TIM PENYUSUN :
Suyati, Amd.Keb
dr. Atik Riyanti
dr. Muhammad Romdhoni
Asep Komarudin, SKM
dr. Santoz Arie Winarto
Sri Rukayah, S.Farm.Apt
Frans W.Latupeirissa, SKM
I Kepesertaan 1
4 Lain-Lain 11
5 Penutup 12
I. KEPESERTAAN
Keabsahan pasien Jampersal dibuktikan dengan SJP Dari PPK Tingkat Lanjut, surat keterangan
identitas Ibu Bersalin (KTP, surat keterangan domisili dari RT/RW/Kelurahan atau identitas
lainnya), Rujukan (untuk kasus ibu hamil yang terindikasi RESTI = Resiko Tinggi). Sebagai
tambahan, penentuan apakah seorang ibu hamil berindikasi RESTI atau tidak dilakukan oleh
fasilitas layanan dasar. Untuk bayi dengan melampirkan Surat Keterangan Lahir (SKL), Identitas
Orang tua, SJP, Rujukan bila bayi tersebut lahir di luar gedung Rumah Sakit dimana bayi tsb
dirawat (tanpa rujukan bila bayi tersebut dilahirkan di RS yang bersangkutan).
g. Kasus ibu hamil yang dirawat (MRS = Masuk Rumah Sakit) karena sakitnya (thypoid,
DHF, atau kasus lainnya) yang bukan dampak dari kehamilan tidak ditanggung dalam
program jampersal.
2. Ibu bersalin
Ibu bersalin yang berindikasi RESTI atau dalam konteks kegawat daruratan. Kriteria
kegawat daruratan:
a. Pasien yang sudah memasuki KALA I fase aktif pada saat kedatangan di PPK.
Penjelasan mengenai KALA I fase aktif dapat dilihat pada lampiran 1.
b. Pasien-pasien dari luar daerah.
c. Pasien-pasien yang datang ke IGD antara pukul 21.00 sampai dengan pukul 06.00
dan diperkirakan waktu kelahirannya antara 3 - 5 jam kemudian (merujuk pada
penjelasan lampiran 1 mengenai proses persalinan).
d. Pasien-pasien korban kecelakaan yang memerlukan eksaminasi medis terkait dengan
kehamilan dan/atau proses persalinannya
e. Pasien dengan indikasi medis lainnya yang tidak memungkinkan di-release-nya
pasien tersebut oleh PPK tingkat lanjut (APB, PEB, eklamsi, KPD, gawat janin (gerak
janin menghilang), px hamil/bersalin dengan gangguan pernafasan dan lain-lain).
Keterangan:
khusus point b dan c, sangat sulit untuk menentukan kegawat daruratan hanya
berdasarkan domisili asal dan waktu kedatangan pasien karena sangat spesifik dan
kasuistik untuk masing-masing daerah. Untuk itu diharapkan PPK Tingkat Lanjut dan
Verifikator Independen Jamkesmas tidak melulu mengacu pada kondisi-kondisi di atas,
tetapi juga mempertimbangkan kondisi lainnya. Koordinasikan dan diskusikan dengan
petugas PPK untuk menggali informasi lebih dalam dan selain itu diharapkan Verifikator
Independen Jamkesmas mengetahui kondisi dan karakteristik di lingkungannya.
1. Ibu Hamil
2. Proses Persalinan
Cedera lahir adalah kelainan pada bayi baru lahir yg terjadi karena trauma lahir akibat
tindakan, cara persalinan atau gangguan persalinan yang diakibatkan kelainan fisiologik
persalinan.
a. CEDERA PADA PERSALINAN DENGAN VACUM/CUNAM (P03.2 – P03.3)
Cedera biasanya terjadi karena tarikan atau tahanan dinding jalan lahir terhadap
kepala bayi. Cedera tersebut diantaranya :
1. kelainan perifer : kaput suksedaneum, sefalhematum, perdarahan
subaponeurosis, kerusakan saraf perifer, trauma pada kulit, perdarahan sub
konjungtiva, perdarahan retina, molding.
2. kelainan sentral: iritasi sentral, perdarahan/gangguan sirkulasi otak.
4. Masa Nifas
1. Perdarahan post partum yang disebabkan oleh atonia uteri, robekan jalan lahir(O70-O71),
kelainan pembekuan darah dan lain-lain (O72), termasuk untuk perbaikan keadaan umum
kasus HPP (Hemoragic Post Partum) dimana pasien sudah melahirkan di PKM tapi
perdarahan kemudian membaik tetap dirujuk di rumah sakit untuk dilakukan tindakan
transfusi / kuret / histeretomi.
2. Sepsis puerpuralis (O85)
3. Infeksi puerperalis (metritis, bendungan payudara, infeksi payudara, abses pelvis, infeksi
luka perineum dan abdominal dll, penjelasan lengkapnya di lampiran) (O86)
IKATAN VERIFIKATOR INDEPENDEN JAMINAN KESEHATAN MASYARAKAT Halaman 7
DRAFT PEDOMAN VERIFIKASI JAMPERSAL BAGI VERIFIKATOR INDEPENDEN
JAMKESMASTAHUN 2012
4. Eklamsia (O15.2)
5. Baby blues/depresi post partum (O99.3)
6. Retensio urine masa nifas.
7. Kontrasepsi paska salin (termasuk MOW/MOP)
8. Abses/infeksi diakibatkan oleh komplikasi pemasangan/pemakaian alat kontrasepsi.
9. Penyakit lain yang mengancam keselamatan ibu dan bayi baru lahir sebagai komplikasi
persalinan.
catatan : untuk diagnosa yg tidak tersurat diatas dapat dijamin dalam program Jampersal,
selama kasus tersebut merupakan komplikasi dari proses kehamilan, persalinan dan nifas.
