Anda di halaman 1dari 7

Tugas Resume

HIPOTESIS SATU GEN SATU POLIPEPTIDA

Disusun Untuk Memenuhi Mata Kuliah Genetika II


Yang Di Bimbing Oleh Prof. H. Agr. M. Amin, M.Si dan Andik Wijayanto, S.Si,
M.Si

Disusun oleh :
Kelompok 2 / Offering H / 2015
Monica Feby Zelvia 150342604927
Rendhika Farah A.P 150342605471

UNIVERSITAS NEGERI MALANG


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
JURUSAN BIOLOGI
2017
Ulasan: Hipotesis Satu gen satu polipeptida
Pada tahun 1902, A. Garrod mengusulkan kesalahan bawaan lahir dari
metabolisme” dalam hubungan dengan kelainan pewarisan sifat fisiologi diantara
manusia sejak saat itu lebih jelas diketahui bahwa dalam hubungan apapun antara
gen dan enzim, bahkan jalannya penyelesaian masalah tentang bagaimana suatu
kontrol gen sifat fenotipik dari organisme, penelitian genetik sebelumnya terkait
dengan hubungan antara gen dan enzim terbongkar konsep” hipotesis satu gen satu
enzim” yang kemudian direvisi menjadi “hipotesis satu gen satu polipetida”.
Hipotesis Satu gen satu enzim
Seperti yang dinyatakan sebelumnya, hubungan antara gen dan enzim telah
terbongkar sejak publikasi A. Garrod. Satu dari beberapa kelainan manusia
dilaporkan oleh A. Garrod yang secara bersamaan ditunjukkan hubungan antara gen
dan enzim disebut alkaptonuria. Alkaptonuria menderita radang sendi dan produksi
urin berwarna hitam pada paparan udara. Mereka mengekskresikan dalam jumlah
besar urin dalam jumlah besar urin asam homogentisic tiap harinya. Garrod
berpendapat alkaptonuria dikarenakan karena terdapat hambatan biokimia saat
proses metabolisme. Individu normal dapat memetabolisme asam homogentisic
untuk produk pemecahannya, tetapi tidak untuk alkaptonuris.
Karena itu berpendapat bahwa alkaptonuris harus kekurangan enzim yang
memetabolisme asam homogentisic. Garrod mengusulkan penjelasan serupa untuk
tiga kelainan turunan manusia lainnya tergolong pada kesalaah metabolisme
bawaan lahir.
Banyak reaksi biokimia lainnya dari berbagai faktor kelainan turunan
fisiologi pada manusia menunjukkan hubungan antara gen dan enzim. Kelainan
mereka yaitu phenylketonurea (PKU), Lesh-Nyhan Syndrome, dan Tay Sach
Disease.

