Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN PENDAHULUAN

PADA KLIEN DENGAN DIAGNOSIS CKD (CHRONIC KIDNEY DISEASE)

DI RUANG PDP

RSUD ULIN BANJARMASIN

Muhammad Zaki Maulana

P07120216075

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN BANJARMASIN

JURUSAN D IV KEPERAWATAN

BANJARBARU

2018
LEMBAR PENGESAHAN

Nama : Muhammad Zaki Maulana

NIM : P07120216075

Judul LP : Laporan Pendahuluan Pada Klien Dengan Diagnosis CKD Di


Ruang PDP RSUD Ulin Banjarmasin

Banjarmasin,

Pembimbing Akademik Pembimbing Klinik

Endang Sri P, M.Kes., Sp.MB


LAPORAN PENDAHULUAN

PADA KLIEN DENGAN DIAGNOSIS CKD (CHRONIC KIDNEY DISEASE)

DI RUANG PDP

RSUD ULIN BANJARMASIN

A. KONSEP DASAR CKD


1. Definisi
Chronic kidney disease (CKD) adalah suatu kerusakan pada struktur atau
fungsi ginjal yang berlangsung ≥ 3 bulan, dengan atau tanpa disertai
penurunan glomerular filtration rate (GFR). Selain itu, CKD dapat pula
didefinisikan sebagai suatu keadaan dimana GFR < 60 mL/menit/1,73 m2
selama ≥ 3 bulan dengan atau tanpa disertai kerusakan ginjal (National
Kidney Foundation, 2002).
Chronic kidney disease (CKD) atau penyakit ginjal kronik (PGK) atau yang
sering disebut juga dengan gagal ginjal kronis (GGK) adalah kerusakan pada
ginjal yang menyebabkan ginjal tidak dapat membuang racun dan produk sisa
dari darah, dengan ditandai adanya protein dalam urin serta penurunan laju
filtrasi glomerulus yang berlangsung selama lebih dari 3 bulan (Black &
Hawks, 2009).
Sebanyak 10% dari populasi dunia terkena PGK, dan jutaan diantaranya
meninggal setiap tahun karena pengobatan yang tidak terjangkau (World
Kidney Day, 2015). Menurut studi Global Burden of Disease tahun 2010, PGK
menempati peringkat ke-27 dalam daftar penyebab kematian diseluruh
dunia pada tahun 1990, namun naik menjadi peringkat ke-18 pada tahun
2010 (Jha et al., 2013). Lebih dari 2 juta orang diseluruh dunia saat ini
menerima pengobatan dengan dialisis atau transplantasi ginjal untuk tetap
hidup, namun angka ini mungkin hanya mewakili 10% dari orang yang
benar-benar membutuhkan pengobatan untuk hidup (Couser et al., 2011)
2. Etiologi
- Berdasarkan data dari Indonesia Renal Registry (2011), penyebab
terbanyak gagal ginjal kronik adalah hipertensi dengan 34% dan diabetes
melitus sebesar 27%. Dimana angka kejadian penyakit ginjal hipertensi
sebesar 4243 pasien dan nefropati diabetika sebesar 3405 pasien.
- Glomerulonefritis adalah etiologi ketiga dengan 17%, infeksi nefritis
tubulointerstitial (pielonefritis kronik atau nefropati refluks) sebanyak
3,4%.
- Penyakit vaskuler hipertensif misalnya nefrosklerosis benigna,
nefrosklerosis maligna, stenosis arteria renalis.
- Gangguan jaringan penyambung misalnya lupus eritematosus sistemik,
polyarteritis nodusa, sclerosis sistemik progresif (21%)
- Gangguan kongenital dan herediter misalnya penyakit ginjal polikistik,
asidosis tubulus ginjal
- Penyakit metabolic misalnya DM, gout, hiperparatiroidisme, amyloidosis
- Nefropati toksik misalnya penyalahgunaan analgesic, nefropati itmbal
- Nefropati obstruktif misalnya infeksi saluran kemih atas: kalkuli
neoplasma, fibrosis netroperitoneal. Saluran kemih bagian bawah:
hipertropi prostat, striktur uretra, anomaly kongenital pada leher
kandung kemih dan uretra
- Batu saluran kencing yang menyebabkan hidrolityasis

