Anda di halaman 1dari 24

KATA PENGANTAR

I
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................................................... i

DAFTAR ISI.................................................................................................................................. ii

DAFTAR TABEL ........................................................................................................................ iv

DAFTAR GAMBAR ..................................................................................................................... v

DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................................................ vi

BAB I PENDAHULUAN .............................................................................................................. 1

1.1 Latar Belakang .................................................................................................................... 1

1.2 Tujuan .................................................................................................................................. 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA .................................................................................................. 3

BAB III METODE PENELITIAN .............................................................................................. 7

3.1 Waktu dan Tempat ............................................................................................................. 7

3.2 Laboratorium ...................................................................................................................... 7

3.2.1 Metode Most Probable Number (MPN) ......................................................................... 7

3.3 Perhitungan.......................................................................................................................... 7

3.4 Alat dan Bahan .................................................................................................................... 8

3.5 Cara Kerja ........................................................................................................................... 9

3.5.1 Tes Pendugaan Bioindikator Air .................................................................................... 9

3.5.2 Tes Konfirmatif Bioindikator Air ................................................................................... 9

3.5.3 Tes Pelengkap Bioindikator Air ................................................................................... 10

BAB IV HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN ...................................................... 11

5.1 Hasil pengamatan .............................................................................................................. 11

5.1.1 Hasil pengamatan tes pendugaan ................................................................................. 11

5.1.2 Hasil pengamatan tes konfirmasi.................................................................................. 13

II
5.1.3 Hasil pengamatan tes pelengkap ................................................................................... 14

5.2 Pembahasan ....................................................................................................................... 15

BAB V SIMPULAN .................................................................................................................... 16

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................................. 17

LAMPIRAN................................................................................................................................. 18

III
DAFTAR TABEL

IV
DAFTAR GAMBAR

V
DAFTAR LAMPIRAN

VI
BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Air merupakan materi esensial bagi kehidupan makhluk hidup karena makhluk hidup
memerlukan air untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya. Secara umum, fungsi air dalam
tubuh setiap mikroorganisme adalah untuk melarutkan senyawa organik, menstabilkan suhu
tubuh dan melangsungkan berbagai reaksi kimia tingkat seluler (Campbell dkk., 2002).
Pemeriksaan air secara mikrobiologi sangat penting dilakukan karena air merupakan substansi
yang sangat penting dalam menunjang kehidupan mikroorganisme yang meliputi pemeriksaan
secara mikrobiologi, baik secara kualitatif maupun kuantitatif dapat dipakai sebagai pengukuran
derajat pencemaran (Ramona dkk., 2007).
Kualitas suatu perairan sangat berpengaruh terhadap kemampuan produktivitas
fitoplankton. Penurunan kualitas perairan akan mnyebabkan penurunan kelimpahan fitoplankton
yang pada akhirnya akan berpengaruh terhadap kelayakan suatu perairan untuk kegiatan
perikanan. Masing-masing habitat mempunyai ciri-ciri tersendiri. Adanya perubahan lingkungan
dimana habitat itu tinggal akan menyebabkan jumlah dan jenis dari kelimpahan organisme yang
hidup di dalamnya berbeda-beda. Walaupun mempunyai lingkungan hidup yang berbeda-beda,
sebenarnya pada masing-masing habitat tersebut terdapat interaksi antara faktor biotik dan
abiotik.
Kualitas air adalah istilah yang menggambarkan kesesuaian atau kecocokan air untuk
penggunaan tertentu, misalnya: air minum, perikanan, pengairan/irigasi, industri, rekreasi dan
sebagainya. Peduli kualitas air adalah mengetahui kondisi air untuk menjamin keamanan dan
kelestarian dalam penggunaannya. Kualitas air dapat diketahui dengan melakukan pengujian
tertentu terhadap air tersebut. Pengujian yang biasa dilakukan adalah uji kimia, fisik, biologi,
atau uji kenampakan (bau dan warna) (ICRF,2010).
Kualitas air secara umum menunjukkan mutu atau kondisi air yang dikaitkan dengan suatu
kegiatan atau keperluan tertentu. Dengan demikian, kualitas air akan berbeda dari suatu kegiatan
ke kegiatan lain, sebagai contoh: kualitas air untuk keperluan irigasi berbeda dengan kualitas air
untuk keperluan air minum. Air yang jernih bukan berarti air yang baik bagi ikan, karena jernih

1
bukan satu-satunya syarat air berkualitas bagi ikan. Sering dijumpai ikan hidup dan berkembang
dengan "subur" justru pada air yang bagi manusia menimbulkan kesan jorok. Ikan hidup dalam
lingkungan air dan melakukan interaksi aktif antara keduanya.

