Anda di halaman 1dari 32

MAKALAH ISOLASI SOSIAL DAN HARGA DIRI

RENDAH

Disusun Dalam Rangka Memenuhi Tugas Mata Kuliah


Keperawatan Jiwa II
Dosen Pembimbing : Trimeilia Suprihatiningsih, S.Kp.,M.Kes

Disusun Oleh:
Sugiarto Arif Budiman (108116038)
Putri Septia Sari (108116046)
Hendrawan (108116054)
Fidha Fairuz Syafira (108116062)

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN 3B


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN AL-IRSYAD AL-ISLAMIYYAH
CILACAP
TAHUN AJARAN 2018/2019
KATA PENGANTAR

‫الرحي ِْم‬
ِ ‫بِس َْم هللاِ الرحْ َم ِن‬
Puji syukur penulis panjatkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
berkat limpahan rahmat, taufiq, serta hidayah-Nya, sehingga penulis dapat
menyelesaikan makalah dengan judul “Isolasi Sosial Dan Harga Diri Rendah”
tepat pada waktunya.
Maksud dan tujuan dari penulisan makalah ini tidaklah lain adalah untuk
memenuhi salah satu dari sekian kewajiban pada mata kuliah “Keperawatan Jiwa
II” serta merupakan bentuk tanggung jawab langsung penulis pada tugas yang
diberikan.
Pada kesempatan ini, penulis juga ingin menyampaikan ucapan terima kasih
kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian makalah ini baik
secara langsung maupun tidak langsung.
Demikian pengantar yang dapat penulis sampaikan dimana penulis pun
sadar bawasannya penulis hanyalah seorang manusia yang tidak luput dari
kesalahan dan kekurangan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun
sangat penulis harapkan dari para pembaca
Akhirnya penulis hanya bisa berharap, bahwa dibalik ketidaksempurnaan
penulisan dan penyusunan makalah ini adalah ditemukan sesuatu yang dapat
memberikan manfaat atau bahkan hikmah bagi penulis, pembaca, ataupun
seluruhnya. Amiin ya Rabbal ‘alamin.
Wassalalam,

Cilacap, 24 September 2018

Penyusun
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................................ i

DAFTAR ISI...................................................................................................................... ii

BAB I .................................................................................................................................. 1

PENDAHULUAN ............................................................................................................. 1

A. Latar Belakang ........................................................................................................ 1

B. Rumusan Masalah ................................................................................................... 2

C. Tujuan ..................................................................................................................... 2

BAB II ................................................................................................................................ 4

PEMBAHASAN ................................................................................................................ 4

I. Isolasi Diri .............................................................................................................. 4

A. Pengertian Menarik Diri...................................................................................... 4

B. Rentang Respon Sosial........................................................................................ 4

C. Gangguan Hubungan Sosial ................................................................................ 5

D. Perkembangan Hubungan Sosial ........................................................................ 5

E. Pengkajian Keperawatan ..................................................................................... 8

E. Diagnosis............................................................................................................. 8

F. Diagnosa Keperawatan ....................................................................................... 9

G. Intervensi............................................................................................................. 9

F. Evaluasi ............................................................................................................. 11

II. HARGA DIRI RENDAH................................................................................ 13

A. Pengertian ......................................................................................................... 13

B. Komponen Konsep Diri .................................................................................... 13

C. Rentang Konsep Diri......................................................................................... 15

D. Etiologi .............................................................................................................. 16

E. Tanda Dan Gejala ............................................................................................. 16


F. Akibat terjadinya harga diri rendah .................................................................. 17

G. Proses terjadinya harga diri rendah ................................................................... 17

H. Asuhan Keperawatan ........................................................................................ 18

BAB III............................................................................................................................. 27

PENUTUP........................................................................................................................ 27

A. Simpulan ............................................................................................................... 27

B. Saran ..................................................................................................................... 27

DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................................... 28


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Isolasi Sosial atau Menarik diri adalah suatu keadaan pasien
yang mengalami ketidak mampuan untuk mengadakan hubungan dengan
orang lain atau dengan lingkungan di sekitarnya secara wajar. Pada
pasien dengan perilaku menarik diri sering melakukan kegiatan yang
ditujukan untuk mencapai pemuasan diri, dimana pasien melakukan
usaha untuk melindungi diri sehingga ia jadi pasif dan berkepribadian
kaku, pasien menarik diri juga melakukan pembatasan (isolasi diri),
termasuk juga kehidupan emosionalnya, semakin sering pasien menarik
diri, semakin banyak kesulitan yang dialami dalam mengembangkan
hubungan sosial dan emosional dengan orang lain (Stuart dan Sundeen,
1998). Dalam membina hubungan sosial, individu berada dalam rentang
respon yan adaptif sampai dengan maladaptif. Respon adaptif
merupakan respon yang dapat diterima oleh norma-norma sosial dan
kebudayaan yang berlaku, sedangkan respon maladaptif merupakan
respon yang dilakukan individu dalam menyelesaikan masalah yang
kurang dapat diterima oleh norma-norma sosial dan budaya.
Respon sosial dan emosional yang maladaptif sering sekali terjadi
dalam kehidupan sehari hari, khususnya sering dialami pada pasien
menarik diri sehingga melalui pendekatan proses keperawatan yang
komprehensif penulis berusaha memberikan asuhan keperawatan yang
semaksimal mungkin kepada pasien dengan masalah keperawatan utama
kerusakan interaksi sosial : menarik diri. Menurut pengajar Departemen
Psikiatri, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Surjo Dharmono,
penelitian Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) di perbagai Negara
menunjukkan, sebesar 20-30 persen pasien yang datang ke pelayanan
kesehatan dasar menunjukkan gejala gangguan jiwa. Bentuk yang
paling sering adalah kecemasan dan depresi.
1
Dari segi kehidupan sosial kultural, interaksi sosial adalah merupakan
hal yang utama dalam kehidupan bermasyarakat, sebagai dampak
adanya kerusakan interaksi sosial : menarik diri akan menjadi suatu
masalah besar dalam fenomen kehidupan, yaitu terganggunya
komunikasi yang merupakan suatu elemen penting dalam mengadakan
hubungan dengan orang lain atau lingkungan disekitarnya (Carpenito,
1997)