George W B dan Edward Tatum L. Yang bekerja dengan Neurospora crasa


telah berhasil mengungkap hubungan antara gen dan enzim. Berdasarkan hasil
penelitian mereka pada tahun 1941, Beadledan Tatum
menemukan rumus terkenal untuk menunjuk hubungan sebagai “hipotesis satu gen
satu enzim”, yang membawa meraka menerima penghargaan Nobel pada tahun
1958. Rumus tersebut menjelaskan bahwa sintesis enzim dikendalikan oleh
gen. Semua diagram langkah-langkah proses kerja dari Beadle dan Tatum pada
N.crasssa.
Contoh yang diusulkan dari model reaksi biokimia yaitu reaksi biokimia
yang mengarah pada sintesis arginin pada N.crassa mulai dari substrat N-
Acetylornithine. G.W. Beadle dan Boris Ephrussi juga melakukan penelitian
eksperimental pada Drosophila dan Diptera lain yang menunjukkan kesimpulan
yang sama seperti yang diperoleh dalam penelitian menggunakan N. crassa.
Implantasi dari larva vermilion (v) ditransplantasikan ke dalam larva wild
type/tipe liar (+) akan menghasilkan mata wild type, dikarenakan difusi zat tertentu
dari jaringan di sekitarnya yang mendukung pigmen wild type/tipe liar.
Selanjutnya, implantasi dari larva vermilion (v) ditransplanstasikan menjadi larva
cinnabar (cn) akan mengembangkan mata wild type/tipe liar itu diusulkan bahwa
zat tertentu yang dibutuhkan dari jaringan cinnabar masuk ke dalam implan merah
memproduksi mata wild type/tipe liar. Di sisi lain, implan dari cinnabar (cn)
ditransplantasikan menjadi larva vermilion (v) akan terus menerus
mengembangkan mata cinnabar, karena tidak ada zat tertentu yang diperlukan dari
jaringan merah (vermilion) masuk ke dalam implan cinnabar memproduksi mata
wild type. Pada umumnya eksperimen transplantasi mengindikasikan bahwa
sintesis pigmen mata penghentian proses biokimia menghasilkan pigmen mata
merah terang terjadi sebelum penghentian proses biokimia yang menghasilkan
pigmen mata cinnabar.
Hipotesis satu gen satu polipeptida
Pada tahun 1949, James V. Need dan E.A Beet mengemukakan mengenai
pemyakit sickle-cell anemia. Hal tersebut disarankan bahwa ketidakfungsian yang
diakibatkan oleh gen mutan yang homozigot pada individu dengan sickle-cell
anemia, tetapi heterozigot pada seseorang dengan pembawa sifat sickle-cell. Pada
tahun yang sama, Linus Pauling dan tiga pekerjanya mengamati bahwa hemoglobin
normal seseorang dan sickle-cell anemia dapat dibedakan dengan jelas dengan
membedakan kebiasaan mereka pada medan elektrik.
Hemoglobin A, yang paling umum dari hemoglobin pada orang dewasa
manusia, terdiri dari empat rantai polipeptida, dua rantai α identik dan dua rantai β
identik (α 2 β 2). Pada tahun 1957, vernon menunjukkan bahwa hemoglobin sel
normal dan sel sabit memiliki rantai α identik namun rantai β berbeda pada asam
amino keenam tepatnya. Asam amino keenam dari rantai β hemoglobin normal
adalah asam glutamat, sedangkan sel sabit hemoglobin adalah valin. Dengan
demikian, dapat disimpulkan bahwa gen bagaimanapun harus menentukan urutan
asam amino polipeptida.
Rantai polipeptida α dan β sehingga protein hemoglobin
A ditentukan oleh gen terpisah. Protein lain dan enzim (meskipun tidak
semua) terdiri dari dua atau lebih rantai polipeptida yang dikodekan oleh gen yang
berbeda juga. Karena itu Ingram diusulkan bahwa hipotesis satu
gen satu enzim terbukti kurang tepat dan layak untuk diganti hipotesis satu gen -
satu polipeptida (Ayala & kiger, 1984) dinyatakan lebih lanjut bahwa pada
tingkat ekspresi gen mantan, setiap gen memiliki fungsi tunggal
saja, yaitu kode untuk satu polipeptida.
Memberikan informasi tersebut ditunjukkan, jelas terlihat bahwa beberapa
polipeptida disintesis akan berupa protein jika terdiri lebih dari
satu polipeptida (satu jenis atau lebih dari satu jenis polipeptida).
Sarin (1985) menjelaskan bahwa protein terdiri lebih dari satu jenis polipeptida,
masing-masing polipeptida yang disintesis secara individual di bawah kendali gen
sparate, dan setelah sintesis polipeptida setiap protein merupakan hasil akhir.

