Nim : 1704551027
Kelas : A Reguler Pagi
Mata Kuliah : Hukum Pidana Lanjutan
PERCOBAAN (POGING)
1. Menurut Hazewinkel –Suringa dan Van Hattum Percobaan bukan sebagai tindak pidana
/ delik khusus yang bukan berdiri sendiri, tetapi sebagai tindak pidana delik yang tidak
sempurna, hanya memperluas dapat dipidananya orang saja( Straffausdehnungsgrund ).
2. Menurut Prof. Moeljatno Percobaan tindak pidana / delik selesai dan berdiri sendiri.
Sebagaimana dengan adanya 3 (tiga) alasan : (a). Dihubungkan dengan masalah
pertanggung jawaban, tidak mungkin ada pertanggung jawaban kalau orang tidak
melakukan perbuatan pidana ( tindak pidana / delik ), (b). Perbuatan percobaan beberapa
kali dirumuskan sebagai delik selesai, misalnya Pasal 104 – 106 – 107 KUHP mengenai
“ Makar “, padahal yang dimaksud dengan “ makar “ menurut Pasal 87 KUHPnadalah
perbuatan yang niat dan permulaan pelaksanaannya telah nampak, (c). Dalam hukum
adat tidak dikenal delik yang dirumuskan sebagai percobaan dari kejahatan tertentu.
B. SANKSI
Masalah percobaan ini KUHP memberikan ancaman yang maksimumnya diperingan,
yaitu dikurangi sepertiganya (1/3) dari maksimum pidana pokoknya, sedangkan
terhadap ancaman pidana mati dan penjara seumur hidup, maksimumnya menjadi 15
(lima belas) tahun. Pengurangan tidak diberikan bagi pidana tambahan (Pasal 53 ayat
(2, 3, 4) KUHP). Pasal 53 KUHP menyatakan :
1. Mencoba melakukan kejahatan dipidana, jika niat untuk itu telah ternyata dari
adanya permualaan pelaksanaan dan tidak selesainya pelaksanaan itu, bukan
semata-mata disebabkan karena kehendaknya sendiri
2. Maksimum pidana pokok terhadap kejahatan, dalam hal percobaan dikurangi
sepertiganya
3. Jika kejahatan diancam dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup,
dijatuhkan pidana penjara paling lama lima belas tahun
4. Pidana tambahan bagi percobaan sama dengan kejahatan selesai
Jika kita tinjau isi Pasal 53 ayat (1) KUHP dapat diketahui adanya 3 (tiga) unsur-unsur daripada
percobaan, yaitu :
1). Teori yang subjektif ( Subjectieve Pogingstheorie ) Teori ini menekankan pada niat
yang terlihat dari kelakuan dari si pelaku.
2). Teori yang objektif ( Objectieve Pogingstheorie ), mengatakan bahwa “ dasar untuk
memidana percobaan adalah karena berbahayanya perbuatan yang dilakukan
Apabila pada ujung perbuatan pelaksanaan menghasilkan sesuatu yang sesuai dengan kehendak
bathin, maka terjadi tindak pidana selesai. Tetapi bila menghasilkan sesuatu yang tidak sesuai
dengan kehendak bathin yang telah terbentuk semula, artinya kehendak tidak tercapai, keadaan
inilah yang disebut dengan “ pelaksanaan tidak selesai”