B. Rumusan Masalah
I. Isolasi Sosial
a. Apa pengertian dari menarik diri?
b. Bagaimana rentang respon sosialnya?
c. Apa saja gangguan hubungan sosial?
d. Bagaimana perkembangan hubungan sosialnya?
e. Bagaimana asuhan keperawatan pada isolasi sosial?
II. Harga Diri Rendah?
a. Apa pengertian harga diri rendah?
b. Apa saja komponen konsep dirinya?
c. Apa etiologi dari harga diri rendah?
d. Apa tanda dan gejala harga diri rendah?
e. Bagaimana akibat terjadinya harga diri rendah?
f. Bagaimana proses terjadinya harga diri rendah?
g. Bagaimana asuhan keperawatan pada harga diri rendah?
C. Tujuan
I. Isolasi Sosial
a. Untuk mengetahui pengertian menarik diri.
b. Untuk mengetahui rentang respon isolasi sosial.
c. Untuk mengetahui gangguan hubungan sosial.
d. Untuk mengetahui perkembangan hubungan sosial.
e. Untuk mengetahui asuhan keperawatan dari isolasi sosial.

2
II. Harga Diri Rendah
a. Untuk mengetahui pengertian harga diri rendah.
b. Untuk mengetahui komponen konsep diri dari harga diri rendah.
c. Untuk mengetahui rentang konsep diri dari harga diri rendah.
d. Untuk mengetahui etiologi harga diri rendah.
e. Untuk mengetahui tanda dan gejala harga diri rendah.
f. Untuk mengetahui akibat terjadinya harga diri rendah.
g. Untuk mengetahui proses terjadinya harga diri rendah.
h. Untuk mengetahui asuhan keperawatan darii harga diri rendah.

3
BAB II
PEMBAHASAN

I. Isolasi Diri

A. Pengertian Menarik Diri


Menarik diri merupakan suatu percobaan untuk menghindari
interaksi dan hubungan dengan orang lain (Rawlins, 1993). Isolasi sosial
adalah keadaan seorang individu mengalami penurunan atau bahkan
sama sekali tidak mampu berinteraksi dengan orang lain di sekitarnya.
Pasien mungkin merasa ditolak, tidak diterima, kesepian, dan tidak
mampu membina hubungan yang berarti dengan orang lain.
Hubungan yang sehat dapat digambarkan dengan adanya
komunikasi yang terbuka, mau menerima orang lain, dan adanya rasa
empati. Pemutusan hubungan interpersonal berkaitan erat dengan
ketidakpuasan individu dalam proses hubungan yang disebabkan oleh
kurang terlibatnya dalam proses hubungan dan respons lingkungan yang
negatif. Hal tersebut akan memicu rasa tidak percaya diri dan keinginan
untuk menghindar dari orang lain.

B. Rentang Respon Sosial


Suatu hubungan antarmanusia akan berada pada rentang respons
adaptif dan maladaptif seperti tergambar di bawah ini.

4
C. Gangguan Hubungan Sosial
1. Menarik diri: menemukan kesulitan dalam membina hubungan
dengan orang lain.
2. Dependen: sangat bergantung pada orang lain sehingga individu
mengalami kegagalan dalam mengembangkan rasa percaya diri.
3. Manipulasi: individu berorientasi pada diri sendiri dan tujuan yang
hendak dicapainya tanpa mempedulikan orang lain dan lingkungan
dan cenderung menjadikan orang lain sebagai objek.

D. Perkembangan Hubungan Sosial


1. Bayi (0–18 Bulan)
Bayi mengomunikasikan kebutuhan menggunakan cara yang
paling sederhana yaitu menangis. Respons lingkungan terhadap
tangisan bayi mempunyai pengaruh yang sangat penting untuk
kehidupan bayi di masa datang. Menurut Ericson, respons
lingkungan yang sesuai akan mengembangkan rasa percaya diri
bayi akan perilakunya dan rasa percaya bayi pada orang lain.
Kegagalan pemenuhan kebutuhan pada masa ini akan
mengakibatkan rasa tidak percaya pada diri sendiri dan orang
lain serta perilaku menarik diri.
2. Prasekolah (18 Bulan–5 Tahun)

5
Anak prasekolah mulai membina hubungan dengan lingkungan
di luar keluarganya. Anak membutuhkan dukungan dan bantuan
dari keluarga dalam hal pemberian pengakuan yang positif
terhadap perilaku anak yang adaptif sehingga anak dapat
mengembangkan kemampuan berhubungan yang dimilikinya.
Hal tersebut merupakan dasar rasa otonomi anak yang nantinya
akan berkembang menjadi kemampuan hubungan
interdependen. Kegagalan anak dalam berhubungan dengan
lingkungan dan disertai respons keluarga yang negatif akan
mengakibatkan anak menjadi tidak mampu pengontrol diri, tidak
mandiri, ragu, menarik diri, kurang percaya diri, pesimis, dan
takut perilakunya salah.
3. Anak Sekolah (6–12 Tahun)

