PENDAHULUAN
1.2 Tujuan
Mahasiswa mengetahui bagaimana konsep teori serta asuhan keperawatan yang tepat untuk klien
inkontinensia urine pada lansia. Dan dapat menerapkannya dalam praktek pemberian asuhan
keperawatan kepada pasien.
1
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
Inkontinensia urine didefinisikan sebagai keluarnya urine yang tidak terkendali pada waktu yang
tidak dikehendaki tanpa memperhatikan frekuensi dan jumlahnya,yang mengakibatkan masalah
social dan higienis pendeitanya (FKUI, 2006).
Menurut International Continence Sosiety, inkontinensia urine adalah kondisi keluarnya urin tak
terkendali yang dapat didemonstrasikan secara obyektif dan menimbulkan gangguan hygiene dan
social. Inkontinensia urine adalah pelepasan urine secara tidak terkontrol dalam jumlah yang
cukup banyak. Sehingga dapat dianggap masalah bagi seseorang.
Inkontinensia urine adalah ketidakmampuan menahan air kencing. Inkontinensia urine merupakan
salah satu manifestasi penyakit yang sering ditemukan pada pasien geriatri. Inkontinensia urine
adalah ketidakampuan mengendalikan evakuasi urine. (kamus keperawatan).
Diperkirakan prevalensi inkontinensia urin berkisar antara 15 – 30% usialanjut di masyarakat dan
20-30% pasien geriatri yang dirawat di rumah sakit mengalami inkontinensia urin, dan
kemungkinan bertambah berat inkontinensia urinnya 25-30% saa tberumur 65-74 tahun. Masalah
inkontinensia urin ini angka kejadiannya meningkat dua kali lebih tinggi pada wanita
dibandingkan pria. Perubahan-perubahan akibat proses menua mempengaruhi saluran kemih
bagian bawah. Perubahan tersebut merupakan predisposisi bagi lansia untuk mengalami
inkontinensia, tetapi tidak menyebabkan inkontinensia. Jadi inkontinensia bukan bagian normal
proses menua.
B. Etiologi
1) Persalinan pervaginan
Proses persalinan juga dapat membuat otot-otot dasar panggul rusak akibat regangan otot dan
jaringan penunjang serta robekan jalan lahir, sehingga dapat meningkatkan risiko terjadinya
inkontinensia urine.
2) Proses menua
Dengan menurunnya kadar hormon estrogen pada wanita di usia menopause (50 tahun ke atas),
akan terjadi penurunan tonus otot vagina dan otot pintu saluran kemih (uretra), sehingga
menyebabkan terjadinya inkontinensia urine. Semakin tua seseorang semakin besar kemungkinan
mengalami inkontinensia urine, karena terjadi perubahan struktur kandung kemih dan otot dasar
panggul.
3) Gangguan urologi (peningkatan pada produksi urine (DM))
4) Infeksi saluran kemih
2
Gangguan saluran kemih bagian bawah bisa karena infeksi. Jika terjadi infeksi saluran kemih bisa
menyebabkan inkontinensia urine
C. Klasifikasi
1. Inkontinensia Urin Akut Reversibel
Pasien delirium mungkin tidak sadar saat mengompol atau tak dapat pergi ke toilet sehingga
berkemih tidak pada tempatnya. Bila delirium teratasi maka inkontinensia urin umumnya juga
akan teratasi. Setiap kondisi yang menghambat mobilisasi pasien dapat memicu timbulnya
inkontinensia urin fungsional atau memburuknya inkontinensia persisten, seperti fraktur tulang
pinggul, stroke, arthritis dan sebagainya. Resistensi urin karena obat-obatan, atau obstruksi
anatomis dapat pula menyebabkan inkontinensia urin. Keadaan inflamasi pada vagina dan urethra
(vaginitis dan urethritis) mungkin akan memicu inkontinensia urin. Konstipasi juga sering
menyebabkan inkontinensia akut. Berbagai kondisi yang menyebabkan poliuria dapat memicu
terjadinya inkontinensia urin, seperti glukosuria atau kalsiuria. Gagal jantung dan insufisiensi
vena dapat menyebabkan edema dan nokturia yang kemudian mencetuskan terjadinya
inkontinensia urin nokturnal. Berbagai macam obat juga dapat mencetuskan terjadinya
inkontinensia urin seperti Calcium Channel Blocker, agonist adrenergic alfa, analgesicnarcotic,
psikotropik, antikolinergik dan diuretic. Untuk mempermudah mengingat penyebab inkontinensia
urin akut reversible dapat dilihat akronim di bawah ini :
a. Delirium
b. Restriksi mobilitas, retensi urin
c. Infeksi, inflamasi, Impaksi
d. Poliuria, pharmasi
2. Inkontinensia Urin Persisten
Inkontinensia urin persisten dapat diklasifikasikan dalam berbagai cara, meliputi anatomi,
patofisiologi dan klinis. Untuk kepentingan praktek klinis, klasifikasi klinis lebih bermanfaat
karena dapat membantu evaluasi dan intervensi klinis. Kategori klinis meliputi :
a. Inkontinensia akibat stress
Merupakan eliminasi urine diluar keinginan melalui uretra sebagai akibat dari peningkatan
mendadak pada tekanan intra-abdomen. seperti pada saat batuk, bersin atau berolah raga.
Umumnya disebabkan oleh melemahnya otot dasar panggul, merupakan penyebab tersering
inkontinensia urin pada lansia dibawah 75 tahun. Lebih sering terjadi pada wanita tetapi mungkin
terjadi pada laki-laki akibat kerusakan pada sfingter urethra setelah pembedahan trans urethral dan
radiasi. Pasien mengeluh mengeluarkan urin pada saat tertawa, batuk, atau berdiri. Jumlah urin
yang keluar dapat sedikit atau banyak.
b. Urge Incontinence
Terjadi bila pasien merasakan drongan atau keinginan untuk urinasi tetapi tidak mampu
menahannya cukup lama sebelum mecapai toilet. Inkontinensia urin jenis ini umumnya dikaitkan
dengan kontraksi detrusor tak terkendali (detrusor overactivity). Masalah-masalah neurologis
sering dikaitkan dengan inkontinensia urin urgensi ini, meliputi stroke, penyakit Parkinson,
demensia dan cedera medula spinalis. Pasien mengeluh tak cukup waktu untuk sampai di toilet
3
setelah timbul keinginan untuk berkemih sehingga timbul peristiwa inkontinensia urin.