10. Bayi sebelum lahir sudah meninggal tidak dapat diklaim (P95), yang termasuk bayi dgn
kode P95 : IUFD atau bayi lahir hidup namun belum sampai dilakukan penangan/tindakan
apapun ternyata sudah meninggal.
11. Bayi lahir normal (tanpa keluhan medis) tidak dapat diklaimkan. Kode Z38.0 (born in
hospital) dapat dijadikan kode pelengkap untuk bayi2 diklaim, yang lahir di RS tsb. demikian
pula untuk klaim bayi kiriman/rujukan dari luar RS, perlu dilengkapi kode Z38.1 untuk
klaimnya.
12. Gejala hipotermi pada bayi bila suhu tubuh (aksila) turun di bawah 36.4 C (nilai normal 36,5
C - 37 C), bayi tidak mau minum/menetek, tampak lesu/mengantuk saja, tubuh teraba
dingin dan dalam keadaan berat denyut jantung menurun dan kulit tubuh bayi mengeras.
Suhu antara 32 - 36.4 termasuk hipotermi sedang. Pada BBLR biasanya terjadi hipotermi
karena cadangan lemak dibawah kulit yang sedikit. Hipotermi ada yang fisiologis misal
Neonatus sesudah dimandikan biasanya Hipotermi, suhu Inkubator yang kurang panaspun
juga menyebabkan Hipotermi.
13. Gejala hipertermi pada bayi suhu tubuh bayi >37 C, frekuensi pernafasan bayi >60x/mnt
dan tanda-tanda dehidrasi. (buku acuan nasional pelayanan kesh. maternal & neonatal).
14. Kode R hanya digunakan di diagnosa utama saja jika dan hanya jika tidak ada diagnosa
penegak lainnya. Jika ada diagnosa lain yang sudah ditegakkan selain kode R, maka kode R
tersebut harus diletakkan sebagai diagnosa pemberat.
Keterangan:
Beberapa ketentuan dan aturan di atas bersifat sementara dan merujuk pada kesepakatan
coder, menunggu perbaikan rule grouper yang akan disempurnakan oleh Casemix. Batas waktu
kapan tidak diberlakukannya ketentuan ini menunggu Surat Edaran dari Kementerian
Kesehatan.
IV. LAIN-LAIN
1. Pasien masuk diberikan SJP jampersal, setelah diverifikasi ternyata memiliki kartu
jamkesmas, maka pasien tersebut harus mempergunakan Jamkesmas dengan segala
persyaratan Jamkesmas yang melekat (mengurus SKP yang diterbitkan Askes). Walaupun
pada dasarnya sumber pendanaan Jamkesmas dan Jampersal adalah sama, tetapi Jampersal
adalah perluasan dari Jamkesmas dimana perluasan itu mempunyai persyaratan dimana
salah satu persyaratannya adalah "tidak memiliki jaminan kesehatan dari institusi
manapun".
2. Untuk rujukan ibu hamil yang berindikasi RESTI, di beberapa daerah mengalami kesulitan,
karena sosialisasi pelayanan jampersal dimaksimalkan di bidan/PPK I belum baik, masih
banyak partus fisiologis terjadi di PPK II. Verifikator Independen perlu memeriksa status
medis atau, jika diperlukan, Rekam Medis pasien, dan komunikasikan ke pengelola
Jamkesmas Kabupaten/kota setempat untuk klaim dilayakkan atau tidak (untuk ASKES
sendiri, tahun ini ketat dalam hal rujukan) rujukan dgn model INA CBG tidak sekedar ada
rujukan, tetapi lihat juga diagnosis dalam rujukannya.
3. Jampersal ditujukan untuk masyarakat yang tidak mempunyai asuransi persalinan. Jadi
kasus-kasus seperti:
a. PNS yang memiliki kartu Askes dan melahirkan anak ke 3 atau lebih
b. Pegawai yang hanya mendapatkan santunan berobat ke dokter dari majikannya (bukan
asuransi formal)
c. Pegawai non PNS (dan tentunya non Askes) yang manfaat asuransinya tidak mencakup
proses melahirkan
dapat dilayakkan dari sisi kepesertaannya.
4. Program Jampersal adalah perluasan dari Program Jamkesmas, dalam hal ini segala
ketentuan dan persyaratan Jampersal mengacu pada ketentuan dan persyaratan dari
Program Jamkesmas, dimana peserta tidak diperbolehkan untuk iur/urun biaya dengan
alasan apapun, termasuk di antaranya adalah alat konttrasepsi dan alat medis habis pakai
lainnya.
5. Memastikan di Nomor Kepesertaan dituliskan dalam format: JP-(Nomor Rujukan atau
Nomor Identitas peserta). Contoh: JP-123/PKM/2012
V. PENUTUP
Seluruh materi yang telah disampaikan di atas merupakan kompilasi dari kasus-kasus
kehamilan, persalinan dan penanganan bayi baru lahir yang ditemui pada saat Verifikator
Independen melakukan pekerjaannya. Dengan keterbatasan pengetahuan kami, tidak menutup
kemungkinan kasus-kasus yang dijelaskan di bagian bagian sebelumnya akan berkembang dan
untuk itu segala macam masukan dan saran sangat kami harapkan dalam upaya kami untuk
melengkapi dokumen ini.
