DI RUANG PDP
P07120216075
JURUSAN D IV KEPERAWATAN
BANJARBARU
2018
LEMBAR PENGESAHAN
NIM : P07120216075
Banjarmasin,
DI RUANG PDP
3. Factor Predisposisi
Pada klien dengan DM atau hipertensi, obesitas atau perokok, berumur
lebih dari 50 tahun, dan individu dengan riwayat penyakit DM, hipertensi,
dan penyakit ginjal dalam keluarga. (National Kidney Foundation, 2009)
4. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis pasien CKD meliputi gambaran yang sesuai dengan
penyakit yang mendasari, sindrom uremia dan gejala kompikasi.Pada
stadium dini, terjadi kehilangan daya cadang ginjal dimana GFR masih
normal atau justru meningkat. Kemudian terjadi penurunan fungsi nefron
yang progresif yang ditandai dengan peningkatan kadar urea dan kreatinin
serum. Sampai pada GFR sebesar 60%, pasien masih belum merasakan
keluhan.Ketika GFR sebesar 30%, barulah terasa keluhan seperti nokturia,
badan lemah, mual, nafsu makan kurang, dan penurunan berat badan.Sampai
pada GFR di bawah 30%, pasien menunjukkan gejala uremia yang nyata
seperti anemia, peningkatan tekanan darah, gangguan metabolisme fosfor
dan kalsium, pruritus, mual, muntah dan lain sebagainya.Pasien juga mudah
terserang infeksi, terjadi gangguan keseimbangan elektrolit dan air.Pada GFR
di bawah 15%, maka timbul gejala dan komplikasi serius dan pasien
membutuhkan RRT (Suwitra, 2009).
a. Gangguan kardiovaskuler
Hipertensi, nyeri dada, dan sesak napas akibat pericarditis, efusi
perikardiac, dan gagal jantung akibat penimbunan cairan, gangguan
irama jantung dan edema.
b. Gangguan pulmoner
Napas dangkal, kusmaul, batuk dengan sputum kental dan risak, suara
crackels.
c. Gangguan gastrointestinal
Anoreksia, nausea, dan fomitus berhubungan dengan metabolism
protein dalam usus, perdarahan pada saluran gastrointestinal, ulserasi
dan perdarahan mulut, napas bau ammonia.
d. Gangguan musculoskeletal
Resiles leg sindrom (pegal pada kakinya sehingga selalu harus
digerakkan), burning feet syndrome (rasa kesemutan dan terbakar,
terutama ditelapak kaki), tremor, miopati (kelemahan dan hipertropi
otot ekstremitas.
e. Gangguan integument
Kulit berwarna pucat akibat anemia dan kekuning-kunigngan akibat
penimbunan urokrom, gatal akibat toksik, kuku tipis dan rapuh.
f. Gangguan endokrin
Gangguan seksual: libido fertilitas dan ereksi menurun, gangguan
menstruasi dan aminore. Gangguan metabolic glukosa, lemak, dan
vitamin D.
g. Gangguan cairan elektrolit dan kesembangan asam-basa
Biasanya retensi garam dan air tetapi dapat juga terjadi kehilangan
natrium dan dehidrasi, asidosis, hyperkalemia, hypomagnesemia, dan
hipokalsemia.
h. System hematologi
Anemia yang disebabkan karena berkurangnya produksi eritopoetin,
sehingga rangsangan eritopoesis pada sumusm tulang berkurang,
hemolysis akibat berkurangnya masa hidup eritrosit dalam suasana
uremia toksik, dapat juga tejadi gangguan fungsi thrombosis dan
trombositopeni.
5. Patofisiologi
Saat terjadi kegagalan ginjal sebagian nefron (termasuk glomerulus dan
tubulus) diduga utuh sedangkan yang lain rusak (hipotesa nefron utuh).