1.2 Tujuan
Tujuan dilakukannya praktikum bioindikator kualitas air ini adalah sebagai berikut:
1. Mengetahui parameter kualitas air baik secara fisika, kimia maupun biologi.
2. Mengetahui kualitas air yang diuji dalam laboratorium dengan parameter biologi, yaitu
menggunakan bioindikator bakteri Eschercihia coli.
3. Mempelajari peranan bakteri Coli sebagai indikator pencemaran air.

2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Air merupakan media hidup bagi ikan dan beberapa organisme kecil lainnya sebagai
makanannya sehingga tanpa air tidak mungkin suatu usaha perikanan akan berjalan. Namun ,
dalam usaha perikanan tentunya diperlukan air yang memiliki kualitas baik dengan kriteria
tertentu untuk dapat mendukung usaha perikanan tersebut. (Purnama dan Hanafi, 2002).
Kualitas air yaitu sifat air dan kandungan makhluk hidup, zat energi, atau komponen lain
di dalam air. Kualitas air dinyatakan dengan beberapa parameter, yaitu fisika (suhu, kekeruhan,
padatan, suspense, dan sebagainya), parameter kimia (pH, oksigen terlarut, BOD, dan
sebagainya), dan parameter biologi (keberadaan plankton, bakteri, dan sebagainya) (Effendi,
2003). Berikut ini merupakan penjelasan singkat mengenai parameter kualitas air:
2.1. Parameter Fisika
2.1.1. Suhu
Boyd (2003), di daerah tropis suhu perairan berkisar 25-32˚C dan masih layak untuk
kehidupan organisme perairan. Suhu perairan dipengaruhi oleh berbagai faktor, antara lain
zona iklim, altitude, suhu udara, musim dan pemasukan aliran sungai.
Pola temperatur ekosistem air dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti intensitas
cahaya matahari, pertukaran panas antara air dengan udara sekelilingnya, ketinggian
geografis dan juga oleh faktor kanopi (penutupan oleh vegetasi) dari pepohonan yang
tumbuh di tepi. Di samping itu, pola temperatur perairan dapat di pengaruhi oleh faktor-
faktor anthropogen (faktor yang di akibatkan oleh aktivitas manusia), seperti limbah panas
yang berasal dari air pendingin pabrik, penggundulan DAS yang menyebabkan hilangnya
perlindungan sehingga badan air terkena cahaya matahari secara langsung (Barus, 2003).
Suhu tinggi tidak selalu berakibat mematikan tetapi dapat menyebabkan gangguan
status kesehatan untuk jangka panjang, misalnya stres yang ditandai dengan tubuh lemah,
kurus, dan tingkah laku abnormal. Pada suhu rendah, akibat yang ditimbulkan antara lain
ikan menjadi lebih rentan terhadap infeksi fungi dan bakteri patogen akibat melemahnya
sistem imun. Pada dasarnya suhu rendah memungkinkan air mengandung oksigen lebih
tinggi, tetapi suhu rendah menyebabkan stres pernafasan pada ikan berupa menurunnya laju
pernafasan dan denyut jantung sehingga dapat berlanjut dengan pingsannya ikan-ikan
akibat kekurangan oksigen (Irianto, 2005).

