Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pembangunan merupakan proses yang diupayakan secara terus menerus secara tersencana
untuk menuju suatu perubahan yang lebih baik demi meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Di
dalam suatu pembangunan, pemerintah mengupayakan untuk mengakomodasi seluruh kebutuhan
dan kepentingan masyarakat yang sangat banyak baik jumlah maupun ragamnya dengan
memperhatikan prioritas kebutuhan dan kepentingan masyarakat banyak yang harus didahulukan
serta memperhatikan sumber daya yang tersedia dalam rangka mensejahterakan masyarakat.
Konsep pembangunan biasanya melekat dalam konteks kajian suatu perubahan,
pembangunan disini diartikan sebagai bentuk perubahan yang sifatnya direncanakan, setiap orang
atau kelompok orang tentu akan mengharapkan perubahan yang mempunyai bentuk lebih baik
bahkan sempurna dari keadaan yang sebelumnya. Salah satu indikator keberhasilan pelaksanaan
pembangunan yang dapat dijadikan tolok ukur secara makro ialah pertumbuhan ekonomi yang
dicerminkan dari perubahan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) dalam suatu wilayah.
Semakin tinggi pertumbuhan ekonomi suatu wilayah menandakan semakin baik kegiatan ekonomi
di peroleh dari laju pertumbuhan PDRB atas dasar harga konstan (Todaro dan Smith, 2008).
Berangkat dari penelitian Sodik et al (2007) yang menyatakan bahwa keseluruhan pola
kemampuan regional sebagai hasil pembawaan dari lingkungan sosial dan ekonomi sehingga
menentukan pola aktivitas dalam meraih tujuan tercermin dalam karakteristik regional yang
mempengaruhi pertumbuhan ekonomi yaitu berupa aspek-aspek atau kualitas regional yang terdiri
dari angkatan kerja, penduduk, modal manusia (pendidikan), inflasi dan ekspor netto.
Menurut Safi’i (2009:16) beberapa hal yang perlu diketahui sebelum memulai perencanaan
pembangunan adalah ketersediaan sumberdaya yang ada, tujuan dan sasaran yang hendak dicapai,
kebijakan dan cara yang digunakan untuk mewujudkan tujuan tersebut, penjabaran dalam program
dan kegiatan serta memperhitungkan aspek waktu dalam pencapaian tujuan tersebut.
Pemerintah telah menetapkan regulasi mengenai pembangunan daerah yang diatur pada
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional
sebagai pedoman bagi Pemerintah Daerah dalam melaksanakan perencanaan pembangunan di
daerah. Otonomi daerah ini dimaksudkan untuk memberikan kewenangan pemerintah daerah
dalam mengelola daerahnya sendiri, termasuk juga dalam bidang perekonomian, karena

1
pemerintah daerah di anggap lebih mengenal daerahnya masingmasing sehingga akan lebih bisa
mengembangkan daerahnya melalui otonomi daerag yang di berikan. Disentralisasi pembangunan
di pusatkan di daerah-daerah di maksudkan untuk mengembangkan daerah supaya lebih
berkembang terutama di bidang perekonomian daerah itu sendiri.
Mekanisme perencanaan pembangunan daerah dilaksanakan secara berjenjang yakni mulai
dari lingkup rendah pada tingkat desa/kelurahan, kemudian dilanjutkan dengan tingkat yang lebih
tinggi seperti kabupaten/kota. Tahapan tersebut berfungsi untuk menjaring aspirasi masyarakat,
mengidentifikasi permasalahan, menampung usulan-usulan kegiatan pembangunan, membahas
dan menghasilkan daftar prioritas usulan-usulan kegiatan pembangunan yang dilaksanakan pada
tahun anggaran berikutnya. Sehingga diharapkan dapat menghasilkan suatu perencanaan
pembangunan yang sempurna yakni dapat mencakup semua bidang pembangunan secara
proporsional dan sesuai dengan yang dikehendaki masyarakat.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apakah yang dimaksud dengan pembangunan daerah, otonomi, serta hubungan keduanya?
2. Apakah perbedaan otonomi pada tingkat provinsi dan kabupaten?
3. Bagaimana prinsip-prinsip pembiayaan pemerintah daerah?
4. Apa saja sumber-sumber potensial pendapatan suatu daerah?
5. Apa saja sumber pendapatan daerah yang berasal dari pinjaman?

1.3 Tujuan Penulisan


1. Mengetahui pembangunan daerah, otonomi, serta hubungan keduanya
2. Mengetahui perbedaan otonomi pada tingkat provinsi dan kabupaten
3. Mengetahui prinsip-prinsip pembiayaan pemerintah daerah
4. Mengetahui sumber-sumber potensial pendapatan suatu daerah
5. Mengetahui sumber pendapatan daerah yang berasal dari pinjaman

BAB II
PEMBAHASAN

2
2.1 Pembangunan Daerah dan Otonomi
Indonesia mempunyai fondasi semangat kebangsaan yang kuat di tengah realitas
keberagaman. Hal ini bisa dilihat dari sejarah pendirian negara yang diperoleh dari penyatuan
kedaulatan kebangsaan-kebangsaan kecil di daerah. Oleh karena itu, pengakuan terhadap
keberadaan entitas masyarakat daerah di era kemerdekaan melalui kebijakan desentralisasi
menjadi mandat sejarah yang sulit dielakkan. Semenjak awal kemerdekaan sampai sekarang telah
terdapat beberapa peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang kebijakan otonomi
daerah, yakni:

 UU No.1 Tahun 1945, tentang Komite Nasional Daerah


 UU No.22 Tahun 1948, Undang-undang Pokok tentang Pemerintah Daerah
 UU No.1 Tahun 1957, tentang Pokok-Pokok Pemerintah di Daerah
 UU No.18 Tahun 1965, tentang Pokok-Pokok Pemerintah di Daerah
 Tap MPR No.XXI Tahun 1966, tentang pemberin otonomi seluas-luasnya Kepada Daerah
(tetapi tidak pernah ditindak lanjuti oleh pemerintah)
 UU No.5 Tahun 1974, tentang Pokok-Pokok Pemerintah di Daerah
 Tap MPR No.XV Tahun 1998
 UU No.22 Tahun 1999, tentang Pemerintah Daerah
 UU No.25 1999, tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah
 UU No.32 Tahun 2004, tentang Pemerintah Daerah
 UU No. 33 Tahun 2004, tentang Perimbangan Keuangan anatara Pemerintah Pusat dan Daerah

Daerah perjalanannya, sejarah politik Indonesia diwarnai dengan berbagai ketegangan


antara dan daerah. Namum pada dasarnya, tuntutan untuk merdeka tidak pernah menjadi target
utama dari pergerakan daerah. Gerakan PRRI Permesta misalnya, merupakan pemberontakan
setengah hati yang menuntut merdeka sebagian bagian dari negosiasi politik dengan pusat.
Sementara gerakan Aceh untuk merdeka di masa pemerintahan Sukarno digambarkan sebagai
“Pemberontakan Kaum Republik” yaitu pemberontakan oleh para pendiri republik yang kecewa
terhadap republik yang didirikannya. Pemberontakan daerah yang terjadi selama pemerintah Order
Lama tersebut dipicu oleh ketidakadilan pemerintah pusat dalam memperlakukan daerah secara
ekonomi, politik dan cultural. Pemberontakan daerah pada prinsipnya adalah politik untuk
menuntut perhatian.

3
 Pembangunan daerah
Pembangunan Daerah merupakan suatu usaha yang sistematik dari berbagai pelaku, baik
umum, pemerintah, swasta, maupun kelompok masyarakat lainnya pada tingkatan yang berbeda
untuk menghadapi saling ketergantungan dan keterkaitan aspek fisik, sosial ekonomi dan aspek
lingkungan lainnya sehingga peluang baru untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat daerah
dapat ditangkap secara berkelanjutan.
 Otonomi Daerah
Otonomi daerah pada dasarnya merupakan upaya untuk mewujudkan tercapainya salah
satu tujuan negara, yaitu peningkatan kesejahteraan masyarakat melalui pemerataan pelaksanaan
pembangunan dan hasil-hasilnya. Daerah memilki kewenangan membuat kebijakan daerah untuk
memberi pelayanan, peningkatan peran serta, prakarsa dan pemberdayaan masyarakatyang
bertujuan pada peningkatan kesejahteraan rakyat. Tujuan pemberian otonomi daerah yaitu untuk
memungkinkan daerah yang bersangkutan mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri untuk
meningkatkan daya guna dan hasil guna penyelenggaraan pemerintahan (Kuncoro, 2004).
 Hubungan Otonomi Daerah dan Desentralisasi Fiskal
Kebijakan mengenai otonomi daerah tentunya diiringi dengan adanya asas desentralisasi.
Desentralisasi merupakan pengotonomian, yakni proses memberikan otonomi kepada masyarakat
dalam wilayah tertentu. Kaitan desentralisasi dan otonomi daerah seperti yang diungkapkan oleh
Gerald S. Maryanow (2003) yaitu merupakan dua sisi dari satu mata uang. Desentralisasi tersebut
tentunya mencakup penyerahan wewenang dalam mengelola keuangan daerahnya. Sehingga salah
satu konsekuensi dari pelaksanaan otonomi daerah yakni adanya kebijakan desentralisasi fiskal.

2.2 Otonomi pada Tingkat Provinsi dan Kabupaten


Beberapa hal yang sangat mendasar dalam penyelenggaraan otonomi daerah dalam
Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999, adalah pentingnya pemberdayaan masyarakat,
menumbuhkan prakarsa dan kreativitas mereka secara aktif, serta meningkatkan peran dan fungsi
Badan Perwakilan Rakyat Daerah. Oleh karena itu, dalam Undang-undang ini otonomi daerah
diletakkan secara utuh pada daerah otonom yang lebih dekat dengan masyarakat, yaitu daerah yang
selama ini berkedudukan sebagai Daerah Tingkat II, yang dalam Undang-undang ini disebut
Daerah Kabupaten dan Daerah Kota. Sistem otonomi yang dianut dalam Undang-undang Nomor
22 Tahun 1999 adalah otonomi yang luas, nyata dan bertanggung jawab, dimana semua

4
kewenangan pemerintah, kecuali bidang politik luar negeri, hankam, peradilan, moneter dan fiskal
serta agama dan bidang- bidang tertentu diserahkan kepada daerah secara utuh, bulat dan
menyeluruh, yang ditetapkan dengan peraturan pemerintah.

Daerah otonom mempunyai kewenangan dan kebebasan untuk membentuk dan


melaksanakan kebijakan menurut prakarsa dan aspirasi masyarakat. Sedangkan yang selama ini
disebut Daerah Tingkat I atau yang setingkat, diganti menjadi daerah propinsi dengan kedudukan
sebagai daerah otonom yang sekaligus wilayah administrasi, yaitu wilayah kerja Gubernur dalam
melaksanakan fungsi-fungsi kewenangan pusat yang didelegasikan kepadanya. Kabupaten dan
Kota sepenuhnya menggunakan asas desentralisasi atau otonom. Dalam hubungan ini, kecamatan
tidak lagi berfungsi sebagai peringkat dekonsentrasi dan wilayah administrasi, tetapi menjadi
perangkat daerah kabupaten/kota. Mengenai asas tugas pembantuan dapat diselenggarakan di
daerah propinsi, kabupaten, kota dan desa.