Akhir kata, semoga dokumen ini dapat memberikan kontribusi yang signifikan bagi Verifikator
Independen dan PPK dalam upayanya melaksanakan tugas verifikasi Jamkesmas dan Jampersal.
2. KALA II
Persalinan kala II dimulai ketika pembukaan lengkap sampai lahirnya seluruh tubuh janin.
3. KALA III
Persalinan kala III (tiga) dimulai setelah bayi lahir sampai plasenta lahir. Normalnya
pelepasan plasenta berkisar ± 15-30 menit setelah bayi lahir.
4. KALA IV
Persalinan kala IV dimulai setelah lahirnya plasenta sampai 2 jam setelah itu.
Pendahuluan
APGAR adalah tes cepat yang dilakukan pada bayi pada 1 dan 5 menit setelah kelahiran. Skor 1-
menit menentukan seberapa baik bayi beradaptasi pada proses kelahirannya. Skor 5-menit
memberitahu dokter seberapa baik bayi beradaptasi dengan lingkungan di luar rahim ibu.Tes ini
jarang dapat dilakukan 10 menit setelah kelahiran.
Klinis 0 1 2
Detak jantung Tidak ada < 100 x/menit >100x/menit
Pernafasan Tidak ada Tak teratur Tangis kuat
Refleks saat jalan nafas Tidak ada Menyeringai Batuk/bersin
dibersihkan
Tonus otot Lunglai Fleksi ekstrimitas Fleksi kuat gerak
(lemah) aktif
Warna kulit Biru pucat Tubuh merah Merah seluruh
ekstrimitas biru tubuh
Nilai 0-3 : Asfiksia berat
Nilai 4-6 : Asfiksia sedang
Nilai 7-10 : Normal
Hasil normal
Nilai Apgar didasarkan pada total skor 1 sampai 10. Semakin tinggi skor, semakin baik bayi
melakukan setelah lahir.
Sebuah nilai 7, 8, atau 9 adalah normal dan merupakan tanda bahwa bayi baru lahir dalam
keadaan sehat. Nilai 10 adalah sangat luar biasa, karena hampir semua bayi baru lahir
kehilangan 1 poin untuk tangan dan kaki biru, yang adalah normal setelah lahir.
Hasil Abnormal
Setiap skor yang lebih rendah dari 7 adalah tanda bahwa bayi memerlukan perhatian medis.
Skor yang lebih rendah, semakin membantu bayi perlu menyesuaikan luar rahim ibu.
Sebagian besar waktu skor Apgar yang rendah disebabkan oleh:
• Sulit kelahiran
• C-section
• Cairan di jalan napas bayi
Jika bayi memiliki skor Apgar rendah, bayi tersebut dapat menerima:
• Oksigen dan membersihkan jalan napas untuk membantu bayi bernapas
• Fisik stimulasi untuk mendapatkan jantung berdetak pada tingkat yang sehat
Sebagian besar waktu, skor rendah pada 1 menit adalah mendekati normal dengan 5 menit.
Skor Apgar yang lebih rendah tidak berarti seorang anak akan memiliki masalah kesehatan yang
serius atau jangka panjang. Skor Apgar tidak dirancang untuk memprediksi kesehatan masa
depan anak.
Keterangan: Sebagian besar dari lampiran ini bersumber dari National Institue of Health, AS,
2011.
Pengertian
1. Asfiksia neonatorum adalah di mana bayi tidak dapat bernafas secara spontan dan teratur
segera setelah lahir keadaan tersebut dapat disertai dengan adanya hipoksia, hiperkapnea
dan sampai ke asidosis (Hidayat, 2005).
2. Asfiksia neonatorum adalah kegagalan bernafas secara spontan dan teratur pada saat lahir
atau beberapa saat setelah lahir yang ditandai dengan keadaan PaO2 di dalam darah
(hipoksemia), hiperkabia (PaCO2) meningkat dan asidosis (Utomo, 2006).
3. Asfiksia neonatorum adalah suatu keadaan bayi baru lahir yang mengalami kegagalan
bernafas secara spontan dan teratur segera setelah lahir (Kamarrullah, 2005).
Etiologi
Menurut Kamarullah (2005) penyebab asfiksia adalah Hipoksia janin yang menyebabkan asfiksia
neonatorum terjadi karena gangguan pertukaran gas transport O2 dari ibu ke janin sehungga
terdapat gangguan dalam persediaan O2 dan dalam menghilangkan CO2.gangguan ini dapat
berlangsung secara menahun akibat kondisi atau kelainan pada ibu selama kehamilan, atau
secara mendadak karena hal-hal yang diderita ibu dalam persalinan.