Invensi Lain pada Hubungan Relasi Antara Gen dan Sintesis Polipeptida

Invensi lain akan hadir untuk memfasilitasi kita dalam mengevaluasi


ketepatan hipotesis satu gen satu sintesis polipeptida. Invensi ini dibatasi pada level
ekspresi gen hingga sintesis polipeptida.
a. Pengaturan Ulang Gen
DNA dari beberapa organisme eukariotik dalam secara langsung diatur
ulang susunan gennya pada tingkat ekspresi gen. Organisme eukariotik memiliki
beberapa mekanisme untuk mengatur ulang segmen tertentu dari DNA mereka
dalam proses pengontrolan seperti penambahan gen tertentu apabila diperlukan.
Contohnya pada sel limfosit B manusia, dimana DNA berpotensi mampu
berdiferensiasi untuk memproduksi berbagai macam immunoglobulin melalui
proses pengaturan ulang gen. Proses tersebut akan menghasilkan perubahan protein
pada rantai ringan maupun rantai berat dari immunoglobulin. Pengaturan ulang gen
nampak pada level ekspresi gen ke fenotipe. Setiap perubahan satu fenotip
mengindikasikan bahwa dalam proses pengekspresiannya terdapat satu polipeptida
yang juga telah berubah.
b. Transkrip Splicing dari Gen mRNA
Gen koding mRNA dari organisme eukariotik diketahui memiliki sekuen
intervening yang berbeda dengan prokariotik. Faktanya gen tRNA maupun rRNA
juga memiliki sekuen intervensi, yang dikenal dengan sebutan sekuen non-koding
(intron). Sementara sekuen koding disebut ekson. Pada prokariotik, mRNA’nya
tersusun dari dua bagian sekuen tersebut dimana akan diproses kembali melalui
proses splicing.
Transkrip exon melalui splicing terjadi melalui beberapa jalur. Contohnya
pada transkrip ekson dari pengkodean mRNA preprotachykinin. Transkrip splicing
tidak hanya melibatkan satu tipe polipeptida untuk menghasilkan molekul mRNA
prekursor. Inisial prekursor akan diproses menjadi dua tipe mRNA
preprotachykinin yang berbeda. Keduanya akan ditranslasikan dan menghasilkan
dua tipe protein neuropeptida yang disebut P (dominan pada jaringan saraf) dan K
(dominan pada intestinal dan kelenjar tiroid), yang merupakan komponen sistem
saraf sensorik yang disebut tachykinin.
Pada satu kasus, transkrip ekson K selama prosesnya dihasilkan pada α-PPT
mRNA yang mentranslasikan neuropeptide P saja, dan K tidak. Sementara pada β-
PPT mRNA, transkrip ekson P dan K terjadi. Pada translasinya, menghasilkan
sintesis neuropeptide P dan K. Kasus tersebut mengindikasikan bahwa pada
organisme eukariotik, interaksi antara gen dan polipepida tidaklah komplit, berbeda
dengan pada prokariotik. Pada eukariotik, gen dapat mengkode lebih dari satu tipe
polipeptida, seperti pada transkrip splicing ekson.
c. Gen Overlap
Telah ditemukan sebuah gen didalam gen, yang kemudian dikenal dengan
istilah overlap gen. Fenomena ini dideteksi pada fag ΦX174 yang memiliki
kromosom DNA tunggal dengan 5386 nukleotida. Ini menunjukkan bahwa DNA
ini hanya mengkode 1795 asam amino berbeda untuk menyusun 5-6 protein.
Namun fag kecil ini mampu mensintesis 11 protein dengan asam amino lebih dari
2300.
Pada overlap gen ini terdapat dua frame reading. Gen overlap dapat dibaca
pada satu frame atau frame yang lain namun menghasilkan sekuen koding yang
berbeda. Disebutkan bahwa versi pertama frame sejajar dengan reading frame dan
versi kedua memiliki reading frame yang berbeda.
Overlap gen telah ditemukan pula pada fag GH, SV40, X dan E. Coli. Pada
E.coli overlap gen diketahui ada pada gen pengkode β-lactamase dan frdC yang
sama-sama mengkode fumarat reduktase. Gen ampC dimulai pada bagian gen
koding frdC yang terakhir. Dalam kasus ini terminator frdC memiliki peran regulasi
untuk transkripsi ampC. Pada tikus berbeda lagi dimana overlap gen dijumpai pada
DNA yang berkebalikan namun satu region yaittu gen GnRH dan RH yang protein
spesifiknya belum diketahui ekspresinya pada jantung. Namun demikian overlap
gen sudah diktahui cukup riskan dan rawan akan mutasi.
d. Tidak Semua Gen Mentrankripsikan mRNA
Gen mentranskripsikan banyak produk seperti tRNA, snRNA dan rRNA,
tidak hanya mRNA saja sehingga tidak semuanya akan menjadi polipeptida.
Banyak gen yang terdeteksi pada beberapa organisme yang mengkodekan tRNA
dan berasosiasi untuk menjalankan proses translasi, bukan sebagai bahan translasi.
Pertanyaan
1. Jelaskan bagaimana hipotesis satu gen satu polipeptida dapat terbantahkan dalam
organisme eukariotik!
Jawab: Keterkaitan interpretasi antara gen dan polipeptida pada eukariotik tidak
relevan jika didasarkan pada sekuen DNA kontinus. Kolineritas pada organisme
eukriotik tidak absolit karena transkrip intron pada gen koding mRNA tidak akan
menjadi bagian dari kode genetik yang ditranslasikan. Jadi hipotesis satu gen-satu
polipeptida tidak berlaku pada organisme eukariotik.

2. Jelaskan! Apakah paradigma hipotesis satu gen-satu enzim dan satu gen satu
polipeptida terbantahkan pada semua organisme?
Jawab: Iya. Hipotesis terbukti tidak berlaku pada virus dan organisme tingkat tinggi
yang mana satu gennya memungkinkan untuk mengkode lebih dari satu polipeptida
spesifik, selain itu juga terdapat intron pada sekuen mRNA yang ditranskripsikan
namun tak pernah ditranslasikan. Selain itu pada prokariota juga demikian karena
terdapat produk gen selain mRNA, yaitu tRNA, snRNA dan rRNA yang juga tidak
pernah melewati proses translasi sehingga tak pernah menjadi polipeptida. Hal ini
mematahka hipotesis satu gen-satu polipeptida karena faktanya tidak semua gen
akan menjadi polipeptida, dan satu gen dapat menghasilkan lebih dari satu
polipeptida.

3. Bagaimana statement yang terkait dengan hipotesis satu gen satu polipeptida?
Jawab: Informasi yang telah ditunjukkan jelas terlihat bahwa beberapa polipeptida
disintesis akan berupa protein jika terdiri lebih dari satu polipeptida (satu jenis
atau lebih dari satu jenis polipeptida). Sarin (1985) menjelaskan bahwa
protein terdiri lebih dari satu jenis polipeptida, masing-masing
polipeptida yang disintesis secara individual di bawah kendali gen sparate, dan
setelah sintesis polipeptida setiap protein merupakan hasil akhir.

4. Apa contoh konkrit yang berhubungan dengan pengaturan ulang gen?


Jawab: contoh pengaturan ulang gen pada sel limfosit B manusia, dimana DNA
berpotensi mampu berdiferensiasi untuk memproduksi berbagai macam
immunoglobulin melalui proses pengaturan ulang gen. Proses tersebut akan
menghasilkan perubahan protein pada rantai ringan maupun rantai berat dari
immunoglobulin. Pengaturan ulang gen nampak pada level ekspresi gen ke
fenotipe. Setiap perubahan satu fenotip mengindikasikan bahwa dalam proses
pengekspresiannya terdapat satu polipeptida yang juga telah berubah.

Anda mungkin juga menyukai