Pengaturan mengenai penyelenggaraan pemerintahan desa sepenuhnya diserahkan pada


daerah masing-masing dengan mengacu pada pedoman yang ditetapkan oleh pemerintah. Wilayah
Propinsi meliputi wilayah laut sepanjang 12 mil dihitung secara lurus dari garis pangkal pantai,
sedang wilayah Kabupaten/Kota yang berkenaan dengan wilayah laut sebatas 1/3 wilayah laut
propinsi. Pemerintah Daerah terdiri dari Kepala Daerah dan perangkat daerah lainnya sedangkan
DPRD bukan unsur pemerintah daerah. DPRD mempunyai fungsi pengawasan, anggaran dan
legislasi daerah. Kepala daerah dipilih dan bertanggungjawab kepada DPRD. Gubernur selaku
kepala wilayah administratif bertanggung jawab kepada Presiden. Peraturan Daerah ditetapkan
oleh Kepala Daerah dengan persetujuan DPRD sesuai pedoman yang ditetapkan Pemerintah, dan
tidak perlu disahkan oleh pejabat yang berwenang. Daerah dibentuk berdasarkan pertimbangan
kemampuan ekonomi, potensi daerah, sosial budaya, sosial politik, jumlah penduduk, luas daerah,
dan pertimbangannya lain yang memungkinkan terselenggaranya otonomi daerah, daerah, daerah
yang tidak mampu menyelenggarakan otonomi daerah dapat dihapus dan atau digabung dengan
daerah lain.

Daerah dapat dimekarkan menjadi lebih dari satu daerah, yang ditetapkan dengan undang-
undang. Setiap daerah hanya dapat memiliki seorang wakil kepala daerah, dan dipilih bersama
pemilihan kepala daerah dalam satu paket pemilihan oleh DPRD. Daerah diberi kewenangan untuk
melakukan pengangkatan, pemindahan, pemberhentian, penetapan pensiun, pendidikan dan

5
pelatihan pegawai sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan daerah, berdasarkan nama, standar,
prosedur yang ditetapkan pemerintah. Kepada Kabupaten dan Kota diberikan otonomi yang luas,
sedangkan pada propinsi otonomi yang terbatas. Kewenangan yang ada pada propinsi adalah
otonomi yang bersifat lintas Kabupaten dan Kota, yakni serangkaian kewenangan yang tidak
efektif dan efisien kalau diselenggarakan dengan pola kerjasama antar Kabupaten atau Kota.

Misalnya kewenangan di bidang perhubungan, pekerjaan umum, kehutanan dan


perkebunan dan kewenangan bidang pemerintahan tertentu lainnya dalam skala propinsi termasuk
berbagai kewenangan yang belum mampu ditangani Kabupaten dan Kota. Pengelolaan kawasan
perkotaan di luar daerah kota dapat dilakukan dengan cara membentuk badan pengelola tersendiri,
baik secara intern oleh pemerintah Kabupaten sendiri maupun melalui berkerjasama antar daerah
atau dengan pihak ketiga. Selain DPRD, daerah juga memiliki kelembagaan lingkup pemerintah
daerah, yang terdiri dari Kepala Daerah, Sekretariat Daerah, Dinas-Dinas Teknis Daerah, Lembaga
Staf Teknis Daerah, seperti yang menangani perencanaan, penelitian dan pengembangan,
pendidikan dan latihan, pengawasandan badan usaha milik daerah. Besaran dan pembentukan
lembaga-lembaga itu sepenuhnya diserahkan pada daerah. Lembaga pembantu Gubernur,
Pembantu

Bupati/Walikota, Asisten Sekwilda, Kantor Wilayah dan Kandep dihapus. Kepala Daerah
sepenuhnya bertanggung jawab kepada DPRD, dan DPRD dapat meminta Kepala Daerahnya
berhenti apabila pertanggungjawaban Kepala daerah setelah 2 (dua) kali tidak dapat diterima oleh
DPRD. Pengelolaan berbagai aspek oleh Pemerintah Daerah ini memerlukan pengawasan dari
berbagai pihak terutama dari masyarakat di daerah sendiri yang mengetahui kondisi yang benar-
benar terjadi di lapangan. Karena kebebasan dalam pengambilan keputusan rawan terjadi
penyimpangan sehingga perlu adanya kontrol untuk mencegah adanya penyimpangan tersebut.
Karena wewenang ini adalah bagian dari amanah yang diberikan rakyat dan negara untuk
mengurusi wilayah.Juga karena adanya ketimpangan-ketimpangan.

Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses saat pemerintah daerah dan masyarakat
mengelola sumber daya yang ada dan selanjutnya membentuk suatu pola kemitraan antara
pemerintah daerah dengan sektor swasta untuk menciptakan suatu lapangan kerja baru dan
merangsang perkembangan kegiatan ekonomi (pertumbuhan ekonomi) dalam wilayah tersebut.

6
(Lincolin Arsyad, 1999). Masalah pokok dalam pembangunan daerah berada pada penekanan
terhadap kebijakan-kebijakan pembangunan yang berdasarkan pada kekhasan daerah yang
bersangkutan (endogenous development) dengan menggunakan potensi sumberdaya manusia,
kelembagaan, dan sumberdaya fisik secara lokal (daerah). Sehingga kita peru melakukan
pengambilan inisiatif-inisiatif yang berasal dari daerah tersebut dalam proses pembangunan untuk
menciptakan kesempatan kerja baru dan merangsang kegiatan ekonomi.

Pembangunan ekonomi daerah merupakan suatu proses, yaitu proses yang mencakup
pembentukan-pembentukan institusi baru, pembangunan industri-industri alternatif, perbaikam
kapasitas tenaga kerja yang ada untuk menghasilkan produk dan jasa yang lebih baik, identifikasi
pasar-pasar baru, dan pengembangan perusahaan-perusahan baru. Ada beberapa indikator untuk
menganalisis derajat kesenjangan dalam pembangunan ekonomi antarprovinsi, yaitu produk
domestik regional bruto (PDRB) per provinsi dalam pembentukan PDB nasional, PDRB atau
pengeluaran konsumsi rumah tangga rata-rata per kapita, indeks pembangunan manusia (IPM),
kontribusi sektoral terhadap pembentukan PDRB, dan tingkat kemiskinan.