Anak sekolah mulai meningkatkan hubungannya pada


lingkungan sekolah. Di usia ini anak akan mengenal kerja sama,
kompetisi, dan kompromi. Pergaulan dengan orang dewasa di
luar keluarga mempunyai arti penting karena dapat menjadi
sumber pendukung bagi anak. Hal itu dibutuhkan karena konflik
sering kali terjadi akibat adanya pembatasan dan dukungan yang
kurang konsisten dari keluarga. Kegagalan membina hubungan
dengan teman sekolah, dukungan luar yang tidak adekuat, serta
inkonsistensi dari orang tua akan menimbulkan rasa frustasi
terhadap kemampuannya, merasa tidak mampu, putus asa, dan
menarik diri dari lingkungannya.

4. Remaja (12–20 Tahun)

Usia remaja anak mulai mengembangkan hubungan intim


dengan teman sejenis atau lawan jenis dan teman seusia,
sehingga anak remaja biasanya mempunyai teman karib.
Hubungan dengan teman akan sangat dependen sedangkan
hubungan dengan orang tua mulai independen. Kegagalan

6
membina hubungan dengan teman sebaya dan kurangnya
dukungan orang tua akan mengakibatkan keraguan identitas,
ketidakmampuan mengidentifikasi karier di masa mendatang,
serta tumbuhnya rasa kurang percaya diri.
5. Dewasa Muda (18–25 Tahun)
Individu pada usia ini akan mempertahankan hubungan
interdependen dengan orang tua dan teman sebaya. Individu
akan belajar mengambil keputusan dengan tetap memperhatikan
saran dan pendapat orang lain (pekerjaan, karier, pasangan
hidup). Selain itu, individu mampu mengekspresikan
perasaannnya, menerima perasaan orang lain, dan meningkatnya
kepekaan terhadap kebutuhan orang lain. Oleh karenanya, akan
berkembang suatu hubungan mutualisme. Kegagalan individu
pada fase ini akan mengakibatkan suatu sikap menghindari
hubungan intim dan menjauhi orang lain.
6. Dewasa Tengah (25–65 Tahun)

Pada umumnya pada usia ini individu telah berpisah tempat


tinggal dengan orang tua. Individu akan mengembangkan
kemampuan hubungan interdependen yang dimilikinya. Bila
berhasil akan diperoleh hubungan dan dukungan yang baru.
Kegagalan pada tahap ini akan mengakibatkan individu hanya
memperhatikan diri sendiri, produktivitas dan kretivitas
berkurang, serta perhatian pada orang lain berkurang.
7. Dewasa Lanjut (Lebih dari 65 Tahun)

Di masa ini, individu akan mengalami banyak kehilangan,


misalnya fungsi fisik, kegiatan, pekerjaan, teman hidup, dan
anggota keluarga, sehingga akan timbul perasaan tidak berguna.
Selain itu, kemandirian akan menurun dan individu menjadi
sangat bergantung kepada orang lain. Individu yang berkembang
baik akan dapat menerima kehilangan yang terjadi dalam

7
kehidupannya dan mengakui bahwa dukungan orang lain dapat
membantu dalam menghadapi kehilangan yang dialaminya.
Kegagalan individu pada masa ini akan mengakibatkan individu
berperilaku menolak dukungan yang ada dan akan berkembang
menjadi perilaku menarik diri.

E. Pengkajian Keperawatan
1. Objektif
a. Apatis, ekspresi sedih, afek tumpul.
b. Menghindari orang lain, tampak menyendiri, dan
memisahkan diri dari orang lain.
c. Komunikasi kurang/tidak ada, pasien tidak tampak bercakap-
cakap dengan orang lain.
d. Tidak ada kontak mata dan sering menunduk.
e. Berdiam diri di kamar.
f. Menolak berhubungan dengan orang lain, memutuskan
pembicaraan, atau pergi saat diajak bercakap-cakap.
g. Tidak tampak melakukan kegiatan sehari-hari, perawatan diri
kurang, dan kegiatan rumah tangga tidak dilakukan.
h. Posisi janin pada saat tidur.
2. Subjektif
a. Pasien menjawab dengan singkat “ya” , “tidak” , “tidak
tahu”
b. Pasien tidak menjawab sama sekali.

E. Diagnosis
Pohon Masalah

8
F. Diagnosa Keperawatan
3. Risiko perubahan sensori persepsi: halusinasi
4. Isolasi sosial: menarik diri

G. Intervensi
Tindakan Keperawatan Untuk Pasien
1. Tujuan
Setelah tindakan keperawatan, pasien mampu melakukan hal
berikut :
a. Membina hubungan saling percaya.
b. Menyadari penyebab isolasi sosial.
c. Berinteraksi dengan orang lain.
2. Tindakan
a. Membina hubungan saling percaya.
a) Mengucapkan salam setiap kali berinteraksi dengan
pasien.
b) Berkenalan dengan pasien, seperti perkenalkan nama
dan nama panggilan yang Anda sukai, serta tanyakan
nama dan nama panggilan pasien.
c) Menanyakan perasaan dan keluhan pasien saat ini.
d) Buat kontrak asuhan, misalnya apa yang Anda akan
lakukan bersama pasien, berapa lama akan dikerjakan,
dan tempatnya di mana.