Inkontinensia tipe urgensi ini merupakan penyebab tersering inkontinensia pada lansia di atas 75
tahun. Satu variasi inkontinensia urgensi adalah hiper aktifitas detrusor dengan kontraktilitas yang
terganggu. Pasien mengalami kontraksi involunter tetapi tidak dapat mengosongkan kandung
kemih sama sekali. Mereka memiliki gejala seperti inkontinensia urin stress, overflow dan
obstruksi. Oleh karena itu perlu untuk mengenali kondisi tersebut karena dapat menyerupai
inkontinensia urine tipe lain sehingga penanganannya tidak tepat.
c. Overflow Incontinence
Ditandai oleh eliminasi urine yang sering dan kadang-kadang terjadi hampir terus-menerus
terjadi. Tidak terkendalinya pengeluaran urin dikaitkan dengan kansdung kemih tidak dapat
mengosongkan isinya secara normal dan megalami distensi yang berlebihan. Meskipun eliminasi
urine sering terjadi, kandug kemih tidak pernah kosong. Hal ini disebabkan oleh obstruksi
anatomis, seperti pembesaran prostat, faktor neurogenik pada diabetes melitus atau sclerosis
multiple, yang menyebabkan berkurang atau tidak berkontraksinya kandung kemih, dan faktor-
faktor obat-obatan. Pasien umumnya mengeluh keluarnya sedikit urin tanpa adanya sensasi bahwa
kandung kemih sudah penuh.
d. Inkontinensia urin fungsional
Merupakan inkontinensia dengan fungsi saluran kemih bagian bawah yang utuh tetapi ada factor
lain, seperti angguan kognitif berat yang membuat pasien sulit untk mengidentifkasi perlunya
miksi (demensia alzhimer) atau gangguan fisik yang menyebabkan pasien sulit atau tidak
mungkin menjangkau toilet untuk melakukan urinasi. Memerlukan identifikasi semua komponen
tidak terkendalinya pengeluaran urine akibat faktor-faktor di luar saluran kemih. Penyebab
tersering adalah demensia berat, masalah muskuloskeletal berat, faktor lingkungan yang
menyebabkan kesulitan unutk pergi ke kamar mandi, dan faktor psikologis. Seringkali
inkontinensia urin pada lansia muncul dengan berbagai gejala dangan membran urodinamik lebih
dari satu tipe inkontinensia urin. Penatalaksanaan yang tepat memerlukan identifikasi semua
komponen.
D. Anatomi dan Fisiologis Sistem Urinaria
Sistem urinaria adalah suatu system tempat terjadinya proses penyaringan darah sehingga
darah bebas dari zat-zat yang tidak dipergunakan oleh tubuh dan menyerap zat-zat yang masih
dipergunakan oleh tubuh. Zat-zat yang tidak dipergunakan oleh tubuh larut dalam air dan
dikeluarkan berupa urine (air kemih).
1) Ginjal
Ginjal suatu kelenjar yang terletak di bagian belakang kavum abdominalis di belakang
peritonium pada kedua sisi vertebra lumbalis III, melekat langsung pada dinding belakang
abdomen. Bentuk ginjal seperti biji kacangm jumlahnya ada dua buah kiri dan kanan, ginjal kiri
lebih besar dari ginjal kanan dan pada umumnya ginjal laki-laki lebih panjang dari ginjal wanita.
Setiap ginjal terbungkus oleh selaput tipis yang disebut kapsula renalis yang terdiri dari
jaringan fibrus berwarna ungu tua. Lapisan luar terdapat lapisan korteks (substansia kortekalis),
4
dan lapisan sebelah dalam bagian medulla (substansia medularis) berbentuk kerucut yang disebut
renal pyramid. Puncak kerucut tadi menghadap kaliks yang terdiri dari lubang-lubang kecil
disebut papilla renalis. Masing-masing pyramid saling dilapisi oleh kolumna renalis, jumlah
renalis 15-16 buah.
Garis-garis yang terlihat pada pyramid di sebut tubulus nefron yang merupakan bagian
terkecil dari ginjal yang terdiri dari glomerolus, tubulus proksimal (tubulus kontorti satu), ansa
Henie, tubulus distal (tubuli kontorti dua) dan tubulus urinarius (papilla vateri).
Pada setiap ginjal diperkirakan ada 1.000.000 nefron, selama 24 jam dapat menyaring darah
170 liter. Arteri renalis membawa darah murni dari aorta ke ginjal, lubang-lubang yang terdapat
pada pyramid renal masing-masing membentuk simpul dan kapiler satu badan malfigi yang
disebut glomerolus. Pembutuh aferen yang bercabang mebentuk kapiler menjadi vena renalis
yang membawa darah drai ginjal ke vena kava inferior.
Fungsi ginjal adalah sebagai berikut :
Mengatur volume air (cairan) dalam tubuh. Kelebihan air dalam tubuh akan diekskresikan oleh
ginjal sebagai urine (kemih) yang encer dalam jumlah besar, kekurangan air (kelebihan keringat)
menyebabkan urine yang diekskresikan berkurang dan konsentrasinya lebih pekat sehingga
susunan dan volume cairan tubuuh dapat dipertahankan relative normal.
Mengatur keseimbangan osmotic dan mempertahankan keseimbangan ion yang optimal dalam
plasma (keseimbangan elektrolit). Bila terjadi pemasukan/pengeluaran yang abnormal ion-ion
akibat pemasukan garam yang berlebihan/penyakit perdarahan (diare, muntah) ginjal akan
meningkatkan ekskresi ion-ion yang penting (mis na, K, Cl, Ca dan fosfat).
Mengatur keseimbangan asam basa cairan tubuh bergantung pada apa yang dimakan, campuran
makanan menghasilkan urine yang bersifat agak asam, pH kurang dari 6 ini disebabkan hasil
akhir metabolism protein. Apabila banyak makan sayur-sayuran, urine akan bersifat basa. pH
urine bervariasi antara 4,8-8,2. Ginjal menyekresi urine sesuai dengan perubahan pH darah.
Ekskresi sisa hasil metabolism (ureum, asam urat, kreatinin) zat-zat toksik, obat-obatan, hasil
metabolism hemoglobin dan bahan kimia asing (peptisida).