Nefron yang utuh hipertofi dan memproduksi volume filtrasi yang meningkat
disertai reabsorpsi walaupun dalam keadaan penurunan GFR/daya
saring.Metode adaptif ini memungkinkan ginjal untuk berfungsi sampai ¾
dari nefron rusak.Beban bahan yang harus dilarutkan menjadi lebih besar
daripada yang bisa direabsorpsi berakibat diuresis osmotk disertai poliuri
dan haus.Selanjutnya karena jumlah nefron yang rusak bertambah banyak
oliguri timbul disertasi retensi produk sisa.Titik dimana timbulnya gejala-
gejala khas kegagalan ginjal bila kira-kira fungsi ginjal telah hilang 80-
90%.Pada tingkat ini fungsi renal yang demikian nilai kreatinin clearance
turun sampai 15 ml/menit atau lebih rendah dari itu. (Barbara C Long
1996:368)
Fungsi renal menurun, produk akhir metabolism protein (yang
normalnya dieksresikan ke dalam urine) tertimbun dalam darah.Terjadi
uremia dan memengaruhi setiap system tubuh. Semakin banyak tertimbun
semakin banyak produk sampah maka gejala akan semakin berat. Banyak
gejala uremia membaik setelah dialysis. (Brunner&Suddarth, 2001: 1448)
Patofisiologi CKD pada awalnya dilihat dari penyakit yang mendasari,
namun perkembangan proses selanjutnya kurang lebih sama. Penyakit ini
menyebabkan berkurangnya massa ginjal. Sebagai upaya kompensasi,
terjadilah hipertrofi struktural dan fungsional nefron yang masih tersisa yang
diperantarai oleh molekul vasoaktif seperti sitokin dan growth
factor.Akibatnya, terjadi hiperfiltrasi yang diikuti peningkatan tekanan
kapiler dan aliran darah glomerulus. Proses adaptasi ini berlangsung singkat,
hingga pada akhirnya terjadi suatu proses maladaptasi berupa sklerosis
nefron yang masih tersisa. Sklerosis nefron ini diikuti dengan penurunan
fungsi nefron progresif, walaupun penyakit yang mendasarinya sudah tidak
aktif lagi. (Suwitra, 2009)
Diabetes melitus (DM) menyerang struktur dan fungsi ginjal dalam
berbagai bentuk.Nefropati diabetik merupakan istilah yang mencakup semua
lesi yang terjadi di ginjal pada DM (Wilson, 2005). Mekanisme peningkatan
GFR yang terjadi pada keadaan ini masih belum jelas benar, tetapi
kemungkinan disebabkan oleh dilatasi arteriol aferen oleh efek yang
tergantung glukosa, yang diperantarai oleh hormon vasoaktif, Insuline-like
Growth Factor (IGF) – 1, nitric oxide, prostaglandin dan glukagon.
Hiperglikemia kronik dapat menyebabkan terjadinya glikasi nonenzimatik
asam amino dan protein. Proses ini terus berlanjut sampai terjadi ekspansi
mesangium dan pembentukan nodul serta fibrosis tubulointerstisialis
(Hendromartono, 2009).
Hipertensi juga memiliki kaitan yang erat dengan gagal ginjal.Hipertensi
yang berlangsung lama dapat mengakibatkan perubahan-perubahan struktur
pada arteriol di seluruh tubuh, ditnadai dengan fibrosis dan hialinisasi
(sklerosis) dinding pembuluh darah.Salah satu organ sasaran dari keadaan
ini adalah ginjal (Wilson, 2005). Ketika terjadi tekanan darah tinggi, maka
sebagai kompensasi, pembuluh darah akan melebar. Namun di sisi lain,
pelebaran ini juga menyebabkan pembuluh darah menjadi lemah dan
akhirnya tidak dapat bekerja dengan baik untuk membuang kelebihan air
serta zat sisa dari dalam tubuh. Kelebihan cairan yang terjadi di dalam tubuh
kemudian dapat menyebabkan tekanan darah menjadi lebih meningkat,
sehingga keadaan ini membentuk suatu siklus yang berbahaya (National
Institute of Diabetes and Digestive and Kidney Disease, 2014)
Klasifikasi gagal ginjal kronik dibagi dalam 3 stadium:
a. Stadium 1: penurunan cadangan ginjal, pada stadium kadar kreatinin
serum normal dan penderita asimptomatik
b. Stadium2: insufiensi ginjal, dimana lebih dari 75% jaringan telah
rusak, Blood Urea Nitrogen (BUN) meningkat, dan kreatinin serum
meningkat