9
e) Jelaskan bahwa Anda akan merahasiakan informasi
yang diperoleh untuk kepentingan terapi.
f) Setiap saat tunjukkan sikap empati terhadap pasien.
g) Penuhi kebutuhan dasar pasien bila memungkinkan.
b. Membantu pasien menyadari perilaku isolasi sosial
h) Tanyakan pendapat pasien tentang kebiasaan
berinteraksi dengan orang lain.
i) Tanyakan apa yang menyebabkan pasien tidak ingin
berinteraksi dengan orang lain.
j) Diskusikan keuntungan bila pasien memiliki banyak
teman dan bergaul akrab dengan mereka.
k) Diskusikan kerugian bila pasien hanya mengurung diri
dan tidak bergaul dengan orang lain.
l) Jelaskan pengaruh isolasi sosial terhadap kesehatan
fisik pasien.
c. Melatih pasien berinteraksi dengan orang lain secara
bertahap.
m) Jelaskan kepada pasien cara berinteraksi dengan orang
lain.
n) Berikan contoh cara berbicara dengan orang lain.
o) Beri kesempatan pasien mempraktikkan cara
berinteraksi dengan orang lain yang dilakukan di
hadapan Anda.
p) Mulailah bantu pasien berinteraksi dengan satu orang
teman/anggota keluarga.
q) Bila pasien sudah menunjukkan kemajuan, tingkatkan
jumlah interaksi dengan dua, tiga, empat orang, dan
seterusnya.
r) Beri pujian untuk setiap kemajuan interaksi yang telah
dilakukan oleh pasien.

10
s) Siap mendengarkan ekspresi perasaan pasien setelah
berinteraksi dengan orang lain. Mungkin pasien akan
mengungkapkan keberhasilan atau kegagalannya. Beri
dorongan terus-menerus agar pasien tetap semangat
meningkatkan interaksinya.

Tindakan Keperawatan Untuk Keluarga


1. Tujuan
Setelah tindakan keperawatan, keluarga mampu merawat pasien
isolasi sosial di rumah.
2. Tindakan
Melatih keluarga merawat pasien isolasi sosial.
1) Menjelaskan tentang hal berikut.
a. Masalah isolasi sosial dan dampaknya pada pasien.
b. Penyebab isolasi sosial.
c. Sikap keluarga untuk membantu pasien mengatasi isolasi
sosialnya.
d. Pengobatan yang berkelanjutan dan mencegah putus obat.
e. Tempat rujukan bertanya dan fasilitas kesehatan yang
tersedia bagi pasien.
f. Memperagakan cara berkomunikasi dengan pasien.
g. Memberi kesempatan kepada keluarga untuk
mempraktikkan cara berkomunikasi dengan pasien.

F. Evaluasi
1. Evaluasi kemampuan pasien
a. Pasien menunjukkan rasa percayanya kepada saudara sebagai
perawat dengan ditandai dengan pasien mau bekerja sama
secara aktif dalam melaksanakan program yang saudara usulkan
kepada pasien.

11
b. Pasien mengungkapkan hal-hal yang menyebabkan tidak mau
bergaul dengan orang lain, kerugian tidak mau bergaul, dan
keuntungan bergaul dengan orang lain.
c. Pasien menunjukkan kemajuan dalam berinteraksi dengan
orang lain secara bertahap.
2. Evaluasi kemampuan keluarga
Keluarga ikut bekerja sama merawat pasien sesuai anjuran yang
Anda berikan.

12
II. HARGA DIRI RENDAH

A. Pengertian
Keliat B.A mendefinisikan harga diri rendah adalah penilaian
tentang pencapaian diri dengan menganalisa seberapa jauh perilaku
sesuai dengan ideal diri. Perasaan tidak berharga, tidak berarti dan
rendah diri yang berkepanjangan akibat evaluasi negatif terhadap diri
sendiri dan kemampuan diri (Fajariyah, 2012).
Harga diri rendah adalah semua pemikiran, kepercayaan dan
keyakinan yang merupakan pengetahuan individu tentang dirinya dan
mempengaruhi hubungannya dengan orang lain. Harga diri terbentuk
waktu lahir tetapi dipelajari sebagai hasil pengalaman unik seseorang
dalam dirinya sendiri, dengan orang terdekat dan dengan realitas dunia
(Stuart,2006)
Gangguan harga diri rendah adalah evaluasi diri dan perasaan
tentang diri atau kemampuan diri yang negatif yang dapat secara
langsung atau tidak langsung diekspresikan ( Townsend, 2001 ).

B. Komponen Konsep Diri


Konsep diri adalah semua pikiran, kepercayaan dan kenyakinan
yang diketahui tentang dirinya dan mempengaruhi individu dalam
berhubungan dengan orang lain (Fajariyah, 2012).
Ciri konsep diri menurut Fajariyah (2012) terdiri dari konsep diri
yang positif, gambaran diri yang tepat dan positif, ideal diri yang realitis,
harga diri yang tinggi, penampilan diri yang memuaskan, dan identitas
yang jelas. Konsep diri terdiri dari citra tubuh (body image), ideal diri
(self-ideal), harga diri (self-esteem), peran (self-role), dan identitas diri
(self-identity) (Suliswati, 2004).
1. Citra tubuh