Fungsi hormonal dan metabolism. Ginjal menyekresi hormone rennin yang mempunyai
perananpenting mengatur tekanan darah (system rennin angiotensin aldesteron) membentuk
eritropoiesis mempunyai peranan penting untuk memproses pembentukan sel darah merah
(eritropoiesis). Di samping itu ginjal juga membentuk hormone dihidroksi kolekalsiferol (vitamin
D aktif) yang diperlukan untuk absorbsi ion kalsium di usus.
Proses pembentukan urin
5
Glomerolus berfungsi sebagai ultrafiltrasi pada simpai Bowman, berfungsi untuk
menampung hasil filtrasi dari glomerolus. Pada tubulus ginjal akan terjadi penyerapan kembali
zat-zat yang sudah disaring pada glomerolus, sisa cairan akan diteruskan ke piala ginjal terus
berlanjut ke ureter.
Urine berasal dari darah yang dibawa arteri renalis masuk ke dalam ginjal, darah ini terdiri
dari bagian yang padat yaitu sel darah dan bagian plasma darah. Ada tiga tahap pembentukan
urine :
a) Proses filtrasi
Terjadi di glomerolus, proses ini terjadi karena permukaan aferen lebih besar dari permukaan
eferen maka terjadi penyerapan darah. Sedangkan sebagian yang tersaring adalah bagian cairan
darah kecuali protein. Cairan yang tersaring ditampung oleh simpai Bowman yang terjadi dari
glukosa, air, natrium, klorida, sulfat, bikarbonat dll, yang diteruskan ke tubulus ginjal.
b) Proses reabsopsi
Pada proses ini terjadi penyerapan kembali sebagian besar glukosa, natrium, klorida, fosfat, dan
ion bikarbonat. Prosesnya terjadi secara pasif yang dikenal dengan obligator reabsorpsi terjadi
pada tubulus atas. Sedangkan pada tubulus ginjal bagian bawah terjadi kembali penyerapan
natrium dan ion bikarbonat. Bila diperlukan akan diserap kembali ke dalam tubulus bagian
bawah. Penyerapannya terjadi secara aktif dikenal dengan reabsorpsi fakultatif dan sisanya
dialirkan pada papilla renalis.
c) Proses sekresi
Sisanya penyerapan urine kembali yang terjadi pada tubulus dan diteruskan ke piala ginjal
selanjutnya diteruskan ke ureter masuk ke vesika urinaria.
2) Ureter
Terdiri dari 2 saluran pipa, masing-masing bersambung dari ginjal ke kandung kemih (vesika
urinaria), panjangnya kurang lebih 25-30 cm, dengan penampang kurang lebih 0,5 cm. Ureter
sebagian terletak dalam rongga abdomen dan sebagian terletak dalam rongga pelvis.
Lapisan dinding ureter terdiri dari:
a. Dinding luar jaringan ikat (jaringan fibrosa)
b. Lapisan tengah lapisan otot polos
c. lapisan sebelah dalam lapisa mukosa
Lapisan dinding ureter menimbulkan gerakan-gerakan peristaltic tiap 5 menit sekali yang
akan mendorong air kemih masuk ke dalam kandung kemih (vesika urinaria). Gerakan peristaltic
6
mendorong urine melalui ureter yang diekskresikan oleh ginjal dan disemprotkan dalam bentuk
pancaran, melalui osteum uretralis masuk ke dalam kandung kemih.
Ureter berjalan hampir vertikal ke bawah sepanjang fasia muskulus psoas dan dilapisi oleh
peritoneum. Penyempitan ureter terjadi pada tempat ureter meninggalkan pelvis renalis, pembuluh
darah, saraf, dan pembuluh limfe berasal dari pembuluh sekitarnya mempunyai saraf sensorik.
Pars abdominalis ureter dalam kavum abdomen ureter terletak di belakang peritonium
sebelah media anterior m. psoas mayor dan ditutupi oleh fasia subserosa. Vasa
spermatika/ovarika interna menyilang ureter secar oblique, selanjutnya ureter akan mencapai
kavum pelvis dan menyilang arteri iliaka ekterna.
Ureter kanan terletak pada pars desendens duodenum. Sewaktu tururn ke bawah terdapat di
kanan bawah dan disilang oleh kolon dekstra dan vosa iliaka iliokolika, dekatt apertum pelvis
akan dilewati oleh bagian bawah mesenterium dan bagian akhir ilium. Ureter kiri disilang oleh
vasa koplika sisintra dekat aperture pelvis superior dan berjalan di belakang kolon sigmoid dan
mesenterium.
Pars pelvis ureter berjalan pada bagian dinding lateral dari kavum pelvis sepanjang tepi
anterior dari insisura iskhiadika mayor dan tertutup oleh peritoneum. Ureter dapat ditemukan di
depan arteri hipogastrika bagian dalam nervus obturatoris arteri vasialia anterior dan arteri
hemoroidalis media. Pada bagian bawah insisura iskhiadika mayor, ureter agak miring ke bagian
medial untuk mencapai sudut lateral dari vesika urinaria.
Ureter pada pria terdapat di dalam visura seminalis atas dan disilang oleh duktus deferens
dan dikelilingi oleh pleksus vesikalis. Selanjutnya ureter berjalan obloque sepanjang 2 cm di
dalam dinding vesika urinaria pada sudut lateral dari trigonum vesika. Sewaktu menembus vesika
urinaria, dinding atas dan dinding bawah ureter akan tertutup dan pada waktu vesika urinaria
penuh akan membentuk katup (valvula) dan mencegah pengembalian dari vesika urinaria.
Ureter pada wanita terdapat di belakang fossa ovarika dan berjalan ke bagian medial dan ke depan
bagian lateralis serviks uteri bagian atas, vagina untuk mencapai fundus vesika urinaria. Dalam
perjalanannya, ureter didampingi oleh arteri uterine sepanjang 2,5 cm dan selanjutnya arteri ini
menyilang ureter dan menuju ke atas di antara lapisan ligamentum. Ureter mempunyai 2 cm dari
sisi serviks uteri. Ada tiga tempat yang penting dari ureter yang mudah terjadi penyumbatan yaitu
sambungan ureter pelvis diameter 2 mm, penyilangan vosa iliaka diameter 4 mm dan pada saat
masuk ke vesika urinaria yang berdiameter 1-5 mm.
