Disusun Oleh :
Sidiq Kurnianto (5150211158)
Disc Tarra disebutkan akan tetap mempertahankan beberapa gerai utamanya, tapi baru
disebutkan akan berkonsentrasi untuk menggarap bisnis digital. Sayangnya Disc Tarra sedikit
terlambat. Dan ini semua disebabkan lambannya bisnis dalam melihat peluang dan celah.
Dalam menggarap toko gaya hidup, kehadiran Disc Tarra agaknya menimbulkan banyak
kebingungan. Kehendak untuk mempertahankan bisnis brick & mortar CD dan DVD hanya
bercampur dengan menempatkan mesin kopi dan teh terkesan sebagai sebuah bisnis sampingan
yang enggan bertransformasi secara total. Kehadiran meja dan kursi serta sedikitnya pengunjung
kedai kopi dan toko musiknya hanya menampakkan betapa lemahnya posisi Disc Tarra beberapa
tahun terakhir untuk menggarap pasar yang mereka telah miliki.
Demikian juga dengan pengembangan toko online mereka. Ketika pergeseran bisnis musik
online mulai menggerus pasar, Disc Tarra hanya berdiri menantikan arus itu datang dengan
bersiap membuka toko CD dan DVD online, dimana pembeli dapat membeli CD dan DVD
namun produk masih akan dikirim secara fisik ke alamat pelanggan. Sebuah pengembangan yang
agaknya separuh-separuh, terlebih setelah terbilang raksasa sebesar Disc Tarra sebenarnya telah
memiliki jaringan dan relasi dengan berbagai label dan distribusi musik beserta pelakunya.
Tidak gesitnya manajemen Disc Tarra dalam menggarap kemungkinan bisnis yang ada dan
secara lebih berani berinovasi telah memukul mundur bisnis ini terlalu keras. Dengan
dikabarkannya lewat media massa bahwa Disc Tarra akan menutup gerainya secara langsung
menunjukkan betapa rapuhnya posisi Disc Tarra dan ditangkap oleh pelanggannya. Tidak
gesitnya Disc Tarra juga terlihat bagaimana Tarra tidak mampu menangkap pergerakan industri
musik yang semakin mengarah pada bisnis pertunjukan live yang tergolong memiliki
profitabilitas cukup. Pengembangan bisnis yang terlalu jauh dari bisnis utama dan kompetensi
seperti membuka kedai, menjadi sandungan bagi bisnis yang menimbulkan persepsi
inkompetensi di sisi manapun yang mereka lakukan. Keberanian Disc Tarra untuk menjadi gerai
online yang sepenuhnya bertumpu pada streaming juga tidak kunjung dilakukan, menjadikan
model online shop musik sebagai bentuk bisnis yang juga setengah-setengah. Mengubah toko
menjadi toko gaya hidup juga tersandung dalam gayanya yang lebih mainstream dan bukan
mengubahnya menjadi toko yang lebih eklektik yang menekankan pada pengalaman pengunjung
sebagai produk yang berbeda dengan membeli di toko online.
Memang harus diakui bahwa bisnis unduhan musik secara ilegal masih marak dan semakin
marak di Indonesia. Dan walaupun perusahaan ini telah melebarkan sayap ke unduhan dan
streaming digital, belum tentu Disc Tarra akan dapat berhasil bersaing dengan ruang lain seperti
Spotify, Amazon, dan iTunes dari berbagai kawasan mancanegara. Namun tidak bergeraknya
Disc Tarra menandakan keragu-raguan dalam berbisnis dan berinovasi.
Namun sebagaimana dikabarkan Detik.com, bahkan kantor pusat Disc Tarra sudah berubah
fungsi dan tidak dapat dihubungi. Seluruh karyawan pun dikatakan bungkam dan telah
dirumahkan per tanggal 31 Desember lalu. Nasi sudah menjadi bubur, dan kerusakan telah
terjadi. Nama Disc Tarra yang dahulu dapat dikatakan sebagai salah satu brand utama dalam
bisnis penjualan rekaman kini terkubur dalam jejak sejarah dan sulit untuk dihidupkan dan
dibersihkan kembali. Sudah terlambat untuk bergerak.
http://musicalprom.com/2016/01/05/disc-tarra-bubar-akibat-rendahnya-kelincahan-bisnis/