1. Distribusi PDB Nasional Menurut Provinsi

Distribusi PDB Nasional menurut provinsi merupakan indikator utama di antara indikator
lain yang umum untuk mengukur derajat penyebaran dari hasil pembangunan ekonomi di suatu
negara. Jika PDRB relatif sama antar povinsi, maka PDB nasional relatif merata antar provinsi,
sehingga ketimpangan pembangunan antar provinsi relatif kecil.

2. PDRB Rata-rata per Kapita antar Provinsi

Karena tujuan dari pembangunan ekonomi adalah miningkatkan kesejahteraan masyarakat


dan ini umum diukur dengan pendapatan rata-rata per kapita, maka distribusi PDB Nasional
menurut provinsi menjadi indikator yang tidak berarti dalam mengukur ketimpangan
pembangunan ekonomi regional jika tidak dikombinasikan dengan tingkat PDRB rata-rata per
kapita. Jika PDRB per kapita di atas 2 juta rupiah dianggap tinggi dan sebaliknya di bawah 2 juta
dianggap rendah, dan pertumbuhan PDB per kapita tinggi jika di atas 3%, dan rendah jika lebih
kecil dari 3%.

7
3. Konsumsi rumah Tangga per Kapita antar Provinsi

Pengeluran Konsumsi C Rumah Tangga (RT) per kapita per provinsi merupakan salah satu
indikator alternatif yang dapat dijadikan ukuran untuk melihat perbedaan dalam tingkat
kesejahteraan penduduk atntar provinsi. Konsepnya adalah semakin tinggi pendapatan per kapita
suatu daerah, maka akan semakin tinggi juga pengeluaran konsumsi per kaita di daerah tersebut.
Dalam hal ini juga terdapat 2 asumsi, yaitu sifat menabung dari masyarakat tidak berubah (S
terhadap PDRB tidak berubah) dan pangsa kredit di dalam RT juga konstan. Tinggi rendahnya
pengeluara C RT tidak dapat selalu mencerminkan tinggi rendahnya pendapatan per kapita di suatu
daerah, tanpa kedua asumsi tersebut. Dengan memakai data BPS mengenai pengeluaran riil C RT
per kapita, ditemukan adanya polarisasi dalam distribusi C RT per kapita antarprovinsi. Sebagian
wilayah di Indonesia memiliki tingkat C RT per kapita yang rendah, lewat hal ini dapat dikatakan
menjadi refleksi dari kenyataan bahwa sebagian daerah di Indonesia masih belum menikmati
pembangunan ekonomi.

Perbedaan dalam derajat pemerataan provinsi dapat diukur dengan distribusi pendapatan C
menurut kelompok populasi per provinsi. Tingkat ketimpangan dikatakan tinggi jika 40%
penduduk berpendapatan rendah (berpengeluaran rendah), hanya menikmati pendapatan kurang
dari 12% dai seluruh pendapatan. Jika 40% penduduk berpendapatan rendah dapat menikmati
kurang dari 12% sampai dengan 17% dari seluru pendapatan, maka hal ini berarti telah terjadi
ketimpangan sedang. Dan bila 40% penduduk berpendapatan rendah menikmati lebuh dari 17%
dari seluruh pendapatan penduduk, tingkat ketimpangan rendah.

2.3 Prinsip-prinsip Pembiayaan Pemerintah Daerah


1. Dana Cadangan
Dana Cadangan adalah dana yang dibentuk guna membiayai kebutuhan dana yang tidak
dapat dibebankan dalam satu tahun anggaran. Dana Cadangan dibentuk untuk suatu tujuan tertentu
secara spesifik. Pembentukan Dana Cadangan menggunakan rekening terpisah dari rekening kas
daerah (Pembiayaan – Transfer ke Dana Cadangan). Penggunaan Dana Cadangan harus sesuai
tujuan yang telah ditetapan Pemerintah daerah dapat membentuk dana cadangan guna mendanai
kegiatan yang penyediaan dananya tidak dapat sekaligus/sepenuhnya dibebankan dalam satu tahun
anggaran. Pembentukan dana cadangan ditetapkan dengan peraturan daerah. Peraturan daerah

8
mencakup penetapan tujuan pembentukan dana cadangan, program dan kegiatan yang akan
dibiayai dari dana cadangan, besaran dan rincian tahunan dana cadangan yang harus dianggarkan
dan ditransfer ke rekening dana cadangan, sumber dana cadangan dan tahun anggaran pelaksanaan
dana cadangan.
2. Sumber Pendanaan Dana Cadangan
Pembentukan Dana Cadangan Daerah bersumber dari kontribusi tahunan penerimaan
APBD, kecuali dari Dana Alokasi Khusus, Pinjaman Daerah dan Dana Darurat yang berasal dari
Pemerintah. Dengan demikian, pemenuhannya bersumber dari Penerimaan Pendapatan Asli
Daerah (PAD), Dana Alokasi Umum (DAU), dan Bagi Hasil Pajak/Bukan Pajak.
Sumber pendanaan ini sama dengan sumber pendanaan untuk belanja operasional (recurrent
expenditures) sehingga menimbulkan terjadinya persaingan yang lebih ketat dalam
mengalokasikan sumberdaya yang terbatas. Pemda belum diberikan kewenangan untuk
menggunakan “kebijakan fiskal” seperti kebijakan pajak dan retribusi untuk mendanai
program/kegiatan tertentu seperti halnya di negara2 maju. Secara faktual, kebijakan pajak bumi
dan bangunan (PBB) masih ditangani oleh Pusat, meskipun sesungguhnya sangat potensial bagi
pembangunan daerah.
Harus pula dipahami bahwa dana cadangan tidak boleh dibentuk dari pinjaman daerah. Hal
ini tersirat dari pengertian dan tujuan ditariknya pinjaman daerah, yakni untuk mendanai program
dan kegiatan berupa investasi yang menghasilkan aliran kas masuk (cash inflow) dan digunakan
nantinya untuk pelayanan publik. Aliran kas masuk ini nantinya digunakan untuk mendanai
pembayaran pokok pinjaman dan bunga dari pinjaman yang bersangkutan.
3. Pengelolaan Dana Cadangan
Dana cadangan haruslah dikelola dengan baik, sehingga selama masa “penumpukkan”
sampai saat dinilai cukup untuk digunakan dapat lebih produktif. Dalam hal ini, kebijakan harus
diarahkan pada upaya memberdayakan “idle money” dalam bentuk dana cadangan. Batasan tegas
untuk pengelolaan dana cadangan ini adalah bahwa dana tersebut tidak boleh digunakan untuk
tujuan selain yang telah ditetapkan dalam Perda tentang Pembentukan Dana Cadangan. Pengertian
dari kata “digunakan” adalah dijadikan sebagai input (masukan) untuk aktifitas di SKPD/SKPKD
Pemda. Jika dana cadangan belum digunakan maka dapat “diberdayakan” untuk memperoleh hasil
(return) berupa bunga atau dividen. Misalnya, diinvestasikan dalam bentuk deposito, SBI, atau