3) Vesika Urinaria
Vesika urinaria (kandung kemih) dapat mengembang dan mengempis seperti balon karet,
terletak di belakang simfisis pubis di dalam rongga panggul. Bentuk kandung kemih seperti
7
kerucut yang dikelilingi oleh otot yang kuat, berhubungan dengan ligamentum vesika umbilicus
medius. Bagian vesika urinaria terdiri dari:
Fundus yaitu, bagian yang menghadap kea rah belakang dan bawah, bagian ini terpisah dari
rectum oleh spatium rectovesikale yang terisi oleh jaringan ikat duktus deferen, vesika seminalis,
dan prostat.
Korpus, yaitu bagian antara verteks dan fundus.
Verteks, bagian yang memancung ke arah muka dan berhubungan dengan ligamentum vesika
umbilikalis.
Dinding kandung kemih terdiri dari lapisan sebelah luar (peritonium), tunika muskularis
(lapisan otot), tunika submukosa, dan lapisa mukosa (lapisan bagian dalam). Pembuluh limfe
vesika urinaria mengalirkan cairan limfe ke dalam nodi limfatik iliaka interna dan eksterna.
4) Uretra
a. Uretra pria
Pada laki-laki ureta berjalan berkelok-kelok melalui tengah-tengah prostat kemudian menembus
lapisan fibrosa yang menembus tulang pubis ke bagian penis panjangnya kurang lebih 20 cm.
Uretra pada laki-laki terdiri dari:
Uretra prostatia
Uretra membranosa
Uretra kavernosa
Lapisan uretra laki-laki terdiri dari lapisan mukosa (lapisan paling dalam), dan lapisan
submukosa. Uretra pria mulai dari orifisium uretra interna di dalam vesika urinaria sampai
orifisium uretra ekterna. Pada penis panjangnya 17,5-20 cm yang terdiri dari bagian-bagian
berikut :
b. Uretra prostatika
Uretra prostatika merupakan saluran terlebar, panjangnya 3 cm, berjalan hamper
vertikulum melalui glandula prostat, mulai dari basis sampai ke apeks dan lebih dekat ke
permukaan anterior. Bentuk salurannya seperti kumparan yang bagian tengahnya lebih luas dan
makin ke bawah makin dangkal kemudian bergabung dengan pars membrane. Potongan
transversal saluran ini menghadap ke depan.
Pada dinding posterior terdapat Krista uretralis yang berbentuk kulit yang dibentuk oleh
penonjolan membrane mukosa dan jaringan di bawahnya dengan panjang 15-17 cm dan tinggi 3
cm. pada kiri dan kanan Krista uretralis terdapat sinus prostatikus yang ditembus oleh orifisium
duktus prostatikus dari lobus lateralis glandula prostate dan duktus dari lobus medial glandula
prostate bermuara di belakang Krista uretra.
8
Bagian depan dari Krista uretralis terdapat tonjolan yang disebut kolikus seminalis. Pada
orifisium utrikulus, prostatikus berbentuk kantong sepanjang 6 cm yang berjalan ke atas dan ke
belakang di dalam substansia prostate di belakang lobus medial. Dindingnya terdiri dari jaringan
ikat, lapisan muskularis dan membrane mukosa. Beberapa glandula kecil terbuka ke permukaan
dalam.
c. Uretra pars membranasea
Uretra pars membranasea ini merupakan saluran yang paling pendek dan paling dangkal,
berjalan mengarah ke bawah dank e depan di antara apeks glandula prostate dan bulbus uretra.
Pars membranasea menembus diafragma urogenitalis, panjngnya kira-kira 2,5 cm, di bawah
belakang simfisis pubis diliputi oleh jaringan sfingter uretra membranasea, di depan saluran ini
terdapat vena dorsalis penis yang mencapai pelvis diantara ligamentum transversal pelvis dan
ligamentum equarta pubis.
e. Uretra wanita
Uretra pada wanita, terletak di belakang simfisis pubis berjalan miring sedikitke arah atas,
panjangnya kurang lebih 3-4 cm. Lapisan uretra wanita terdiri dari tunika muskularis (sebelah
luar), lapisan spongiosa merupakan pleksusu dari vena-vena, dan lapisan mukosa (lapisan sebelah
dalam). Muara uretra pada wanita terletak di sebelah atas vagina (antara klitoris dan vagina) dan
urtra di sini hanya sebagai saluran ekskresi. Apabila tidak berdilatsi diameternya hanya 6 cm.
9
uretra ini menembus fasia diafragma urogenitalis dan orifisium eksterna langsung di depan
permukaan vagina, 2,5 cm di belakang gland klitoris. Glandula uretra bermuara ke uretra, yang
terbesar diantaranya adalah glandula pars uretralis (skene) yang bermuara ke dalam orifisium
uretra yang hanya berfungsi sebagai saluran ekskresi.
Diafragma urogenitalis dan orifisium eksterna langsung di depan permukaan vagina dan
2,5 cm di belakang gland klitoris. Uretra wanita jauh lebih pendek daripada uretra pria dan terdiri
lapisan otot polos yang diperkuat oleh sfingter otot rangka pada muaranya penonjolan berupa
kelenjar dan jarongan ikat fibrosa longgar yang ditandai dengan banyak sinus venosa mirip
jaringan kavernosus.
E. Pathway
F. Manifestasi Klinis
Desakan berkemih, di sertai ketidakmampuan mencapai kamar mandi karena telah berkemih
2) Frekuensi, dan nokturia.
3) Inkontinensia stres, dicirikan dengan keluarnya sejumlah kecil urin ketika tertawa, bersin,
melompat, batuk atau membungkuk.
4) Inkontinensia overflow, dicirikan dengan aliran urin buruk atau melambat dan merasa
menunda atau mengedan.
5) Inkontinensia fungsional, dicirikan dengan volume dan aliran urin yang adekuat
6) Higiene buruk atau tanda- tanda infeksi
G. Pemeriksaan Diagnostik
1. Tes diagnostik pada inkontinensia urin
Menurut Ouslander, tes diagnostik pada inkontinensia perlu dilakukan untuk
mengidentifikasi faktor yang potensial mengakibatkan inkontinensia, mengidentifikasi kebutuhan
klien dan menentukan tipe inkontinensia. Mengukur sisa urin setelah berkemih, dilakukan dengan
cara : Setelah buang air kecil, pasang kateter, urin yang keluar melalui kateter diukur atau
menggunakan pemeriksaan ultrasonik pelvis, bila sisa urin > 100 cc berarti pengosongan kandung
kemih tidak adekuat.