3. Factor Predisposisi
Pada klien dengan DM atau hipertensi, obesitas atau perokok, berumur
lebih dari 50 tahun, dan individu dengan riwayat penyakit DM, hipertensi,
dan penyakit ginjal dalam keluarga. (National Kidney Foundation, 2009)

4. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis pasien CKD meliputi gambaran yang sesuai dengan
penyakit yang mendasari, sindrom uremia dan gejala kompikasi.Pada
stadium dini, terjadi kehilangan daya cadang ginjal dimana GFR masih
normal atau justru meningkat. Kemudian terjadi penurunan fungsi nefron
yang progresif yang ditandai dengan peningkatan kadar urea dan kreatinin
serum. Sampai pada GFR sebesar 60%, pasien masih belum merasakan
keluhan.Ketika GFR sebesar 30%, barulah terasa keluhan seperti nokturia,
badan lemah, mual, nafsu makan kurang, dan penurunan berat badan.Sampai
pada GFR di bawah 30%, pasien menunjukkan gejala uremia yang nyata
seperti anemia, peningkatan tekanan darah, gangguan metabolisme fosfor
dan kalsium, pruritus, mual, muntah dan lain sebagainya.Pasien juga mudah
terserang infeksi, terjadi gangguan keseimbangan elektrolit dan air.Pada GFR
di bawah 15%, maka timbul gejala dan komplikasi serius dan pasien
membutuhkan RRT (Suwitra, 2009).

Menurut Long (1996:369) yaitu:


a. Gejala dini: letargi, sakit kepala, kelelahan fisik dan mental, berat
badan berkurang, mudah tersinggung, depresi
b. Gejala lebih lanjut: anoreksia, mual dengan muntah, napas dangkal
atau sesak napas saat beraktivitas atau tidak, edema disertasi
lekukan, pruritis mungkin ada dan sangat parah.

Menurut Smeltzer (2011:1449) antara lain hipertensi (akibat retensi


cairan dan natrium dari aktivitas system renin-angiotensin-aldosteron),
gagal jantung kongestif dan edema pulmoner (akibat cairan berlebihan) dan
pericarditis (akibat iritasi pada lapisan pericardial oleh toksik, pruritis,
anoreksia, mual, muntah, dan cegukan, kedutan otot, kejang, perubahan
tingkat kesadaran, tiddak mampu berkonsentrasi).

Menurut Suyono (2001) yakni:

a. Gangguan kardiovaskuler
Hipertensi, nyeri dada, dan sesak napas akibat pericarditis, efusi
perikardiac, dan gagal jantung akibat penimbunan cairan, gangguan
irama jantung dan edema.
b. Gangguan pulmoner
Napas dangkal, kusmaul, batuk dengan sputum kental dan risak, suara
crackels.
c. Gangguan gastrointestinal
Anoreksia, nausea, dan fomitus berhubungan dengan metabolism
protein dalam usus, perdarahan pada saluran gastrointestinal, ulserasi
dan perdarahan mulut, napas bau ammonia.
d. Gangguan musculoskeletal
Resiles leg sindrom (pegal pada kakinya sehingga selalu harus
digerakkan), burning feet syndrome (rasa kesemutan dan terbakar,
terutama ditelapak kaki), tremor, miopati (kelemahan dan hipertropi
otot ekstremitas.
e. Gangguan integument
Kulit berwarna pucat akibat anemia dan kekuning-kunigngan akibat
penimbunan urokrom, gatal akibat toksik, kuku tipis dan rapuh.
f. Gangguan endokrin
Gangguan seksual: libido fertilitas dan ereksi menurun, gangguan
menstruasi dan aminore. Gangguan metabolic glukosa, lemak, dan
vitamin D.
g. Gangguan cairan elektrolit dan kesembangan asam-basa
Biasanya retensi garam dan air tetapi dapat juga terjadi kehilangan
natrium dan dehidrasi, asidosis, hyperkalemia, hypomagnesemia, dan
hipokalsemia.
h. System hematologi
Anemia yang disebabkan karena berkurangnya produksi eritopoetin,
sehingga rangsangan eritopoesis pada sumusm tulang berkurang,
hemolysis akibat berkurangnya masa hidup eritrosit dalam suasana
uremia toksik, dapat juga tejadi gangguan fungsi thrombosis dan
trombositopeni.

