda


1 Raperda Kumulatif Terbuka akibat putusan Mahkamah
Agung
2 Raperda Kumulatif Terbuka tentang Anggaran Pendapatan
dan Belanja Daerah
3 Raperda Kumulatif Terbuka tentang pembentukan,
pemekaran, dan penggabungan Kecamatan atau nama
lainnya
4 Raperda Kumulatif Terbuka tentang pembentukan,
pemekaran, dan penggabungan Desa atau nama lainnya

Pedoman Penyusunan Program Legislasi Daerah 29


LAMPIRAN IV

FORMAT
MATRIK MONITORING PROLEGDA
TAHUN ……..

No. JUDUL RANCANGAN PEMRAKARSA STATUS PERKEMBANGAN KET


PERDA
1 2 3 4 5 6

PETUNJUK PENGISIAN TABEL (MATRIK MONITORING)

KOLOM KETERANGAN
1 Nomor urut Rancangan Perda
2 Nama Judul Rancangan Perda
satuan kerja perangkat daerah/anggota, komisi, gabungan komisi atau Balegda DPRD
3
yang menjadi pemrakarsa/pengusul rancangan Perda
Status Raperda termasuk dalam:
- luncuran program pembentukan perda tahun sebelumnya;
4 - program pembentukan perda usulan baru;
- daftar kumulatif terbuka; atau
- rancangan Perda di luar Prolegda (tambahan)
Perkembangan tahap pembahasan Rancangan peraturan daerah:
- raperda masih di internal Pemrakarsa (SKPD/Biro Hukum/Komisi);
5 - rancangan Perda telah disampaikan kepada Kepala Daerah atau DPRD;
- proses pembahasan di DPRD;
- proses evaluasi Perda atau
- sudah ditetapkan menjadi Perda

Pedoman Penyusunan Program Legislasi Daerah 30

Anda mungkin juga menyukai