Urinalisis Dilakukan terhadap spesimen urin yang bersih untuk mendeteksi adanya faktor
yang berperan terhadap terjadinya inkontinensia urin seperti hematuri, piouri, bakteriuri,
glukosuria, dan proteinuria. Tes diagnostik lanjutan perlu dilanjutkan bila evaluasi awal
didiagnosis belum jelas. Tes lanjutan tersebut adalah : Tes laboratorium tambahan seperti kultur
urin, blood urea nitrogen, creatinin, kalsium glukosa sitologi
10
2. Uji urodinamik
Uji urodinamik sederhana dapat dilakukan tanpa menggunakan alat-alat mahal. Sisa-sisa
urin pasca berkemih perlu diperkirakan pada pemeriksaan fisis. Pengukuran yang spesifik dapat
dilakukan dengan ultrasound atau kateterisasi urin. Merembesnya urin pada saat dilakukan
penekanan dapat juga dilakukan. Evaluasi tersebut juga harus dikerjakan ketika kandung kemih
penuh dan ada desakan keinginan untuk berkemih. Diminta untuk batuk ketika sedang diperiksa
dalam posisi litotomi atau berdiri. Merembesnya urin seringkali dapat dilihat. Informasi yang
dapat diperoleh antara lain saat pertama ada keinginan berkemih, ada atau tidak adanya kontraksi
kandung kemih tak terkendali, dan kapasitas kandung kemih.
3. Laboratorium
Elektrolit, ureum, creatinin, glukosa, dan kalsium serum dikaji untuk menentukan fungsi
ginjal dan kondisi yang menyebabkan poliuria.
Menurut National Women’s Health Report, diagnosis dan terapiinkontinensia urine dapat
ditegakkan oleh sejumlah pemberi pelayanan kesehatan, termasuk dokter pada pelayanan primer,
perawat, geriatris, gerontologis, urologis, ginekologis, pedriatris, neurologis, fisioterapis, perawat
kontinensia, dan psikolog. Pemberi pelayanan primer dapat mendiagnosis inkontinensia
urine dengan pemeriksaan riwayat medis yang lengkap dan menggunakan tabel penilaian gejala.
Tes yang biasanya dilakukan adalah urinealisa (tes urine untuk menetukan apakah
gejalanya disebabkan oleh inkontinensia urine, atau masalah lain, seperti infeksi saluran kemih
atau batu kandung kemih). Bila urinealisa normal, seorang pemberi pelayanan primer dapat
menentukan untuk mengobati pasien atau merujuknya untuk pemeriksaan gejala lebih lanjut.
Pada beberapa pasien, pemeriksaan fisik yang terfokus pada saluran kemih bagian bawah,
termasuk penilaian neurologis pada tungkai dan perineum, juga diperlukan. Sebagai tambahan ,
pasien dapat diminta untuk mengisi buku harian kandung kemih (catan tertulis intake cairan,
jumlah dan seringnya buang air kecil, dan sensasi urgensi) selama beberapa hari untuk
mendapatkan data mengenai gejala. Bila setelah langkah tadi diagnosis definitif masih belum
dapat ditegakkan, pasien dapat dirujuk ke spesialis untuk penilaian urodinamis. Tes ini akan
memberikan data mengenai tekanan/ volume dan hubungan tekanan/ aliran di dalam kandung
kemih. Pengukuran tekanan detrusor selama sistometri digunakan untuk mengkonfirmasi
diagnosis overaktifitas detrusor.
H. Penatalaksaan
Penatalaksanaan inkontinensia urin menurut Muller adalah mengurangi faktor resiko,
mempertahankan homeostasis, mengontrol inkontinensia urin, modifikasi lingkungan, medikasi,
11
latihan otot pelvis dan pembedahan. Dari beberapa hal tersebut di atas, dapat dilakukan sebagai
berikut :
1) Pemanfaatan kartu catatan berkemih
Yang dicatat pada kartu tersebut misalnya waktu berkemih dan jumlah urin yang keluar, baik
yang keluar secara normal, maupun yang keluar karena tak tertahan, selain itu catat waktu, jumlah
dan jenis minuman yang diminum.
2) Terapi non farmakologi
Dilakukan dengan mengoreksi penyebab yang mendasari timbulnya inkontinensia urine, seperti
hiperplasia prostat, infeksi saluran kemih, diuretik, gula darah tinggi, dan lain-lain. Adapun terapi
yang dapat dilakukan adalah :
Bethanechol atau alfakolinergik antagonis seperti prazosin untuk stimulasi kontraksi, dan
terapidiberikan secara singkat.
4) Terapi pembedahan
Terapi ini dapat dipertimbangkan pada inkontinensia tipe stress dan urgensi, bila terapi non
farmakologis dan farmakologis tidak berhasil. Inkontinensia tipe overflow umumnya memerlukan
tindakan pembedahan untuk menghilangkan retensi urin. Terapi ini dilakukan terhadap tumor,
batu, divertikulum, hiperplasia prostat, dan prolaps pelvic (pada wanita).
Penatalaksanaan pembedahan
12
Ada berbagai macam tindakan bedah yang dapat dilakukan : perbaikan vagina, suspensi kandung
kemih pada abdomen dan elevasi kolum vesika urinaria. Sfingter artificial yang dimodifikasi
dengan megunakan balon karet-silikon sebagai mekanisme penekanan swa-regulasi dpat
digunakan untuk menutup uretra. Metode lain untuk mengontrol inkontinensia stress adalah
aplikasi stimulasi elektronik pada dasar panggul dengan bantuan pulsa generator miniature yang
dilengakapi electrode yang dipasang pada sumbat intra-anal.