3
2.1.2. Kecerahan
Birowo (2000), menyatakan bahwa perairan laut yang nilai kecerahannya kurang
dari satu meter dapat dikatakan rendah.
Kecerahan merupakan ciri penentu untuk pencerahan, penglihatan, yang mana suatu
sumber dilihat memancarkan sejumlah kandungan cahaya, dalam kata lain kecerahan
adalah pencerahan yang terhasil dari pada kekilauan sasaran penglihatan, kecerahan
merupakan suatu ukuran dimana cahaya di dalam air yang disebabkan oleh adanya partikel-
partikel kaloid dan suspensi dari suatu bahan pencemaran, antara lain bahan organik dari
buangan-buangan industry, rumah tangga, maupun pertanian yang terkandung di perairan
(Chakroff dalam Syukur, 2002).
Suman Widjaya (2000), kecerahan adalah suatu ukuran untuk menentukan daya
penetrasi cahaya matahari yang masuk kedalam perairan. Nilai ini berbanding terbalik
dengan kekeruhan. Kecerahan yang produktif adalah 20-40 cm dari permukaan air. Tingkat
kecerahan perairan memengaruhi pertumbuhan fitoplankton.
2.1.3. Kedalaman
Kedalaman di suatu perairan sangat penting untuk diperhatikan, hal ini
diakarenakan kedalaman suatu perairan dapat memengaruhi jumlah cahaya yang akan
masuk ke perairan dan ketersediaan oksigen diperairan tersebut. Jika di suatu perairan
kekurangan cahaya masuk ke dalamnya, maka ikan-ikan yang ada di dalam perairan
tersebut akan stress. Begitu juga halnya dengan kandungan oksigen, biasanya di perairan
dalam ketersediaan oksigen lebih sedikit dibandingkan dengan perairan dangkal.
2.2. Parameter Kimia
2.2.1 Derajat keasaman (pH)
Tambunan dalam laporan praktikum umum (2006), pH adalah ukuran tingkat
keasaman dari air atau besarnya konsentrasi ion H dalam air dan merupakan gambaran
keseimbangan antara asam (H+) dan basa (OH-) dalam air. Nilai pH sangat dipengaruhi
oleh daya produktifitas suatu perairan.
Kadar pH dinilai dengan ukuran antara 0-14. Sebagian besar persediaan air
memiliki pH antara 7,0-8,2. Namun, beberapa air memiliki pH di bawah 6,5 atau diatas 9,5.
Air dengan kadar pH yang tinggi pada umumnya mempunyai konsentrasi alkali karbonat

4
yang lebih tinggi. Alkali karbonat menimbulkan noda alkali dan meningkatkan farmasi
pengapuran pada permukaan yang keras (iCLEAN, 2007).
Fardiez (2000), nilai pH yang normal adalah sekitar antara 6-8. O2 terlarut
merupakan kebutuhan dasar untuk kehidupan hewan dan tanaman dalam air. Derajat
keasaman (pH) mempunyai pengaruh yang besar terhadap biota air sehingga sering
digunakan sebagai parameter atau sebagai petunjuk untuk menyatakan baik buruknya
keadaan perairan sebagai lingkungan hidup.
2.2.2. Oksigen terlarut (DO)
Oksigen adalah unsur vital yang diperlukan oleh semua organisme untuk respirasi
dan sebagai zat pembakar dalam proses metabolisme. Sumber utama oksigen terlarut dalam
air adalah penyerapan oksigen dari udara melalui kontak antara permukaan air dengan
udara dan dari proses fotosintesis. Selanjutnya, air kehilangan oksigen melalui pelepasan
dari permukaan ke atmosfer dan melalui kegiatan respirasi dari semua organisme (Barus,
2003).
Fauzi et al (2003), oksigen terlarut (DO-Dissolved Oxygen) adalah jumlah oksigen
terlarut yang digunakan dalam air. Oksigen terlarut dalam air dapat berasal dari proses
fotosintesa oleh fitoplankton atau tumbuhan air lainya dan difusi dari udara.
Kristanto (2002), DO (Dissolved Oxygen), adalah gas yang tidak berbau, tidak
berasa dan hanya sedikit larut dalam air. Untuk mempertahankan hidupnya, mahkluk hidup
yang hidup di dalam air, baik tumbuhan maupun hewan bergantung pada oksigen yang
terlarut ini. Jadi, kadar oksigen terlarut dapat dijadikan ukuran untuk menentukan kualitas
air. Konsentrasi oksigen terlarut minimal untuk kehidupan biota tidak boleh kurang dari 6
mg/l.
2.2.3 Karbondioksida bebas (CO2)
Kordi (2004), karbondioksida bebas merupakan gas yang juga dibutuhkan oleh
tumbuhan air (phytoplankton), maupun tumbuhan air tingkat tinggi untuk melakukan
proses fotosintesis. Konsentrasi karbondioksida yang baik adalah kurang dari 25 ppm dan
tidak boleh kurang dari 10 ppm.
Pamungkas (2002), karbondioksida yang berada dalam bentuk gas yang terkandung
dalam air. Kandungan CO2 bebas di udara adalah berkisar 0,03%. Kandungan CO2 dalam
air murni pada tekanan 1 atm dan temperatur 25˚C adalah sekitar 0,4 ppm.

5
Kristanto (2002), karbondioksida dapat juga terbentuk dari hasil metabolisme. Pada
proses fotosintesis CO2 lebih banyak digunakan dan O2 lebih banyak dihasilkan. Hal ini
akan memengaruhi konsentrasi CO2 dalam air yang bergantung pada kedalaman air
tersebut. Respirasi oleh hewan dan tumbuhan akan menghasilkan CO2.
Kasry (1995) mengemukakan bahwa tingginya tingkat CO2 bebas dalam air
dihasilkan dari proses perombakan bahan organik dan mikroba. Kadar karbondioksida
bebas yang dikehendaki tidak lebih dari 12 mg/L dan kandungan terendah adalah 2 mg/L.
Kandungan CO2 bebas di perairan tidak lebih dari 25mg/L dengan catatan kadar O2 terlarut
cukup tinggi.

