Anda di halaman 1dari 5

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Di era globalisasi, remaja dihadapkan pada kondisi sistem nilai yang telah terkikis oleh
sistem nilai asing yang bertentangan dengan nilai moral dan agama, salah satunya adalah
hubungan seks di luar nikah telah dianggap sebagai suatu kewajaran. Sedangkan pelepasan
tanggung jawab kehamilan bisa diatasi dengan aborsi.
Indonesia yang mayoritas penduduknya muslim menunjukkan gejala memprihatinkan
bahwa pelaku aborsi jumlahnya cukup signifikan. Frekuensi aborsi sulit dihitung secara
akurat, karena sangat sering terjadi tanpa dilaporkan kecuali jika terjadi komplikasi, sehingga
perlu perawatan di rumah sakit. Akan tetapi, berdasarkan perkiraan dari BKBN, ada sekitar
2.000.000 kasus aborsi yang terjadi setiap tahunnya di Indonesia.
Menurut Potter&Perry (2010), setengah dari kehamilan di Amerika Serikat adalah tidak
direncanakan; sebagian besar kehamilan yang tidak direncanakan terjadi pada remaja,
wanita berusia di atas 40 tahun, dan wanita Afrika-Amerika yang berpenghasilan rendah.
Hampir setengah dari kehamilan yang tidak diharapkan berakhir dengan aborsi.
Sementara itu, kendati dilarang, baik oleh KUHP, UU, maupun fatwa MUI atau majelis
tarjih Muhammadiyah, praktik aborsi (pengguguran kandungan) di Indonesia tetap tinggi
dan mencapai 2,5 juta kasus setiap tahunnya dan sebagian besar dilakukan oleh para
remaja. Hal ini disebabkan oleh kurangnya pendidikan tentang sex dan pergaulan bebas
serta dampaknya, baik dari segi kesehatan maupun social kepada masyarakat khususnya
remaja. Selain itu, pengawasan orang tua juga memiliki peran yang sangat penting dalam
menghindari hal-hal yang tidak diinginkan seperti kehamilan yang tidak diinginkan yang
merupakan akibat dari pergaulan bebas tersebut yang tidak sedikit berakhir dengan
tindakan aborsi.
Aborsi atau pengguguran kandungan seringkali identik dengan hal-hal negatif bagi
orang-orang awam. Bagi mereka, aborsi adalah tindakan dosa, melanggar hukum dan
sebagainya. Namun, sebenarnya tidak semua aborsi merupakan tindakan yang negatif
karena ada kalanya aborsi dianjurkan oleh dokter demi kondisi kesehatan ibu hamil yang
lebih baik. Dalam makalah ini kami akan membahas tentang aborsi ditinjau dari sudut
pandang etika, hukum positif dan hukum Islam.

B. Tujuan Umum
1. Mengetahui pengertian aborsi
2. Mengetahui faktor yang mendorong terjadinya aborsi
3. Mengetahui dampak atau resiko yang ditimbulkan dari aborsi
4. Mengetahui aborsi menurut etika budaya
5. Mengetahui aborsi menurut hukum positif (UUD/KUHP)
6. Mengetahui aborsi menurut hukum Islam.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian Aborsi
Aborsi menurut pengertian medis adalah mengeluarkan hasil konsepsi atau
pembuahan, sebelum janin dapat hidup di luar tubuh ibunya. Secara lebih spesifik,
Ensiklopedia Indonesia memberikan pengertian aborsi sebagai berikut: “Pengakhiran
kehamilan sebelum masa gestasi 28 minggu atau sebelum janin mencapai berat 1.000
gram.” Dalam pengertian lain menyatakan, aborsi adalah pengeluaran hasil konsepsi pada
usia kehamilan kurang dari 20 minggu atau berat janin kurang dari 500 gram. Aborsi sebagai
suatu proses pengakhiran hidup dari janin sebelum diberi kesempatan untuk bertumbuh
(Kapita Seleksi Kedokteran, Edisi 3, halaman 260).

B. Pembagian dan Macam Aborsi

Aborsi tidak terbatas pada satu bentuk, tetapi aborsi mempunyai banyak macam dan
bentuk, sehingga untuk menghukuminya tidak bisa disamakan dan dipukul rata. Diantara
pembagiaan Aborsi adalah sebagai berikut :

Dalam Kamus Bahasa Indonesia disebutkan bahwa makna Aborsi adalah pengguguran.
Aborsi ini dibagi menjadi dua :
1. Aborsi Kriminalitas adalah aborsi yang dilakukan dengan sengaja karena suatu alasan dan
bertentangan dengan undang-undang yang berlaku.
2. Aborsi Legal, yaitu Aborsi yang dilaksanakan dengan sepengetahuan pihak yang
berwenang.

