Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PRAKTIKUM LABORATORIUM LINGKUNGAN 2

Jurusan Teknik Lingkungan – FALTL – Universitas Trisakti


Gasal 2017/2018

KELOMPOK 5
1. Achmad Kamal (082001500001)
2. Annisa Nur Islami (082001500006)
Asisten: Corry Valentina
pH, N TOTAL DAN C ORGANIK PADA KOMPOS

I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Zat hara yang berada di dalam tanah terganggu oleh adanya hasil samping
dari limbah hasil pertanian. Jika tidak ada tindakan pengembalian hasil sampingan
pertanian kembali ke lahan dimana produk tersebut berasal maka akan terjadi
penurunan kandungan hara di dalam tanah. Maka dari itu perlu dilakukan
pengomposan untuk menanggulangi masalahan tersebut agar tidak terjadi
pencemaran pada tanah.
Kompos merupakan hasil dekomposisi bahan organik seperti tanaman,
hewan dan limbah organic yang telah mengalami proses pelapukan karena adanya
interaksi mikroorganisme yang yang bekerja di dalamnya. Kompos yang baik untuk
memberikan nutrisi pada tanah adalah kompos yang memiliki kandungan bahan
organic seperti unsur C, H, O dan N serta memiliki rentang pH 6 – 8,5. Atas alasan
tersebut maka dilakukan analisis mengenai pH kompos, nilai N total serta nilai C
organic pada kompos.
1.2 Tujuan
Adapun tujuan dari praktikum yang telah dilakukan adalah untuk
menentukan kegunaan dan spesifikasi kompos dengan menghitungan kadar C
Organik, kadar N Organik dan mengukur pH kompos dan membandingkannya
dengan kelayakan pH kompos yang seharusnya.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kompos
Pupuk dapat diartikan sebagai bahan-bahan yang diberikan pada tanah agar
dapat menambah unsur hara atau zat makanan yang diperlukan tanah baik secara
langsung maupun tidak langsung. Pupuk organik adalah bahan organik yang
umumnya berasal dari tumbuhan dan atau hewan, ditambahkan ke dalam tanah secara
spesifik sebagai sumber hara, pada umumnya mengandung nitrogen yang berasal dari
tumbuhan dan hewan. Suriawiria (2003) menyatakan bahwa pupuk organik
mempunyai kandungan unsur hara, terutama N, P, dan K yang relatif sedikit
dibandingkan dengan pupuk anorganik, tetapi mempunyai peranan lain yang sangat
berpengaruh terhadap pertumbuhan, perkembangan, dan kesehatan tanaman.
Pengomposan menurut Yang (1997), merupakan suatu proses biooksidasi yang
menghasilkan produk organik yang stabil dan dapat dikontribusikan secara langsung
ke tanah serta digunakan sebagai pupuk. Harada et al. (1993) menyatakan produk
dari pengomposan berupa kompos apabila diberikan ke tanah akan mempengaruhi
sifat fisik, kimia maupun biologis tanah.
2.2 Proses Pengomposan Anaerobik
Dekomposisi secara anaerobik merupakan modifikasi biologis pada struktur
kimia dan biologi bahan organik tanpa kehadiran oksigen (hampa udara). Proses
tersebut merupakan proses yang dingin dan tidak terjadi fluktuasi suhu, seperti yang
terjadi pada proses pengomposan aerobik. Proses pengomposan secara anaerobik akan
menghasilkan metana (alkohol), CO2, dan senyawa lain seperti asam organik yang
memiliki berat molekul rendah (asam asetat, asam propionat, asam butirat, dan asam
laktat).
Proses anaerobik umumnya dapat menimbulkan bau yang tajam. Sisa hasil
pengomposan anaerobik berupa lumpur yang mengandung air sebanyak 60% dengan
warna cokelat gelap sampai hitam. Kehilangan unsur hara pada proses pengomposan
secara anaerobik sedikit, sehingga umumnya mempunyai kandungan unsur hara yang
lebih tinggi dari proses pengomposan secara aerobik (Samekto, 2006).
2.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Proses Pengomposan Anaerobik
Ukuran Bahan Proses pengomposan dapat dipercepat jika bahan mentah
kompos dicincang menjadi bahan yang lebih kecil. Bahan yang kecil akan cepat
didekomposisi karena peningkatan luas permukaan untuk aktivitas organisme