5. Patofisiologi
Saat terjadi kegagalan ginjal sebagian nefron (termasuk glomerulus dan
tubulus) diduga utuh sedangkan yang lain rusak (hipotesa nefron utuh).
Nefron yang utuh hipertofi dan memproduksi volume filtrasi yang meningkat
disertai reabsorpsi walaupun dalam keadaan penurunan GFR/daya
saring.Metode adaptif ini memungkinkan ginjal untuk berfungsi sampai ¾
dari nefron rusak.Beban bahan yang harus dilarutkan menjadi lebih besar
daripada yang bisa direabsorpsi berakibat diuresis osmotk disertai poliuri
dan haus.Selanjutnya karena jumlah nefron yang rusak bertambah banyak
oliguri timbul disertasi retensi produk sisa.Titik dimana timbulnya gejala-
gejala khas kegagalan ginjal bila kira-kira fungsi ginjal telah hilang 80-
90%.Pada tingkat ini fungsi renal yang demikian nilai kreatinin clearance
turun sampai 15 ml/menit atau lebih rendah dari itu. (Barbara C Long
1996:368)
Fungsi renal menurun, produk akhir metabolism protein (yang
normalnya dieksresikan ke dalam urine) tertimbun dalam darah.Terjadi
uremia dan memengaruhi setiap system tubuh. Semakin banyak tertimbun
semakin banyak produk sampah maka gejala akan semakin berat. Banyak
gejala uremia membaik setelah dialysis. (Brunner&Suddarth, 2001: 1448)
Patofisiologi CKD pada awalnya dilihat dari penyakit yang mendasari,
namun perkembangan proses selanjutnya kurang lebih sama. Penyakit ini
menyebabkan berkurangnya massa ginjal. Sebagai upaya kompensasi,
terjadilah hipertrofi struktural dan fungsional nefron yang masih tersisa yang
diperantarai oleh molekul vasoaktif seperti sitokin dan growth
factor.Akibatnya, terjadi hiperfiltrasi yang diikuti peningkatan tekanan
kapiler dan aliran darah glomerulus. Proses adaptasi ini berlangsung singkat,
hingga pada akhirnya terjadi suatu proses maladaptasi berupa sklerosis
nefron yang masih tersisa. Sklerosis nefron ini diikuti dengan penurunan
fungsi nefron progresif, walaupun penyakit yang mendasarinya sudah tidak
aktif lagi. (Suwitra, 2009)
Diabetes melitus (DM) menyerang struktur dan fungsi ginjal dalam
berbagai bentuk.Nefropati diabetik merupakan istilah yang mencakup semua
lesi yang terjadi di ginjal pada DM (Wilson, 2005). Mekanisme peningkatan
GFR yang terjadi pada keadaan ini masih belum jelas benar, tetapi
kemungkinan disebabkan oleh dilatasi arteriol aferen oleh efek yang
tergantung glukosa, yang diperantarai oleh hormon vasoaktif, Insuline-like
Growth Factor (IGF) – 1, nitric oxide, prostaglandin dan glukagon.
Hiperglikemia kronik dapat menyebabkan terjadinya glikasi nonenzimatik
asam amino dan protein. Proses ini terus berlanjut sampai terjadi ekspansi
mesangium dan pembentukan nodul serta fibrosis tubulointerstisialis
(Hendromartono, 2009).
Hipertensi juga memiliki kaitan yang erat dengan gagal ginjal.Hipertensi
yang berlangsung lama dapat mengakibatkan perubahan-perubahan struktur
pada arteriol di seluruh tubuh, ditnadai dengan fibrosis dan hialinisasi
(sklerosis) dinding pembuluh darah.Salah satu organ sasaran dari keadaan
ini adalah ginjal (Wilson, 2005). Ketika terjadi tekanan darah tinggi, maka
sebagai kompensasi, pembuluh darah akan melebar. Namun di sisi lain,
pelebaran ini juga menyebabkan pembuluh darah menjadi lemah dan
akhirnya tidak dapat bekerja dengan baik untuk membuang kelebihan air
serta zat sisa dari dalam tubuh. Kelebihan cairan yang terjadi di dalam tubuh
kemudian dapat menyebabkan tekanan darah menjadi lebih meningkat,
sehingga keadaan ini membentuk suatu siklus yang berbahaya (National
Institute of Diabetes and Digestive and Kidney Disease, 2014)
Klasifikasi gagal ginjal kronik dibagi dalam 3 stadium:
a. Stadium 1: penurunan cadangan ginjal, pada stadium kadar kreatinin
serum normal dan penderita asimptomatik
b. Stadium2: insufiensi ginjal, dimana lebih dari 75% jaringan telah
rusak, Blood Urea Nitrogen (BUN) meningkat, dan kreatinin serum
meningkat
c. Gagal ginjal stadium akhir atau uremia
K/DOQI merekomendasikan pembagian CKD berdasarkan stadium dari
tingkat penurunan LFG:

a. Stadium 1: kelainan ginjal yang ditandai dengan albuminaria persisten


dan LFG yang masih normal (>90ml/menit / 1,73 m2)
b. Stadium 2: kelainan ginjal dengan albuminaria persisten dan LFG
antara 60-89 ml/menit / 1,73 m2
c. Stadium 3: kelainan ginjal dengan LFG antara 30-59ml/menit / 1,73
m2
d. Stadium 4: kelainan ginjal dengan LFG antara 15-29ml/menit/1,73m2
e. Stadium 5: kelainan ginjal dengan LFG <15ml/menit/1,73m2 atau
gagal ginjal terminal

Untuk menilai GFR (Glomelular Filtration Rate)/CCT (Clearance Creatinin


Test) dapat digunakan rumus: (Pada wanita hasil dikalikan 0,85)

Clearance creatinine (ml/menit) = (140-umur) x BB (kg) : (72 x creatinin


serum)

6. Pathway
Terlampir

7. Komplikasi
Komplikasi CKD menurut Smeltzer dan Bare (2001) dan Suwitra (2006)
antara lain:
a. Hyperkalemia akibat penurunan sekresi asidosis metabolic,
katabolisme, dam diet berlebih
b. Pericarditis, efusi pericardial, dan tamponad jantung akibat retensi
produk sampah uremik dan dialysis yang adekuat
c. Hipertensi akibat retensi cairan dan natrium serta malfungsi system
renin angiostensin aldosterone
d. Anemia akibat penurunan eritopoitin
e. Penyakit tulang serta klasifikasi metabolic akibat retensi fosfat, kdar
kalsium serum yang rendah, metabolism vitamin D yang abnormal
dan peningkatan kadar aluminium akibat peningkatan nitrogen dan
ion anorganik
f. Uremia akibat peningkatan ureum dalam tubuh
g. Gagal jantung akibat peningkatan kerja jantung yang berlebihan
h. Malnutrisi karena anoreksia, mual, dan muntah
i. Hiperparatiroid, hyperkalemia, dan hiperfosfatemia

8. Pemeriksaan Khusus
a. Radiologi
Ditujukan untuk menilai keadaan ginjal dan derajat komplikasi ginjal:
- Ultrasonogradi ginjal digunakan untuk menentukan ukuran
ginjal dan adanya massa kista, obstruksi pada saluran
perkemihan bagian atas’biopsi ginjal dilakukan secara
endoskopik untuk menentukan sel jaringan untuk diagnosis
histologis
- Endoskopi ginjal untuk menentukan pelvis ginjal
- EKG mungkin abnormal menunjukkan keseimbangan elektrolit
dan asam basa
b. Foto polos abdomen
Menilai besar dan bentuk ginjal serta adakah batu atau obstruksi lain
c. Pielografi intravena
Menilai sitem pelviokalises dan ureter, berisiko terjadi penurunan
fungsi ginjal pada usia lanjut, DM, dan nefropati asam urat
d. USG
Menilai besar dan bentuk ginjal, tebal parenkim ginjal, anatomi system
pelviokalises dan ureter proksimal, kandung kemih dan prostat
e. Renogram
Menilai fungsi ginjal kanan dan kiri, lokasi gangguan (vaskuler,
parenkim), serta sisa fungsi ginjal
f. Pemeriksaan radiologi jantung
Mencari adanya kardiomegali, efusi perikarditis
g. Pemeriksaan radiologi tulang
Mencari osteodistrofi (terutama pada jari) klasifikasi metatastik
h. Pemeriksaan radiologi paru
Mencari uremik lung yang disebabkan karena bendungan
i. Pemeriksaan pielografi retrograde
Dilakukan bila dicurigai adanya obstruksi yang reversible
j. EKG
Melihat kemungkinan adanya hipertopi ventrikel kiri, tanda
pericarditis, aritmia karena gangguan elektrolit (hyperkalemia)
k. Biopsy ginjal
Dilakukan bila terdapat keraguan dalam diagnostic gagal ginjal kronis
atau perlu untuk mengetahui etiologinya
l. Pemeriksaan lab menunjang diagnosis gagal ginjal
- Laju endap darah
- Urine: biasanya <400ml/jam (oliguria atau urine tidak ada/
anuria); perubahan warna urine disebabkan oleh pus/nanah,
bakteri, lemak, partikel koloid, fosfat, sedimen kotor, warna
kecoklatan menunjukkan adanya darah, miglobin, dan porfirin;
berat jenisnya <1,015 (menetapkan pada 1,010 menunjukkan
kerusakan ginjal berat); osmolalitas <350 mOsm/kg
menunjukkan kerusakan tubular, amrasio urine/ureum sering
1:1
- Ureum dan kreatinin
- Hyponatremia
- Hyperkalemia
- Hipokalsemia dan hiperfosfatemia
- Hypoalbuminemia dan hipolokolesterolemia
- Gula darah tinggi
- Hipertrigliserida
- Asidosis metabolic