5) Modalitas lain
Sambil melakukan terapi dan mengobati masalah medik yang menyebabkan inkontinensia urin,
dapat pula digunakan beberapa alat bantu bagi lansia yang mengalami inkontinensia urin,
diantaranya adalah pampers, kateter, dan alat bantu toilet sepertiurinal, komod dan bedpan
6) Kateter
Kateter menetap tidak dianjurkan untuk digunakan secara rutin karenadapat menyebabkan infeksi
saluran kemih, dan juga terjadi pembentukanbatu. Selain kateter menetap, terdapat kateter
sementara yang merupakanalat yang secara rutin digunakan untuk mengosongkan kandung
kemih.Teknik ini digunakan pada pasien yang tidak dapat mengosongkankandung kemih. Namun
teknik ini juga beresiko menimbulkan infeksi padasaluran kemih.
7) Alat bantu toilet
Seperti urinal, komod dan bedpan yang digunakan oleh orang usia lanjutyang tidak mampu
bergerak dan menjalani tirah baring. Alat bantu tersebutakan menolong lansia terhindar dari jatuh
serta membantu memberikankemandirian pada lansia dalam menggunakan toilet.
8) Latihan Otot Dasar Panggul
a. Posisi tidur telentang dengan kedua kaki ditekuk sehingga otot panggul sejajar dengan
lantai.
b. Tahan otot panggul seperti menahan kencing selama sepuluh hitungan atau sesanggupnya.
c. Lepaskan dan relaks selama sepuluh hitungan.
d. Lakukan lagi dan lepaskan lagi lebih kurang 5x latihan.
e. Lakukan sebanyak 3x sehari (pagi, siang dan malam)
I. Komplikasi
Penderita dengan penyakit inkontinensia urine biasanya dapat menyebabkan antara lain :
a) infeksi saluran kemih
b) ulkus pada kulit
c) problem tidur
d) depresi
13
2.2 Tinjauan Teoritis Keperawatan
A. Pengkajian
1. Identitas klien
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan, alamat, suku bangsa, tanggal,
jam MRS, nomor registrasi, dan diagnosa medis.
2. Riwayat kesehatan
Riwayat kesehatan sekarang
Berapakah frekuensi inkonteninsianya, apakah ada sesuatu yang mendahului inkonteninsia (stres,
ketakutan, tertawa, gerakan), masukan cairan, usia/kondisi fisik, kekuatan dorongan/aliran jumlah
cairan berkenaan dengan waktu miksi. Apakah ada penggunaan diuretik, terasa ingin berkemih
sebelum terjadi inkontenin, apakah terjadi ketidakmampuan.
Riwayat kesehatan dahulu
Apakah klien pernah mengalami penyakit serupa sebelumnya, riwayat urinasi dan catatan
eliminasi klien, apakah pernah terjadi trauma/cedera genitourinarius, pembedahan ginjal, infeksi
saluran kemih dan apakah dirawat dirumah sakit.
Riwayat kesehatan keluarga
Tanyakan apakah ada anggota keluarga lain yang menderita penyakit serupa dengan klien dan
apakah ada riwayat penyakit bawaan atau keturunan, penyakit ginjal bawaan/bukan bawaan.
3. Pemeriksaan fisik
Keadaan umum
Klien tampak lemas dan tanda tanda vital terjadi peningkatan karena respon dari terjadinya
inkontinensia
4. Pemeriksaan Sistem :
B1 (breathing)
Kaji pernapasan adanya gangguan pada pola nafas, sianosis karena suplai oksigen menurun. kaji
ekspansi dada, adakah kelainan pada perkusi.
B2 (blood)
Peningkatan tekanan darah, biasanya pasien bingung dan gelisah
B3 (brain)
Kesadaran biasanya sadar penuh
B4 (bladder)
Inspeksi : periksa warna, bau, banyaknya urine biasanya bau menyengat karena adanya aktivitas
mikroorganisme (bakteri) dalam kandung kemih serta disertai keluarnya darah apabila ada lesi
pada bladder, pembesaran daerah suprapubik lesi pada meatus uretra, banyak kencing dan nyeri
saat berkemih menandakan disuria akibat dari infeksi, apakah klien terpasang kateter sebelumnya.
14
Palpasi : Rasa nyeri di dapat pada daerah supra pubik / pelvis, seperti rasa terbakar di urera luar
sewaktu kencing / dapat juga di luar waktu kencing.
B5 (bowel)
Bising usus adakah peningkatan atau penurunan, Adanya nyeri tekan abdomen, adanya
ketidaknormalan perkusi, adanya ketidaknormalan palpasi pada ginjal.
B6 (bone)
Pemeriksaan kekuatan otot dan membandingkannya dengan ekstremitas yang lain, adakah nyeri
pada persendian.
5. Pengkajian Psikososial
a. Bersedih
b. Murung
c. Mudah tersinggung
d. Mudah marah
e. Isolasi social
f. Perubahan peran
B. Diagnosa Keperawatan
1) Gangguan rasa nyaman nyeri b/d penyebaran infeksi dari uretra
2) Kekurangan Volum cairan b/d diuresis osmotic
3) Resiko tinggi infeksi b/d glukosa darah yang tinggi (hiperglikemia)
4) Kelelahan b/d kelemahan otot
5) Isolasi Sosial berhubungan dengan keadaan yang memalukan akibat mengompol dan bau
urine
C. Asuhan Keperawatan
NO Diagnosa Tujuan kriteria Intervensi Rasional
keperawatan hasil
15
penyebaran memfokus-kan
Berikan kembali
tindakan perhatian dan
keyamanan. dapat
Contoh : meningkat-kan
Membantu kembali
pasie kemampuan
memberikan koping
posisi yang - Menghilangkan
nyaman, nyeri,
mendorong menentukan obat
penggunaan yang tepat untuk
relaksasi mencegah
atau latihan fluktuasi nyeri
nafas dalam ber-hubungan
Kolaborasi dengan
Berikan obat tegangan
sesuai - Digunakan untuk
indikasi. me-ningkatkan
Contoh: relaksasi, dan
analgesik sirkulasi
Berikan
pemanasan
local sesuai
indikasi
2. Kekurangan Klien TTV stabil Mandiri : - Untuk
Volum cairan menunjukkan Membrane Dapatkan memperoleh data
b/d diuresis hidrasi yang mukosa riwayat pasien/ tentang penyakit
osmotic adekuat/ bibir orang terdekat pasien, agar dapat
kekurangan lembab sehubungan melakukan
cairan dapat Turgor dengan tindakan sesuai
diatasi kulit lamanya gejala yang dibutuhka
elastic seperti muntah - Indicator
Intake dan dan hidrasi/volum
output pengeluaran sirkulasi dan
seimbang urine yang kebutuhan
berlebihan intervensi.