Gangguan menahun dalam kehamilan dapat berupa gizi yang buruk, penyakit menahun seperti
anemia, hipertensi, jantung dan lain-lain. Faktor-faktor yang timbul dalam persalinan yang
besifat mendadak yaitu faktor janin berupa gangguan aliran darah dalam tali pusat, depresi
pernapasan karena obat-obatan anestesi/analgetika yang diberikan ke ibu, perdarahan
intrakranial, kelainan bawaan seperti hernia diafragmatika, atresia saluran pernapasan,
hipoplasia paru-paru dan lain-lain. Sedangkan faktor dari ibu adalah gangguan his misalnya
hipertonia dan tetani, hipotensi mendadak pada ibu karena perdarahan, hipertensi, dan
eklamsia, gangguan mendadak pada plasenta seperti solusio plasenta.
Bayi dikatakan normal apabila : (buku acuan nasional pelayanan kesehatan maternal &
neonatal)
● Suhu tubuh normal (36,5 – 37,5 c)
● Tidak ada dehidrasi
● Tekanan darah cukup
● Oksigenasi cukup.
Diagnosis
Anamnesis : Gangguan/kesulitan waktu lahir, lahir tidak bernafas/menangis.
Pemeriksaan penunjang
Foto polos dada
USG kepala
Laboratorium : darah rutin, analisa gas darah, serum elektrolit
Penyulit
Meliputi berbagai organ yaitu :
Otak : hipoksik iskemik ensefalopati, edema serebri, palsi serebralis
Jantung dan paru : hipertensi pulmonal persisten pada neonatus, perdarahan paru, edema
paru
Gastrointestinal : enterokolitis nekrotikans
Ginjal : tubular nekrosis akut, SIADH
Hematologi : DIC
Penatalaksanaan
RESUSITASI
Tahapan resusitasi tidak melihat nilai APGAR
Terapi medikamentosa :
Epinefrin :
Indikasi :
Denyut jantung bayi < 60 x/m setelah paling tidak 30 detik dilakukan ventilasi
adekuat dan pemijatan dada.
Asistolik.
Dosis :
0,1-0,3 ml/kg BB dalam larutan 1 : 10.000 (0,01 mg-0,03 mg/kg BB) Cara : i.v atau
endotrakeal. Dapat diulang setiap 3-5 menit bila perlu.
Volume ekspander :
Indikasi :
Bayi baru lahir yang dilakukan resusitasi mengalami hipovolemia dan tidak ada
respon dengan resusitasi.
Hipovolemia kemungkinan akibat adanya perdarahan atau syok. Klinis ditandai
adanya pucat, perfusi buruk, nadi kecil/lemah, dan pada resusitasi tidak memberikan
respon yang adekuat.
Jenis cairan :
Larutan kristaloid yang isotonis (NaCl 0,9%, Ringer Laktat)
Transfusi darah golongan O negatif jika diduga kehilangan darah banyak.
Dosis :
Dosis awal 10 ml/kg BB i.v pelan selama 5-10 menit. Dapat diulang sampai
menunjukkan respon klinis.
Bikarbonat :
Indikasi :
Asidosis metabolik, bayi-bayi baru lahir yang mendapatkan resusitasi. Diberikan bila
ventilasi dan sirkulasi sudah baik.
Penggunaan bikarbonat pada keadaan asidosis metabolik dan hiperkalemia harus
disertai dengan pemeriksaan analisa gas darah dan kimiawi.
Dosis :
1-2 mEq/kg BB atau 2 ml/Kg BB (4,2%) atau 1 ml/kg bb (8,4%)
Cara :
Diencerkan dengan aquabides atau dekstrose 5% sama banyak diberikan secara
intravena dengan kecepatan minimal 2 menit.
Efek samping :
Pada keadaan hiperosmolaritas dan kandungan CO2 dari bikarbonat merusak fungsi
miokardium dan otak.
Nalokson :
Nalokson hidrochlorida adalah antagonis narkotik yang tidak menyebabkan depresi
pernafasan. Sebelum diberikan nalakson ventilasi harus adekuat dan stabil.
Indikasi :
Depresi pernafasan pada bayi baru lahir yang ibunya menggunakan narkotik 4 jam
sebelum persalinan.
Jangan diberikan pada bayi baru lahir yang ibunya baru dicurigai sebagai pemakai
obat narkotika sebab akan menyebabkan tanda with drawltiba-tiba pada sebagian
bayi.
Dosis :
0,1 mg/kg BB (0,4 mg/ml atau 1 mg/ml)
Cara :
Intravena, endotrakeal atau bila perpusi baik diberikan i.m atau s.c
Gejala diatas sangat mirip dengan kondisi normal yang sering lolos dari kewaspadaan
tenaga medis.
Penilaian klinik
Menurut Saifuddin (2001), kriteria persalinan prematur antara lain kontraksi yang teratur
dengan jarak 7-8 menit atau kurang dan adanya pengeluaraan lendir kemerahan atau cairan
pervaginam dan diikuti salah satu berikut ini :
a. Pada periksa dalam, pendataran 50-80 persen atau lebih, pembukaan 2 cm atau lebih.
b. Mengukur panjang serviks dengan vaginal probe USG: panjang servik kurang dari 2 cm
pasti akan terjadi persalinan prematur, tujuan utama adalah bagaimana mengetahui dan
menghalangi terjadinya persalinan prematur, cara edukasi pasien bahkan dengan
monitoring kegiatan di rumah tampaknya tidak memberi perubahan dalam insidensi
kelahiran prematur.