13
Citra tubuh adalah sikap individu terhadap tubuhnya baik disadari
atau tidak disadari meliputi persepsi masa lalu atau 11 sekarang
mengenai ukuran dan bentuk, fungsi penampilan dan potensi tubuh.
Citra tubuh sangat dinamis karena secara konstan berubah seiring
dengan persepsi dan pengalaman-pengalaman baru. Citra tubuh
harus realitis karena semakin dapat menerima dan menyukai
tubuhnya individu akan lebih bebas dan merasa aman dari
kecemasan. Individu yang menerima tubuhnya apa adanya biasanya
memiliki harga diri tinggi daripada individu yang tidak menyukai
tubuhnya. (Suliswati, 2004).
2. Ideal diri
Ideal diri adalah persepsi individu tentang bagaiman ia seharusnya
bertingkah laku berdasarkan standart pribadi. Standart dapat
berhubungan dengan tipe orang yang diinginkan/disukainya atau
sejumlah aspirasi, tujuan, nilai yang ingin diraih. Ideal diri, akan
mewujudkan cita-cita atau penghargaan diri berdasarkan norma-
norma sosial dimasyarakat tempat individu tersebut melahirkan
penyesuaian diri (Suliswati, 2004).
3. Harga diri
Harga diri adalah penilaian individu tentang nilai personal yang
diperoleh dengan menganalisa seberapa sesuai perilaku dirinya
dengan ideal diri. Harga diri yang tinggi adalah perasaan yang
berasal dari penerimaan diri sendiri 12 tanpa syarat, walaupun
melakukan kesalahan, kekalahan, dan kegagalan, tetap merasa
sebagai orang yang penting dan berharga (Stuart, 2006).
4. Peran
Peran adalah serangkaian pola sikap perilaku, nilai dan tujuan yang
diharapkan oleh masyarakat dihubungkan dengan fungsi individu
didalam sekelompok sosial dan merupakan cara untuk menguji
identitas dengan memvalidasi pada orang berarti. Setiap orang
disibukkan oleh beberapa peran yeng berhubungan dengan posisi
14
setiap waktu sepanjang daur kehidupnya. Harga diri yang tinggi
merupakan hasil dari peran yang memenuhi kebutuhan dan cocok
dengan ideali diri (Suliswati, 2004).
5. Identitas diri
Prinsip penorganisasian kepribadian yang bertanggung jawab
terhadap kesatuan, kesinambungan, konsistensi, dan keunikan
individu. Prinsip tersebut sama artinya dengan otonomi dan
mencakup persepsi seksualitas seseorang. Pembentukan identitas,
dimulai pada masa bayi dan terus berlangsung sepanjang kehidupan,
tetapi merupakan tugas utama pada masa remaja (Stuart, 2006).

C. Rentang Konsep Diri

Menurut Stuart dan Sundeen (1998) respon individu terhadap konsep


dirinya sepanjang rentang respon konsep diri yaitu adaptif dan
maladaptif (Fajariyah, 2012).
1. Akualisasi diri adalah pernyataan diri positif tentang latar belakang
pengalaman nyata yang sukses diterima.
2. Konsep diri positif adalah mempunyai pengalaman yang positif
dalam beraktualisasi diri.
3. Harga diri rendah adalah transisi antara respon diri adaptif dengan
konsep diri maladaptif.
4. Keracunan identitas adalah kegagalan individu dalam kemalangan
aspek psikososial dan kepribadian dewasa yang harmonis.
15
5. Depersonalisasi adalah perasaan yang tidak realitis terhadap diri
sendiri yang berhubungan dengan kecemasan, kepanikan serta tidak
dapat membedakan dirinya dengan orang lain.

D. Etiologi
Penyebab terjadi harga diri rendah adalah :
1. Pada masa kecil sering disalahkan, jarang diberi pujian atas
keberhasilannya.
2. Saat individu mencapai masa remaja keberadaannya kurang
dihargai, tidak diberi kesempatan dan tidak diterima.
3. Menjelang dewasa awal sering gagal disekolah, pekerjaan, atau
pergaulan
4. Harga diri rendah muncul saat lingkungan cenderung mengucilkan
dan menuntut lebih dari kemampuannya. (Yosep, 2009)

E. Tanda Dan Gejala


Tanda gejala harga diri rendah menurut (Carpenito 2003) :
1. perasaan malu terhadap diri sendiri akibat penyakit dan akibat
tindakan terhadap penyakit
2. rasa bersalah terhadap diri sendiri
3. merendahkan martabat
4. gangguan hubungan sosial
5. seperti menarik diri
6. tidak ingin bertemu dengan orang lain
7. lebih suka sendiri
8. percaya diri kurang
9. sukar mengambil keputusan
10. mencederai diri.
11. ingin mengakhiri kehidupan.
12. Tidak ada kontak mata,
16
13. sering menunduk,
14. tidak atau jarang melakuakan kegiatan sehari-hari,
15. kurang memperhatikan perawatan diri,
16. berpakaian tidak rapi, berkurang selera makan,
17. bicara lambat dengan nada lemah.

F. Akibat terjadinya harga diri rendah


Menurut Karika (2015) harga diri rendah dapat berisiko terjadinya
isolasi sosial : menarik diri, isolasi soasial menarik diri adalah gangguan
kepribadian yang tidak fleksibel pada tingkah laku yang maladaptif
mengganggu fungsi seseorang dalam hubungan sosial. Dan sering
dirtunjukan dengan perilaku antara lain :
1. Data subyektif
i. Mengungkapkan enggan untuk memulai hubungan atau
pembicaraan.
ii. Mengungkapkan perasaan malu untuk berhubungan dengan
orang lain.
iii. Mengungkapkan kekhawatiran terhadap penolakan oleh orang
lain.
2. Data obyektif
a. Kurang spontan ketika diajak bicara.
b. Apatis.
c. Ekspresi wajah kosong.
d. Menurun atau tidak adanya komunikasi verbal.
e. Bicara dengan suara pelan dan tidak ada kontak mata saat bicara.