c. Gagal ginjal stadium akhir atau uremia
K/DOQI merekomendasikan pembagian CKD berdasarkan stadium dari
tingkat penurunan LFG:
6. Pathway
Terlampir
7. Komplikasi
Komplikasi CKD menurut Smeltzer dan Bare (2001) dan Suwitra (2006)
antara lain:
a. Hyperkalemia akibat penurunan sekresi asidosis metabolic,
katabolisme, dam diet berlebih
b. Pericarditis, efusi pericardial, dan tamponad jantung akibat retensi
produk sampah uremik dan dialysis yang adekuat
c. Hipertensi akibat retensi cairan dan natrium serta malfungsi system
renin angiostensin aldosterone
d. Anemia akibat penurunan eritopoitin
e. Penyakit tulang serta klasifikasi metabolic akibat retensi fosfat, kdar
kalsium serum yang rendah, metabolism vitamin D yang abnormal
dan peningkatan kadar aluminium akibat peningkatan nitrogen dan
ion anorganik
f. Uremia akibat peningkatan ureum dalam tubuh
g. Gagal jantung akibat peningkatan kerja jantung yang berlebihan
h. Malnutrisi karena anoreksia, mual, dan muntah
i. Hiperparatiroid, hyperkalemia, dan hiperfosfatemia
8. Pemeriksaan Khusus
a. Radiologi
Ditujukan untuk menilai keadaan ginjal dan derajat komplikasi ginjal:
- Ultrasonogradi ginjal digunakan untuk menentukan ukuran
ginjal dan adanya massa kista, obstruksi pada saluran
perkemihan bagian atas’biopsi ginjal dilakukan secara
endoskopik untuk menentukan sel jaringan untuk diagnosis
histologis
- Endoskopi ginjal untuk menentukan pelvis ginjal
- EKG mungkin abnormal menunjukkan keseimbangan elektrolit
dan asam basa
b. Foto polos abdomen
Menilai besar dan bentuk ginjal serta adakah batu atau obstruksi lain
c. Pielografi intravena
Menilai sitem pelviokalises dan ureter, berisiko terjadi penurunan
fungsi ginjal pada usia lanjut, DM, dan nefropati asam urat
d. USG
Menilai besar dan bentuk ginjal, tebal parenkim ginjal, anatomi system
pelviokalises dan ureter proksimal, kandung kemih dan prostat
e. Renogram
Menilai fungsi ginjal kanan dan kiri, lokasi gangguan (vaskuler,
parenkim), serta sisa fungsi ginjal
f. Pemeriksaan radiologi jantung
Mencari adanya kardiomegali, efusi perikarditis
g. Pemeriksaan radiologi tulang
Mencari osteodistrofi (terutama pada jari) klasifikasi metatastik
h. Pemeriksaan radiologi paru
Mencari uremik lung yang disebabkan karena bendungan
i. Pemeriksaan pielografi retrograde
Dilakukan bila dicurigai adanya obstruksi yang reversible
j. EKG
Melihat kemungkinan adanya hipertopi ventrikel kiri, tanda
pericarditis, aritmia karena gangguan elektrolit (hyperkalemia)
k. Biopsy ginjal
Dilakukan bila terdapat keraguan dalam diagnostic gagal ginjal kronis
atau perlu untuk mengetahui etiologinya
l. Pemeriksaan lab menunjang diagnosis gagal ginjal
- Laju endap darah
- Urine: biasanya <400ml/jam (oliguria atau urine tidak ada/
anuria); perubahan warna urine disebabkan oleh pus/nanah,
bakteri, lemak, partikel koloid, fosfat, sedimen kotor, warna
kecoklatan menunjukkan adanya darah, miglobin, dan porfirin;
berat jenisnya <1,015 (menetapkan pada 1,010 menunjukkan
kerusakan ginjal berat); osmolalitas <350 mOsm/kg
menunjukkan kerusakan tubular, amrasio urine/ureum sering
1:1
- Ureum dan kreatinin
- Hyponatremia
- Hyperkalemia
- Hipokalsemia dan hiperfosfatemia
- Hypoalbuminemia dan hipolokolesterolemia
- Gula darah tinggi
- Hipertrigliserida
- Asidosis metabolic
9. Penatalaksanaan/Terapi
Tujuan utama penatalaksaan pada klien GGK adalah untuk
memertahakankan fungsi ginjal yang tersisa dan homeostasis tubuh selama
mungkin serta mencegah atau mengobati komplikasi (Smeltzer, 2001;
Rubenstain dkk, 2007).Terapi konservatif tidak dapat mengobati GGK namun
dapat memperlambat progress dari penyakit ini karena yang dibutuhkan
adalah terapi penggantian ginjal baik dengan dialysis atau transplantasi
ginjal.
