Anda di halaman 1dari 7

Prosedur CMC Na

Hal hal yang dilakukan dalam prosedur percobaan mengguanakan suspending


agent CMC Na adalah pertama disiapkan alat-alat yang telah dicuci dan dikeringkan
disertai dengan penyiapan bahan yang akan digunakan. Air dipanaskan dalam gelas
kimia diatas hot plate sampai timbul buih. Selanjutnya ditimbang masing-masing
bahan dan botol yang akan digunakan dikalibrasi 60 mL dan diberi tanda batas.
Kemudian air yang telah dipanaskan diukur dalam gelas ukur sebanyak 12 mL lalu
dimasukkan ke dalam cawan yang diatasnya ditaburkan dengan CMC Na. Zat aktif
berupa asam mefenamat digerus terlebih dahulu di dalam mortir sampai halus dan
ditambahkan 1,8 mL gliserin sedikit demi sedikit sampai homogen serta ditambahkan
air sedikit lalu dimasukkan ke dalam matkan. Campuran air panas dan CMC Na
dimasukkan ke dalam matkan dan ditambahkan 50 mL aquadest lalu dihomogenkan
dalam stirer. Setelah homogen, dimasukkan ke dalam botol lalu di ad 60 mL sampai
tanda batas yang telah ditentukan. Bagian terakhir adalah sediaan dikocok sampai
homogen dan dikemas.