9. Penatalaksanaan/Terapi
Tujuan utama penatalaksaan pada klien GGK adalah untuk
memertahakankan fungsi ginjal yang tersisa dan homeostasis tubuh selama
mungkin serta mencegah atau mengobati komplikasi (Smeltzer, 2001;
Rubenstain dkk, 2007).Terapi konservatif tidak dapat mengobati GGK namun
dapat memperlambat progress dari penyakit ini karena yang dibutuhkan
adalah terapi penggantian ginjal baik dengan dialysis atau transplantasi
ginjal.
Lima sasaran manajemen medis GGK, meliputi:
a. Memelihara fungsi renal dan menunda dialysis dengan cara
mengontrol proses penyakit melalui kontrok tekanan darag (diet,
control BB, dan obat-obatan) dan mengurangi intake protein
(pembatasan protein, menjaga intake protein sehari-hari dengan nilai
biologic tinggi <50gr), dan katabolisme (menyediakan kalori
nonprotein yang adekuat untuk mencegah atau mengurangi
katabolisme)
b. Mengurangi manifestasi ekstra renal seperti pruritus, neurologic,
perubahan hematologi, penyakit kardiovaskuler
c. Meningkatkan kimiawi tubuh lewat dialysis, obat-obatan, dan diet
d. Mempromosikan kualitas hidup pasien dan anggota keluarga

Penatalaksanaan konservatif dihentikan bila klien sudah memerlukan


dialysis tetap atau transplantasi, pada tahap ini biasanya GFR sekitar 5-
10ml/menit. Dialysis juga diperlukan bila:

a. Asidosis metabolic dan hiperkalemia yang tidak dapat diatasi dengan


obat-obatan
b. Overload cairan (edema paru)
c. Ensefalopati uremic, penurunan kesadaran
d. Efusi pericardial
e. Sindrom uremia (mual, muntah, anoreksia, neuropati) yang
memburuk
B. KONSEP KEPERAWATAN
1. Pengkajian Primer
Pengkajian focus yang disuusn berdasarkan Gordon dan mengacu pada
Doengoes (2001), serta Carpenito (2006), sebagai berikut:
a. Demografi
Penderita CKD kebanyakan berusia diantara 30 tahun, namun ada juga
yang mengalami CKD dibawah umur yang diakibatkan oleh berbagai hal
seperti proses pengobatan penggunaan obat-obatan dsb. CKD dapat
terjadi pada siapapun, pekerjaan dan lingkungan juga mempunyai
peranan penting sebagai pemicu kejadian CKD.Karena kebiasaan kerja
dengan duduk/berdiri yang terlalu lama dan lingkungan yang tidak
menyediakan cukup air minum/mengandung banyak senyawa/zat logam
dan pola makan yang tidak sehat.
b. Riwayat penyakit
Riwayat penyakit yang diderita klien sebelum CKD seperti DM,
glomerulonephritis, hipertensi, rematik, hiperparatiroidisme, obstruksi
saluran kemih, dan traktus urinarius bagian bawah juga dapat memicu
kemungkinan terjadinya CKD.
c. Pola nutrisi dan metabolic
Gejalanya adalah klien tampak lemah, terdapat penurunan BB dalam
kurun waktu 6 bulan, tandanya adalah anoreksia, mual, muntah, asupan
nutrisi dan air naik atau turun
d. Pola eliminasi
Gejalanya adalah terjadi ketidakseimbangan antara output dan input,
tandanya adalah penurunan BAK, klien konstipasi, peningkatan suhu dan
tekanan darah atau tidak sinkronnya antara tekanan darah dan suhu
e. Pengkajian fisik
- Kesadaran umum
Lemah, aktivitas dibantu, terjadi penurunan sensitifitas nyeri,
kesadaran klien CM sampai coma
- TTV
Tekanan darah naik, RR naik, terjadi dyspnea, nadi meningkat
- Antropometri
Penurunan BB selama 6 bulan terkahir karena kekurangan nutrisi,
atau terjadi peningkatan BB karena kelebihan cairan
- Kepala
Rambut kotor, mata kuning/kotor, telinga kotor dan terdapat
serumen, hidung kotor dan terdapat kotoran hidung, mulut bau
ureum, bibir kering dan pecah-pecah, mukosa mulut pucat dan lidah
kotor
- Leher dan tenggorokan
Peningkatan kelenjar tiroid, terdapat pembesaran tiroid pada leher
- Dada
Dyspnea sampai pada edema pulmonal, dada berdebar-debar, ada otot
bantu napas, pergerakan dada tidak simetris, terdengar suara
tambahan paru (ronchi basah), terdapat pembesaran jantung,
terdapat suara tambahan pada jantung
- Abdomen
Terjadi peningkatan nyeri, penurunan peristaltic, turgor jelek, perut
buncit
- Genital
Kelemahan dalam libido, genetalia kotor, ejakulasi dini, impotensi,
terdapat ulkus
- Ekstremitas
Kelemahan fisik, aktivitas klien dibantu, terjadi edema, pengeroposan
tulang, cafillary refill > 1 detik
- Kulit
Turgor jelek, terjadi edema, kulit jadi hitam, kulit bersisik dan
mengkilat/uremia, dan terjadi perikarditis

2. Diagnosis
a. Kelebihan volume cairan b.d penurunan haluaran urine dan retensi cairan
dan natrium
b. Perubahan pola napas b.d hiperventilasi paru
c. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan b.d penurunan suplai O2 dan
nutrisi ke jaringan sekunder
d. Intoleransi aktivitas b.d keletihan anemia, retensi produk sampah dan
prosedur dialysis
e. Risiko gangguan pertukaran gas b.d kerusakan alveolus sekunder
terhadap adanya edema pulmoner
f. Risiko penurunan curah jantung b.d ketidakseimbangan cairan
memengaruhi sirkulasi, kerja miokardial, dan tahanan vaskuler sistemik,
gangguan frekuensi, irama, konduksi jantung (ketidakseimbangan
elektrolit)