6
BAB III METODE PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat


Praktikum plankton sebagai bioindikator kualitas air dilaksanakan pada hari Rabu,
2 November 2016 dimulai pada pukul 10.00-13.00 WIB bertempat di Laboratorium
Biologi/ Mikrobiologi Gedung K lantai 9, Fakultas Arsitektur Lansekap dan
Teknologi Lingkungan, Kampus A Universitas Trisakti.

3.2 Laboratorium
Metode yang dipakai dalam percobaan kali ini adalah laboratorium. Pada
percobaan ini, praktikan melakukan sampling. Sampel yang akan di uji berbentuk
padatan, cairan dan gas. Sampel yang berbentuk padatan terlebih dahulu di larutkan
dengan air suling. Kemudian dilakukan pengenceran agar sampel yang akan diuji
tidak terlalu pekat sehingga tidak mengganggu pada saat proses pengujian.

3.2.1 Metode Most Probable Number (MPN)


Metode perhitungan MPN menggunakan media cair di dalam tabung
reaksi yang berisi tabung durham, dimana perhitungan dilakukam berdasarkan
jumlah tabung yang positif yaitu yang ditumbuhi oleh jasad renik setelah
inkubasi pada suhu dan waktu tertentu. Pengamatan tabung yang positif dapat
dilihat dengan mengamati timbulnya kekeruhuan atau terbentuknya gas
didalam tabung durham yang diletakkan pada posisi terbalik, yaitu untuk jasad
renik pembentuk gas, sehinggatabung durham tersebut naik.(Pelczar dan Chan,
2006).

3.3 Perhitungan
10
𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑀𝑃𝑁 (𝑑𝑎𝑟𝑖 𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙)
𝑣𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑡𝑒𝑠

𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑡𝑎𝑏𝑢𝑛𝑔 ℎ𝑎𝑠𝑖𝑙 𝑝𝑜𝑠𝑖𝑡𝑖𝑓 𝑥 100


(𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑚𝑙 𝑡𝑎𝑏𝑢𝑛𝑔 𝑛𝑒𝑔𝑎𝑡𝑖𝑓)𝑥 (𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑚𝑙 𝑠𝑒𝑙𝑢𝑟𝑢ℎ 𝑡𝑎𝑏𝑢𝑛𝑔 𝑦𝑔 𝑑𝑖𝑔𝑢𝑛𝑎𝑘𝑎𝑛)

7
3.4 Alat dan Bahan
Alat dan bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah sebagai berikut:
No Nama Alat Ukuran Jumlah Nama bahan Konsentrasi Jumlah
1 Tabung - 9 Medium EMB - 1
reaksi dalam cawan
petri
2 Rak tabung - 1 Kaldu laktosa - 1
reaksi
3 Tabung - 9 Air sampel - 1
durham
4 Pembakar - 1 Media BGLB - 1
spiritus
5 Pipet 5 ml dan 1 1 Media agar - 1
gondok ml miring
6 Pipet tetes - 1 Alcohol 95% - 1
7 Kaca objek - 1 Larutan Kristal - 1
violet
8 Mikroskop - 1 Larutan - 1
safranin
9 Kawat ose - 1 Lugol - 1
10 Gegep kayu - 1 Minyak imersi - 1
11 Pipet mikro - 1 Aquadest - 1

8
3.5 Cara Kerja
3.5.1 Tes Pendugaan Bioindikator Air
No Cara kerja Gambar
1 Ambil sampel air dengan pipet gondok
sebanyak 0.1 ml; 1 ml dan 10 ml
2 Masukkan ke dalam 9 tabung reaksi yang
berisi laktosa.
3 Homogenkan ketiga tabung reaksi yang
telah ditetesi air sampel.
4 Inkubasikan pada suhu 37 oC selama 48
jam.