Prognosis
Prematurnya masa gestasi akan dapat mengakibatkan ketidakmatangan pada semua sistem
organ. Baik itu pada sistem pernapasan (organ paru-paru), sistem peredaran darah
(jantung), sistem pencernaan dan sistem saraf pusat (otak). Ketidakmatangan pada sistem-
sistem organ itulah yang membuat bayi prematur cenderung mengalami kelainan
dibandingkan bayi normal. Kelainan itu bisa berupa :
a. Sindroma gangguan pernapasan.
IKATAN VERIFIKATOR INDEPENDEN JAMINAN KESEHATAN MASYARAKAT Halaman ii
DRAFT PEDOMAN VERIFIKASI JAMPERSAL BAGI VERIFIKATOR INDEPENDEN
JAMKESMASTAHUN 2012
Kelainan ini terjadi karena kurang matangnya paru-paru, sehingga jumlah surfaktan
(cairan pelapis paru-paru) kurang dari normal. Ini menyebabkan paru-paru tidak dapat
berkembang sempurna.
b. Perdarahan otak
Biasanya terjadi pada minggu pertama kelahiran, terutama pada bayi prematur yang
lahir kurang dari 34 minggu. Pendarahan otak ini menyebabkan bayi prematur tumbuh
menjadi anak yang relatif kurang cerdas, dibanding anak yang lahir normal.
c. Kelainan jantung
Yang sering terjadi adalah Patent Ductus Arteriosus, yaitu adanya hubungan antara
aorta dengan pembuluh darah jantung yang menuju paru-paru.
d. elainan usus
e. Ini disebabkan akibat imaturitas atau kurang mampu dalam menerima nutrisi.
f. Anemia dan infeksi
Belum matangnya fungsi semua organ tubuh, membuat bayi prematur menghadapi
berbagai masalah. Seperti mudah dingin, lupa napas, mudah infeksi karena sensor
otaknya belum sempurna, pengosongan lambung terhambat (refluks), kuning dan
kebutaan (Rinawati, 2007).
Komplikasi :
- Bayi besar, dapat menyebabkan disproporsi sefalopelvik.
- Oligohidramnion, dapat menyebabkan kompresi tapi pusat, gawat janin sampai
bayi meninggal.
- Keluarnya mekonium yang dapat menyebabkan aspirasi mekonium.
IKATAN VERIFIKATOR INDEPENDEN JAMINAN KESEHATAN MASYARAKAT Halaman iii
DRAFT PEDOMAN VERIFIKASI JAMPERSAL BAGI VERIFIKATOR INDEPENDEN
JAMKESMASTAHUN 2012
Normal selaput ketuban pecah pada akhir kala I atau awal kala II persalinan. Bisa juga belum
pecah sampai saat mengedan, sehingga kadang perlu dipecahkan (amniotomi).
Diagnosa
Secara klinik diagnosa ketuban pecah dini tidak sukar dibuat anamnesa pada klien dengan
keluarnya air seperti kencing dengan tanda-tanda yang khas sudah dapat menilai itu
mengarah ke ketuban pecah dini. Untuk menentukan betul tidaknya ketuban pecah dini
bisa dilakukan dengan cara :
Adanya cairan yang berisi mekonium (kotoran janin), verniks kaseosa (lemak putih)
rambut lanugo atau (bulu-bulu halus) bila telah terinfeksi bau
Pemeriksaan inspekulo, lihat dan perhatikan apakah memang air ketuban keluar dari
kanalis servikalis pada bagian yang sudah pecah, atau terdapat cairan ketuban pada
forniks posterior
USG : volume cairan amnion berkurang/oligohidramnion
Terdapat infeksi genital (sistemik)
Gejala chorioamnionitis
Maternal : demam (dan takikardi), uterine tenderness, cairan amnion yang keruh dan
berbau, leukositosis (peningkatan sel darah putih) meninggi, leukosit esterase (LEA)
meningkat, kultur darah/urin
Fetal : takikardi, kardiotokografi, profilbiofisik, volume cairan ketuban berkurang
Cairan amnion
Tes cairan amnion, diantaranya dengan kultur/gram stain, fetal fibronectin, glukosa,
leukosit esterase (LEA) dan sitokin.
Jika terjadi chorioamnionitis maka angka mortalitas neonatal 4x lebih besar, angka
respiratory distress, neonatal sepsis dan pardarahan intraventrikuler 3x lebih besar
Dilakukan tes valsava, tes nitrazin dan tes fern
Normal pH cairan vagina 4,5-5,5 dan normal pH cairan amnion 7,0-7,5
Dilakukan uji kertas lakmus/nitrazine test
o Jadi biru (basa) : air ketuban
o Jadi merah (asam) : air kencing
Penanganan
1. Penanganan Umum :
a. Konfirmasikan umur kehamilan. Jika ada dg USG
b. Lakukan inspekulo, untuk memastikan dan menilai cairan yg keluar (jml, bau,
warna) dan bedakan dg urine
c. Jika ibu mengeluh perdarahan pada akhir kehamilan (>22mg) jangan lak. Px
dalam secara digital
d. Tentukan tanda-tanda inpartu
IKATAN VERIFIKATOR INDEPENDEN JAMINAN KESEHATAN MASYARAKAT Halaman v
DRAFT PEDOMAN VERIFIKASI JAMPERSAL BAGI VERIFIKATOR INDEPENDEN
JAMKESMASTAHUN 2012
Epidemiologi
Salah satu komplikasi umum yang terjadi setelah proses persalinan, baik persalinan
pervaginam atau sectio caesarea adalah retensi urin postpartum. Pada tahun 1998, dr.