9
SUN. Namun, hasil yang diperoleh haruslah dimasukkan ke dalam rekening dana cadangan
sebagai penambah dana cadangan tersebut.
 Jenis Dan Jangka Waktu Pinjaman
1. Pinjaman Jangka Pendek
Merupakan Pinjaman Daerah dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun anggaran dan
Kewajiban pembayaran kembali Pinjaman Jangka Pendek yang meliputi pokok pinjaman, bunga,
dan/atau kewajiban lainnya seluruhnya harus dilunasi dalam tahun anggaran yang berkenaan.
2. Pinjaman jangka Menengah
Merupakan pinjaman daerah dalam jangka waktu lebih dari satu tahun anggaran dan
kewajiban pembayaran kembali pinjaman (pokok pinjaman, bunga, dan biaya lain) harus dilunasi
dalam kurun waktu yang tidak melebihi sisa masa jabatan kepala daerah yang bersangkutan.
3. Pinjaman Jangka Panjang
Kewajiban pembayaran kembali Pinjaman Jangka Panjang yang meliputi pokok pinjaman,
bunga, dan/atau kewajiban lain seluruhnya harus dilunasi pada tahun anggaran berikutnya sesuai
dengan persyaratan perjanjian pinjaman yang bersangkutan.
2.4 Sumber-sumber Potensial Pendapatan Suatu Daerah
Penerimaan daerah dalam pelaksanaan desentralisasi terdir atas pendapatan daerah dan
pembiayaan. Pendapatan satu daerah terdiri dari pendapatan asli daerah, dana perimbangan, dan
lain-lain pendapatan, sedangkan pembiayaannya bisa bersumber dari sisa lebih perhitungan
anggara daerah, penerimaan pinjaman daerah, dana cadangan daerah dan hasil penjualan kekayaan
daerah yang dipisahkan. Pembiacaraan selanjutnya meliputi masing-masing komponen dari
pendapatan daerah dan sumber pembiayaan daerah yang berasal dari pinjaman, karena sumber
pembiayaan lainny sudah diangga cukup jelas

1. Pendapatan Asli Daerah (PAD)

Bersumber dari pajak daerah, retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang
dipisahkan, dan lain-lain pendapatan asli daerah yang sah (yang meliputi hasil penjualan kekayaan
daerah yang tidak dipisahkan, jasa giro,pendapatan bunga, keuntungan selisih nilai tkar rupiah
terhadap mata uang asing, dan komisi, potongan, ataupun bentuk lain sebagai akibat dari penjualan
dan/atau pengadaan barang dan/atau jasa oleh Daerah). Dalam upaya meningkatkan PAD,
pemerintah daerah dilarang menetapkan peraturan tentang pendapatan yang menghemat mobilitas

10
penduduk, lalu lintas barang dan jasa antardaerah, dan kegiatan impor/ekspor, sehingga
menyebabkan ekonomi biaya tinggi. Ketentuan mengenai pajak daerah, retribusi daerah, dan hasil
pengrlolaan kekayaan daerah yang dipisahkan dilaksanakan sesuai dengan peratura perundang-
undangan

2. Dana Perimbangan.
Dana perimbangan terdiri atas: (i) dana bagi hasil. (ii) dana alokasi, dan (iii) dana alokasi
khusus, yang jumlahnya ditetapkan setiap tahun anggaran dalam APBN
(i) Dana Bagi Hasil
Dana Bagi Hasil. Dana ini bersumber dari pajak dan sumber daya alam. Dana baginhasil
yang bersumber dari pajak terdiri atas Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), Bea Perolehan Hak atas
Tanah dan Bangunan (BPHTB), dan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 25 dan Pasal 29 Wajib Pajak
Orang Pribadi Dalam Negeri dan PPh Pasal 21 dibagi antara pusat, provinsi dan kabupaten/kota
sebagai pada Tabel 10.1. Sedangkan dana bagi hasil dari sumber daya alam yang berasal dari:
kehutanan, pertambangan umum, perikanan, pertambangan minyak bumi, pertambangan gas bumi,
dan pertambangan gas bumi dibagi sebagai pada Tabel 10.2.