3. Rencana Keperawatan

NO DIAGNOSA TUJUAN INTERVENSI RASIONAL

1. Kelebihan setelah dilakukan Fluid management Pembatasan


volume tindakan 1. Kaji status cairan: cairan akan
cairan b.d keperawatan timbang BB, menentukan BB
penurunan volume cairan keseimbangan ideal, haluaran
haluaran seimbang, dengan masukan dan urine, dan respon
urine dan KH: haluaran, turgor kulit, terhadap terapi
retensi cairan dan adanya edema
1. Terbebas dari Pemahaman dapat
dan natrium 2. Batasi masukan
edema, efusi, meningkatkan
cairan
anasarca kerjasama klien
3. Identifikasi sumber
2. Bunyi napas dan keluarga
potensial cairan
bersih, tidak dalam pembatasan
4. Jelaskan pada klien
adanya cairan
dan keluarga rasional
dyspnea
pembatasan cairan Mengetahui
3. Memelihara
5. Kolaborasi keseimbangan
tekanan vena
pemberian cairan input dan output
sentral,
sesuai terapi
tekanan
kapiler paru,
output jantung Hemodialisis terapi
dan vital sign 1. Ambil sampel darah
normal dan meninjau kimia
darah (misalnya BUN,
kreatinin, natrium,
potassium, tingkat
fosfor) sebelum
perawatan untuk
mengevaluasi respon
terhadap terapi
2. Monitor TTV: BB,
nadi, RR, dan TD
untuk mengevaluasi
respon terhadap
terapi
3. Sesuaikan tekanan
filtrasi untuk
menghilangkan
jumlah yang tepat
dari cairan
berlebihan ditubuh
klien
4. Bekerja secara
kolaboratif dengan
pasien untuk
menyesuaikan
Panjang dialysis,
peraturan diet,
keterbatasan cairan
dan obat-obatan
untuk mengatur
cairan dan elektrolis
pergeseran antara
pengobatan
2. Perubahan Setelah dilakukan Respiratory monitoring Menyatakan
pola napas tindakan 1. Monitor rata-rata, adanya
b.d keperawatan pola kedalaman, irama, pengumpulan
hiperventilasi napas adekuat, dan usaha respirasi secret
paru dengan KH: 2. Catat pergerakan
Membersihkan
dada, amati
1. Peningkatan jalan napas dan
kesimetrisan,
ventilasi dan memudahkan
penggunaan otot
oksigenasi aliran O2
tambahan, retraksi
yang adekuat
otot supraclavicular, Mencegah
2. Bebas dari
dan intercostal terjadinya sesak
tanda-tanda
3. Monitor pola napas, napas
distress
bradypnea, takipnea,
pernapasan Mengurangi beban
kussmaul,
3. Suara napas kerja dan
hiperventilasi,
bersih, tidak mencegah
Cheyne stokes
ada sianosis terjadinya sesak
4. Auskultasi saura
dan dyspnea atau hipoksia
napas, catat area
(mampu
penurunan/tidak
mengeluarkan
adanya ventilasi dan
sputum,
suara tambahan
mampu
Oxygen terapi
bernapas
1. Auskultasi bunyi
dengan mudah,
napas, catat adanya
tidak ada
crackles
pursed lips)
2. Ajarkan klien napas
4. TTV dalam
dalam
rentang normal
3. Atur posisi senyaman
mungkin
4. Batasi untuk
beraktivitas
5. Kolaborasi
pemberian oksigen

3. Gangguan Setelah dilakukan 1. Monitor adanya mual Gejala yang


nutrisi tindakan dan muntah menyertai
kurang dari keperawatan 2. Monitor adanya akumulasi toksin
kebutuhan nutrisi seimbang kehilangan BB dan endogen yang
b.d anoreksia dan adekuat, perubahan status dapat mengubah
mual muntah dengan KH: nutrisi atau menurunkan
3. Monitor albumin, pemasukan dan
- Nafsu makan
total protein, memerlukan
meningkat
hemoglobin, dan intervensi
- Tidak terjadi
hematocrit level yang
penurunan BB Mengidentifikasi
mengindikasikan
- Masukan kekurangan
status nutrisi dan
nutrisi nutrisi
untuk perencanaan
adekuat
terapi selanjutnya Porsi kecil dapat
- Menghabiskan
4. Monitor intake nutrisi meningkatkan
porsi makan
dan kalori klien masukan makanan
- Hasil lab
5. Berikan makanan
normal Memberikan
sedikit tapi sering
(albumin, pengalihan dan
6. Berikan perawatan
kalium) meningkatkan
mulut sering
aspek social
7. Kolaborasi dengan
ahli gizi dalam Menurunkan
pemberian diet sesuai ketidaknyamanan
terapi somatic oral dan
rasa tak disukai
dalam mulut yang
dapat
memengaruhi
masukan makanan
4. Gangguan Setelah dilakukan 1. Lakukan penilaian Untuk mengetahui
perfusi tindakan secara komprehensif adanya kelainan
jairngan b.d keperawatan fungsi sirkulasi sirkulasi
penurunan perfusi jaringan perifer (cek nadi
Mengetahui sejauh
suplai O2 dan adekuat, dengan perifer, edema,
mana nyeri yang
nutrisi ke KH: cafillary refill,
dirasakan klien
jaringan temperature
- Membrane
sekunder ekstremitas) Mengetahui
mukosa merah
2. Kaji nyeri adanya edema
muda
3. Inspeksi kulit dan
- konjungtiva Untuk
palpasi anggota
tidak anemis memperbaiki
badan
- akral hangat sirkulasi
4. Atur posisi klien,
- TTV dalam
ekstremitas bawah Mengetahui
batas normal
lebih rendah haluaran cairan
- Tidak ada
5. Monitor status intake
edema Membantu
dan output cairan
sirkulasi O2
6. Evaluasi nadi, edema
7. Berikan terapi
antikoagulan