Kartono dkk dari FKUI-RSCM Jakarta melansir data bahwa terdapat 17,1% kejadian retensi
urin pada ibu melahirkan yang telah dipasang kateter selama enam jam dan 7,1% untuk
yang dipasang selama 24 jam pasca operasi sectio caesarea. Yip SK (Hongkong, 1997)
melaporkan terdapat angka 14,6% untuk kasus retensi urin postpartum pervaginam. Dr.
IKATAN VERIFIKATOR INDEPENDEN JAMINAN KESEHATAN MASYARAKAT Halaman vi
DRAFT PEDOMAN VERIFIKASI JAMPERSAL BAGI VERIFIKATOR INDEPENDEN
JAMKESMASTAHUN 2012
Definisi
Retensi urin menurut Stanton adalah ketidakmampuan berkemih selama 24 jam yang
membutuhkan pertolongan kateter, karena tidak dapat mengeluarkan urin lebih dari 50%
kapasitas kandung kemih. Dr. Basuki Purnomo dari FK Unbraw mengatakan, bahwa retensi
urin adalah ketidakmampuan buli-buli (kandung kencing) untuk mengeluarkan urin yang
telah melampaui batas maksimalnya. Pada ibu melahirkan, aktivitas berkemih seyogyanya
telah dapat dilakukan enam jam setelah melahirkan (partus). Namun apabila setelah enam
jam tidak dapat berkemih, maka dikatakan sebagai retensi urin postpartum.
Pendapat dari Psyhyrembel menyatakan, bahwa retensi urin postpartum adalah
ketidakmampuan berkemih secara normal 24 jam setelah melahirkan (ischuria puerperalis).
Adapun kepustakaan lain mendefinisikan retensi urin postpartum sebagai tidak adanya
proses berkemih spontan setelah kateter menetap dilepaskan, atau dapat berkemih
spontan namun urin sisa lebih dari 150 ml.
Retensi urin postpartum apabila tidak segera ditangani dapat menyebabkan sistitis, uremi,
sepsis, bahkan ruptur spontan vesika urinaria.
Patofisiologi
Pada masa kehamilan terjadi peningkatan elastisitas pada saluran kemih, sebagian
disebabkan oleh efek hormon progesteron yang menurunkan tonus otot detrusor. Pada
bulan ketiga kehamilan, otot detrusor kehilangan tonusnya dan kapasitas vesika urinaria
meningkat perlahan-lahan. Akibatnya, wanita hamil biasanya merasa ingin berkemih ketika
vesika urinaria berisi 250-400 ml urin. Ketika wanita hamil berdiri, uterus yang membesar
menekan vesika urinaria. Tekanan menjadi dua kali lipat ketika usia kehamilan memasuki 38
minggu. Penekanan ini semakin membesar ketika bayi akan dilahirkan, memungkinkan
terjadinya trauma intrapartum pada uretra dan vesika urinaria dan menimbulkan obstruksi.
Tekanan ini menghilang setelah bayi dilahirkan, menyebabkan vesika urinaria tidak lagi
dibatasi kapasitasnya oleh uterus. Akibatnya vesika urinaria menjadi hipotonik dan
cenderung berlangsung beberapa lama.
Etiologi
Penyebab retensi urin postpartum ada bermacam-macam, antara lain efek dari epidural
anasthesia, trauma intrapartum, refleks kejang sfingter uretra, hipotonia selama hamil dan
nifas, peradangan, psikogenik, dan umur yang tua.
Diagnosis
Gejala retensi urin postpartum dapat diketahui dengan melakukan pemeriksaan pada
pasien, yang dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
1. Pemeriksaan subyektif, yaitu mencermati keluhan yang disampaikan oleh pasien yang
digali melalui anamnesis yang sistematik. Dari pemeriksaan subyektif biasanya didapat
keluhan seperti nyeri suprapubik, mengejan karena rasa ingin kencing, serta kandung
kemih berasa penuh.
2. Pemeriksaan obyektif, yaitu melakukan pemeriksaan fisik terhadap pasien untuk
mencari data-data yang objektif mengenai keadaan pasien. Dari pemeriksaan obyektif
dengan metode palpasi atau perkusi, biasanya ditemukan massa di daerah suprasimfisis
karena kandung kemih yang terisi penuh dari suatu retensi urin.
3. Pemeriksaan penunjang, yaitu melakukan pemeriksaan-pemeriksaan laboratorium,
radiologi atau imaging (pencitraan), uroflometri, atau urodinamika, elektromiografi,
endourologi, dan laparoskopi. Pada pemeriksaan laboratorium paling sering digunakan
kateter dan uroflowmetri, yaitu untuk mengukur volume dan residu urin pada kandung
kemih. Selain itu juga dapat digunakan cystourethrografi untuk melihat gambaran
radiografi kandung kemih dan uretra. Menurut dr. Basuki Purnomo, volume maksimal
kandung kemih dewasa normal berkisar antara 300-450 ml dengan volume residu sekira
200 ml. Apabila dari hasil kateterisasi didapatkan volume/residu urin telah
mendekati/melampaui batas normal, maka pasien dinyatakan mengalami retensi urin.