Table 10.1: Pembagian dana bagi hasil dari pajak antar pemerintah

Keterangan Pusat Provinsi Kab/Kota


Penerimaan PBB (-9% bea
9% 16,2% 64,8%
pemungutan)
65%1)
10% dari bagian
- - 35%2)
pemerintah pusat
Penerimaan BPHTB3)
20% 16% 64%
20% dari bagian
- - Rata1)
pemerintah pusat
Penerimaan PPh Ps 25, Ps
29 dan Psl 21 (dilaksanakan 80% 8% 12%
tiap triwulan)

Table 10.2 : Pembagian dana bagi hasil dari sumber daya alam antar pemerintah

Keterangan Pusat Provinsi* Kab/Kota*


Dana bagi hasil dari - - -
kehutanan
-Iuran hak pengusahaan 20% 16% 64%
hutan (IHPH)

11
-Provinsi sumber daya 20% 16% 32%
hutan (PSDH) 32% rata1)
60%2) - 40%3)
-Dana reboisasi
Dana bagi hasil dari - - -
pertamb. Umum 64%
- Penerimaan iuran 20% 16% 32%
tetap
- Royalti 20% 16% 32% lain4)
Dana bagi hasil perikanan:
-Penerimaan pungutan
20% - 80%5)
pengusahaan
-Penerimaan pungutan hasil
Dana bagi hasil minyak 0,5%6)
bumi 84,5% 3% 6% penghasil
(setelah dikurangi pajak)7) 6% lainnya4)
Dana bagi hasil pertam. Gas 0,5%6)
bumi7) 69,5% 6% 12% penghasil
(setelah dikurangi pajak) 12% lainnya 4)
Dana bagi hasil 32% penghasil
20% 16%
pertambangan panas bumi 32% lainnya 4)

Table 10.3: Dana bagi hasil di Indonesia, 2006-2008 (miliar Rupiah)

Keterangan 2006 2007 2008


1. Seluruh kabupaten/kota 41.149 41.807 43.628
(2+3)
2. Dana bagi hasil dari pajak 22.441 21.908 25.628
3. Dana bagi hasil dari sumber 18.708 19.899 18.171
daya alam
4. Seluruh provinsi (5+6) 19.063 19.259 21.067
5. Dana bagi hasil dari pajak 10.281 12.613 13.567
6. Dana bagi hasil dari sumber 8.782 6.646 7.500
daya alam
7. Dana bagi hasil Indonesia 60.212 61.066 64.695
(1+4)
8. Kenaikan per tahun untuk - 1,42% 5,94%
Indonesia

(ii) Dana Alokasi Umum


Jumlah DAU keseluruhan ditentukan sekurang-kurangnya 26% persen dari pendapatan
dalam negeri neto yang ditetapkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN)

12
Jumlah ini adalah untuk seluruh provinsi dan seluruh kabupaten/kota. Dasar untuk menentukan
berapa jumlah DAU yang diterima oleh satu daerah (provinsi,kabupaten/kota) adalah apa yang
disebut celah fiscal dan alokasi dasar. Celah fiscal adalah kebutuhan fiksal dikurangi dengan
kapasitas fiscal, sedangkan alokasi dasar dihitung berdasarkan jumlah gaji Pegawai Negeri Sipil
Daerah
Kebutuhan Fiskal daerah merupakan kebutuhan pendanaan daerah untuk melaksanakan
fungsi layanan dasar umum. Setiap kebutuhan pendanaan diukur secara berturut-turut dengan
jumlah penduduk, luas wilayah, indeks kemahalan kontruksi, produk domestik regional bruto per
kapita, dan indeks pembangunan manusia. Kapasitas fiscal daerah merupakan sumber pendanaan
daerah yang berasal dari PAD dan dana bagi hasil. Proporsi DAU antara daerah provinsi dan
kabupaten/kota ditetapkan berdasarkan rasio kewenagan antara provinsi dan kabupaten/kota. DAU
atas dasar celah fiskal untuk satu daerah provinsi yang bersangkutan dengan jumlah DAU seluruh
daerah provinsi. Bobot daerah provinsi merupakan perbandingan antara celah fiskal daerah
provinsi yang bersangkutan dan total celah berlaku juga untuk daerah kabupaten/kota
Daerah yang memiliki nilai celah fiskal sama dengan nol (kebutuhan fiskalnya=kapasitas
fiskalnya) menerima DAU sebesar alokasi dasar. Daerah yang memiliki nilai celah fiskal negative
dan nilai negatif tersebut lebih kecil dari alokasi dasar menerima DAU sebesar alokasi daerah
setelah dikurangi nilai celah fiskal. Daerah yang memiliki nilai celah fiskal negatif dan nilai negatif
tersebut sama atau lebih bsar dari alokasi dasar tidak menerima DAU

Tabel 10.4: DAU Provinsi dan kabupaten/kota di Indonesia, 2006-2008 (miliar Rp)

Keterangan 2006 2007 2008


Seluruh provinsi 14.571 16.478 17.825
Seluruh kabupaten/kota 128.898 148.956 158.758
Jumlah seluruh DAU 143.469 165.434 176.583
(Indonesia)
Kenaikan untuk Indonesia - 15,31% 6,74%

(iii) Dana Alokasi Khusus (DAK)


Dialokasikan kepada daerah tertentu yang ditetapkan setiap tahun dalam APBN untuk
mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan daerah dan sesuai dengan fungsi yang telah
ditetapkan dalam APBN. Pemerintah pusat menetapkan kriteria DAK yang meliputi kreteria umu,
criteria khusus, dan kreteria teknis. Kriteria umum ditetapkan dengan mempertimbangkan

13
kemampuan keuangan daerah dalam APBN. Kriteria khusus ditetapkan dengan
mempertimbangkan peraturan perundang-undangan dan karakteristik daerah. Dan criteria teknis
ditetapkan oleh kementrian Negara/dapertemen teknis. Daerah penerimaan DAK wajib
menyediakan dana pendamping sekurang-kurangnya 10% dari alokasi DAK. Dana pendamping
tersebut dianggarkan dalam APBN. Daerah dengan kemampuan fiskal tertentu tidak diwajibkan
menyediakan dana pendamping.