perombak (Gaur, 1983). Menurut Murbandono (1993), sampai batas tertentu semakin
kecil ukuran partikel bahan maka semakin cepat pula waktu pelapukannya.
2.4 Rasio Karbon-Nitrogen (C/N)
Rasio C/N bahan organik merupakan faktor yang paling penting dalam
pengomposan. Hal tersebut disebabkan mikroorganisme membutuhkan karbon untuk
menyediakan energi (Gunawan dan Surdiyanto, 2001) dan nitrogen yang berperan
dalam memelihara dan membangun sel tubuhnya (Triadmojo, 2001). Kisaran rasio
C/N yang ideal adalah 20-40, dan rasio yang terbaik adalah 30 (Center for policy and
Implementation Study, 1992). Rasio C/N yang tinggi akan mengakibatkan proses
berjalan lambat karena kandungan nitrogen yang rendah, sebaliknya jika rasio C/N
terlalu rendah akan menyebabkan terbentuknya amoniak, sehingga nitrogen akan
hilang ke udara (Gunawan dan Surdiyanto, 2001).
2.5 Temperatur Pengomposan
Pengomposan akan berjalan optimal pada suhu yang sesuai dengan suhu
optimum pertumbuhan mikroorganisme perombak. Menurut Murbandono (1993),
suhu optimum pengomposan berkisar antara 35-55 oC, akan tetapi setiap kelompok
mikroorganisme mempunyai suhu optimum yang berbeda ehingga suhu optimum
pengomposan merupakan integasi dari berbagai jenis mikroorganisme.
2.6 Derajat Keasaman (pH)
Identifikasi proses degradasi bahan organik pada proses pengomposan dapat
dilakukan dengan mengamati terjadinya perubahan pH kompos. Menurut Center for
Policy and Implementation Study (1992), derajat keasaman (pH) yang dituju adalah
6-8,5 yaitu kisaran pH yang pada umumnya ideal bagi tanaman. Hasil dekomposisi
bahan organik ini menghasilkan kompos yang bersifat netral sebagai akibat dari
sifatsifat basa bahan organik yang difermentasikan. Pada pengomposan pupuk
organik padat nilai pH pada hari ketiga berkisar dari 7,66-8,84 dan hari ke-enam
berkisar pada 8,66-9,08 (Nengsih, 2002).
2.7 Mikroorganisme yang Terlibat dalam Pengomposan
Pengomposan akan berjalan lama jika mikroorganisme perombak pada
permulaannya sedikit. Mikroorganisme sering ditambahkan pada bahan yang akan
dikomposkan yang bertujuan untuk mempercepat proses pengomposan (Indriyani,
1999).
Populasi mikroorganisme selama berlangsungnya proses pengomposan
akan berfluktuasi. Berdasarkan kondisi habitatnya (terutama suhu), mikroorganisme
yang terlibat dalam pengomposan tersebut terdiri dari dua golongan yaitu mesofilik
dan termofilik. Mikroorganisme mesofilik adalah mikroorganisme yang hidup pada
suhu antara 45-65 oC. Pada waktu suhu tumpukan kompos kurang dari 45 oC, maka
proses pengomposan dibantu oleh mesofilik di atas suhu tersebut (45-65 oC)
mikroorganisme yang berperan adalah termofilik (Gaur, 1983 dan Center for Policy
and Implementation Study, 1992).
Menurut Center for Policy and Implementation Study (1992),
mikroorganisme mesofilik pada hakekatnya berfungsi memperkecil ukuran partikel
zat organik sehingga luas permukaan partikel bertambah. Menurut Gaur (1983),
bakteri termofilik yang tumbuh dalam waktu yang terbatas berfungsi untuk
mengkonsumsi karbohidrat dan protein, sehingga bahan-bahan kompos dapat
terdegradasi dengan cepat.
2.8 Manfaat Kompos
Kompos ibarat multi-vitamin untuk tanah pertanian. Kompos akan
meningkatkan kesuburan tanah dan merangsang perakaran yang sehat. Kompos memperbaiki
struktur tanah dengan meningkatkan kandungan bahan organik tanah dan akan
meningkatkan kemampuan tanah untuk mempertahankan kandungan air tanah.
Aktifitas mikroba tanah yang bermanfaat bagi tanaman akan meningkat dengan
penambahan kompos. Aktifitas mikroba ini membantu tanaman untuk menyerap
unsur hara dari tanah dan menghasilkan senyawa yang dapat merangsang
pertumbuhan tanaman.
III. ALAT DAN BAHAN
3.1 Alat
Tabel 3.1 Alat yang digunakan dalam percobaan ini
No Nama Alat Ukuran Jumlah Gambar
1. Labu Kjeldahl - 1