G. Proses terjadinya harga diri rendah


Harga diri rendah kronis terjadi merupakan proses kelanjutan dari
harga diri rendah situasional yang tidak diselesaikan. Atau dapat juga
terjadi karena individu tidak pernah mendapat feed back dari lingkungan

17
tentang perilaku klien sebelumnya bahkan mungkin kecenderungan
lingkungan yang selalu memberi respon negatif mendorong individu
menjadi harga diri rendah.
Harga diri rendah kronis terjadi disebabkan banyak faktor. Awalnya
individu berada pada suatu situasi yang penuh dengan stressor (krisis),
individu berusaha menyelesaikan krisis tetapi tidak tuntas sehingga
timbul pikiran bahwa diri tidak mampu atau merasa gagal menjalankan
fungsi dan peran. Penilaian individu terhadap diri sendiri karena
kegagalan menjalankan fungsi dan peran adalah kondisi harga diri
rendah situasional, jika lingkungan tidak memberi dukungan positif atau
justru menyalahkan individu dan terjadi secara terus menerus akan
mengakibatkan individu mengalami harga diri rendah kronis (Direja,
2011).

H. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
Pengkajian menurut Deden (2013) melalui beberapa faktor, yaitu :
1) Faktor predisposisi
a. Faktor yang mempengaruhi harga diri, termasuk penolakan
orang tua, harapan orang tua yang tidak realistik.
b. Faktor yang mempengaruhi penampilan peran, yaitu peran
yang sesuai dengan jenis kelamin, peran dalam pekerjaan
dan peran yang sesuai dengan kebudayaan.
c. Faktor yang mempengaruhi identitas diri, yaitu orang tua
yang tidak percaya pada anak, tekanan teman sebaya dan
kultur sosial yang berubah.
2) Faktor presipitasi
a. Faktor presipitasi dapat disebabkan oleh faktor dari dalam
atau faktor dari luar individu (internal or eksternal sources),
yang dibagi 5 (lima) kategori :

18
a) Ketegangan peran adalah stress yang berhubungan
dengan frustasi yang dialami individu dalam peran atau
posisi yang diharapkan.
b) Konflik peran : ketidaksesuaian peran antara yang
dijalankan dengan yang diinginkan.
c) Peran yang tidak jelas : kurangnya pengetahuan
individu tentang peran yang dilakukannya.
d) Peran berlebihan : kurang sumber yang adekuat untuk
menampilkan seperangkat peran yang komleks.
e) Perkembangan transisi, yaitu perubahan norma yang
berkaitan dengan nilai untuk menyesuaikan diri.
b. Situasi transisi peran, adalah bertambah atau berkurangnya
orang penting dalam kehidupan individu melalui kelahiran
atau kematian orang yang berarti.
c. Transisi peran sehat-sakit, yaitu peran yang diakibatkan oleh
keadaan sehat atau keadaan sakit. Transisi ini dapat
disebabkan :
a) Kehilangan bagian tubuh.
b) Perubahan ukuran dan bentuk, penampilan atau fungsi
tubuh.
c) Perubahan fisik yang berkaitan dengan pertumbuhan dan
perkembangan.
d) Prosedur pengobatan dan perawatan.
e) Ancaman fisik seperti pemakaian oksigen, kelelahan,
ketidak seimbangan bio-kimia, gangguan penggunaan
obat, alkohol dan zat.
3) Perilaku
Menurut Stuart dan Sundeen (1998) perilaku yang berhubungan
dengan harga diri yang rendah yaitu identitas kacau dan
depersonalisasi seperti berikut (Deden, 2013):
a. Perilaku dengan harga diri yang rendah.
19
1. Mengkritik diri sendiri atau orang lain
2. Produktifitas menurun
3. Destruktif pada orang lain
4. Gangguan berhubungan
5. Merasa diri lebih penting
6. Merasa tidak layak
7. Rasa bersalah
8. Mudah marah dan tersinggung
9. Perasaan negative terhadap diri sendiri
10. Pandangan hidup yang pesimis
b. Perilaku dengan identitas kacau.
a) Tidak mengindahkan moral
b) Mengurahi hubungan interpersonal
c) Perasaan kosong
d) Perasaan yang berubah-ubah
e) Kekacauan identitas seksual
f) Kecemasan yang tinggi
g) Tidak mampu berempati
h) Kurang keyakinan diri
i) Mencitai diri sendiri
j) Masalah buhungan intim
k) Ideal diri tidak realistik
c. Perilaku dengan Depersonalisasi.
a) Afek : identitas hilang, asing dengan diri sendiri,
perasaan tidak aman, rendah diri, taku, malu, dan
perasaan tidak realistic, merasa sangat terisolasi.
b) Persepsi : Halusinasi pendengaran dan penglihatan,
tidak yakin akan jenis kelaminnya, sukar membedakan
diri dengan orang orang lain.