Tabel 10.5: DAK provinsi dan kabupaten di Indonesia, 2006-2008 (miliar Rp)

Keterangan 2006 2007 2008


Seluruh provinsi 20 775 1.491
Seluruh kabupaten/kota 11.773 16.976 20.407
Jumlah seluruh DAK 11.793 17.751 21.898
(Indonesia)
Kenaikan untuk - 50,52% 23,36%
Indonesia

3. Lain-lain Pendapatan
Lain-lain Pendapatan terdiri atas pendapatan hibah dn pendapatan dana darurat.
Pendapatan hibah merupakan bantuan yang tidak mengikat. Hibah kepada daerah yang bersumber
dari luar negeri dilakukan melalui pemerintah pusat. Hibah dituangkan dalam satu naskah
penjanjian antara pemerintah daerah dan pemberi hibah. Hibah digunakan sesuai dengan naskah
perjanjian. Tata cara emberian, penerimaan, dan penggunaan hibah, baik dari dalam negeri maupn
luar negeri diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pemerintah mengalokaskan dana darurat yang berasalah dari APBN untuk keperluan
mendesak yang diakibatkan oleh bencana nasional dan/atau peristiwa luar biasa yang tidak dapat
ditanggunglangi oleh daerah dengan menggunakan suber APBD. Keadaan yang dapat digolongkan
sebagai bencana nasional dan/atau peristiwa luar biasa ditetapkan oleh pada daerah yang
dinyatakan mengalami kriris solvabilitas. Daerah dinyatakan mengalami krisis solvabilitas
berdasarka evaluasi pemerintah sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Krisis solvabilitas
ditetapkan oleh pemerintahan setlah berkonsultasi dengan Dewan Perwakilan Rakyat

Tabel 10.6: Dana lain-lain yang sah di Indonesia, 2006-2008 (miliar Rp)

Keterangan 2006 2007 2008


1. Seluruh provinsi 5.166 6.314 7.316

14
2. Seluruh kabupaten/kota 2.693 20.125 18.602
3. Indonesia (jumlah) 7.859 26.439 25.918
4. Pertumbuhan untuk - 236,42% -1,97%
Indonesia

2.5 Sumber Pendapatan Daerah yang Berasal dari Pinjaman


Pinjaman daerah adalah sebuah transaksi yang mengakibatkan pemerintah daerah
menerima sejumlah uang atau menerima manfaat yang bernilai uang dari pihak lain sehingga
pemerintah daerah tersebut dibebani kewajiban untk membayar kembali. Pemerintah pusat yang
dalam hal ini Menteri Keuangan menetapkan batas maksimal kumulatif pinjaman pemerintah dan
pemerintah daerah dengan memperhatikan hal berikut:
 Keadaan dan perkiraan perkembangan perekonomian niasional
 Tidak melebihi 60% dari Produk Domestik Bruto tahun bersangkutan
Penetuan atas maksmal tersebut dilakukan selambat-lambatnya bulan Agustus untuk tahun
anggaran berikutnya, dan harus sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Daerah tidak dapat
melakukan pinjaman langsung kepada pihak luar negeri, dan pelanggan terhadapnya dikenakan
sanksi administratif berupa penundaan dan/atau pemotongan atas penyaluran dana perimbangan
oleh Menteri Keuangan. Sumber pinjaman. Pinjaman daerah dapat bersumber dari pemerintah
pusat, pemerintah daerah lain, lembaga keuangan bank dan non bank, serta masyarakat
Pinjaman daerah yang bersumber dari pemerintah pusat dananya bisa dari dalam negeri
atau luar negeri. Pinjaman pemerintah pusat yang dananya berasal dari luar negeri dapat
dinyatakan dalam mat uang rupiah atau mata uang asing melalui perjanjian penerusan pinjaman
kepada pemerintah daerah antara Menteri Keuangan dan Kepala Daerah yang bersangkutan.
Pinjaman daerah yang berasal dari pemerintah daerah lainnya, lembaga keuangan bank dan bukan
dapat dilaksanakan berdasarkan kesepakatan kedua belah pihak, sedangkan yang bersumber dari
masyarakat berupa obligasi daerah diterbitkan melalui pasar modal.

Jangka Waktu dan Pengangguran Pinjaman. Pinjaman daerah mungkin berupa:


1. Pinjaman jangka pendek, yang merupakan pinjaman daerah dalam jangka waktu kurang atau
sama dengan satu tahun anggaran dan kewajiban pembayaran kembali pinjaman yang meliputi
pokok pinjaman, bunga, dan biaya lain seluruhnya harus dilunasi dalam tahun anggaran yang

15
bersangkutan. Pinjaman jangka pendek ini hanya dapat dipergunakan untuk menutup
kekurangan arus kas dan dapat dilaksanakan tanpa minta persetujuan DPRD.
2. Pinjaman jangka menengah, yang merupakan pinjaman daerah dalam jangka waktu lebih dari
satu tahun anggaran dan kewajiban pembayaran kembali pinjaman yang meliputi pokok
pinjaman, bunga, dan biaya lain harus dilunasi dalam kurun waktu yang tidak melebihi sisa
masa jabatan kepala daerah yang bersangkutan. Pinjaman jenis ini dipergunakan untuk
membiayai penyediaan layanan umum yang tidak menghasilkan penerimaan dan harus
mendapatkan persetujuan DPRD sebelumnya.
3. Pinjaman jangka panjang, merupakan pinjaman daerah dalam jangaka waktu lebih dari satu
tahun anggaran dan kewajiban pembayaran kembali pinjaman yang meliputi pokok pinjaman,
bunga, dan biaya lain harus dilunasi pada tahun-tahun anggaran berikutnya sesuai dengan
persyaratan perjanjian pinjaman yang bersangkutan. Pinjaman jenis ini dipergunakan untuk
membiayai proyek investasi yang menghasilkan penerimaan dan harus mendapatkan
persetujuan DPRD sebelumnya.
Persyaratan pinjaman. Pemerintah daerah yang ingin mendapatkan pinjaman harus
memperhatikan beberapa ketentuan dan persyaratan, yakni:
1. Pendapatan daerah dan/atau barang milik daerah, serta pinjaman dari pihak lain tidak boleh
dipakai sebagai jaminan;
2. Pemerintah derah yang bersangkutan tidak mempunyai tunggakan atas pengembalian
pinjaman yang berasal dari pemerintah pusat.
3. Jumlah sisa pinjaman daerah ditambah jumlah pinjaman yang akan ditarik tidak melebihi 75%
(tujuh puluh lima persen) dari jumlah penerimaan umum APBD tahun sebelumnya;
4. Rasio kemampuan keuangan daerah untuk mengembalikan pinjaman ditetapkan oleh
pemerintah pusat; dan Oblogasi daerah. Pemerintah daerah dapat menerbitkan obligasi daerah
dalam mata uang rupiah di pasar modal domestik yang nilai nominalnya pada saat jatuh tempo
sama dengan nilai nominalnya pada saat diterbitkan. Proyek yang dibiayai dari obligasi daerah
beserta barang milik daerah yang melekat dalam proyek tersebut dapat dijadikan jaminan untuk
obligasi daerah yang akan dikeluarkan. Pemerintah pusat tidak menjamin obligasi daerah.
Prosedur dan pengelolaan penertiban obligasi daerah. Penerbitan obligasi daerah
ditetapkan dengan peraturan daerah, di mana ditentukan bahwa kepala daerah terlebih dahulu harus
mendapatkan persetujuan DPRD dan dari pemerintah pusat. Persetujuan tersebut hanya diberikan