Pantau TTV, - Membandingkan
catat adanya keluaran actual
perubahan dan yang
TD diantisipasi
warna kulit membantu dalam
dan evaluasi adanya/
kelembaban- derajat stasis/
nya kerusakan ginjal
16
Pantau - Peningkatan BB
masukan dan yang cepat
pengeluaran mungkin
urine berhubungan
Timbang BB dengan retensi
setiap hari - Memper-
Pertahankan tahankan
untuk keseimbangan
memberikan cairan
cairan paling - Memenuhi
sedikit 2500 kebutuhan cairan
ml/hari dalam tubuh
batas yang - Mempertahankan
dapat volum sirkulasi,
ditoleransi meningkatkan
jantung fungsi ginjal
Kolaborasi:
Berikan terapi
cairan sesuai
indikasi
Berikan cairan
IV
Imlementasi
Dilaksanakan sesuai dengan rencana tindakan, menjelaskan setiap tindakan yang akan dilakukan
sesuai dengan pedoman atau prosedur tekhnis yang telah ditentukan.
Evaluasi
Pengukuran efektifitas intervensi askep yang telah disusun dan tujuan yang ingin dicapai ada 3
kemungkinan:
Tujuan tercapai
Tujuan tercapai sebagian
Tujuan tidak tercapai
17
BAB III
TINAJUAN KASUS
3.1 Pengkajian
1. Identitas klien
Nama : Ny. S
Umur : 67 th
Jenis Kelamin : perempuan
Agama : islam
Status Perkawinan : kawin
Suku Bangsa : serawai
Pendidikan : SD
Pekerjaan : tidak bekerja
Tgl masuk RS : 4 April 2012
No. Register : 15665
Penanggung Jawab
Nama : Tn. K
Umur : 69 th
Pekerjaan : swasta
Alamat : Hibrida 10
2. Riwayat Kesehatan
Alasan kunjungan/keluhan utama :
Klien datang dengan keluarganya ke RS dengan keluhan ingin BAK terus-menerus dan tidak bisa
ditahan sampai ke toilet.
Riwayat kesehatan sekarang
Klien mengatakan kencingnya lebih dari 10 kali dalam sehari. Klien juga mengatakan dia tidak
bisa menahan kencingnya, karena dia tidak sempat lagi untuk sampai toilet. klien mengaku dia
mengurangi minum agar tidak mengompol lagi. Klien mengatakan sering menahan haus. Klien
mengatakan malu apabila keluar rumah, karena mengompol dan bau air kencingnya yang
menyengat. sehingga hanya diam dirumah.
Riwayat kesehatan dulu
18
Klien mengatakan tidak pernah mengalami penyakit yang sama sebelumya. Klien mengatakan
pernah dirawat di RS dan dipasang kateter.
Riwayat penyakit keluarga
Klien mengatakan keluarganya tidak pernah mengalami penyakit yang sama sebelumnya dan
tidak ada penyakit keturunan.
3. Pemeriksaan fisik
a) Keadaan umum : klien tampak lemas, dan gelisah
b) Tanda-Tanda Vital :
TD : 140/90 mmHg
ND : 90x/i
RR : 18x/i
S : 37°C
c) Integumen
Kulit kering dan keriput
Terdapat luka tekan (dekubitus)
d) Kepala
Simetris dan tidak ada benjolan, warna rambut putih, distribusi rambut merata
e) Mata
Konjungtiva
Pupil : isokor
f) Telinga
Bersih, tidak ada serumen
g) Mulut dan gigi
Gigi tanggal
Mulut kering, air liur mudah mengental
Bibir pecah-pecah
h) Leher
Tidak ada pembesaran kelenjar tyroid atau pembesaran limpa nodi
i) Kardiovaskuler
Peningkatan TD
j) Abdomen
19
Bising usus (+), Pulsasi, nyeri tekan abdomen (daerah kemih)
k) Perkemihan
Inkontinensia urine, BAK .> 10 kali, Lebih dari 1500-1600 ml dalam 24 jam
Nyeri (+) mengeluarkan urine
l) Genetalia
Kelemahan otot vagina dan uterus
m) Ekstremitas
Kelemahan
n) System endokrin
Penurunan produksi hormon estrogen
4. Pengkajian psikososial
Murung
Mudah tersinggung
Mudah marah
Depresi
Isolasi social
Perubahan peran
5. Pengkajian lingkungan
Kondisi rumah : baik, tidak kotor, dan rapi
Penerangan : penerangan baik, pada siang hari ada cahaya dari ventilasi rumah
Lantai : lantai tidak licin
Keadaan rumah datar
Tata ruang tidak sering diubah
Kamar mandi jauh, didekat dapur
Peralatan yang diperlukan tidak jauh dari jangkauan
20
10 kali dalam sehari.
- Klien juga mengatakan dia tidak bisa
menahan kencingnya
DO:
- Klien sering mengompol
- Jumlah urine lebih dari 1500-1600 mm
dalam 24 jam
2. DS :
- Klien mengatakan nyeri pada saat
mengeluarkan urine
- Klien mengatakan pernah dirawat di RS
dan dipasang kateter. Pemasangan kateter Resiko tinggi infeksi
DO:
Klien tampak meringis menahan sakit
apabila berkemih
Nyeri tekan Abdomen
3. DS :
- Klien mengatakan jarang minum agar
tidak mengompol
- Klien mengatakan sering menahan haus
DO : Intake dan output yang Kekurangan volum
- Jumlah urine lebih dari 1500-1600 mm tidak adekuat cairan
dalam 24 jam
- klien tampak lemas
- kulit klien kering, bibir pecah”, air liur
mengental
4. DS : Klien sering Murung, Mudah
tersinggung, Mudah marah
Dampak Perubahn
Isolasi Sosial
DO : Klien Tampak mengisolasi diri Psikososial
(berdiam sendiri)
5. DS : - Kurangnya pergerakan
Imobilisasi
DO : Luka Tekan (Dekubitus) saat tidur
6. DS : Usia (65), Nama presiden (SBY),
tnggal lahir(10), nama presiden
Penurunan Fungsi Kerusakan Intelektual
sebelumnya (Jokowi)
/ Prosesn Menua Ringan
DO : Lupa berbagai macam pertanyaan
dari pengkajian SPMSQ yang dilakukan
7. DS : Tidak mampu naik turun tangga,
dan olah raga tanpa bantuan Gangguan Fungsi
Proses Menua
DO : Didapatkan saat pengkajian di tubuh (Tulang)
Barthel Indeks
21
5. Gangguan Fungsi tubuh (Tulang) b/d Proses Menua
6. Imobilisasi b/d Kurangnya pergerakan saat tidur
7. Resiko tinggi infeksi b/d Pemasangan kateter
R/ Menjaga Kenyamanan
Lingkungan
2 Kekurangan volum cairan 1. Pantau TTV, catat adanya perubahan TD R/Untuk memperoleh data TTV
b/d Intake dan output yang warna kulit dan kelembaban-nya klien
tidak adekuat d/d bibir
2. Pantau masukan dan pengeluaran urine R/Indicator hidrasi/volum
pecah”