5. Risiko Setelah dilakukan 1. Auskultasi bunyi Adanya takikardia


penurunan tindakan jantung frekuensi jantung
curah jantung keperawatan 2. Kaji adanya tidak teratur
b.d ketidak penururnan curah hipertensi
HT dapat terjadi
seimbangan jantung tidak 3. Selidiki adanya
karena gangguan
cairan terjadi, dengan keluhan nyeri dada,
renin angiostensin
memengaruhi KH: perhatikan lokasi,
aldosterone
sirkulasi, rediasi, skalanya
- TD dan (disfungsi ginjal)
kerja 4. Kaji tingkat aktivitas,
frekuensi
miokardial, respon terhadap HT&GGK dapat
jantung dalam
dan tahanan aktivitas menyebabkan
batas normal,
vaskuler
sistemik, nadi oerifer nyeri
gangguan kuat dan sama
Kelelahan dapat
frekuensi, dengan waktu
menyertai GGK
irama, pengisian
dan anemia
konduksi kapiler
jantung
(ketidakseim
bangan
elektrolit)
DAFTAR PUSTAKA

Alfians R, Belian Ali Gresty N M, Masi Vandri Kallo, 2017, “PERBANDINGAN KUALITAS
HIDUP PASIEN GAGAL GINJAL KRONIK DENGAN COMORBID FAKTOR DIABETES
MELITUS DAN HIPERTENSI DI RUANGAN HEMODIALISA RSUP. Prof. Dr. R. D.
KANDOU MANADO” Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran
Universitas Sam Ratulangi Manado, Manado:
https://media.neliti.com/media/publications/106621-ID-perbandingan-
kualitas-hidup-pasien-gagal.pdf diakses pada Minggu, 15/7/2018 9:00am

Novita Dwi Cahyani, Justina Evy Tyaswati, Dwita Aryadina Rachmawati, 2016,
“Hubungan antara Tingkat Kecemasan dengan Kualitas Hidup pada Pasien
Chronic Kidney Disease (CKD) yang Menjalani Hemodialisis di RSD dr. Soebandi
Jember” Fakultas Kedokteran Universitas Jember, Jember:
http://download.portalgaruda.org/article.php?article=478569&val=5039&title=
Hubungan%20antara%20Tingkat%20Kecemasan%20dengan%20Kualitas%20
Hidup%20pada%20Pasien%20Chronic%20Kidney%20Disease%20(CKD)%20y
ang%20Menjalani%20Hemodialisis%20di%20RSD%20dr.%20Soebandi%20Je
mber%20%20(Correlation%20between%20the%20Level%20of%20Anxiety%2
0and%20Quality%20of%20Life%20of%20Chronic%20Kidney%20Disease%20(
CKD)%20Patients diakses pada Minggu, 15/7/2018 9:28am

Anonym, http://stikeskusumahusada.ac.id/images/file/39.pdf diakses pada Minggu,


15/7/2018 9:40am

dr. Albert Tri Rustamaji, CKD, https://rsud.patikab.go.id/download/CKD.pdf diakses


pada Minggu 15/7/2018 9:43am

Divisions of Nephrology & Hypertension and General Internal Medicine, Chronic Kidney
Disease (CKD), “Clinical Practice Recommendations for Primary Care Physicians
and Healthcare Providers” Edition 6.0, 2011: University Of California, Los
Angeles,https://www.asnonline.org/education/training/fellows/HFHS_CKD_V6.
pdfdiakses pada Minggu 15/7/2018 9:50am

Anonym, http://digilib.unila.ac.id/20718/14/BAB%20II.pdf diakses pada Senin


16/7/2018 9:13am

Anda mungkin juga menyukai