16
atas nilai bersih maksimal obligasi daerah yang akan diterbitkan pada saat penetapan APBD. Nilai
tersebut harus telah meliputi pembayaran semua kewajiban bunga dan pokok yang timbul sebagai
akibat penerbitan obligasi daerah dimaksud.
Penerbitan obligasi daerah wajib mengikuti peraturan perundang-undangan di bidang pasar
modal, yang antara lain harus mencantumkan:
a. nilai nominal;
b. tanggal jatuh tempo;
c. tanggal pembayaran bunga;
d. tingkat bunga (kupon);
e. frekuensi pembayaran bunga;
f. cara perhitungan pembayaran bunga
g. ketentuan tentang hak untuk membeli kembali obligasi daerah sebelum jatuh tempo; dan
h. ketentuan tentang pengalihan kepemilikan.
Pengelolaan obligasi daerah diselenggarakan oleh kepala daerah yang sekurang-kurangnya
meliputi:
a. penetapan strategi dan kebijakan pengelolaan obligasi daerah termasuk kebijakan
pengendalian risiko;
b. perencanaan dan penetapan struktur portofolio pinjaman daerah;
c. penerbitan obligasi daerah;
d. penjualan obligasi daerah melalui lelang;
e. pembelian kembali obligasi daerah sebelum jatuh tempo;
f. pelunasan pada saat jatuh tempo; dan
g. pertanggungjawaban.
Hasil penjualan obligasiderah dan peruntukannya. Pemerintah daerah dapat
mengeluarkan obligasi daerah untuk membiayai investasi sektor publik yang menghasilkan
penerimaan dan memberikan manfaat bagi masyarakat. Penerimaan dari investasi sektor publik
yang dibiayai melalui obligasi daerah digunakan untuk membiayai kewajibanbunga dan pokok
obligasi daerah terkait dan sisanya disetorkan ke kas daerah. Dana untuk membayar bunga dan
pokok pinjaman disediakan dalam APBD setiap tahun sampai dengan berakhirnya kewajiban
tersebut. Dalam hal pembayaran bunga dimaksud melebihi perkiraan dana yang disediakan,

17
Kepala Daerah melalukan pembayaran dan menyampaikan realisasi pembayaran tersebut kepada
DPRD dalam pembahasan Perubahan APBD.
Pelaporan dan Sanksi. Seluruh kewajiban pinjaman daerah yang jatuh tempo wajib
dianggarkan dalam APBD tahun anggaran yang bersangkutan dan pemerintah daerah wajib
melaporkan posisi kumulatif pinjaman dan kewajiban pinjaman kepada pemerintah pusat setiap
semester dalam tahun anggaran berjalan. Kalau laporan tersebut tidak dibuat, pemerintah pusat
dapat menunda penyaluran dana perimbangan yang menjadi hak pemerintah daerah yang
bersangkutan. Sedangkan kalau pemerintah daerah tidak memenuhi kewajiban membayar
pinjaman kepada pemerintah pusat, kewajiban membayar pinjaman tersebut diperhitungkan
dengan DAU dan/atau Dana Bagi Hasil dari penerimaan negara yang menjadi hak pemerintah
daerah yang bersangkutan. Ketentuan lebih lanjut mengenai pinjaman daerah termasuk obligasi
daerah diatur dengan Peraturan Pemerintah.

18
BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan
Pembangunan Daerah merupakan suatu usaha yang sistematik dari berbagai pelaku untuk
menghadapi saling ketergantungan dan keterkaitan di berbagai aspek sehingga peluang baru untuk
meningkatkan kesejahteraan masyarakat daerah dapat ditangkap secara berkelanjutan. Otonomi
daerah merupakan upaya untuk mewujudkan tercapainya salah satu tujuan negara, yaitu
peningkatan kesejahteraan masyarakat melalui pemerataan pelaksanaan pembangunan dan hasil-
hasilnya. Salah satu konsekuensi dari pelaksanaan otonomi daerah yakni adanya kebijakan
desentralisasi fiskal. Masalah pokok dalam pembangunan daerah berada pada penekanan terhadap
kebijakan-kebijakan pembangunan yang berdasarkan pada kekhasan daerah yang bersangkutan
(endogenous development).

19
DAFTAR PUSTAKA

Nehen, Ketut. 2016. Perekenomian Indonesia. Denpasar:Udayana University Press

https://www.bi.go.id/id/publikasi/jurnal-
ekonomi/Documents/YesiHSupartoyoJenTatuhReckyHESendouw.pdf. (diakses pada tanggal 30
Agustus 2018)

http://komunikasi.unsoed.ac.id/sites/default/files/Shinta%20Prastyanti.pdf. (diakses pada tanggal


30 Agustus 2018)

http://e-journals.unmul.ac.id/index.php/JParadigma/article/download/339/300. (diakses pada


tanggal 30 Agustus 2018)

http://repository.uin-suska.ac.id/4115/3/BAB%20II.pdf (diakses pada tanggal 30 Agustus 2018)

20

Anda mungkin juga menyukai