Lima sasaran manajemen medis GGK, meliputi:
a. Memelihara fungsi renal dan menunda dialysis dengan cara
mengontrol proses penyakit melalui kontrok tekanan darag (diet,
control BB, dan obat-obatan) dan mengurangi intake protein
(pembatasan protein, menjaga intake protein sehari-hari dengan nilai
biologic tinggi <50gr), dan katabolisme (menyediakan kalori
nonprotein yang adekuat untuk mencegah atau mengurangi
katabolisme)
b. Mengurangi manifestasi ekstra renal seperti pruritus, neurologic,
perubahan hematologi, penyakit kardiovaskuler
c. Meningkatkan kimiawi tubuh lewat dialysis, obat-obatan, dan diet
d. Mempromosikan kualitas hidup pasien dan anggota keluarga
2. Diagnosis
a. Kelebihan volume cairan b.d penurunan haluaran urine dan retensi cairan
dan natrium
b. Perubahan pola napas b.d hiperventilasi paru
c. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan b.d penurunan suplai O2 dan
nutrisi ke jaringan sekunder
d. Intoleransi aktivitas b.d keletihan anemia, retensi produk sampah dan
prosedur dialysis
e. Risiko gangguan pertukaran gas b.d kerusakan alveolus sekunder
terhadap adanya edema pulmoner
f. Risiko penurunan curah jantung b.d ketidakseimbangan cairan
memengaruhi sirkulasi, kerja miokardial, dan tahanan vaskuler sistemik,
gangguan frekuensi, irama, konduksi jantung (ketidakseimbangan
elektrolit)
3. Rencana Keperawatan
Alfians R, Belian Ali Gresty N M, Masi Vandri Kallo, 2017, “PERBANDINGAN KUALITAS
HIDUP PASIEN GAGAL GINJAL KRONIK DENGAN COMORBID FAKTOR DIABETES
MELITUS DAN HIPERTENSI DI RUANGAN HEMODIALISA RSUP. Prof. Dr. R. D.
KANDOU MANADO” Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran
Universitas Sam Ratulangi Manado, Manado:
https://media.neliti.com/media/publications/106621-ID-perbandingan-
kualitas-hidup-pasien-gagal.pdf diakses pada Minggu, 15/7/2018 9:00am
Novita Dwi Cahyani, Justina Evy Tyaswati, Dwita Aryadina Rachmawati, 2016,
“Hubungan antara Tingkat Kecemasan dengan Kualitas Hidup pada Pasien
Chronic Kidney Disease (CKD) yang Menjalani Hemodialisis di RSD dr. Soebandi
Jember” Fakultas Kedokteran Universitas Jember, Jember:
http://download.portalgaruda.org/article.php?article=478569&val=5039&title=
Hubungan%20antara%20Tingkat%20Kecemasan%20dengan%20Kualitas%20
Hidup%20pada%20Pasien%20Chronic%20Kidney%20Disease%20(CKD)%20y
ang%20Menjalani%20Hemodialisis%20di%20RSD%20dr.%20Soebandi%20Je
mber%20%20(Correlation%20between%20the%20Level%20of%20Anxiety%2
0and%20Quality%20of%20Life%20of%20Chronic%20Kidney%20Disease%20(
CKD)%20Patients diakses pada Minggu, 15/7/2018 9:28am
Divisions of Nephrology & Hypertension and General Internal Medicine, Chronic Kidney
Disease (CKD), “Clinical Practice Recommendations for Primary Care Physicians
and Healthcare Providers” Edition 6.0, 2011: University Of California, Los
Angeles,https://www.asnonline.org/education/training/fellows/HFHS_CKD_V6.
pdfdiakses pada Minggu 15/7/2018 9:50am