2. Labu didih - 1

3. Erlenmeyer - 1
No Nama Alat Ukuran Jumlah Gambar
4. Buret - 1

5. Neraca - 1

6. Gelas piala - 1

7. - 1
Batang pengaduk
No Nama Alat Ukuran Jumlah Gambar
8. pH meter

3.2 Bahan
Tabel 3.2 Bahan yang digunakan dalam percobaan ini
No Bahan Konsentrasi Jumlah Gambar

1. H2SO4 - 50 ml

2. Indikator pp - 0.5 ml

3. NaOH - -
No Bahan Konsentrasi Jumlah Gambar

4. Asam Borat - 30 ml

5. Air suling - -

6. K2Cr2O7 - 2.5 ml

7. NaF - 0.05
gram
No Bahan Konsentrasi Jumlah Gambar

9. Indikator Feroin - 3 tetes

10. FAS 0.05 N -

11. HCl 0.05 N -

IV. CARA KERJA


4.1 pH Kompos

Dilarutkan dengan 25
Ditimbang 10 gram Didiamkan sebentar,
ml aquadest dan aduk
kompos. Dimasukan lalu diukur dengan pH
selama 30 menit
ke dalam Erlenmeyer. meter.
dengan pengaduk.
4.2 N Total
4.2.1 Destruksi

Ditimbang 2.5 gram


Ditambahkan larutan
kompos, lalu
H2SO4 sebanyak 50 Dilakukan destruksi.
dimasukan ke dalam
ml.
labu Kjedahl.

4.2.2 Destilasi

Ditambahkan Disiapkan Asam Borat


Dipindahkan larutan indikator pp sebanyak sebanyak 10 ml dan 3
hasil destruksi ke 0.5 ml dan NaOH tetes indikator
dalam labu didih. sampai berwarna campuran. Destilasi
4.2.3 Titrasi
merah muda. hingga volume 30 ml.

4.3.3 Titrasi

Diambil larutan dari


Dititrasi larutan
hasil destruksi yang 2+
dengan Fe sampai
sudah berwarna hijau
berwarna merah muda.
dan sudah 30 ml.
4.3 C Organik

Ditimbang 0.025 gram Ditambahkan K2Cr2O7 Ditambahkan K2Cr2O7

kompos tanah. sebanyak 25 ml dan sebanyak 25 ml dan

Dimasukan ke dalam H2SO4 sebanyak 5 ml. H2SO4 sebanyak 5 ml.

Erlenmeyer. Didiamkan selama 30 Didiamkan selama 30


menit menit

Ditambahkan 3 tetes Ditambahkan 50 ml air


indikator feroin. suling. Kemudian
Dititar dengan FAS ditambahkan 2.5 ml
0.05 M hingga H3PO4 dan 0.05 gram
berwarna hijau tua. NaF.
Dititar lagi sampai
berwarna merah.