20
c) Kognitif : Kacau, disorientasi waktu, penyimpangan
pikiran, daya ingat terganggu, dan daya penilaian
terganggu.
d) Perilaku : Afek tumpul, pasif dan tidak ada respon
emosi, komunikasi tidak selaras, tidak dapat mengontrol
perasaan, tidak ada inisiatif dan tidak mampu
mengambil keputusan, menarik diri dari lingkungan, dan
kurang bersemangat.

2. Manifestasi Klinis
Perilaku yang berhubungan dengan gangguan harga diri rendah
didapatkan dari data subjektif dan objektif yaitu (Suliswati, 2005) :
1) Mengkritik diri sendiri ataupun orang lain.
2) Merasa diri tidak mampu dan tidak layak.
3) Merasa bersalah.
4) Mudah marah dan tersinggung
5) Perasaan negatif terhadap dirinya sendiri.
6) Ketegangan peran.
7) Pandangan hidup psimis.
8) Keluhan fisik.
9) Pandangan hidup bertentangan.
10) Penolakan terhadap kemampuan pribadi dekstrutif terhadap diri
sendiri.
11) Menarik diri secara sosial dan menarik diri secara realistis.
3. Sumber koping
Menurut Stuart (2006) semua orang tanpa memperhatikan gangguan
perilakunya, mempunyai beberapa bidang kelebihan personal
meliputi:
1) Hobi dan kerajinan tangan
2) Pendidikan atau pelatihan
3) Pekerjaan, vokasi atau posisi
21
4) Aktivitas olah raga dan aktivitas diluar rumah
5) Seni yang ekspresif
6) Kesehatan dan perawatan diri
4. Manifestasi koping
Mekanisme koping menurut Deden (2013) :
a. Jangka pendek :
a. Kegiatan yang dilakukan untuk lari sementara dari krisis :
pemakaian obat-obatan, kerja keras, nonoton tv terus
menerus.
b. Kegiatan mengganti identitas sementara : (ikut kelompok
sosial, keagamaan, politik).
c. Kegiatan yang memberi dukungan sementara : (kompetisi
olah raga kontes popularitas).
d. Kegiatan mencoba menghilangkan anti identitas sementara
: (penyalahgunaan obat-obatan).
2) Jangka Panjang :
a. Menutup identitas : terlalu cepat mengadopsi identitas yang
disenangi dari orang-orang yang berarti, tanpa
mengindahkan hasrat, aspirasi atau potensi diri sendiri.
b. Identitas negatif : asumsi yang pertentangan dengan nilai
dan harapan masyarakat
Mekanisme pertahanan ego yang sering digunakan adalah :
1. Fantasi
2. Disasosiasi
3. Isolasi
4. Proyeksi
5. Mengalihkan marah berbalik pada diri sendiri dan orang lain.
5. Penatalaksanaan
Menurut Eko, 2014 terapi pada gangguan jiwa skizofrenia
sudah dikembangkan sehingga penderita tidak mengalami

22
diskriminasi bahkan metodenya lebih manusiawi dari pada masa
sebelumnya. Terapi yang dimaksud meliputi :
1) Psikofarmako, berbagai obat psikofarmako yang hanya
diperoleh dengan resep dokter, dapat dibagi dalam 2 golongan
yaitu golongan generasi pertama (typical) dan golongan kedua
(atypical). Obat yang termasuk golongan generasi pertama
misalnya chlorpromazine HCL, Thoridazine HCL, dan
Haloperridol. Obat yang termasuk generasi kedua misalnya :
Risperidone, Olozapine, Quentiapine, Glanzapine, Zotatine, dan
Ariprprazole.
2) Psikoterapi, terapi kerja baik sekali untuk mendorong penderita
bergaul lagi engan orang lain, pasien lain, perawat dan dokter.
Maksudnya supaya pasien tidak mengasingkan diri lagi karena
jika pasien menarik diri dapat membentuk kebiasaan yang
kurang baik. Dianjurkan untuk mengadakan permainan atau
latihan bersama.
3) Terapi kejang listrik (Elektro Convulsive therapy), adalah
pengobatan untuk menimbulkan kejang granmall secara artifical
dengan melewatkan aliran listrik melalui elektrode yang
dipasang satu atau dua temples. Therapi kejang listrik diberikan
pada skizofrenia yang tidak mempan dengan terapi neuroleptika
oral atau injeksi, dosis terapi listrik 5-5 joule/ detik.
4) Terapi modalitas, merupakan rencana pengobatan untuk
skizofrenia dan kekurangan pasien. Teknik perilaku
menggunakan latihan ketrampilan sosial untuk meningkatkan
kemampuan sosial. Kemampuan memenuhi diri sendiri dan
latihan praktis dalam komunikasi interpersonal. Terapi aktivitas
kelompok dibagi 4 yaitu terapi aktivitas kelompok stimulasi
kognitif/persepsi, terapi aktivitas kelompok stimulasi sensori,
terapi aktivitas kelompok stimulasi realita dan terapi aktivitas
kelompok sosialisasi.
23
5) Adapun tindakan terapi untuk pasien dengan harga diri rendah
menurut Kaplan & Saddock, 2010 mengatakan, tindakan
keperawatan yang dibutuhkan pada pasien dengan harga diri
rendah adalah terapi kognitif, terapi interpersonal, terapi tingkah
laku, dan terapi keluarga. Tindakan keperawatan pada pasien
dengan harga diri rendah bisa secara individu, terapi keluarga,
kelompok dan penanganan dikomunikasi baik generalis
keperawatan lanjutan. Terapi untuk pasien dengan harga diri
rendah yang efisian untuk meningkatkan rasa percaya diri dalam
berinteraksi dengan orang lain, sosial, dan lingkungannya yaitu
dengan menerapkan terapi kognitif pada pasien dengan harga
diri rendah.
6. Masalah Keperawatan
Masalah keperawatan dan data yang perlu dikaji menurut Kartika
(2015) :
1) Masalah utama
Gangguan konsep diri : harga diri rendah
a. Data subyektif :
a) Mengungkapkan ingin diakui jati dirinya.
b) Mengungkapkan tidak ada lagi yang peduli.
c) Mengungkapkan tidak bisa apa-apa.
d) Mengungkapkan dirinya tidak berguna.
e) Mengkritik diri sendiri.
f) Perasaan tidak mampu.
b. Data obyektif :
a) Merusak diri sendiri.
b) Merusak orang lain.
c) Ekspresi malu.
d) Menarik diri dari hubungan sosial.
e) Tampak mudah tersinggung.
f) Tidak mau makan dan tidak tidur.
24
2) Masalah keperawatan
Penyebab tidak efektifan koping individu.
a. Data subyektif :
a) Mengungkapkan ketidakmampuan dan meminta
bantuan orang lain.
b) Mengungkapkan malu dan tidak bisa ketika diajak
melakukan sesuatu.
c) Mengungkapkan tidak berdaya dan tidak ingin hidup
lagi.
b. Data obyektif :
a) Tampak ketergantungan terhadap orang lain.
b) Tampak sedih dan tidak melakukan aktivitas yang
seharusnya dapat dilakukan.
c) Wajah tampak murung.
3) Masalah keperawatan
Akibat isolasi sosial menarik diri
a. Data subyektif :
a) Mengungkapkan enggan berbicara dengan orang lain
b) Klien mengatakan malu bertemu dan berhadapan
dengan orang lain.
b. Data Obyektif :
a) Ekspresi wajah kosong tidak ada kontak mata saat
diajak bicara.
b) Suara pelan dan tidak jelas
c) Hanya memberi jawaban singkat (ya atau tidak)
d) Menghindar ketika di dekati
7. Diagnosa Keperawatan
1) Gangguan konsep diri : Harga diri rendah
2) Isolasi sosial : Menarik diri
3) Perubahan persepsi sensori : Halusinasi