Menurut dunia kedokteran Aborsi dibagi menjadi dua juga :


1. Aborsi spontan ( Abortus Spontanea ), yaitu aborsi secara tidak sengaja dan
berlangsung alami tanpa ada kehendak dari pihak-pihak tertentu. Masyarakat mengenalnya
dengan istilah keguguran. Abortus spontanea merupakan abortus yang berlangsung tanpa
tindakan/pengeluaran janin secara spontan sebelum janin dianggap mampu bertahan hidup.
2. Aborsi buatan ( Aborsi Provocatus ), yaitu aborsi yang dilakukan secara sengaja
dengan tujuan tertentu. Aborsi buatan/ sengaja Abortus Provocatus Criminalis adalah
pengakhiran kehamilan sebelum usia kandungan 20 minggu atau berat janin kurang dari 500
gram sebagai akibat tindakan yang disengaja dan disadari oleh calon ibu maupun pelaksana
aborsi (dalam hal ini dokter, bidan atau dukun beranak). Aborsi Provocatus ini dibagi menjadi
dua :
a. Jika bertujuan untuk kepentingan medis dan terapi serta pengobatan, maka disebut
dengan Abortus Profocatus Therapeuticum. Aborsi terapeutik / Abortus Provocatus
therapeuticum adalah pengguguran kandungan buatan yang dilakukan atas indikasi medik.
Sebagai contoh, calon ibu yang sedang hamil tetapi mempunyai penyakit darah tinggi
menahun atau penyakitjantung yang parah yang dapat membahayakan baik calon ibu
maupun janin yang dikandungnya. Tetapi ini semua atas pertimbangan medis yang matang
dan tidak tergesagesa.
b. Jika dilakukan karena alasan yang bukan medis dan melanggar hukum yang berlaku, maka
disebut Abortus Profocatus Criminalis

C. Penyebab Tindakan Aborsi

Setiap tindakan pasti ada yang menyebabkannya. Berikut beberapa penyebab aborsi
dilakukan :
1. Umur
2. Incest (hubungan seks sedarah) seperti tindak pemerkosaan yang dilakukan oleh ayah
kepada anaknya.
3. Kehamilan tak diinginkan (KTD) seperti hamil diluar nikah
4. Paritas ibu
5. Adanya penyakit kronis atau indikasi medis
6. Aktivitas seksual di usia muda
7. Kurangnya pengetahuan tentang dampak aborsi
8. Perspektif sosiokultural dan agama
9. Tingkat pendidikan tentang seksual dan kesehatan reproduksi rendah
10. Kurangnya kesadaran masyarakat akan dampak dari aborsi yang tidak aman

D. Resiko Aborsi

Aborsi memiliki resiko yang tinggi terhadap kesehatan maupun keselamatan seorang
wanita. Tidak benar jika dikatakan bahwa jika seseorang melakukan aborsi ia “tidak
merasakan apa-apa dan langsung boleh pulang”. Ini adalah informasi yang sangat
menyesatkan bagi setiap wanita, terutama mereka yang sedang kebingungan karena tidak
menginginkan kehamilan yang sudah terjadi.

Ada 2 macam resiko kesehatan terhadap wanita yang melakukan aborsi:


1. Resiko kesehatan dan keselamatan secara fisik
Pada saat melakukan aborsi dan setelah melakukan aborsi ada beberapa resiko yang
akan dihadapi seorang wanita, seperti yang dijelaskan dalam buku “Facts of Life” yang ditulis
oleh Brian Clowes, Phd yaitu:
a. Kematian mendadak karena pendarahan hebat
b. Infeksi serius disekitar kandungan
c. Kerusakan leher rahim (Cervical Lacerations) yang akan menyebabkan cacat pada anak
berikutnya.
d. Kanker payudara (karena ketidakseimbangan hormon estrogen pada wanita)
e. Kanker indung telur (Ovarian Cancer)
f. Kanker leher rahim (Cervical Cancer)
g. Kanker hati (Liver Cancer)
h. Kelainan pada placenta/ari-ari (Placenta Previa) yang akan menyebabkan cacat pada anak
berikutnya dan pendarahan hebat pada saat kehamilan berikutnya.
i. Beresiko menjadi mandul/tidak mampu memiliki keturunan lagi (Ectopic Pregnancy)
j. Infeksi rongga panggul (Pelvic Inflammatory Disease)
k. Infeksi pada lapisan rahim (Endometriosis)
2. Resiko gangguan psikologis
Proses aborsi bukan saja suatu proses yang memiliki resiko tinggi dari segi kesehatan
dan keselamatan seorang wanita secara fisik, tetapi juga memiliki dampak yang sangat hebat
terhadap keadaan mental seorang wanita.
Gejala ini dikenal dalam dunia psikologi sebagai “Post-Abortion Syndrome” (Sindrom
Pasca-Aborsi) atau PAS. Gejala-gejala ini dicatat dalam “Psychological Reactions Reported
After Abortion” di dalam penerbitan The Post-Abortion Review (1994). Pada dasarnya
seorang wanita yang melakukan aborsi akan mengalami hal-hal seperti berikut ini:
a. Kehilangan harga diri
b. Merasa diasingkan atau dijauhi dari masyarakat
c. Mimpi buruk berkali-kali mengenai bayi
d. Ingin melakukan bunuh diri
e. Mulai mencoba menggunakan obat-obat terlarang
f. Tidak bisa menikmati lagi hubungan seksual

Diluar hal-hal tersebut diatas para wanita yang melakukan aborsi akan dipenuhi
perasaan bersalah yang tidak hilang selama bertahun-tahun dalam hidupnya. Rasa bersalah
tersebut dapat menyebabkan stres psikis atau emosional, yaitu stres yang disebabkan
karena gangguan situasi psikologis (Hidayat, 2007).

E. Aborsi Menurut Etika

Perusahaan riset Internasional Synovate atas nama DKT Indonesia melakukan penelitian
terhadap perilaku seksual remaja berusia 14-24 tahun yang dilakukan terhadap 450 remaja
dari Medan, Jakarta, Bandung dan Surabaya. Terungkap bahwa 64% remaja mengakui secara
sadar melakukan hubungan seks pranikah dan telah melanggar nilai-nilai dan norma agama.
Tetapi, kesadaran itu ternyata tidak mempengaruhi perbuatan dan prilaku seksual mereka.
Alasan para remaja melakukan hubungan seksual tersebut adalah karena semua itu terjadi
begitu saja tanpa direncanakan.

Hasil penelitian juga memaparkan para remaja tersebut tidak memiliki pengetahuan
khusus serta komprehensif mengenai seks. Informasi tentang seks (65%) mereka dapatkan
melalui teman, Film Porno (35%), sekolah (19%), dan orangtua (5%). Dari persentase ini
dapat dilihat bahwa informasi dari teman lebih dominan dibandingkan orangtua dan guru,
padahal teman sendiri tidak begitu mengerti dengan permasalahan seks ini, karena dia juga
mentransformasi dari teman yang lainnya.

Kurang perhatian orangtua, kurangnya penanaman nilai-nilai agama berdampak pada


pergaulan bebas dan berakibat remaja dengan gampang melakukan hubungan suami istri di
luar nikah sehingga terjadi kehamilan dan pada kondisi ketidaksiapan berumah tangga dan
untuk bertanggung jawab terjadilah aborsi. Seorang wanita lebih cendrung berbuat nekat
(pendek akal) jika menghadapi hal seperti ini.
Pada zaman modern sekarang ini, remaja sedang dihadapkan pada kondisi sistemsistem
nilai, dan kemudian sistem nilai tersebut terkikis oleh sistem nilai yang lain yang
bertentangan dengan nilai moral dan agama. Seperti model pakaian (fashion), model
pergaulan dan film-film yang begitu intensif remaja mengadopsi kedalam gaya pergaulan
hidup mereka termasuk soal hubungan seks di luar nikah dianggap suatu kewajaran.

Beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya pergaulan bebas dikalangan remaja


yaitu faktor agama dan iman; faktor Lingkungan seperti orangtua, teman, tetangga dan
media; pengetahuan yang minim ditambah rasa ingin tahu yang berlebihan; dan perubahan
zaman. Dengan demikian tindakan aborsi merupakan tindakan yang melanggar nilai-nilai
etika, baik ditinjau dari segi etika budaya/ etika bermasyarakat, etika hukum maupun etika
agama. Oleh karena itu perilaku semacam ini harus dihindari bahkan dijauhi dari seluruh
lapisan masyarakat, meskipun dalam kondisi tertentu diperbolehkan.

Anda mungkin juga menyukai