3.5.2 Tes Konfirmatif Bioindikator Air


No Cara kerja Gambar
1 Sterilisasi kawat ose yang akan digunakan

2 Dekatkan pipet mikro dengan api agar steril

3 Pipet 1 ml sampel hasil tes pemdugaan yang di


duga positif mengandung coli dengan pipet
mikro
4 Teteskan pada media bglb
5 Pipet kembali 1 ml sampel hasil tes
pemdugaan yang di duga positif mengandung
coli dengan pipet mikro
6 Lalu goreskan pada cawan petri yang berisi
media EMB
7 Inkubasikan keduanya pada suhu 37oC selama
48 jam

9
3.5.3 Tes Pelengkap Bioindikator Air
No Cara kerja Gambar
1 Sterilisasi kawat ose yang akan digunakan
2 Ambil sampel pada media BGLB dengan
kawat ose
3 Lalu celupkan pada tabung reaksi yang
berisi kaldu laktosa
4 Ambil sampel yang ada ada media EMB
dalam cawan petri
5 Goreskan pada agar miring dengan
menggunakan ose
6 Inkubasikan keduanya pada suhu 37Oc
selama 48 jam
7 Amati hasil pada kedua tabung
8 Lakukan pewarnaan gram untuk
meyakinkan hasil

10
BAB IV HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN
5.1 Hasil pengamatan
5.1.1 Hasil pengamatan tes pendugaan
No Volume No tabung Hasil pengamatan Gambar
sampel
1 10 ml Tabung A Lebih keruh ada
CAN endapan di tengah.
Terdapat sedikit
oksigen
Tabung B Lebih keruh ada
endapan di tengah.
Terdapat sedikit
oksigen
Tabung C -
1 ml Tabung A Ada endapan, sedikit
lebih keruh. Gas
sedikit.
Tabung B Ada endapan, sedikit
lebih keruh. Gas
sedang.
Tabung C -
0.1 ml Tabung A -
Tabung B -
Tabung C -
2 10 ml Tabung A
AS Tabung B
Tabung C
1 ml Tabung A
Tabung B
Tabung C

11
0.1 ml Tabung A
Tabung B
Tabung C
3 10 ml Tabung A
MANDA Tabung B
Tabung C
1 ml Tabung A
Tabung B
Tabung C
0.1 ml Tabung A
Tabung B
Tabung C
4 10 ml Tabung A
Tabung B
Tabung C
1 ml Tabung A
Tabung B
Tabung C
0.1 ml Tabung A
Tabung B
Tabung C
5 10 ml Tabung A
TARI Tabung B
Tabung C
1 ml Tabung A
Tabung B
Tabung C
0.1 ml Tabung A
Tabung B
Tabung C

12
6 10 ml Tabung A Terdapat gas dan
GUA endapan. Larutan
menjadi keruh.
Tabung B Terdapat gas dan
endapan. Larutan
menjadi keruh.
Tabung C Terdapat gas dan
endapan. Larutan
menjadi keruh.
1 ml Tabung A Terdapat gas dan
endapan. Larutan
menjadi keruh.
Tabung B Terdapat gas dan
endapan. Larutan
menjadi keruh.
Tabung C Terdapat gas dan
endapan. Larutan
menjadi keruh.
0.1 ml Tabung A Terdapat gas dan
endapan. Larutan
menjadi keruh.
Tabung B Terdapat gas dan
endapan. Larutan
menjadi keruh.
Tabung C Terdapat gas dan
endapan. Larutan
menjadi keruh.

5.1.2 Hasil pengamatan tes konfirmasi

No Medium Hasil pengamatan Gambar


1 BGLG
EMB
2 BGLG
EMB
3 BGLG
EMB
4 BGLG

13
EMB
5 BGLG
EMB
6 BGLG Larutan menjadi keruh dan
terdapat gas.
EMB Terdapat koloni
mengkilaplogam.

5.1.3 Hasil pengamatan tes pelengkap


No Medium Hasil pengamatan Gambar
1 Agar miring yang
dilanjutkan dengan
pewarnaan gram.
Kaldu laktosa
2 Agar miring yang
dilanjutkan dengan
pewarnaan gram.
Kaldu laktosa
3 Agar miring yang
dilanjutkan dengan
pewarnaan gram.
Kaldu laktosa
4 Agar miring
Kaldu laktosa
5 Agar miring yang
dilanjutkan dengan
pewarnaan gram.
Kaldu laktosa
6 Agar miring yang Terdapat bakteri berbentuk
dilanjutkan dengan bacil dan pada pewarnaan gram

14
pewarnaan gram. dihasilkan warna merah muda
yang menandakan adanya gram
negatif.
Kaldu laktosa Keruh dan terdapat gas.
5.2 Pembahasan

15
BAB V SIMPULAN

16
DAFTAR PUSTAKA

17
LAMPIRAN

18

Anda mungkin juga menyukai