25
8. Tindakan keperawatan
1) Mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang masih
dimiliki klien, dengan cara mendiskusikan bahwa klien
masih memiliki sejumlah kemampuan dan aspek positif
seperti kegiatan pasien di rumah, adanya keluarga dan
lingkungan terdekat klien.
2) Beri pujian yang realistik/nyata dan hindarkan penilaian
negatif setiap kali bertemu dengan klien.
3) Membantu klien menilai kemampuan yang dapat digunakan
saat ini.
4) Menyebutkan dan memberi penguatan terhadap kemampuan
diri yang yang diungkapkan klien.
5) Perlihatkan respon yang positif dan menjadi pendengar yang
aktif.
9. Tindakan dan peran keluarga dalam meningkatkan harga diri
klien
1) Meningkatkan harga diri klien
2) Menjalin hubungan saling percaya
3) Memberi kegiatan sesuai kemampuan klien
4) Meningkatkan kontak dengan klien
5) Dorong ungkapkan pikiran dan perasaannya
6) Bantu melihat prestasi dan kemampuan klien
7) Bantu mengenal harapan
8) Mengevaluasi diri
9) Membantu klien mengungkapkan upaya yang bisa
digunakan dalam menghadapi masalah
10) Menetapkan tujuan yang nyata
11) Bantu klien mengungkapkan beberapa rencana
menyelesaikan masalah
12) Membantu memilih cara yang sesuai untuk klien.

26
BAB III
PENUTUP

A. Simpulan
Isolasi sosial adalah keadaan dimana individu mengalami penurunan atau
bahkan sama sekali tidak mampu berinteraksi dengan orang lain di sekitarnya.
Klien mungkin merasa ditolak, tidak diterima, kesepian, dan tidak mampu membina
hubungan yang berarti dengan orang lain. Isolasi sosial merupakan upaya klien
untuk menghindari interaksi dengan orang lain, menghindari hubungan dengan
orang lain maupun komunikasi dengan orang lain
Dalam malakukan perawatan jiwa sangat penting sekali membina hubungan
saling percaya dan juga membutuhkan kolaborasi yang baik dengan tenaga medis
(dokter dan perawat), keluarga dan juga lingkungan (tetangga dan masarakat)
terapeutik, agar semua maksud dan tujuan klien dirawat maupun perawat yang
merawat tercapai.
B. Saran
1. Klien
a. Libatkan klien dalam aktivitas positif
b. Memahami aspek positif dan kemampuan yang dimilikinya
c. Berlatih untuk berinteraksi dengan orang lain
2. Keluarga
a. Mau dan mampu berperan serta dalam pemusatan kemajuan klien
b. Membantu klien dalam pemenuhan aktivitas positif
c. Menerima klien apa adanya
d. Hindari pemberian penilaian negatif
3. Perawat
a. Lebih mengingatkan terapi theraupetik terhadap klien
b. Menyarankan keluarga untuk menyiapkan lingkungan dirumah
c. Meningkatkan pemenuhan kebutuhan dan perawatan klien
d. Memberi reinforcement
27
DAFTAR PUSTAKA

http://digilib.unimus.ac.id/download.php?id=18941

28

Anda mungkin juga menyukai