V. HASIL PENGAMATAN
5.1 Lokasi Penelitian
Lokasi : Laboratorium Lingkungan 2 Fakultas Arsitektur Lansekap dan
Teknologi Lingkungan
Hari/ tanggal : Selasa, 5 Desember 2017
Waktu : pkl 09.45 s.d 14.00 WIB
5.2 Data Analisis
5.2.1 pH
Tabel 5.1 Penentuan pH kompos

Nama Parameter Nilai

pH 7.44
5.2.2 C Organik
Tabel 5.2 Penentuan C Organik

Nama Parameter Nilai

Volume FAS hijau tua 2.5 ml

Volume FAS merah bata 2 ml

Volume FAS blanko 5 ml

5.2.3 N Total
Tabel 5.3 Penentuan N Total

Nama Parameter Nilai

Volume HCl sampel 4.2 ml

Volume HCl blanko 0.8 ml

VI. RUMUS DAN PERHITUNGAN


1.1 Rumus
Berikut ini adalah rumus dari percobaan N Total dan C Organik yang terkandung
di dalam kompos
6.1.1 N Total

(𝑉 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 − 𝑉 𝑏𝑙𝑎𝑛𝑘𝑜) 𝑥 𝑁 𝐻𝐶𝑙 𝑥 100


%𝑁 =
𝑚𝑔 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙

Dimana :
V sampel = Volume HCl untuk titrasi sampel (ml)
V blanko = Volume HCl untuk titrasi blanko (ml)
N HCl = Normalitas HCl yang digunakan sebagai titran
mg sampel = berat sampel yang ditimbang
6.1.2 C Organik

(𝑉 𝑏𝑙𝑎𝑛𝑘𝑜 − 𝑉 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙) 𝑥 𝑀 𝐹𝑒 2+ 𝑥 12 𝑥 100


%𝐶 =
𝑔𝑟 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 𝑥 4000
Dimana :
V sampel = Volume FAS untuk titrasi sampel (ml)
V blanko = Volume FAS untuk titrasi blanko (ml)
M Fe2+ = Molaritas Fe2+ yang digunakan sebagai titran
gram sampel = berat sampel yang ditimbang
1.2 Perhitungan
1.2.1 N Total
Diketahui
ml HCl sampel : 4.2 ml
ml HCl blanko : 0.8 ml
N HCl : 0.05 N
mg sampel : 2500 gram
Ditanya
N total ?
Dijawab
(𝑉 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 − 𝑉 𝑏𝑙𝑎𝑛𝑘𝑜) 𝑥 𝑁 𝐻𝐶𝑙 𝑥 100
%𝑁 =
𝑔𝑟 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙

(4.2 − 0.8) 𝑥 0.05 𝑥 100


%𝑁 =
2500

% 𝑵 = 𝟎. 𝟎𝟎𝟔𝟖 %

1.2.2 C Organik
Diketahui
ml sampel : 4.5 ml
ml blanko : 5 ml
M Fe2+ : 0.05 N
gram sampel : 0.025 gram
Ditanya
C organic ?
Dijawab
(𝑉 𝑏𝑙𝑎𝑛𝑘𝑜 − 𝑉 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙) 𝑥 𝑀 𝐹𝑒 2+ 𝑥 12 𝑥 100
%𝐶 =
𝑔𝑟 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 𝑥 4000
(5 − 4.5) 𝑥 0.05 𝑥 12 𝑥 100
%𝐶 =
0.025 𝑥 4000