3. Timbang BB setiap hari sirkulasi dan kebutuhan
4. Pertahankan untuk memberikan cairan paling intervensi.
sedikit 2500 ml/hari dalam batas yang dapat
R/Peningkatan BB yang cepat
ditoleransi jantung
mungkin berhubungan dengan
5. Anjurkan madu untuk bibir pecah”
retensi
R/Mempertahankan
keseimbangan cairan
R/ melembabkan bibir
3 Isolasi Sosial b/d Dampak 1. Anjurkan klien berbagi perasaan dengan R/mengurangi beban peraasaan
Perubahn Psikososial d/d keluarga atau perawat klien
berdiam sendiri 2. Beri motivasi kesehatan klien R/Memberikan pengertian atau
3. Beri motivasi harga diri klien pemahaman tentang kesehatan
4. Anjurkan keluarga berada disisi klien klien
4 Kerusakan Intelektual 1. Ajak klien bermain TTS ditemani keluarga R/Melatih tingkat proses fikir/
Ringan b/d Penurunan 2. Anjurkan klien mendengar music klasik merangsang otak berfikir
Fungsi/ Proses Menua d/d yang disuka R/memberikan ketenangan atau
Lupa 3. Anjurkan keluarga membuat topic kenyamanan klien
pembicaraan dengan klien mengenai hal
22
yang mudah R/Memberikan klien dan keluarga
untuk saling mengingatkan
5 Gangguan Fungsi tubuh 1. Ajarkan klien lakukan ROM diatas tempat R/melatih otot dan tulang tubuh
(Tulang) b/d Proses Menua tidur maupun dilantai klien
2. Ajarkan klien perlahan lahan untuk olah R/Memberikan rangsangan
raga ringan kekutatan tubuh untuk
3. Anjurkan klien Minum susu kalsium jika berkeringat
klien mau (Konsultasi dokter)
R/membantu menjaga kualitas
tulang
6 Imobilisasi b/d Kurangnya 1. Ajarkan klien lakukan miring kanan miring R/Memberikan aliran darah
pergerakan saat tiduran d/d kiri saat tiduran secara efektif
dekubitus 2. Anjurkan keluarga untuk membuat alas R/membantu menjaga / mencegah
tidur klien yang lembut himpitan yang keras dan lama
3. Kompres bagian kulit yang
R/mengurangi memar atau
memar/dekubitus
mengatasi bekuan darah (memar)
7 Resiko tinggi infeksi b/d 1. Anjurkan Klien menjaga Personal Hygine R/mengurangi terjadinya resiko
Pemasangan kateter (Vulva Hygine) infeksi
23
4. Menganjurkan keluarga berada disisi klien oleh keluarganya, klien merasa percaya diri dan
merasa tidak kesepian lagi
4. 1. Mengajak klien bermain TTS ditemani Klien mengatakan tidak merasa banyak waktu yang
keluarga kosong lagi karena ditemani oleh keluarga , dan
2. Menganjurkan klien mendengar music klasik
mulai terbiasa dengan teka-teki silang yang
yang disuka
3. Menganjurkan keluarga membuat topic dikerjakan bersama cucu atau anaknya
pembicaraan dengan klien mengenai hal yang
mudah
5. 1. Mengajarkan klien lakukan ROM diatas Klien mengatakan mulai merasa aman untuk
tempat tidur maupun dilantai bergerak tanpa merasa harus dengan bantuan objek
2. Mengajarkan klien perlahan lahan untuk olah
lain. Dengan latihan dan olah raga kecil seperti jalan
raga ringan
3. Menganjurkan klien Minum susu kalsium jika jalan ringan disekitar lingkungan akan dapat melatih
klien mau (Konsultasi dokter) peregangan otot dan penguatan tulang.
6. 1. Mengajarkan klien lakukan miring kanan Klien mengatakan memar (dekubitus)
miring kiri saat tiduran berkurang,dan klien melakukan perpindahan posisi
2. Menganjurkan keluarga untuk membuat alas
saat tidur dan istirahat membuat dekubitus tidak
tidur klien yang lembut
3. Mengkompres bagian kulit yang terjadi
memar/dekubitus
7. 1. Menganjurkan Klien menjaga Personal Klien melakukan personal hygine dengan baik.
Hygine (Vulva Hygine)
24
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Inkontinensia urine adalah ketidakmampuan menahan kencing. Anamnesis dan pemeriksaan fisik
yang baik, dengan beberapa prosedur diagnostik yang diperlukan mempunyai hasil yang baik
untuk menegakkan diagnosis gangguan ini. Jenis inkontinensia urine yang utama yaitu
inkontinensiastres, urgensi, luapan dan fungsional. Penatalaksanaan konservatif dilakukanpada
kasus inkompetem sfingter uretra sebelum terapi bedah. Bila dasar inkontinensia neurogen atau
mental maka pengobatan disesuaikan dengan faktor penyebab.
4.2 Saran
Diharapkan setelah adanya makalah ini, perawat lanjut usia (lansia) atau perawat profesi agar
dapat melaksanakan asuhan keperawatan pada lansia dengan kompeten dan efektif berdasarkan
teori yang ada.
25
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito, Lynda Juall, 1997. Buku Saku Diagnosa Keperawatan edisi 6 alih bahasa
YasminAsih. Jakarta : EGC.
26