Etiologi / Penyebab
Abnormalitas tahanan yang rendah pada bagian jalan lahir
Abnormalitas kontraksi uterus dan rahim yang terlalu kuat
Pada keadaan yang sangat jarang dijumpai oleh tidak adanya rasa nyeri pada saat his
sehingga ibu tidak menyadari adanya proses-proses persalinan yang sangat kuat itu
(Doenges, 2001).
Penanganan
Kontraksi uterus spontan yang kuat dan tidak lazim, tidak mungkin dapat diubah menjadi
derajat kontraksi yang bermakna oleh pemberian anastesi. Jika tindakan anastesi hendak
dicoba, takarannya harus sedemikian rupa sehingga keadaan bayi yang akan dilahirkan itu
tidak bertambah buruk dengan pemberian anastesi kepada ibunya. Penggangguan anastesi
umum dengan preparat yang bisa mengganggu kemampuan kontraksi rahim, seperti
haloton dan isofluran, seringkali merupakan tindakan yang terlalu berani. Tentu saja, setiap
preparat oksitasik yang sudah diberikan harus dihentikan dengan segera. Preparat tokolitik,
seperti ritodrin dan magnesium sulfat parenteral, terbukti efektif. Tindakan mengunci
tungkai ibu atau menahan kepala bayi secara langsung dalam upaya untuk memperlambat
IKATAN VERIFIKATOR INDEPENDEN JAMINAN KESEHATAN MASYARAKAT Halaman ix
DRAFT PEDOMAN VERIFIKASI JAMPERSAL BAGI VERIFIKATOR INDEPENDEN
JAMKESMASTAHUN 2012
persalinan tidak akan bisa dipertahankan. Perasat semacam ini dapat merusak otak bayi
tersebut. (Sarwono, 2005).
Manifestasi Klinis
Pada awal kehamilan berjalan baik dan normal tanpa ada tanda-tanda kelainan
Kantung kehamilan terlihat jalas, tes kehamilan urin positif
Blighted ovum terdeteksi saat ibu melakukan USG pada usia kehamilan memasuki 6-7
minggu.
Tak hanya pada calon ibu, calon ayah pun disarankan untuk menghentikan kebiasaan
merokok dan memulai hidup sehat saat prakonsepsi
Periksakan kehamilan secara rutin. Sebab biasanya kehamilan kosong jarang terdekteksi
saat usia kandungan masih di bawah delapan bulan.
Pemeriksaan Penunjang
Tes kehamilan: Positif
Pemeriksaan DJJ
Pemeriksaan USG abdominal atau transvaginal akan mengungkapkan ada tidaknya janin
yang berkembang dalam rahim
Lampiran 5: Perdarahan
Infeksi pada bayi baru lahir lebih sering ditemukan pada bayi baru lahir dengan berat badan
rendah (BBLR). Lebih sering ditemukan pada bayi yang lahir di Rumah Sakit dibandingkan lahir
di luar Rumah Sakit. Bayi baru lahir mendapat kekebalan (imunitas) transplacenta/melalui
plasenta terhadap kuman, yang berasal dari ibunya. Sesudah lahir, bayi terpapar yang juga
berasal dari orang lain (terhadap kuman dari orang lain, bayi tidak mempunyai imunitasnya).
Tanda/gejala SEPSIS
idem dengan tanda/gejala infeksi disertai :
kadang-kadang kejang
tali pusat merah/kotor/bau
kulit ikterik.
Lampiran 7: Contoh Kartu Skrining/Deteksi Dini Ibu RESTI - Kartu Skor Poedji Rochjati
Pengertian
Infeksi nifas adalah semua peradangan yang disebabkan oleh kuman yang masuk ke dalam
organ genital pada saat persalinan dan masa nifas.
Infeksi nifas adalah infeksi bakteri pada traktus genitalia yang terjadi setelah melahirkan,
ditandai dengan kenaikan suhu sampai 38 derajat Celsius atau lebih selama 2 hari dalam 10 hari
pertama pasca persalinan, dengan mengecualikan 24 jam pertama (Joint Committee on
maternal Welfare, AS).
Penyebab
Dapat disebabkan oleh masuknya kuman ke dalam organ kandungan maupun kuman dari luar
yang sering menyebabkan infeksi. Berdasarkan masuknya kuman ke dalam organ kandungan
terbagi menjadi:
1. Ektogen (kuman datang dari luar)
2. Autogen (kuman dari tempat lain)
3. Endogen (kuman dari jalan lahir sendiri)
5. Infeksi intrapartum.
6. Hubungan seksual akhir kehamilan yang menyebabkan ketuban pecah dini.
Faktor predisposisi
Predisposisi infeksi nifas antara lain:
1. Semua keadaan yang dapat menurunkan daya tahan tubuh, seperti perdarahan banyak, pre
eklampsia, malnutrisi, anemia, infeksi lain (pneumonia, penyakit jantung, dsb).
2. Persalinan dengan masalah seperti partus/persalinan lama dengan ketuban pecah dini,
korioamnionitis, persalinan traumatik, proses pencegahan infeksi yang kurang baik dan
manipulasi yang berlebihan.