% 𝑪 = 𝟎. 𝟑 %

II. PEMBAHASAN
Pada praktikum kali ini dilakukan penentuan pH, N total dan C organik pada
pupuk kompos. Pupuk dapat diartikan sebagai bahan-bahan yang diberikan pada tanah
agar dapat menambah unsur hara atau zat makanan yang diperlukan tanah baik secara
langsung maupun tidak langsung. Pertama dilakukan penentuan pH kompos dengan
pH meter. Kompos yang digunakan dalam praktikum ini digunakan adalah kompos
tanah, kompos yang ditimbang pada penentuan pH ini adalah sebanyak 10 gram.
Setelah dilakukan penentuan pH dengan pH meter didapatkan pH kompos tanah
sebesar 7.44. Kompos yang baik memiliki kisaran pH yaitu 6-8.5. Berdasarkan hasil
praktikum yang dilakukan kompos tanah dapat memberikan nutrisi yang baik pada
tanah.
Kedua, dilakukan penentuan kadar N total pada kompos tanah. Pada penentuan
kadar N total ini dilakukan tiga tahapan kerja yaitu: destruksi, destilasi dan titrasi.
Mulanya dilakukan destruksi dengan larutan pencerna pada labu Kjeldahl, lalu larutan
hasil destruksi digunakan untuk destilasi dan kemudian hasil destilasi dilanjutkan
dengan titrasi. Volume HCl untuk mentitrasi sampel 4.2 ml. Dilakukan pula
pengerjaan blanko sebagai pembanding. Berdasarkan hasil praktikum didaptakan
volume HCL untuk mentitrasi blanko sebesar 0.8 ml. Berdasarkan hasil pengamatan
yang dilakukan didapatkan kadar N total sebesar 0.0068 %.
Terakhir, dilakukan penentuan kadar C Organik pada kompos tanah. Pada
penentuan kadar C organik dilakukan dengan mentitrasi sampel dengan FAS. Volume
FAS yang digunakan untuk mentitasi sampel adalah sebesar 4.5 ml. Dilakukan pula
pengerjaan blanko dan didapatkan volume FAS sebesar 5 ml. Kemudian dilakukan
perhitungan kadar C organic yang ada di dalam sampel kompos tanah tersebut yaitu
sebesar 0.3 %. Pada saat titrasi dengan FAS didapatkan titik akhir berwarna merah
bata.
Kemudian dilakukan perhitungan ratio C/N yang terdapat di dalam kompos.
Menurut SNI : 19-7030-2004 ratio C/N kompos adalah sebesar 10- 20. Setelah
dilakukan perhitungan didapatkan ratio C/N pada kompos adalah sebesar 44%. Hasil
tersebut tidak sesuai dengan SNI yang ada. Oleh sebab itu dapat dikatakan bahwa
kompos tersebut memenuhi keiteria yang ada pada SNI. Aktifitas mikroorganime
didalam kompos tersebut berkurang sehingga menyebabkan proses pengomposan
menjadi lebih lama.
III. KESIMPULAN
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Berdasarkan hasil pengukuran dengan pH meter didapatkan nilai pH kompos
tanah sebesar 7.44.
2. Kompos yang dianalisis baik digunakan untuk memberi nutrisi pada tanah.
3. Nilai N Total pada kompos tanah sebesar 0.0068%.
4. Nilai C Organik pada kompos tanah sebesar 0.3%.
5. Ratio C/N dari kompos tanah sebesar 44. Tidak sesuai dengan SNI: 19-7030
2004
DAFTAR PUSTAKA
Gaur, A. C. 1983. A Manual of Rural Composting. Project Field Document No. 15

FAO, Rome.

Indriani, Y.H. 1999. Membuat Kompos secara Kilat. PT Penebar Swadaya, Jakarta.

Murbandono, L,. (2000). Membuat Kompos. Edisi Revisi. Jakarta: Penebar Swadaya.

Samekto, R. M. P. (2006). Pupuk Daun.Yogyakarta: PT. Citra Aji Parama.

Suriawiria, U. 2003.Mikrobiologi Air dan Dasar-Dasar Pengolahan Buangan Secara

Biologis.PT. Alumni. Bandung.


LAMPIRAN

Gambar 1. Pemipetan Gambar 2. Proses Titrasi Gambar 3. Penentuan pH


K2Cr2O7 pada penetapan pada penetapan N total kompos dengan pH
C Organik meter.

Anda mungkin juga menyukai