Pembahasan CMC Na
Pada praktikum ini dilakukan pembuatan sediaan suspensi. Menurut
Farmakope Indonesia edisi IV, suspensi adalah sediaan cair yang mengandung
partikel padat tidak larut yang terdispersi dalam fase cair (Ditjen POM, 1995: 18).
Dalam percobaannya digunakan masing-masing menggunakan 3 pensuspending agent
yang berbeda yaitu yang digunakan adalah CMC Na, PGA dan veegum.
Zat aktif yang digunakan adalah asam mefenamat yang merupakan senyawa
yang praktis tidak larut dalam air dan berkhasiat sebagai obat pereda nyeri (Ditjen
POM, 2014: 157), sehingga penggunaannya dalam sediaan cair dibuat dalam bentuk
suspensi. Mekanisme kerja dari asam mefenamat iala menghambat kerja enzim siklo-
oksigenase sehingga konversi asam arakidonat menjadi PGG2 terganggu. Salah satu
efek samping asam mefenamat yang paling menonjol adalah dapat merangsang dan
merusak lambung. Sebab itu, asam mefenamat tidak diberikan pada pasein yang
mengidap gangguan lambung. Pada percobaan ini menggunakan suspending agent
CMC Na, praktikan membuat sediaan suspensi dengan formula asam mefenamat
sebagai zat aktif, gliserin 3% sebagai pembasah, aquadest dan CMC Na 1% sebagai
suspending agent. Sediaan yang dibuat diamati selama 3 hari dengan pengamatan
pada organoleptis, homogenitas dan volume sedimentasi dari sediaan tersebut.
Percobaan ini diawali dengan serbuk CMC Na yang ditaburkan diatas air
panas di dalam cawan. CMC-Na termasuk golongan turunan selulosa, contohnya
metilselulosa, CMC-Na (karboksimetil selulosa), avicel, dan hidroksi etil selulosa
yang bersifat hidrofilik dimana partikel akan menyerap air dan terjadi pembengkakan.
Air yang sebelumnya ada di luar granula dan bebas bergerak, tidak dapat bergerak
lagi dengan bebas sehingga keadaan larutan lebih mantap dan terjadi peningkatan
viskositas (Nisa dan Putri, 2014: 34-42). Viskositas yang lebih besar dari medium
dispersi akan memberikan keuntungan sedimentasi yang lebih lambat (Agoes, 2012:
124). Di belakang nama CMC Na biasanya terdapat angka atau nomor, misalnya
methosol 1500. Angka ini menunjukkan kemampuan cairan pelarut untuk
meningkatkan viksositasnya. Semakin besar angkanya, kemampuannya semakin
tinggi. Golongan ini tidak diabsorbsi oleh usus halus dan tidak beracun sehingga
banyak dipakai dalam produksi makanan. Dalam farmasi selain untuk bahan
pensuspensi juga digunakan sebagai laksansia dan bahan penghancur atau
desintregator dalam pembuatan tablet (Syamsuni, 2006: 141).
Salah satu masalah yang dihadapi dalam proses pembuatan suspensi adalah
cara memperlambat penimbulan partikel serta menjaga homogenitas partikel. Cara
tersebut merupakan salah satu tindakan untuk menjaga stabilitas suspensi. Ukuran
partikel erat hubungannya dengan luas penampang partikel tersebut serta daya tekan
keatas dari cairan suspensi itu. Hubungan antara ukuran partikel merupakan
perbandinga terbalik dengan luas penampangnya. Sedangkan antara luas penampang
dengan daya tekan ke atas terdapat hubungan linier. Artinya semakin kecil ukuran
partiker semakin besar luas penampangnya (dalam volume yang sama), sedangkan
semakin besar luas penampang partikel, daya tekanan keatas cairan akan semakin
besar, akibatnya memperlambat gerakan partikel untuk mengendap sehingga untuk
memperlambat gerakan tersebut dapat dilakukan dengan memperkecil ukuran partikel
(Syamsuni, 2006: 136-137). Para prosedur yang kedua dilakukan asam mefenamat
digerus terlebih dahulu di dalam mortir sampai halus yang bertujuan untuk
memperkecil ukuran partikel.
Asam mefenamat yang telah halus diperlakukan penambahan gliserin
berfungsi sebagai wetting agent/agen pembasah. Agen pembasah (wetting agent)
didefinisikan sebagai senyawa yang mempunyai aktifitas permukaan (surface active
agent) sehingga dapat menurunkan tegangan permukaan (surface tension) antara
udara-cairan dan cairan-cairan yang terdapat dalam suatu sistem. Kemampuannya
menurunkan tegangan permukaan menjadi hal yang menarik karena agent pembasah
memiliki struktur kimia yang mampu menyatukan dua senyawa yang berbeda
polaritasnya (Arbianti, R, 2008: 61-64). Gliserin merupakan salah satu pelarut
organik.
Perlakuan asam mefenamat yang merupakan zat yang hendak di dispersikan
dahulu kedalam pelarut organik yang hendak dicampur dengan air disebut metode
presipitasi. Contoh lain dari pelarut organik adalah etanol, propilen glikol, dan
polietilen glikol (Syamsuni, 2006: 142). Setelah larut dalam pelarut organik, larutan
asam mefenamat ini kemudian diencerkan dengan larutan pembawanya yaitu
penambahan aquadest secukupnya sehingga mencegah terjadi endapan harus
tersuspensi dengan bahan pensuspensi di dalam mortir. Semua bahan yang telah
masuk ke dalam matkan dan di stirrer merupakan proses pengocokan atau
pengadukan yang bertujuan untuk menghomogenkan.
Setelah diperoleh suspensi dengan bobot sesuai tahap selanjutnya ialah
evaluasi. Evaluasi sediaan suspensi terdiri dari pemeriksaan organoleptis (warna, bau
dan rasa), pemeriksaan pH, pengujian homogenitas dan pengamatan volume
sedimentasi. Hari pertama pada pemeriksaan organoleptis warnanya putih, rasa pahit
dan tidak berbau, sedangkan di hari ke tiga dapat disimpulkan bahwa sedian ini tidak
mengalami perubahan secara organoleptis. Pemeriksaan pH dilakukan menggunakan
pH universal yang dicelupkan kedalam sediaan dan didapat hasil pHnya sebesar 7.
Hasil yang didapat sesuai teori karena asam mefenamat berbentuk asam dan memiliki
pH 4-7 (Ditjen POM, 1995: 43).
Hasil fraksi (F) yang didapat pada pengamatan volume sedimentasi selama 4
hari yaitu pada hari pertama menit ke sepuluh hingga menit ke 60 aadalah 0 mL
sedangkan di hari ke empat sebesar 0,185 mL. Maka dapat disimpulkan nilai fraksi
kurang dari 0 suspensinya kurang baik yang mengacu pada litelatur bila F=1
dinyatakan sebagai “Flocculation equilibrium”, merupakan sediaan yang baik.
Demikian bila F mendekati 1. Bila F>1 terjadi “Floc” sangat longgar dan halus
sehingga volume akhir lebih besar dari volume awal. Maka perlu ditambahkan zat
tambahan (Lachman, 1994: 492-493).
Tahap evaluasi terakhir adalah kecepatan redispersi atau redispersibilitas.
Redispersibilitas merupakan syarat dari suspensi, jadi sedimen yang terjadi harus
mudah terdispersi kembali dengan penggojokan agar diperoleh keseragaman dosis
(Martin et al., 1983), dimana saat di ujikan di hari ke empat melalu pengocokan,
sediaan yang telah dikocok kembali terdispersi merata tetapi pengujian ini merupakan
bukan analisa kuantitaif dengan perhitungan kecepatannya dan hanya melalu
pengujian indra penglihatan. Pengujian ini menujukkan bahwa suspensi yang
menggunakan CMC Na menggunakan sistem flokulasi sebab menurut (Syamsuni,
H.A. 2006: 142) dalam sistem flokulasi, partikel flokulasi terikat, cepat mengendap
dan pada penyimpanan tidak terjadi cake dan mudah tersuspensi kembali.
Bila dibandingkan dengan kelompok 3 yang menggunakan suspensi CMC Na
dimana hasil fraksi pada hari ke empat sebesar 1,105 yang menyatakan fraksi F>1
maka terjadi “Floc” sangat longgar dan halus sehingga volume akhir lebih besar dari
volume awal. Maka perlu ditambahkan zat tambahan. Maka dapat disimpulkan,
penggunaan suspending agent CMC Na tunggal saja kurang baik untuk menghasilkan
sediaan suspensi yang baik juga.
Usulan formula yang baik adalah dengan memperhatikan campuran zat
tambahan atau bahan tambahan lainnya yang dapat berinteraksi baik atau tidak
dengan zat aktif bahan tersebut, kestabilan, kelarutan, kompatibilitas tiap bahan yang
dicampurkan yang bertujuan agar menghasilkan kualitas obat dengan efektifitas zat
aktif yang baik, aman, dan berkhasiat. Kekurangan dari sediaan ini pada kecepatan
redispersi di kelompok tiga dan empat memiliki nilai F kurang dan lebih dari 1. Maka
praktikan mengusulkan untuk penambahan bahan pemflokulasi yang dapat
dipergunkan berupa larutan elektrolit, surfaktan atau polimer. Untuk partikel yang
bermuatan positif digunakan zat pemflokulasi yang bermuatan negatif dan sebaliknya
(Syamsuni, H.A. 2006: 144).
Menurut (Adinugraha MP dkk, 2005: 164-169), Kestabilan fisik suspensi
adalah hambatan utama dalam memformulasikan suspensi karena masalah yang
sering terjadi meliputi kecepatan sedimentasi yang tinggi maupun kemampuan
redispersi yang buruk. Oleh karena itu diperlukan penggunaan suspending agent
untuk meningkatkan kestabilan fisik suspensi praktikan mengusulkan formula
suspensi menggunakan kombinasi suspending agent yaitu Pulvis Gummi Arabici
(PGA) dan Carboxymethylcellulosum Natrium (CMC-Na). Serta untuk menurut
menutupi rasa pahit yang diberikan suspensi asam mefenamat praktikan dapat
memberikan usulan formula yaitu dengan penambahan zat pemanis serta
ditambahkan zat pewarna untuk meningkatkan daya penerimaan pasien terhadap obat.
Formula sediaan suspensi rekonstiusi yang diusulkan adalah sebagai berikut:

Asam Mefenamat 200mg/5mL


CMC-Na 1%
PGA 3%
Sukrosa 30%
Zat warna orange q.s
Aquadest Ad 60 mL
Kesimpulan CMC Na
1. Berdasarkan dari hasil dari percobaan sediaan suspensi dengan suspending
agent CMC Na yang praktikan buat adalah sediaan suspensi flokulasi dengan metode
presipitasi, sebab dilihat dari proses pengendapannya setelah melewati uji kecepatan
redispersi, dimana saat di ujikan di hari ke empat melalu pengocokan, sediaan yang
telah dikocok kembali terdispersi merata melalui visual indra penglihatan.
2. Berdasarkan dari hasil dari percobaan sediaan suspensi dengan suspending
agent CMC Na yang praktikan buat sediaan ini memenuhi persyaratan yang ada yaitu
memiliki nilai pH yang sesuai dengan literatur yaitu pada rentang 4-7, homogen,
tidak mengalami perubahan organoleptis hingga hari ke empat
3. Berdasarkan dari hasil formula yang ada, praktikan memberikan usul formula
terbaru dengan melakukan penambahan kombinasi suspending agent yaitu Pulvis
Gummi Arabici (PGA) dan Carboxymethylcellulosum Natrium (CMC-Na) serta zat
tambahan pemanis untuk menutupi sempurna rasa pahat dari sediaan suspensi asam
mefenamat.
DAFTAR PUSTAKA
Adinugraha MP dkk, 2005, Synthesis and Characterization of Sodium Carboxymethyl
Cellulose From Cavendish Banana Pseudo Stem (Musa Cavendishii
LAMBERT), Carbohydrate Polymers, 62: 164-169.
Agoes G, 2012, Sediaan Farmasi Liquida-Semisolida (SFI-7), Penerbit ITB
Bandung, hlm. 124
Arbianti, R.; Utami, T. S.; Astri, N., Isolasi Metil Laurat dari Minyak Kelapa
Sebagai Bahan Baku Surfaktan Fatty Alcohol Sulfate (FAS), Makara Seri
Teknologi, 2008, Vol. 12(2), hlm. 61-64
Ditjen POM Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1995, Farmakope
Indonesia, edisi V, Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 18
Ditjen POM Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2014, Farmakope
Indonesia, edisi V, Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia, hlm.
157
Nisa D, Putri RDW, 2014, Pemanfaatan Selulosa dari Kulit Buah Kakao sebagai
Bahan Baku Pembuatan CMC, Jurnal Pangan dan Agroindustri, Vol. 2 No. 3
hlm. 34-42
Syamsuni, H.A. 2006. Ilmu Resep. Penerbit Buku Kedokteran EGC: Jakarta, hlm.
136-137, 141, 142

Anda mungkin juga menyukai