3. Tindakan obstetrik operatif baik per vaginam maupun per abdominal.
4. Tertinggalnya sisa plasenta, selaput ketuban dan bekuan darah dalam rongga rahim.
5. Episiotomi atau laserasi jalan lahir.
Klasifikasi
Klasifikasi berdasarkan Penyebaran infeksi nifas
1. Infeksi terbatas pada perineum, vulva, vagina, serviks dan endometrium, meliputi :
i) Vulvitis
Vulvitis adalah infeksi pada vulva. Vulvitis pada ibu pasca melahirkan terjadi di bekas
sayatan episiotomi atau luka perineum. Tepi luka berwarna merah dan bengkak, jahitan
mudah lepas, luka yang terbuka menjadi ulkus dan mengeluarkan nanah.
ii) Vaginitis
Merupakan infeksi pada daerah vagina. Vaginitis pada ibu pasca melahirkan terjadi
secara langsung pada luka vagina atau luka perineum. Permukaan mukosa bengkak dan
kemerahan, terjadi ulkus dan getah mengandung nanah dari daerah ulkus.
iii) Servisitis
Infeksi yang sering terjadi pada daerah servik, tapi tidak menimbulkan banyak gejala.
Luka serviks yang dalam dan meluas dan langsung ke dasar ligamentum latum dapat
menyebabkan infeksi yang menjalar ke parametrium.
IKATAN VERIFIKATOR INDEPENDEN JAMINAN KESEHATAN MASYARAKAT Halaman ii
DRAFT PEDOMAN VERIFIKASI JAMPERSAL BAGI VERIFIKATOR INDEPENDEN
JAMKESMASTAHUN 2012
iv) Endometritis
paling sering terjadi. Biasanya demam mulai 48 jam postpartum dan bersifat naik turun.
Kuman–kuman memasuki endometrium (biasanya pada luka insersio plasenta) dalam
waktu singkat dan menyebar ke seluruh endometrium. Pada infeksi setempat, radang
terbatas pada endometrium. Jaringan desidua bersama bekuan darah menjadi nekrosis
dan mengeluarkan getah berbau yang terdiri atas keping-keping nekrotis dan cairan.
Pada infeksi yang lebih berat batas endometrium dapat dilampaui dan terjadilah
penjalaran.
2. Infeksi yang penyebarannya melalui vena-vena (pembuluh darah).
i) Septikemia
Adalah keadaan dimana kuman-kuman atau toksinnya langsung masuk ke dalam
peredaran darah dan menyebabkan infeksi.
Gejala klinik septikemia lebih akut antara lain: kelihatan sudah sakit dan lemah sejak
awal; keadaan umum jelek, menggigil, nadi cepat 140 – 160 x per menit atau lebih; suhu
meningkat antara 39-40 derajat Celcius; tekanan darah turun, keadaan umum
memburuk; sesak nafas, kesadaran turun, gelisah.
ii) Piemia
Dimulai dengan tromflebitis vena-vena pada daerah perlukaan lalu lepas menjadi
embolus-embolus kecil yang dibawa ke peredaran darah, kemudian terjadi infeksi dan
abses pada organ-organ yang diserangnya.
Gejala klinik piemia antara lain: rasa sakit pada daerah tromboflebitis, setelah ada
penyebaran trombus terjadi gejala umum diatas; hasil laboratorium menunjukkan
leukositosis; lokia berbau, bernanah, involusi jelek.
iii) Tromboflebitis pelvica.
Radang pada vena terdiri dari tromboflebitis pelvis dan tromboflebitis femoralis.
Tromboflebitis pelvis yang sering meradang adalah pada vena ovarika, terjadi karena
mengalirkan darah dan luka bekas plasenta di daerah fundus uteri. Sedangkan
tromboflebitis femoralis dapat menjadi tromboflebitis vena safena magna atau
peradangan vena femoralis sendiri, penjalaran tromboflebitis vena uterin, dan akibat
parametritis. Tromboflebitis vena femoralis disebabkan aliran darah lambat pada lipat
paha karena tertekan ligamentum inguinale dan kadar fibrinogen meningkat pada masa
nifas.
Infeksi ini merupakan infeksi umum yang disebabkan oleh kuman patogen
Streptococcus Hemolitikus Golongan A. Infeksi ini sangat berbahaya dan merupakan
50% dari semua kematian karena infeksi nifas.
3. Infeksi yang penyebarannya melalui limfe.
i) Peritonitis
Peritonitis menyerang pada daerah pelvis (pelvio peritonitis). Gejala klinik antara lain:
demam, nyeri perut bawah, keadaan umum baik. Sedangkan peritonitis umum
gejalanya: suhu meningkat, nadi cepat dan kecil, perut kembung dan nyeri, terdapat
IKATAN VERIFIKATOR INDEPENDEN JAMINAN KESEHATAN MASYARAKAT Halaman iii
DRAFT PEDOMAN VERIFIKASI JAMPERSAL BAGI VERIFIKATOR INDEPENDEN
JAMKESMASTAHUN 2012
abses pada cavum douglas, defense musculair, fasies hypocratica. Peritonitis umum
dapat menyebabkan kematian 33% dari seluruh kamatian karena infeksi.
ii) Parametritis (Sellulitis Pelvika).
Gejala klinik parametritis adalah: nyeri saaat dilakukan periksa dalam, demam tinggi
menetap, nadi cepat, perut nyeri, sebelah/kedua belah bagian bawah terjadi
pembentukkan infiltrat yang dapat teraba selama periksa dalam. Infiltrat terkadang
menjadi abses.
4. Infeksi yang penyebarannya melalui permukaan endometrium.
Yang penyebaran melalui permukaan endometrium adalah salfingitis dan ooforitis. Gejala
salfingitis dan ooforitis hampir sama dengan pelvio peritonitis.